dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah 2: Challenge Accepted




Cover By: adriansatrio


Cerita ini didasari oleh pemikiran otak gue yang banyak orang enggak suka, malah kebanyakan menghujat. Awalnya gue risih juga, otak juga otak gue, kenapa orang lain yang ributin. Tapi aneh bin nyata, enggak tau kenapa, lama-kelamaan gue malah suka setiap kali kena hujat. Nah, demi mendapat hujatan-hujatan itulah cerita ini dibuat. WARNING: 15TAHUN+

Spoiler for QandA:


"Bukannya apatis ato apa, gue cuma males urusan sama hal-hal yang mainstream. Buat lo mungkin itu menarik, buat gue itu kayak suara jangkrik. Kriik... Krikk... bikin geli."
-Calon wakil ketua LEM-


Explanation

Spoiler for Index:
Diubah oleh dasadharma10 15-09-2017 10:22
alejandrosf13
anasabila
imamarbai
imamarbai dan 7 lainnya memberi reputasi
6
374.3K
1.4K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.2KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#1080
PART 48

"Terus kamu di Jogja tuh sebenernya ngapain?"
"Kamu lho mu...!" sindir gue."
"Ssssttt...!"
"Enggak ngapa-ngapain, sih. Cuma buktiin ke temen aja kalo aku berani pergi sendiri."
"Engggh... aku lho ku...!"
"Apa sih, Wi!"
"Kalian berdua yang apa, biasa pake lo-gue, abdi-mane, aku-koe, eh... sekarang aku-kamu. Gue di sebelah lo dengernya geli, enggak seharusnya kayak gitu."
"Kakak sirik aja!"

Semenjak gue kasih tau nyokap kejadian sebenarnya, Inah jadi takut buat pulang ke rumah. Segala macam cara udah gue coba buat meyakinkan dia buat pulang, tapi hasilnya... semua percuma.

Kalo enggak pulang ke rumah dia mau tinggal dimana? Gunung Hua Kuo, tempat tinggalnya kera sakti. Mana gue tau, gue sendiri enggak begitu paham sama pemikiran adek gue. Dia sendiri yang bikin masalah, tapi gue yang dibikin repot sama akibatnya.

Setelah membujuk dengan tiga cone es krim dan satu lusin donat, akhirnya dia mau nerima. Nerima perintah gue buat pulang ke Bekasi? Enggak, nerima es krim dan donatnya doang. Bercanda, akhirnya dia mau mendengarkan perintah dari gue.

Inah setuju buat pulang asalkan gue bersedia buat anterin dia ke salah satu pantai yang ada di Gunung Kidul. Gue terima? Jelas. Emang gue bersedia capek-capek buat Inah? Enggak. Apa gunanya punya temen yang naksir sama adek gue sendiri kalo enggak dijadiin sopir?

Hari ini kita bertiga berangkat ke pantai. Seperti rencana awal, kita berangkat sore karena cuma mau lihat sunset sesuai permintaan Inah. Peppy jadi sopir, gue jadi navigator, dan Inah jadi tukang habisin persediaan makanan di belakang.

"Inget, ya," kata gue menatap Inah. "Lo udah janji kalo abis ditemenin ke pantai mau pulang."
"Iya... Mut pulang kan udah janji."
"Kalo bisa besok pagi udah balik."
"Kakak nih apaan, deh! Mut kan cuma janji kalo mau pulang, Mut kan enggak bilang besok pagi!"
"Kalo enggak besok pagi terus kapan? Kosan gue kan kosan cowok, lo enggak bisa lagi numpang kayak yang dulu-dulu."
"Kakak kan punya temen cewek, titipin Mut, kek."
"Temen cewek? Siapa? Semua udah beda, Nah. Kalo dulu gue bisa titipin lo ke Emil, sekarang udah enggak."
"Gebetan kakak yang lain, yang tadi pagi-pagi banget udah telepon."
"Siapa? Disti?"
"Iya itu kali."
"Mana bisa? Hubungannya aja masih belum jelas."
"Kalo belum jelas ngapain dijalanin? Kakak enggak inget? Hubungan yang kemarin kakak bilang belum jelas aja langsung ditinggal, eh... sekarang gitu lagi—"
"Diem!" gue membungkam mulut Inah. "Ini enggak ada hubungannya sama urusan gebetan."
"Oh...! Mut tau!" ucap Inah melepaskan diri. "Gebetan kakak yang sekarang enggak bisa diharapin, ya? Berat sebelah, kan? Nyesel kan kakak ditinggalin kak Emil?"

Mendengar kata-kata Mut, gue jadi mau pindah ke kursi belakang untuk melanjutkan debat. Gue enggak terima kalo dibilang nyesel, dia yang ninggalin gue, enggak perlu gue sesali.

"Udah," Pepy menahan gue. "Cuma masalah nginep aja sampe ribut begini."
"Lo enggak ngerti, Pep—"
"Dia ngerti, kok!"
"Apa sih lo, Nah—"
"Iya...," poting udah Inah. "Mut enggak urusin gebetan kakak lagi. Enggak perlu numpang sama dia juga, Mut bisa cari hotel."
"Emang lo ada duit?"
"Ada kan, Pep?"
"Ada, tenang."
"Bangke lo, Pep. Segitu baiknya lo sama adek gue? Gue minta batagor lo sebiji aja disuruh bayar, giliran hotel gratis, ekonomi lo di SMA boleh nyontek pasti."
"Daripada ribut mulu sama adek lo, mending lo buka GPS terus tuntun gue ke jalan yang benar."
"Di depan ada tebing."
"Terus?"
"Lo jeburin mobilnya kesitu."

Perjalanan ke pantai membutuhkan waktu dua jam. Sesampainya di pantai gue mengajak Inah dan Peppy cari buat warung buat makan karena udah laper banget. Sambil nungguin ikan dibakar, gue mengajak Inah pisah dari Peppy.

"Lo kenapa bohong sama mama?"
"Ya... gapapa."
"Gapapa? Lo enggak merasa bersalah gitu? Mama salah apa sampe lo bohongin? Mama pernah bohongin lo? Enggak, kan?"
"Kakak tuh kenapa sih seneng banget mojokin orang?"
"Mojokin?"
"Iya!" jawab Inah mengusap air mata. "Enggak cuma sama Mut, sama orang lain juga!"
"Mojokin gimana—"
"Nanyain hal buruk yang udah terlanjur kejadian! Apalagi kalo bukan mojokin?!"
"Yaudah kalo lo mau bohong ya sana! Tapi jangan bohongin mama! Lo pikir lo siapa sampe berani bohongin nyokap gue!"
JabLai cOY
JabLai cOY memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.