- Beranda
- Stories from the Heart
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
...
TS
bunbun.orenz
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
Spoiler for Credit Cover (THANK YOU SO MUCH):
And I know
There's nothing I can say
To change that part
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead
There's nothing I can say
To change that part
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead
- Famous Last Words by MCR -
JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 90% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA
Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahyang dituangkan oleh suami ku tercinta Agatha
Quote:
Spoiler for Special Thanks:
***
Spoiler for From Me:
Versi PDF Thread Sebelumnya:
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/05/02/9605475_201705020801290527.jpg)
Foto diatas hanyalah sebagai ilustrasi tokoh dalam cerita ini
Quote:
Polling
0 suara
SIAPAKAH YANG AKAN MENJADI NYONYA AGATHA ?
Diubah oleh bunbun.orenz 04-07-2017 12:31
ugalugalih dan 27 lainnya memberi reputasi
26
1.5M
7.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7
#921
PART 14
Sebuah dering telpon membangunkan Gua di pagi buta ini. Gua lihat layar hp untuk mengetahui siapa gerangan yang mengganggu istirahat Gua.
Selesai telponan Gua pun mengucek mata sambil menguap, dan bergegas ke kamar mandi untuk memberikan bom atom kepada wc, lalu membilas tubuh dan terakhir mengambil wudhu.
Beres menjalankan kewajiban dua raka'at subuh, Gua keluar kamar masih dengan mengenakan sarung dan hanya memakai atasan kaos oblong putih. Gua duduk di kursi ruang makan, sambil menyalakan tv di ruangan ini. Lalu terdengar suara orang yang sedang memasak di balik lemari makan, dimana dapur terletak. Entah siapa yang memasak, Gua masih asyik menonton berita pagi.
"Udah shalat subuh Za ?", ucap Nenek keluar dari kamarnya.
"Eh iya Nek, sudah tadi..", jawab Gua sembari menengok ke kiri, dimana Nenek berdiri,
"Loch ? Nenek mau kemana ?", tanya Gua lagi ketika melihat dirinya sudah rapih dengan pakaian gamisnya.
"Nenek mau ke kota xxx dengan Om dan Tante mu, ke rumah Adiknya alm. Kakek..", jawabnya sambil merapikan kerudung yang dia kenakan.
"Ooh.. Ya udah salam aja ya Nek, Eza ada jadwal padat hari ini.. Hehehe", jawab Gua sambil terkekeh.
"Gaya mu jadwal padat Za Zaa..", ucap suara laki-laki dari arah kanan dekat tv,
"Temenin istri mu loch Za sampai mertua mu pulang, nanti kami semua nyusul ke rumah Om Sigit sehabis pulang dari rumah Adik Kakek..", lanjutnya.
Gua yang sudah menengok ke kanan melihat Om Gua dan juga Tante yang menggendong si kecil. Mereka semua sudah rapih dan pamit kepada Gua, lalu keluar halaman rumah dan pergi menggunakan mobil holden milik Om Gua.
Gua kembali masuk ke dalam rumah setelah mengantar mereka sampai teras. Gua lihat sudah ada dua piring nasi goreng kecap dengan potongan sosis dan ayam yang tersaji diatas meja makan. Wah siapa gerangan yang memasak di pagi hari ini untuk Gua. Mantap deh sarapan nasgor spesial nih.
"Teh ?",
"Kamu yang masak ?", tanya Gua ketika Echa keluar dari kamar mandi di dekat dapur.
"Iya Za, ayo sarapan bareng...", jawabnya, lalu duduk di kursi sebelah Gua.
"Eh sebentar", ucapnya lagi sambil kembali berdiri dari duduk,
"Kamu mau minum teh manis hangat atau teh tawar ?", tanyanya.
"Teh tawar hangat aja", jawab Gua.
Gua tidak jadi menyendok nasgor yang sudah meminta dikunyah. Lebih enak makan bareng perempuan istimewa, menunggu minuman yang dibuat olehnya. Tidak lama perempuan istimewa itu kembali dengan dua gelas teh dikedua tangannya.
"Ini Za tehnya..", ucapnya seraya menaruh segelas teh di samping piring.
"Makasih banyak ya..", ucap Gua sambil tersenyum.
"Sama-sama Ezaa..", timpalnya yang juga tersenyum manis sekali kearah Gua.
Kami pun menyantap nasgor spesial buatannya. Rasanya T.O.P - B.G.T, pas di lidah Gua. Tidak butuh waktu lama untuk Gua menghabiskan nasgor buatannya, karena memang sudah lapar dan enak, bersih kinclong tuh piring.
