- Beranda
- Stories from the Heart
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
...
TS
bunbun.orenz
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
Spoiler for Credit Cover (THANK YOU SO MUCH):
And I know
There's nothing I can say
To change that part
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead
There's nothing I can say
To change that part
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead
- Famous Last Words by MCR -
JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 90% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA
Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahyang dituangkan oleh suami ku tercinta Agatha
Quote:
Spoiler for Special Thanks:
***
Spoiler for From Me:
Versi PDF Thread Sebelumnya:
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/05/02/9605475_201705020801290527.jpg)
Foto diatas hanyalah sebagai ilustrasi tokoh dalam cerita ini
Quote:
Polling
0 suara
SIAPAKAH YANG AKAN MENJADI NYONYA AGATHA ?
Diubah oleh bunbun.orenz 04-07-2017 12:31
ugalugalih dan 27 lainnya memberi reputasi
26
1.5M
7.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7
#1107
PART 16
Selesai makan kerang, kepiting saos tiram, dan es teh manis kenyang sudah perut ini.
"Mau nambah Za ?", tanya sang kekasih.
"Udah Mba, aseli kenyang nih huufft...",
"Eumm.. Mba..".
"Yaa ?",
"Aku boleh ngerokok ?", tanya Gua meminta izin.
"Iya, boleh Za..",
"Tapi jangan keseringan ya Za", jawabnya.
"Oke Mba".
Gua pun membakar sebatang racun dan menikmati setiap hisapannya. Meminta izin seperti tadi kok rasanya Gua kayak anak kecil ya, tapi Gua rasa hal seperti itu adalah salah satu bentuk saling menghargai diantara kami.
Perempuan yang sedang duduk sambil memainkan hp di samping Gua ini benar-benar membuat Gua jatuh hati. Pertanyaan yang dilontarkan ketika Gua hendak pulang dari rumahnya itu malah membuat kami berdua saling mengungkapkan kejujuran. Gua tidak pernah mengetahui kalau dirinya ternyata menyukai Gua selama ini. Gua pun tidak memungkiri, kalau rasa suka kepadanya sudah lama Gua pendam, namun hanya sebatas suka, sama halnya dengan sahabat-sahabat Gua yang lain seperti Rekti cs saat kami masih berstatus pelajar smp dan sma.
Lama-kelamaan setelah kami berdua lebih sering bertemu dewasa ini, entah sengaja ataupun tidak, perasaan Gua semakin ingin menjadikannya sebagai kekasih hati. Bukan hanya pesona fisiknya yang jelas-jelas aduhai amboy seksinya, apalagi untuk ukuran seorang perempuan, dirinya memiliki tinggi 172 cm, semakin bertambah saja pesonanya.
Nah, yang membuat Gua jatuh hati karena lebih kepada sikapnya, sikap yang baik dan ramah kepada Gua ketika kami bertemu. Berbeda dengan sikapnya saat bertemu Rekti cs, bukan berarti dia judes, jual mahal ataupun menunjukkan hal negatif lainnya, dia tetap ramah dan baik kepada sahabat-sahabat Gua itu, tapi hanya sekedar 'say hai' saja dan jarang sekali, malah mungkin tidak pernah mengobrol dengan para sahabat Gua. Tidak seperti kepada Gua, yang bahkan dirinyalah yang memulai obrolan duluan ataupun mengajak Gua pergi untuk sekedar mengantarnya ke suatu tempat.
Karena alasan-alasan itulah Gua merasa bahwa perempuan di samping Gua ini memiliki perasaan yang sama kepada Gua. Dan ternyata benar adanya, kini kami sudah bukan lagi sekedar tetangga satu komplek, bukan lagi teman biasa, bukan lagi kakak-adik karena perbedaan umur. Lalu, tanpa disangka-sangka sebelumnya, Gua benar-benar bisa mendapatkannya. Kini kami berdua sudah menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih, dimulai sejak pagi tadi di rumahnya.
"Za, pulang sekarang ?", tanyanya ketika melihat Gua sudah selesai merokok.
"Yuk..".
Gua hendak membayar makanan kami berdua, tapi dirinya malah menahan Gua dan memilih untuk membayarkan makanan yang kami pesan tadi, alhasil Gua hanya tersenyum dan asyik-syik aja dapet traktiran ha ha ha...
Hari yang melelahkan, menguras tenaga dan pikiran, sekarang Gua sedang berada di teras depan kamar, tentunya masih bersama sang kekasih baru.
"Cape ya hari ini Za ?", tanyanya yang duduk di samping Gua.
"Iya Mba..",
"Seharian ini muter-muter hehehe...", jawab Gua sambil menyandarkan kepala ke bahu sofa.
Tiba-tiba tangannya sudah menyapa lengan kanan Gua, sambil tersenyum teduh dirinya memijat pelan lengan ini.
"Maaf ya..".
"Kok minta maaf Mba ?".
"Maaf aku udah cemburu ke kamu..", lanjutnya.
"Enggak apa-apa Mba",
"Wajar kok..",
"Aku yang salah baru cerita sama kamu tadi", jawab Gua.
Pada saat perjalanan pulang sehabis kami makan, dirinya memang baru Gua ceritakan kalau siang hingga malam sebelum jalan dengannya, Gua silaturahmi ke rumah Echa, Sherlin dan Vera. Dari ketiga perempuan itu, yang dia kenal hanya Echa dan Sherlin, dan dia tau kalau Echa menaruh hati kepada Gua, sedangkan nama Sherlin, dia tau kalau Gua pernah berpacaran sebelumnya dengan Mba Yu Gua itu. Ya otomatis dia langsung cemberut dan bete ketika Gua ceritakan. Lucu sebenarnya mengetahui dirinya juga cemburu seperti itu, Gua pikir dia lebih mengerti karena mengingat umurnya yang sudah sangat dewasa, but girls always be girls. Ha ha ha, Love You lah pokoke Mba.
"Aku pulang dulu ya Za".
"Iya Mba, udah malam ya",
"Besok kerja berangkat subuh kan ?", tanya Gua.
"Iya Za..".
"Yuk aku antar pulang".
Kami pun bangkit dari duduk, baru saja melangkah sampai halaman rumah, si Kiddo datang bersama Ayahanda.
"Loch mau kemana lagi Za ?", tanya Ayahanda dari atas si Kiddo dengan mesin yang masih menyala.
