dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah 2: Challenge Accepted




Cover By: adriansatrio


Cerita ini didasari oleh pemikiran otak gue yang banyak orang enggak suka, malah kebanyakan menghujat. Awalnya gue risih juga, otak juga otak gue, kenapa orang lain yang ributin. Tapi aneh bin nyata, enggak tau kenapa, lama-kelamaan gue malah suka setiap kali kena hujat. Nah, demi mendapat hujatan-hujatan itulah cerita ini dibuat. WARNING: 15TAHUN+

Spoiler for QandA:


"Bukannya apatis ato apa, gue cuma males urusan sama hal-hal yang mainstream. Buat lo mungkin itu menarik, buat gue itu kayak suara jangkrik. Kriik... Krikk... bikin geli."
-Calon wakil ketua LEM-


Explanation

Spoiler for Index:
Diubah oleh dasadharma10 15-09-2017 10:22
alejandrosf13
anasabila
imamarbai
imamarbai dan 7 lainnya memberi reputasi
6
374.3K
1.4K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.2KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#1092
PART 49

Orangtua mana yang bisa tidur sewaktu tau anak perempuannya lepas dari pengawasan? Inah keterlaluan, dia enggak berpikir sejauh itu. Dia bohongin nyokap seolah yang kemarin itu cuma bohong ayam goreng, sebuah kebohongan yang bakal dimaklumi orangtua ketika anaknya mencuri ayam goreng dari meja makan.

Dia udah kuliah, harusnya dia bisa mikir. Lebih dewasa membuat keputusan, bukannya malah bohong demi pergaulan. Inah udah kelewatan, enggak seharusnya dia membela diri dan malah menyalahkan gue.

Tapi kalo melihat dari reaksi Inah yang malah nangis, gue jadi bingung juga. Apa iya yang gue lakukan ini wajar? Marahin adek gue yang udah bohongin nyokap, apa itu wajar? Kalo wajar, kenapa Inah sampe nangis?

Enggak, gue rasa semua ini enggak wajar. Gue udah kelewatan, enggak seharusnya gue semarah ini sama Inah. Harusnya gue bisa kasih penjelasan secara halus.

"Nah...," ucap gue menegakkan kepalanya. "Maafin kakak, ya?"

Inah memeluk gue erat, kemudian mendorong gue sampe jatuh ke pasir. Dia berjalan mundur sambil mengacungkan jari tengah ke gue. Meninggalkan gue, terduduk di pasir pantai sendirian.

Gue kejar Inah? Enggak. Gue udah minta maaf, gue rasa itu udah cukup buat kejadian yang barusan. Ya, gue akuin kalo gue emang salah, tapi Inah jauh lebih salah. Wajar kalo gue kebawa emosi, toh kalo kelewatan kan gue udah minta maaf juga.

"Marahan sama cewek lo?" tanya cewek yang tiba-tiba berdiri di sebelah gue. "Gue nanya, lo marahan sama cewek lo?"
"Eh? Enggak."
Cewek itu duduk di sebelah gue, "Kalo lo mau cerita, gue siap kok buat dengerin. Siapa tau kan gue bisa bantuin masalah lo."
"Enggak, kok. Gue enggak lagi marahan sama cewek gue."
"Udahlah!" ucapnya menepuk-nepuk bahu gue. "Enggak perlu ditutup-tutupin, dilihat darimana juga semua tau kalo lagi marahan."
"Iya... gue emang lagi marahan—"
"Tuhkan!"
"Tapi sama adek gue."
"Eh?!"
"Iya... dia adek gue."
"A-adek lo?" Cewek itu memutar duduknya menghadap gue, "G-gue minta nomor lo boleh, ya?"
"No-nomor?"
"Please...! Gue boleh ya minta nomor lo?"

Setelah negosiasi panjang, akhirnya gue berikan nomor gue secara cuma-cuma. Kenapa gue kasih nomor gue? Karena gue kasihan sama dia. Kenapa gue kasihan? Karena dia kelihatan desperate. Kenapa dia kelihatan desperate? Karena dia mahasiswa psikologi tingkat akhir yang enggak lulus-lulus karena bingung sama judul.

"Gue tertarik banget sama hubungan lo sama adek lo! Gue mohon lo bolehin gue buat meneliti lo!"
"Ah... ini harus banget, ya?"
"Kalo lo enggak mau... gue kutuk lo! Gue kutuk lo jadi mahasiswa tingkat akhir yang enggak lulus-lulus karena bingung mikirin judul skripsi!"
"Enak aja! Mana ada main kutuk seenak jidat begitu."
"Ya makanya bolehin gue buat meneliti lo!" pintanya menggenggam tangan gue.
"O-oke...."
"Sip!"
Gue lepaskan tangan gue, "Tapi ada syaratnya."
"Syarat? Apaan?"
"A-anu...."

Baru gue mau ngomong, angin bertiup lumayan kencang. Baju yang dipake cewek itu sedikit terbuka karena angin. Gue jadi salah fokus, pandangan mata gue sepenuhnya fokus ke tubuh bagian depan cewek itu.

"Pervert!" Dia menutupi bagian dadannya yang sedikit terbuka, "Jangan bilang lo nafsu sama gue terus mau minta syarat yang aneh-aneh."
"Sya-syarat yang aneh-aneh?" gue gelengkan kepala agar fokus.
"Fifty shades of grey, bitter moon, atau Last tango from paris."
"Lo ngomong apaan, sih?! Gue cuma mau minta lo buat cabut kutukan!"
"Cabut kutukan?"
"Iya, lo barusan kan kutuk gue. Berhubung gue bersedia buat lo teliti, lo cabutlah kutukan lo barusan."
"Maksudnya?"
"Gue enggak mau jadi mahasiswa tingkat akhir yang enggak lulus-lulus gara-gara mikirin judul."
Cewek itu tertawa sambil mukul-mukul bahu gue, "lo lucu juga, ya? Gue kira lo mau minta apaan. Eh ternyata masalah kutukan."
"Gue parno sama kutuk mengutuk, temen gue ada yang beneran kena."
Cewek itu mengambil pasir dan menaburkannya ke depan gue, "kutukan hilang!"
"Nah... gitu, kek."
"Sekarang nomor hape lo."
"Nomor hape langsung? Enggak kenalan dulu?"
"Ya sekalian nama lo juga."
"Nama gue Dawi, nomor gue kosong delapan satu dua...."
"Gue misscall aja ya nomor gue?"
"Oke."
"Kalo nama... gue Intan."
"Oh... Intan."
"Lo kenapa deh bisa separno itu sama kutukan?"
"Temen satu kosan gue ada yang kena kutuk."
"Yang bener?! Kena santet gitu?"
"Iya, dibawah keteknya ada kutil segede granat."

Sesaat gue kira hari itu bakalan berakhir dengan suram karena emosi gue ke Inah. Tapi beberapa saat kemudian, gue yakin hari itu berakhir dengan sebuah bahagia, karena tawa Intan yang ada di bibir sunset.
JabLai cOY
JabLai cOY memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.