"Gimana Za ? Enak nasi gorengnya ?", tanya Echa setelah kami selesai menghabiskan sarapan.
"Kurang..", ucap Gua santai.
"Hah ? Kurang apa Za ?",
"Kurang asin ya ? Atau kurang kecapnya ?", tanyanya sedikit khawatir.
"Kurang banyak Teh..",
"Huehehehehe....", jawab Gua terkekeh.
"Iiih.. Dasar kelaparan kamu tuh..", ucapnya, lalu mencubit pipi kanan Gua pelan.
"He he he...",
"Enak banget kok Teh, sumpah deh..",
"Makasih ya udah mau masakin aku sarapan..", balas Gua sambil tersenyum.
"Sama-sama Za.."
"Nanti juga aku bakal sering masakin untuk kamu kan..", balasnya seraya tersenyum manisssss sekali lalu mengerlingkan mata.
Aih aih, bisa banget kamu Teh, luluh sudah hati Gua ini. Kemudian Echa pun mengangkat piring kotor dan gelas kotor dari meja makan lalu membawanya ke dapur. Gua berdiri dan mengikutinya dari belakang. Echa menaruh piring di wastafel cucian, dia mulai mencuci piring kotor bekas kami makan tadi, Gua pun hendak membantunya.
"Eh, enggak usah Za..",
"Jangan di cuciin, biar aku aja udah..", ucapnya ketika tangan Gua mengambil satu piring kotor.
"Aku bantuin enggak apa-apa..",
"Udah sini sabunnya", jawab Gua.
"Za.. Ini urusan aku, udah enggak apa-apa, biar aku yang cuci piring..",
"Tugas kamu kan mencari nafkah untuk keluarga kita, hi hi hi...", jawabnya.
Wadaaaww, mamvus Gua, aselih dah, pagi-pagi udah double kill aja ini. Ah mantap kalii harii iniii.. Thanks GOD! Echa enggak menyinggung sedikitpun soal semalam, duh baiknya kamu Teh Teh.
"Ya udah tunggu di depan sana..",
"Nanti aku buatin kamu kopi habis ini..", ucapnya lagi dengan tetap tersenyum.
"Ya udah deh, makasih ya Teh..", jawab Gua, lalu..
Cup... Gua kecup pipinya.
Merona sudah pipinya. Hehehe.. Kils banget dah. Gua pun beranjak meninggalkannya di dapur dan menuju kamar, berganti pakaian lalu duduk di sofa teras depan kamar.
Sebatang racun sudah Gua bakar dan Gua nikmati. Senyum terukir di wajah Gua, pikiran pun melayang membayangkan sosok perempuan istimewa yang sudah tiga malam menginap di rumah ini.
Alangkah baik dirinya kepada Gua selama ini. Fisiknya jangan ditanya deh ya, idaman semua kaum adam maybe. Cemburunya bikin Gua kangen, dan kerinduan akan cubitannya di pinggang Gua bagaikan candu. Rela Gua dicubit olehnya, biar Gua bisa mendekapnya erat. Ah jatuh hati Gua kepadanya. Duh maafin A'a Eza ya Nona Ukhti, maafin Mas Eza ya Mba Yu, maafin Dik Eza ya Mba Polcan. Teteh di dapur sana sudah mencuri hati ku.
"Silahkan Za kopinya..", ucap Echa yang sudah berdiri di hadapan Gua dengan segelas kopi yang dia taruh di meja teras.
"Eh makasih banyak Teh..", ucap Gua yang tersadar dari lamunan.
Kemudian Echa duduk disebelah Gua, cukup dekat hingga Gua mematikan rokok ke asbak.
"Za..",
"Maafin aku udah marah sama kamu kemarin..",
"Aku enggak beneran marah kok..", ucapnya sambil tersenyum dan menaruh tangannya di paha Gua.
"Enggak Teh",
"Aku yang minta maaf..",
"Maafin aku kalau udah buat kamu kesel seharian kemarin..",
"Kamu enggak bener-bener mau pulang pagi ini kan ?", ucap Gua.
"Iya Za.. Enggak, aku enggak beneran mau pulang sekarang",
"Nanti kamu sendirian di rumah..",
"Aku kan calon istri yang setia sama kamu, enggak mungkin aku ninggalin suami ku dan berani pergi tanpa izin kamu..", jawabnya sambil tersenyum dan lagi-lagi mengerlingkan mata.
Gua ngangkat bendera putih, aseli dah. Ampuuun Teh ampuun! Tiga hari Gua dibuat K.O sama perlakuan, sikap dan ucapannya. I'm yours Teh, i'm yours pokok'e.