"Mau antar pulang aja ini", jawab Gua seraya melirik kepada perempuan disebelah Gua.
"Oh, enggak pakai mobil ?", tanya Ayahanda lagi lalu mematikan mesin si Kiddo.
"Enggaklah Yah, rumahnya deket kok..",
"Oh ya kenalin Yah, ini....", lanjut Gua.
"Malam Om, kenalkan saya Siska..", ucap sang kekasih.
Mba Siska pun mencium tangan Ayahanda.
"Oh ya, saya Altar, Ayahnya Reza",
"Rumah kamu dimana Mba ?", tanya Beliau.
"Di nomor xx Om...", jawab Mba Siska.
"Oh masih disini, rumah xx ?",
"Kamu anaknya Pak Rw ya ?".
"Iya Om saya anak kedua nya".
"Kamu kuliah dimana Mba ?",
"Atau sudah kerja ?", tanya Ayahanda lagi.
"Alhamdulilah saya sudah kerja Om..".
"Oh sudah kerja, dimana Mba ?".
"Saya...",
"Saya Polwan Om..", jawabnya dengan nada suara yang pelan.
Ayahanda terlihat sedikit terkejut setelah mendengar profesi sang kekasih hati Gua itu. Lalu...
"Oh syukurlah sudah kerja ya Mba",
"Mudah-mudahan karir kamu bagus ya".
"Amin, terimakasih banyak do'a nya Om..".
"Ngomong-ngomong... Kok bisa mau kamu Mba sama Si Cuplis ini ? Ha ha ha...".
Wah wah wah, gak beres ini Bokap, malah ngecengin Gua.
"Enggak tau juga Om, Eza nya melet saya kayaknya, hi hi hi...".
Eeaa, makin aja dah Gua dicengin, parah.
"Ha ha ha...",
"Ya sudah Mba, sing sabar yo Mba..",
"Kalau Si Cuplis ini nakal, jangan sungkan untuk 'dor' kepalanya Mba, daripada beban hidup mu bertambah.. Ha ha ha ha...".
"Wah parah, makin gak bener nih obrolan, udah yuk Mba pulang...", potong Gua ketika mereka masih asyik tertawa.
"Ya sudah antar dulu pulang pacar mu..", ucapnya kepada Gua,
"Salam ke Bapak ya Mba", ucap Ayahanda kali ini kepada Mba Siska.
"Iya Om, insha Alloh disampaikan salamnya..",
"Saya pamit dulu Om..", jawab Mba Siska sambil menyalami Ayahanda lagi,
"Assalamualaikum".
"Iya, walaikumsalam..",
"A' antar sampai bertemu orangtuanya ya..", pesan Beliau kepada Gua.
"Okey".
Kami pun berjalan meninggalkan Ayahanda yang mendorong si Kiddo masuk ke halaman rumah.
Mba Siska mengaitkan lengannya ke lengan Gua ketika kami berjalan berdampingan.
"Za, enggak marahkan tadi ?", tanyanya ketika kami masih tetap berjalan.
"Males aku!", jawab Gua lalu memalingkan muka.
"Iiihh maaarah diaaa...",
"Ha ha ha ha, jelek ah kamu sok-sok marah gitu..", ucapnya seraya menoel pipi Gua.
"Biarin jelek juga! Marah pokoknya lah!".
"Ih ih ih ih... Apaan itu ?",
"Marahnya kayak cewek deh..".
"Bodo amaat!".
"Ha ha ha ha...",
"Maaf deh yaa sayang..",
Cupp..Dikecupnya pipi Gua.
Weh maen kecap-kecup aja ditengah jalan, untung udah larut, rumah-rumah para tetangga sudah pada tertutup.
"Udah gak bete kan ?", tanyanya lagi seraya tersenyum.
"Masih lah".
"Loch ?".
"Yang ini belom...", ucap Gua sambil memanyunkan bibir.
Tuing.. kampret, pala Gua ditoyor.
"Enak aja!",
"Sini enggak apa-apa deh, kalau udahnya mau ta Dor!", jawabnya sambil melotot.
"Sadis ih, pingin apa jadi janda ditinggal mati ?", ucap Gua ngawur.
"Iih Amit-amit!",
"Sembarangan kalau ngomong kamu!".
"Kamu yang duluan sembarangan..",
"Eh udah sampe nih, masih dibukain pintu gak tuh ?", ucap Gua ketika kami sudah sampai di depan rumahnya.
Lalu Mba Siska melepaskan kaitan lengannya, dan melirik ke ventilasi rumahnya itu.
"Masih nyala lampu ruang tamu tuh..",
"Bapak belum tidur berarti Za..", jawabnya.
"Ya udah hayu masuk sana..".
Gua lihat Mba Siska malah tersenyum kepada Gua, bukannya melangkah ke teras rumah. Gua mengerenyitkan kening kebingungan.
"Apaan Mba senyam-senyum ?", tanya Gua.
"Gak ada kecup kening dulu gitu ?", tanyanya malu-malu.
"Sini-sini...", jawab Gua lalu mengaitkan tangan ke tengkuknya.
Ketika kepalanya sudah sedikit tertunduk, Gua dekatkan wajah ke sisinya, lalu berbisik.
"Nanti aja ya, daripada di dor..".
"Iiiih... Ngeselin ya kamu tuh!", ucapnya sewot sambil mencubit pipi Gua.
"He he he he..", Gua pun terkekeh pelan.
"Ya udah aku masuk dulu deh..", ucapnya cemberut lalu berbalik menuju pintu rumahnya.
Gua tahan tangan kanannya, lalu Gua balikkan lagi tubuhnya dengan cepat. Kini Gua rangkul pinggang belakangnya, telapak tangan kiri Gua lembut memegang sisi kanan pipi wajahnya.
"Eummpphh..", desahnya pelan.
capcipcupcepcop...
Napasnya ter-engah-engah ketika pagutan bibir Gua sudah terlepas. Gua tersenyum kepadanya yang tersipu malu.
"Kamu tuh nakal ya Za..",
"Baru juga jadian tadi pagi", ucapnya pelan dengan wajah tertunduk tapi matanya mendelik keatas menatap mata Gua.
"Nakalnya cuma sama kamu kok Mba", jawab Gua sambil menyeringai.
Cupp... Gua kecup keningnya.
"Makasih untuk hari ini ya Za, aku masuk dulu",
"Selamat malam Za..", ucapnya dengan senyuman menawan.
.
.
.
.
.
.
***
Napas Gua kembang-kempis, cucuran keringat membasahi wajah dan tubuh Gua.
Brugh!
Gua merebahkan tubuh diatas rerumputan lapangan sepak bola depan rumah, lalu memejamkan mata sejenak, menikmati desiran angin sepoi-sepoi di sore ini yang menyapa tubuh bagian atas tanpa terbalut baju.
"Za..".
"Heum ?", sebelah mata Gua buka sedikit untuk melihat kearahnya.
"Bangun dulu Za".
Gua pun bangun dan kembali terduduk diatas rerumputan. Gua menerima sebotol air kemasan yang disodorkannya. Lalu setelah membuka tutupnya, kerongkongan ini terasa segar kembali oleh air yang mengalir dari air kemasan pemberiannya itu.
"Waduh waduuh...",
"Kita juga mau dong dibawain minum... Hehehehe..", ucap Rekti yang berjalan menghampiri bersama Unang dan Dewa.
"Duh maaf ya, Aku enggak bawa minuman lebih untuk kalian bertiga, hi hi hi...", jawabnya.
"Aah apatis ini namanya, kita gak kebagian gini ya Nang..", jawab Dewa sambil menyenggol lengan Unang yang ada disebelahnya.
"Yoi Wa, sedih Gua gak ada yang merhatiin gini...", timpal Unang.
"Yowes, Gua aja yang ambil minum buat kita..",
"Tunggu sini ya Lu semua...", ucap Rekti lagi, kemudian berjalan kearah rumahnya.
"Lumayan kuat Lu sob, dapet 10 keliling...", ucap Dewa yang sudah duduk di samping Gua, diikuti Unang disebelah Dewa.
"Gua pikir cuma si Rekti yang kuat ampe 10 keliling..", timpal Unang.
"Tapi megap-megap nih napas Gua broooh... Hosh... hosh... hosh..", jawab Gua sambil terengah-engah.
"Jadi laki harus kuat dong, masa lari 10 keliling doang gak sanggup..", ucap perempuan yang tadi memberikan sebotol air kemasan yang kini berdiri di samping Gua.
"Hehehe cape kan, udah lama enggak olahraga, masih untung Gua dapet 7 keliling hehehe...", jawab Unang.
"Pada kuat ngerokoknya sih",
"Kurangin dong, biar hidup sehat", jawab si perempuan lagi.
"Eh Sob, Istri Lu ini calon dokter bukan sih ? Cerewet amat sekarang..", timpal Dewa dengan suara yang cukup keras kepada Gua,
"Wadaaaaww....",
"Ampuun Teh... Ampuuuun... Sakit Teeehh..", teriak Dewa yang langsung dijewer oleh Echa.
"Enak aja ngomong cerewet ke Aku!", semprot Echa sambil melepas jewerannya itu.
Gua pun tertawa sambil menyukuri si Dewa dalam hati,
'Mampuusss, emang enak dijewer ama Teteh Gua huahahaha...
Tidak lama kemudian Rekti kembali ke lapangan dengan teko dan dua gelas pada kedua tangannya. Bebarengan dengan itu, Tante Gua memanggil Echa dari halaman rumah ke arah kami di lapangan ini.
"Teh, dipanggil tuh..", ucap Unang yang memebritahukan Echa.
"Oh, yaudah aku tinggal dulu ya Zaa..",
"Bye Unang, Rekti, Dewa..", ucap Echa sambil berlalu.
"Okey Teeehh...", jawab tiga sahabat Gua serempak.
"Gile Sob, si Elsa makin TOP gitu euy..", ucap Rekti yang sudah duduk di depan Gua tapi matanya tidak lepas dari sosok Echa yang berjalan semakin menjauh.
Paak..
"Adaw!",
"Ngehe Lu!", ucap Rekti sambil mengelus tulang keringnya karena Gua tendang.
"Mata Lu biasa aja Coy!",
"Kepret bolak-balik juga nih!", jawab Gua.
"Yoi Ti, makin TOP ya..",
"Tapi sayang euy...", ucapan Dewa terhenti.
"Sayang kenapa Wa ?", tanya Gua.
Sebelum Dewa menjawab, Unang berdiri dari duduknya sambil menuangkan air minum dari teko ke gelas.
"Sayang Laki ama Bini samanya..", ucap Unang.
"Yoi Nang, sama-sama suka kekerasan!",
"Huahahahaha....", timpal Dewa lagi.
Gua dan yang lainnya pun tertawa menanggapi ucapan Dewa tadi. Lalu kami pun mengobrol santai di lapangan ini, sambil menikmati waktu sore menjelang maghrib.
"Sob, istri Lu beneran calon dokter ?", tanya Unang ketika bahan obrolan kami sudah habis.
"Ah Elu Nang, si Dewa didengerin", jawab Gua,
"Dia ma kuliahnya ambil jurusan arsitektur...", lanjut Gua.
"Ya kirain beneran mau jadi dokter",
"Ngomong-ngomong kapan jadian Lu sama Teh Elsa ?", tanya Unang lagi.
"Ck.. Siapa yang jadian sama dia, kagak lah..", jawab Gua santai,
"Lagian Lu semua kenapa jadi pada nganggep Gua ama dia suami-istri gini ?", tanya Gua.
"Yaelah Zaa Za..",
"Jelas kali kalo Elsa sama lu da deket banget gitu, tiga malem da nginep di rumah Lu dari takbiran kemaren, sekarang ampe tiap hari dia maen kesini.. Gimana gak kaya suami-istri coba Lu bedua..", jelas Rekti kali ini.
"Iya tuh, Lu ama dia juga cocok Sob...",
"Udah nikahin aja lah Za..", timpal Unang.
"Ah Lu semua ngawur, Gua sama dia deket kan emang dari dulu",
"Biasa aja kok... Lagian Gua udah punya bokin brooh..", jawab Gua.
"Hee ? Serius ? Siapa bokin Lu ?", tanya Rekti.
Gua tidak langsung menjawab pertanyaan Rekti, Gua berdiri dari duduk, lalu merentangkan kedua tangan keatas.
"Tanya tuh si Dewa", ucap Gua lantang sambil melirik kepada Dewa yang masih duduk.
"Kampret emang nih kadal atu..", ucap Dewa.
"Kenapa Wa ?", tanya Unang kali ini.