"He he he...",
"Kamu kok jadi jago gombalin aku sih Teh ?",
"Belajar dimana nih ?", goda Gua seraya mencubit hidungnya mesra.
"Aku enggak gombal loch..",
"Emang kenyataannya seorang perempuan harus jadi calon istri yang bisa melayani suaminya dengan baik kan ?", ucapnya mesra.
"Bisaa ajah kamu nih ya..",
"Sini sini sini...", ucap Gua lalu merangkul lehernya dan mendekatkan dirinya kepada Gua.
Kemudian Gua kucek rambutnya gemas. Echa terkekeh pelan, lalu memundurkan tubuhnya. Dia menatap Gua sambil tersenyum lagi dan lagi.
"Za, kamu kemarin pasti lelah ya bawa mobil seharian..",
"Sini deh tangan kamu..", pintanya.
Lalu Gua mengulurkan tangan kanan kepadanya, dan disambut oleh kedua tangannya, Echa langsung memijat tangan Gua turun naik, dimulai dari pergelangan tangan.
Gua tersenyum lebar melihat sikapnya. Sumpah deh, kamu itu benar-benar istimewa dimata ku Teh. Kini Gua menyandarkan tubuh kebelakang, ke bahu sofa. Lalu mata Gua terpejam sambil menikmati pijatannya di tangan kanan ini. Entah berapa menit lamanya Echa memijat Gua, yang jelas Gua sudah membuka mata ketika pijatannya sudah terhenti. Gua menengok ke kanan dan melihatnya sedang tersenyum kearah Gua. Tangan kirinya mengusap lembut kening Gua, menyibakkan rambut yang menutupi kening Gua.
"Za..",
"Aku sayang kamu", ucapnya terdengar tulus dengan memainkan jarinya di kening ini.
"Aku juga sayang kamu Teh", jawab Gua.
Lalu Echa merapatkan tubuhnya ke tubuh Gua. Dia dekatkan wajahnya ke wajah Gua. Masih ada jarak sedikit diantara wajah kami. Echa lagi-lagi tersenyum sambil menatap mata Gua lekat-lekat.
"Za",
"Aku izinkan kamu bebas sekarang, menikmati masa muda ini..",
"Tapi kamu harus tau satu hal..", ucapnya sedikit berbisik.
Lalu Echa menaruh telapak tangan kanannya ke dada Gua.
"Pada akhirnya, Aku pastikan hanya ada nama Elsa Ferossa di hati kamu", lanjutnya kemudian mencium pipi kanan Gua.
Ciuman dipipi kanan Gua itu berbeda, sangat berbeda. Mesra sekali, lembut, pelan, namun mampu membius pusat saraf di otak Gua. Jantung Gua berdegup kencang, ciuman dipipi macam apa yang Echa berikan ini ?! Gua sampai menelan ludah merasakan ciuman dipipi ini. Gua enggak kuat, Gua palingkan muka perlahan kearah wajahnya, dan...
I kiss 💋 Her.
.
.
.
.
.
Lama kami berciuman mesra di teras rumah ini. Gua pagut bibirnya dan tangan kiri Gua sudah memegang tengkuknya, lalu tangan kanan Gua menyapa pinggangnya. Echa menaruh kedua tangannya di bahu kanan-kiri Gua.
Semakin lama, tubuh Gua malah condong kedepan kearahnya, lalu Echa melepaskan pagutan kami, dan kedua tangannya menahan bahu Gua. Sial! Gua beneran nafsu! Enggak bener ini. Nafas Gua pun sampai terengah-engah, mata Gua sayu menatap ke bibirnya yang sudah basah. Echa tersenyum...
"Aku tagih janji kamu..", ucapnya.
"Heum ?",
"Janji ?", tanya Gua bingung.
"Kamu harus segera halal-in aku", ucapnya lalu tersenyum semakin lebar.
OH BLOODY HELL!!! I lost my mind! That promise... That's my promise last night! Damn it Agatha! What you gonna do rite now ?!
...
Menjelang siang hari, sekitar pukul 10 pagi Gua berada di rumah Pak Rw. Menepati permintaan Mba Siska untuk datang menemuinya.
"Masih libur ya Mba ?", tanya Gua ketika sudah duduk di sofa ruang tamunya.
"Iya Za, terakhir hari ini sih",
"Besok juga udah masuk kerja", jawabnya.
"Ooh.. Eh iya, pada kemana Mba keluarga mu ? Kok sepi ya ?", tanya Gua.