"Macarin kakak ipar Gua dia..", jawab Dewa.
"HAH ?!", teriak Unang.
"ANJIIIIRR! Yang bener aja Lu kadal kampret!",
"Mba Siska Lu pacarin ?!", tak kalah kagetnya si Rekti bertanya lagi kepada Gua.
"Ah Gua mau lari lagi aaahh..",
"Mau ikut A'a Eza bro-bro sekalian ?", ucap Gua sambil tersenyum penuh kebahagiaan dan siap berlari lagi.
"Taaeeeee..!",
"Asyu emang koe Za!", umpat Unang kepada Gua.
Gua pun terkekeh lalu berlari meninggalkan mereka bertiga, tapi kali ini Gua berlari kecil kearah rumah. Dan ketika baru beberapa meter Gua berlari, teriakkan Rekti sedikit membuat langkah kaki Gua melambat...
"Zaaa..",
"Elsa berarti kosongkaaann ?!",
"Bilangin ke diaaa...",
"Mas Rekti siap menerima cintanyaaaa...", teriak Rekti kepada Gua.
Gua tidak menjawab ucapan ngehe si Rekti, tanpa berbalik badan, dan kembali melangkahkan kaki kearah rumah, Gua mengacungkan jari tengah keatas untuk Rekti yang berada jauh dibelakang Gua.
...
Dewa memang mengetahui kalau kakak pacaranya itu sudah menjalin hubungan dengan Gua. Awalnya Gua kira Dewa mengetahui dari Meli, tapi ternyata Gua salah, Dewa mengetahui hubungan Gua dan Mba Siska dari sosial media. Dewa yang berteman dengan Meli dan Mba Siska di friendster melihat satu foto yang diunggah oleh akun FS Mba Siska. Foto yang menunjukkan Gua dan Mba Siska sedang berada di dalam Monas dengan posisi kepala Mba Siska yang bersandar ke bahu Gua, tidak lupa kedua tangan kami terkait satu sama lain. Dan semakin yakinlah Dewa akan hubungan spesial diantara Gua dan Mba Siska, karena judul foto yang diunggah itu bertuliskan "My Precious One".
Kini Gua sudah berada di dalam kamar, tubuh sudah kembali segar oleh basuhan air dari kamar mandi. Gua pun sudah bersuci untuk menunaikan kewajiban 3 raka'at. Selang beberapa menit kemudian, Gua sudah selesai melaksanakan ibadah.
Kemudian Gua keluar kamar menuju ruang makan. Terlihat sudah ada Ayahanda, Nenek, Om, Tante, si kecil dan Echa. Gua yang bingung karena bangku makan sudah terisi penuh malah disuruh Ayahanda makan di ruang tamu dengan Echa berdua. Ya mau enggak mau, Gua pun menuruti 'pengusiran' Beliau.
"Ini Za makan malamnya..", ucap Echa memberikan satu piring yang sudah berisi nasi dan lauk kepada Gua.
"Terimakasih Teh", jawab Gua menerima makanan.
Lalu kami berdua pun beranjak ke ruang tamu, dan makan berdua di salah satu sofa. Makan dengan khidmat, itulah kalimat yang tepat jika Gua makan berdua dengan Echa, fokus menyantap makanan tanpa berbicara sedikitpun adalah kebiasaan Echa yang menjadikan Gua selalu cepat menghabiskan sajian diatas piring makan.
Selesai menyantap makanan, piring kotor pun dibawa kembali oleh Echa ke dapur. Seperti biasa Gua keluar dari ruang tamu dan duduk di sofa teras depan kamar. Untuk saat ini rasanya tidak memungkinkan bagi Gua untuk merokok sampai Ayahanda keluar rumah sebentar lagi. Ya, Gua harus menunggu Beliau pergi berkencan dengan Mba Laras, baru Gua bisa menikmati si racun, eh tapi itu pun kalau Echa mengizinkan juga.
"Ini Za kopinya..", ucap Echa lalu menaruh kopi hitam di meja teras.
"Makasih banyak Teh..", balas Gua.
Echa duduk di sofa depan Gua yang terhalangi meja teras.
"Tumben belum ngerusak paru-paru..", sindirnya karena tidak melihat Gua sedang 'ngebul'.
"Hehehe..",
"Nanti Teh, bentaran", balas Gua sambil cengar-cengir.
Tidak lama, Ayahanda benar saja pergi keluar dengan pakaian rapih malam ini, sampai memakai jas segala. Beliau menggunakan si Black untuk menyambangi calon Istrinya. Setelah si Black benar-benar keluar dari halaman rumah, barulah Gua bisa menikmati sebatang racun tembakau dan segelas kopi hitam.
Lalu Gua dan Echa banyak mengobrol mengenai sahabat-sahabat kecil kami, Rekti cs. Kemudian membicarakan beberapa teman masa SD yang kami sudah tidak pernah bertemu lagi dengan mereka.
"Kamu kapan masuk kuliah Za ?", tanya Echa.
"Euummm...",
"Dua atau tiga minggu lagi kalau gak salah sih, lupa liat jadwalnya", jawab Gua.
"Loch cepet ya Za liburannya",
"Aku aja libur satu bulan setegah..".
"Wah ? Lama banget Teh..".
"Ya gitulah, malah ada yang libur dua bulan loch".
"Diih, kalau dipikir-pikir rugi tuh, bayar uang semester full tapi liburnya sampe dua bulan gitu, kapan lulusnya coba, ha ha ha..".
"Ya gimana lagi, memang sistemnya kayak gitu..",
"Oh iya..", Echa seperti mengingat sesuatu,
"Dewa itu pacaran sama Meli ya ?", lanjutnya lagi.
"Iya Teh, dia pacaran sama Meli..",
"Udah 3 tahunan mungkin..",
"Sama kayak Rekti dan Desi suka putus-nyambung...",
"Tapi si Rekti macarin Desi udah hampir 5 tahun mungkin..", jelas Gua.
"Desi ?", ulangnya bingung.
"Oh iya, aku lupa, kamu enggak kenal Desi ya..",
"Desi itu adiknya Sherlin..", jelas Gua lagi.
"Ooh adiknya Sherlin..",
"Rekti macarin Desi",
"Kamu macarin Sherlin..", ucapnya.
"Iya tapi kalau aku kan dulu..",
"Sekarang enggak Teh...", jawab Gua seraya menghembuskan asap dari mulut.
"Dan sekarang Dewa macarin Meli",
"Terus...",
"Kamu macarin Mba Siska juga ?", tanyanya kali ini menyelidik
Seketika itu juga Gua berhenti menghisap rokok, mematikannya kedalam asbak, lalu meneguk kopi hitam buatannya tadi.
"Za".
"Ya ?".
"Kamu pacaran sama Mba Siska ?".
.........
"Mau nambah Za ?", tanya sang kekasih.
"Udah Mba, aseli kenyang nih huufft...",
"Eumm.. Mba..".
"Yaa ?",
"Aku boleh ngerokok ?", tanya Gua meminta izin.
"Iya, boleh Za..",
"Tapi jangan keseringan ya Za", jawabnya.
"Oke Mba".
Gua pun membakar sebatang racun dan menikmati setiap hisapannya. Meminta izin seperti tadi kok rasanya Gua kayak anak kecil ya, tapi Gua rasa hal seperti itu adalah salah satu bentuk saling menghargai diantara kami.
Perempuan yang sedang duduk sambil memainkan hp di samping Gua ini benar-benar membuat Gua jatuh hati. Pertanyaan yang dilontarkan ketika Gua hendak pulang dari rumahnya itu malah membuat kami berdua saling mengungkapkan kejujuran. Gua tidak pernah mengetahui kalau dirinya ternyata menyukai Gua selama ini. Gua pun tidak memungkiri, kalau rasa suka kepadanya sudah lama Gua pendam, namun hanya sebatas suka, sama halnya dengan sahabat-sahabat Gua yang lain seperti Rekti cs saat kami masih berstatus pelajar smp dan sma.
Lama-kelamaan setelah kami berdua lebih sering bertemu dewasa ini, entah sengaja ataupun tidak, perasaan Gua semakin ingin menjadikannya sebagai kekasih hati. Bukan hanya pesona fisiknya yang jelas-jelas aduhai amboy seksinya, apalagi untuk ukuran seorang perempuan, dirinya memiliki tinggi 172 cm, semakin bertambah saja pesonanya.
Nah, yang membuat Gua jatuh hati karena lebih kepada sikapnya, sikap yang baik dan ramah kepada Gua ketika kami bertemu. Berbeda dengan sikapnya saat bertemu Rekti cs, bukan berarti dia judes, jual mahal ataupun menunjukkan hal negatif lainnya, dia tetap ramah dan baik kepada sahabat-sahabat Gua itu, tapi hanya sekedar 'say hai' saja dan jarang sekali, malah mungkin tidak pernah mengobrol dengan para sahabat Gua. Tidak seperti kepada Gua, yang bahkan dirinyalah yang memulai obrolan duluan ataupun mengajak Gua pergi untuk sekedar mengantarnya ke suatu tempat.
Karena alasan-alasan itulah Gua merasa bahwa perempuan di samping Gua ini memiliki perasaan yang sama kepada Gua. Dan ternyata benar adanya, kini kami sudah bukan lagi sekedar tetangga satu komplek, bukan lagi teman biasa, bukan lagi kakak-adik karena perbedaan umur. Lalu, tanpa disangka-sangka sebelumnya, Gua benar-benar bisa mendapatkannya. Kini kami berdua sudah menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih, dimulai sejak pagi tadi di rumahnya.
"Za, pulang sekarang ?", tanyanya ketika melihat Gua sudah selesai merokok.
"Yuk..".
Gua hendak membayar makanan kami berdua, tapi dirinya malah menahan Gua dan memilih untuk membayarkan makanan yang kami pesan tadi, alhasil Gua hanya tersenyum dan asyik-syik aja dapet traktiran ha ha ha...
Hari yang melelahkan, menguras tenaga dan pikiran, sekarang Gua sedang berada di teras depan kamar, tentunya masih bersama sang kekasih baru.
"Cape ya hari ini Za ?", tanyanya yang duduk di samping Gua.
"Iya Mba..",
"Seharian ini muter-muter hehehe...", jawab Gua sambil menyandarkan kepala ke bahu sofa.
Tiba-tiba tangannya sudah menyapa lengan kanan Gua, sambil tersenyum teduh dirinya memijat pelan lengan ini.
"Maaf ya..".
"Kok minta maaf Mba ?".
"Maaf aku udah cemburu ke kamu..", lanjutnya.
"Enggak apa-apa Mba",
"Wajar kok..",
"Aku yang salah baru cerita sama kamu tadi", jawab Gua.
Pada saat perjalanan pulang sehabis kami makan, dirinya memang baru Gua ceritakan kalau siang hingga malam sebelum jalan dengannya, Gua silaturahmi ke rumah Echa, Sherlin dan Vera. Dari ketiga perempuan itu, yang dia kenal hanya Echa dan Sherlin, dan dia tau kalau Echa menaruh hati kepada Gua, sedangkan nama Sherlin, dia tau kalau Gua pernah berpacaran sebelumnya dengan Mba Yu Gua itu. Ya otomatis dia langsung cemberut dan bete ketika Gua ceritakan. Lucu sebenarnya mengetahui dirinya juga cemburu seperti itu, Gua pikir dia lebih mengerti karena mengingat umurnya yang sudah sangat dewasa, but girls always be girls. Ha ha ha, Love You lah pokoke Mba.
"Aku pulang dulu ya Za".
"Iya Mba, udah malam ya",
"Besok kerja berangkat subuh kan ?", tanya Gua.
"Iya Za..".
"Yuk aku antar pulang".
Kami pun bangkit dari duduk, baru saja melangkah sampai halaman rumah, si Kiddo datang bersama Ayahanda.
"Loch mau kemana lagi Za ?", tanya Ayahanda dari atas si Kiddo dengan mesin yang masih menyala.
"Mau antar pulang aja ini", jawab Gua seraya melirik kepada perempuan disebelah Gua.
"Oh, enggak pakai mobil ?", tanya Ayahanda lagi lalu mematikan mesin si Kiddo.
"Enggaklah Yah, rumahnya deket kok..",
"Oh ya kenalin Yah, ini....", lanjut Gua.
"Malam Om, kenalkan saya Siska..", ucap sang kekasih.
Mba Siska pun mencium tangan Ayahanda.
"Oh ya, saya Altar, Ayahnya Reza",
"Rumah kamu dimana Mba ?", tanya Beliau.
"Di nomor xx Om...", jawab Mba Siska.
"Oh masih disini, rumah xx ?",
"Kamu anaknya Pak Rw ya ?".
"Iya Om saya anak kedua nya".
"Kamu kuliah dimana Mba ?",
"Atau sudah kerja ?", tanya Ayahanda lagi.
"Alhamdulilah saya sudah kerja Om..".
"Oh sudah kerja, dimana Mba ?".
"Saya...",
"Saya Polwan Om..", jawabnya dengan nada suara yang pelan.
Ayahanda terlihat sedikit terkejut setelah mendengar profesi sang kekasih hati Gua itu. Lalu...
"Oh syukurlah sudah kerja ya Mba",
"Mudah-mudahan karir kamu bagus ya".
"Amin, terimakasih banyak do'a nya Om..".
"Ngomong-ngomong... Kok bisa mau kamu Mba sama Si Cuplis ini ? Ha ha ha...".
Wah wah wah, gak beres ini Bokap, malah ngecengin Gua.
"Enggak tau juga Om, Eza nya melet saya kayaknya, hi hi hi...".
Eeaa, makin aja dah Gua dicengin, parah.
"Ha ha ha...",
"Ya sudah Mba, sing sabar yo Mba..",
"Kalau Si Cuplis ini nakal, jangan sungkan untuk 'dor' kepalanya Mba, daripada beban hidup mu bertambah.. Ha ha ha ha...".
"Wah parah, makin gak bener nih obrolan, udah yuk Mba pulang...", potong Gua ketika mereka masih asyik tertawa.
"Ya sudah antar dulu pulang pacar mu..", ucapnya kepada Gua,
"Salam ke Bapak ya Mba", ucap Ayahanda kali ini kepada Mba Siska.
"Iya Om, insha Alloh disampaikan salamnya..",
"Saya pamit dulu Om..", jawab Mba Siska sambil menyalami Ayahanda lagi,
"Assalamualaikum".
"Iya, walaikumsalam..",
"A' antar sampai bertemu orangtuanya ya..", pesan Beliau kepada Gua.
"Okey".
Kami pun berjalan meninggalkan Ayahanda yang mendorong si Kiddo masuk ke halaman rumah.
Mba Siska mengaitkan lengannya ke lengan Gua ketika kami berjalan berdampingan.
"Za, enggak marahkan tadi ?", tanyanya ketika kami masih tetap berjalan.
"Males aku!", jawab Gua lalu memalingkan muka.
"Iiihh maaarah diaaa...",
"Ha ha ha ha, jelek ah kamu sok-sok marah gitu..", ucapnya seraya menoel pipi Gua.
"Biarin jelek juga! Marah pokoknya lah!".
"Ih ih ih ih... Apaan itu ?",
"Marahnya kayak cewek deh..".
"Bodo amaat!".
"Ha ha ha ha...",
"Maaf deh yaa sayang..",
Cupp..Dikecupnya pipi Gua.
Weh maen kecap-kecup aja ditengah jalan, untung udah larut, rumah-rumah para tetangga sudah pada tertutup.
"Udah gak bete kan ?", tanyanya lagi seraya tersenyum.
"Masih lah".
"Loch ?".
"Yang ini belom...", ucap Gua sambil memanyunkan bibir.
Tuing.. kampret, pala Gua ditoyor.
"Enak aja!",
"Sini enggak apa-apa deh, kalau udahnya mau ta Dor!", jawabnya sambil melotot.
"Sadis ih, pingin apa jadi janda ditinggal mati ?", ucap Gua ngawur.
"Iih Amit-amit!",
"Sembarangan kalau ngomong kamu!".
"Kamu yang duluan sembarangan..",
"Eh udah sampe nih, masih dibukain pintu gak tuh ?", ucap Gua ketika kami sudah sampai di depan rumahnya.
Lalu Mba Siska melepaskan kaitan lengannya, dan melirik ke ventilasi rumahnya itu.
"Masih nyala lampu ruang tamu tuh..",
"Bapak belum tidur berarti Za..", jawabnya.
"Ya udah hayu masuk sana..".
Gua lihat Mba Siska malah tersenyum kepada Gua, bukannya melangkah ke teras rumah. Gua mengerenyitkan kening kebingungan.
"Apaan Mba senyam-senyum ?", tanya Gua.
"Gak ada kecup kening dulu gitu ?", tanyanya malu-malu.
"Sini-sini...", jawab Gua lalu mengaitkan tangan ke tengkuknya.
Ketika kepalanya sudah sedikit tertunduk, Gua dekatkan wajah ke sisinya, lalu berbisik.
"Nanti aja ya, daripada di dor..".
"Iiiih... Ngeselin ya kamu tuh!", ucapnya sewot sambil mencubit pipi Gua.
"He he he he..", Gua pun terkekeh pelan.
"Ya udah aku masuk dulu deh..", ucapnya cemberut lalu berbalik menuju pintu rumahnya.
Gua tahan tangan kanannya, lalu Gua balikkan lagi tubuhnya dengan cepat. Kini Gua rangkul pinggang belakangnya, telapak tangan kiri Gua lembut memegang sisi kanan pipi wajahnya.
"Eummpphh..", desahnya pelan.
capcipcupcepcop...
Napasnya ter-engah-engah ketika pagutan bibir Gua sudah terlepas. Gua tersenyum kepadanya yang tersipu malu.
"Kamu tuh nakal ya Za..",
"Baru juga jadian tadi pagi", ucapnya pelan dengan wajah tertunduk tapi matanya mendelik keatas menatap mata Gua.
"Nakalnya cuma sama kamu kok Mba", jawab Gua sambil menyeringai.
Cupp... Gua kecup keningnya.
"Makasih untuk hari ini ya Za, aku masuk dulu",
"Selamat malam Za..", ucapnya dengan senyuman menawan.
.
.
.
.
.
.
Quote:
***
Napas Gua kembang-kempis, cucuran keringat membasahi wajah dan tubuh Gua.
Brugh!
Gua merebahkan tubuh diatas rerumputan lapangan sepak bola depan rumah, lalu memejamkan mata sejenak, menikmati desiran angin sepoi-sepoi di sore ini yang menyapa tubuh bagian atas tanpa terbalut baju.
"Za..".
"Heum ?", sebelah mata Gua buka sedikit untuk melihat kearahnya.
"Bangun dulu Za".
Gua pun bangun dan kembali terduduk diatas rerumputan. Gua menerima sebotol air kemasan yang disodorkannya. Lalu setelah membuka tutupnya, kerongkongan ini terasa segar kembali oleh air yang mengalir dari air kemasan pemberiannya itu.
"Waduh waduuh...",
"Kita juga mau dong dibawain minum... Hehehehe..", ucap Rekti yang berjalan menghampiri bersama Unang dan Dewa.
"Duh maaf ya, Aku enggak bawa minuman lebih untuk kalian bertiga, hi hi hi...", jawabnya.
"Aah apatis ini namanya, kita gak kebagian gini ya Nang..", jawab Dewa sambil menyenggol lengan Unang yang ada disebelahnya.
"Yoi Wa, sedih Gua gak ada yang merhatiin gini...", timpal Unang.
"Yowes, Gua aja yang ambil minum buat kita..",
"Tunggu sini ya Lu semua...", ucap Rekti lagi, kemudian berjalan kearah rumahnya.
"Lumayan kuat Lu sob, dapet 10 keliling...", ucap Dewa yang sudah duduk di samping Gua, diikuti Unang disebelah Dewa.
"Gua pikir cuma si Rekti yang kuat ampe 10 keliling..", timpal Unang.
"Tapi megap-megap nih napas Gua broooh... Hosh... hosh... hosh..", jawab Gua sambil terengah-engah.
"Jadi laki harus kuat dong, masa lari 10 keliling doang gak sanggup..", ucap perempuan yang tadi memberikan sebotol air kemasan yang kini berdiri di samping Gua.
"Hehehe cape kan, udah lama enggak olahraga, masih untung Gua dapet 7 keliling hehehe...", jawab Unang.
"Pada kuat ngerokoknya sih",
"Kurangin dong, biar hidup sehat", jawab si perempuan lagi.
"Eh Sob, Istri Lu ini calon dokter bukan sih ? Cerewet amat sekarang..", timpal Dewa dengan suara yang cukup keras kepada Gua,
"Wadaaaaww....",
"Ampuun Teh... Ampuuuun... Sakit Teeehh..", teriak Dewa yang langsung dijewer oleh Echa.
"Enak aja ngomong cerewet ke Aku!", semprot Echa sambil melepas jewerannya itu.
Gua pun tertawa sambil menyukuri si Dewa dalam hati,
'Mampuusss, emang enak dijewer ama Teteh Gua huahahaha...
Tidak lama kemudian Rekti kembali ke lapangan dengan teko dan dua gelas pada kedua tangannya. Bebarengan dengan itu, Tante Gua memanggil Echa dari halaman rumah ke arah kami di lapangan ini.
"Teh, dipanggil tuh..", ucap Unang yang memebritahukan Echa.
"Oh, yaudah aku tinggal dulu ya Zaa..",
"Bye Unang, Rekti, Dewa..", ucap Echa sambil berlalu.
"Okey Teeehh...", jawab tiga sahabat Gua serempak.
"Gile Sob, si Elsa makin TOP gitu euy..", ucap Rekti yang sudah duduk di depan Gua tapi matanya tidak lepas dari sosok Echa yang berjalan semakin menjauh.
Paak..
"Adaw!",
"Ngehe Lu!", ucap Rekti sambil mengelus tulang keringnya karena Gua tendang.
"Mata Lu biasa aja Coy!",
"Kepret bolak-balik juga nih!", jawab Gua.
"Yoi Ti, makin TOP ya..",
"Tapi sayang euy...", ucapan Dewa terhenti.
"Sayang kenapa Wa ?", tanya Gua.
Sebelum Dewa menjawab, Unang berdiri dari duduknya sambil menuangkan air minum dari teko ke gelas.
"Sayang Laki ama Bini samanya..", ucap Unang.
"Yoi Nang, sama-sama suka kekerasan!",
"Huahahahaha....", timpal Dewa lagi.
Gua dan yang lainnya pun tertawa menanggapi ucapan Dewa tadi. Lalu kami pun mengobrol santai di lapangan ini, sambil menikmati waktu sore menjelang maghrib.
"Sob, istri Lu beneran calon dokter ?", tanya Unang ketika bahan obrolan kami sudah habis.
"Ah Elu Nang, si Dewa didengerin", jawab Gua,
"Dia ma kuliahnya ambil jurusan arsitektur...", lanjut Gua.
"Ya kirain beneran mau jadi dokter",
"Ngomong-ngomong kapan jadian Lu sama Teh Elsa ?", tanya Unang lagi.
"Ck.. Siapa yang jadian sama dia, kagak lah..", jawab Gua santai,
"Lagian Lu semua kenapa jadi pada nganggep Gua ama dia suami-istri gini ?", tanya Gua.
"Yaelah Zaa Za..",
"Jelas kali kalo Elsa sama lu da deket banget gitu, tiga malem da nginep di rumah Lu dari takbiran kemaren, sekarang ampe tiap hari dia maen kesini.. Gimana gak kaya suami-istri coba Lu bedua..", jelas Rekti kali ini.
"Iya tuh, Lu ama dia juga cocok Sob...",
"Udah nikahin aja lah Za..", timpal Unang.
"Ah Lu semua ngawur, Gua sama dia deket kan emang dari dulu",
"Biasa aja kok... Lagian Gua udah punya bokin brooh..", jawab Gua.
"Hee ? Serius ? Siapa bokin Lu ?", tanya Rekti.
Gua tidak langsung menjawab pertanyaan Rekti, Gua berdiri dari duduk, lalu merentangkan kedua tangan keatas.
"Tanya tuh si Dewa", ucap Gua lantang sambil melirik kepada Dewa yang masih duduk.
"Kampret emang nih kadal atu..", ucap Dewa.
"Kenapa Wa ?", tanya Unang kali ini.
"Macarin kakak ipar Gua dia..", jawab Dewa.
"HAH ?!", teriak Unang.
"ANJIIIIRR! Yang bener aja Lu kadal kampret!",
"Mba Siska Lu pacarin ?!", tak kalah kagetnya si Rekti bertanya lagi kepada Gua.
"Ah Gua mau lari lagi aaahh..",
"Mau ikut A'a Eza bro-bro sekalian ?", ucap Gua sambil tersenyum penuh kebahagiaan dan siap berlari lagi.
"Taaeeeee..!",
"Asyu emang koe Za!", umpat Unang kepada Gua.
Gua pun terkekeh lalu berlari meninggalkan mereka bertiga, tapi kali ini Gua berlari kecil kearah rumah. Dan ketika baru beberapa meter Gua berlari, teriakkan Rekti sedikit membuat langkah kaki Gua melambat...
"Zaaa..",
"Elsa berarti kosongkaaann ?!",
"Bilangin ke diaaa...",
"Mas Rekti siap menerima cintanyaaaa...", teriak Rekti kepada Gua.
Gua tidak menjawab ucapan ngehe si Rekti, tanpa berbalik badan, dan kembali melangkahkan kaki kearah rumah, Gua mengacungkan jari tengah keatas untuk Rekti yang berada jauh dibelakang Gua.
...
Dewa memang mengetahui kalau kakak pacaranya itu sudah menjalin hubungan dengan Gua. Awalnya Gua kira Dewa mengetahui dari Meli, tapi ternyata Gua salah, Dewa mengetahui hubungan Gua dan Mba Siska dari sosial media. Dewa yang berteman dengan Meli dan Mba Siska di friendster melihat satu foto yang diunggah oleh akun FS Mba Siska. Foto yang menunjukkan Gua dan Mba Siska sedang berada di dalam Monas dengan posisi kepala Mba Siska yang bersandar ke bahu Gua, tidak lupa kedua tangan kami terkait satu sama lain. Dan semakin yakinlah Dewa akan hubungan spesial diantara Gua dan Mba Siska, karena judul foto yang diunggah itu bertuliskan "My Precious One".
Kini Gua sudah berada di dalam kamar, tubuh sudah kembali segar oleh basuhan air dari kamar mandi. Gua pun sudah bersuci untuk menunaikan kewajiban 3 raka'at. Selang beberapa menit kemudian, Gua sudah selesai melaksanakan ibadah.
Kemudian Gua keluar kamar menuju ruang makan. Terlihat sudah ada Ayahanda, Nenek, Om, Tante, si kecil dan Echa. Gua yang bingung karena bangku makan sudah terisi penuh malah disuruh Ayahanda makan di ruang tamu dengan Echa berdua. Ya mau enggak mau, Gua pun menuruti 'pengusiran' Beliau.
"Ini Za makan malamnya..", ucap Echa memberikan satu piring yang sudah berisi nasi dan lauk kepada Gua.
"Terimakasih Teh", jawab Gua menerima makanan.
Lalu kami berdua pun beranjak ke ruang tamu, dan makan berdua di salah satu sofa. Makan dengan khidmat, itulah kalimat yang tepat jika Gua makan berdua dengan Echa, fokus menyantap makanan tanpa berbicara sedikitpun adalah kebiasaan Echa yang menjadikan Gua selalu cepat menghabiskan sajian diatas piring makan.
Selesai menyantap makanan, piring kotor pun dibawa kembali oleh Echa ke dapur. Seperti biasa Gua keluar dari ruang tamu dan duduk di sofa teras depan kamar. Untuk saat ini rasanya tidak memungkinkan bagi Gua untuk merokok sampai Ayahanda keluar rumah sebentar lagi. Ya, Gua harus menunggu Beliau pergi berkencan dengan Mba Laras, baru Gua bisa menikmati si racun, eh tapi itu pun kalau Echa mengizinkan juga.
"Ini Za kopinya..", ucap Echa lalu menaruh kopi hitam di meja teras.
"Makasih banyak Teh..", balas Gua.
Echa duduk di sofa depan Gua yang terhalangi meja teras.
"Tumben belum ngerusak paru-paru..", sindirnya karena tidak melihat Gua sedang 'ngebul'.
"Hehehe..",
"Nanti Teh, bentaran", balas Gua sambil cengar-cengir.
Tidak lama, Ayahanda benar saja pergi keluar dengan pakaian rapih malam ini, sampai memakai jas segala. Beliau menggunakan si Black untuk menyambangi calon Istrinya. Setelah si Black benar-benar keluar dari halaman rumah, barulah Gua bisa menikmati sebatang racun tembakau dan segelas kopi hitam.
Lalu Gua dan Echa banyak mengobrol mengenai sahabat-sahabat kecil kami, Rekti cs. Kemudian membicarakan beberapa teman masa SD yang kami sudah tidak pernah bertemu lagi dengan mereka.
"Kamu kapan masuk kuliah Za ?", tanya Echa.
"Euummm...",
"Dua atau tiga minggu lagi kalau gak salah sih, lupa liat jadwalnya", jawab Gua.
"Loch cepet ya Za liburannya",
"Aku aja libur satu bulan setegah..".
"Wah ? Lama banget Teh..".
"Ya gitulah, malah ada yang libur dua bulan loch".
"Diih, kalau dipikir-pikir rugi tuh, bayar uang semester full tapi liburnya sampe dua bulan gitu, kapan lulusnya coba, ha ha ha..".
"Ya gimana lagi, memang sistemnya kayak gitu..",
"Oh iya..", Echa seperti mengingat sesuatu,
"Dewa itu pacaran sama Meli ya ?", lanjutnya lagi.
"Iya Teh, dia pacaran sama Meli..",
"Udah 3 tahunan mungkin..",
"Sama kayak Rekti dan Desi suka putus-nyambung...",
"Tapi si Rekti macarin Desi udah hampir 5 tahun mungkin..", jelas Gua.
"Desi ?", ulangnya bingung.
"Oh iya, aku lupa, kamu enggak kenal Desi ya..",
"Desi itu adiknya Sherlin..", jelas Gua lagi.
"Ooh adiknya Sherlin..",
"Rekti macarin Desi",
"Kamu macarin Sherlin..", ucapnya.
"Iya tapi kalau aku kan dulu..",
"Sekarang enggak Teh...", jawab Gua seraya menghembuskan asap dari mulut.
"Dan sekarang Dewa macarin Meli",
"Terus...",
"Kamu macarin Mba Siska juga ?", tanyanya kali ini menyelidik
Seketika itu juga Gua berhenti menghisap rokok, mematikannya kedalam asbak, lalu meneguk kopi hitam buatannya tadi.
"Za".
"Ya ?".
"Kamu pacaran sama Mba Siska ?".
.........
fatqurr dan dany.agus memberi reputasi
2
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/03/18/9605475_20170318104940.jpg)
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/03/19/9605475_20170319120710.jpg)



love u too bun...ahaha..

). 
(Jangan lupa tempura seminggu sekali ya Yah) 