"Oh, Papah dan Mamah lagi antar Mas Santo ke bandara Za, dia kan dinas di Aceh..", jawabnya,
"Oh ya, kamu mau minum apa ?", tanyanya lagi.
"Enggak usah Mba..",
"Aku cuma sebentar kok..", jawab Gua sambil tersenyum.
"Heum ?",
"Lagi ada acara Za ?", tanyanya.
"Eumm.. Iya, aku ada janji mau lebaran ke rumah sodara..", jawab Gua lagi.
"Ooh..",
"Hmmm.. Ya udah kalo gitu, mungkin lain kali aja..", ucapnya dengan wajah yang nampak kecewa.
"Heum ?",
"Kenapa Mba ? Maksudnya gimana ya yang 'lain kali aja' ?', tanya Gua bingung.
"Enggak apa-apa..",
"Udah enggak usah dipikiran Za..", ucapnya sambil tersenyum yang Gua tau jelas dipaksakan.
"Mba..",
"Soal kejadian kem..".
"Ezaa.. Udah jangan bahas ituu..",
"Sms Mba keterima kan ?",
"Masih kurang jelas aku bilang apa Za di sms ?", tanyanya.
"Aku mau kamu ngomong langsung ke aku sekarang Mba", jawab Gua tegas.
Mba Siska tertunduk sedikit, lama kami terdiam. Hingga akhirnya Gua mendekatinya, duduk disampingnya.
"Mba, aku minta maaf, bener-bener minta maaf..", ucap Gua tulus.
Mba Siska lalu mendongakkan kepala dan menengok ke kiri kearah Gua. Dia menggeleng pelan sambil tersenyum simpul.
"Aku udah maafin kamu, dan aku enggak marah Za..", ucapnya pelan.
Kami saling menatap dari jarak yang tidak begitu jauh. Sempat terbesit suasana hening seperti ini membuat Gua mengingat kejadian di kontrakannya, tapi buru-buru Gua tepis pikiran bodoh itu. Gua hendak saja berdiri untuk pamit, tapi tangan kiri Mba Siska menggenggam tangan kanan Gua.
"Za..", ucapnya masih menatap Gua.
"Ya Mba ?"
"Kamu suka sama aku ?".
...
Sore hari pukul 16.00 wib.
"Assalamualaikum..", ucap Gua di ambang pintu.
"Walaikumsalam..", jawab seorang perempuan sambil berjalan menghampiri.
"Maaaassss...",
"Ya ampuuun..", teriaknya.
Gua dipeluk erat olehnya. Gua balas pelukkannya, gak mungkin kalau Gua tidak merindukkan dirinya. Mba Yu semakin terlihat cantik.
"Kamu makin tinggi aja Mas..", ucapnya yang sudah melepas pelukkan.
"Heheh.. Masa sih Mba ?",
"Eh iya, kamu makin cantik aja Mba..", balas Gua.
"Iih malah ngegombal..",
"Eh masuk yuk, tuh Papah sama Mamah lagi di ruang tv..", ajaknya.
Mba Yu tanpa sungkan menarik lengan kanan Gua untuk ikut masuk ke dalam rumahnya, lalu kami berjalan berdampingan dengan tangan kirinya dikaitkan ke tangan kanan Gua.
Sampai di ruang tv nya, Gua pun menyalami kedua orangtua Mba Yu seraya saling memaafkan karena momen idul fitri masih sangat terasa. Lalu Desi pun menyalami Gua.
Sekedar obrolan biasa di ruang tv ini, saling menanyakan kabar antara kami. Mba Yu pergi ke dapur lalu diikuti oleh Desi juga. Tinggal lah Gua dengan kedua orangtua nya disini.
"Mas, kamu sudah tau kalo Mba nya Desi itu sudah putus dengan pacarnya ?", tanya Ibundanya Mba Yu kepada Gua.
Jelas Gua cukup terkejut mendengar pertanyaan yang lebih Gua anggap sebagai informasi up to date. Gua benar-benar tidak mengetahui status Mba Yu yang sudah putus dari pacarnya.
"Belum, saya malah baru tau sekarang..", jawab Gua jujur.
"Hoo.. Ta pikir kamu sudah tau Mas..",
"Mereka putus bulan puasa kemarin...",
"Sepertinya Mba Yu enggak nyaman sama pacarnya yang kemarin itu..", lanjut Ibunda Mba Yu.
"Ooh gitu.. Tapi saya beneran baru tau..", jawab Gua bingung harus menjawab apa untuk menanggapi obrolan ini.
Bukan apa-apa, Gua tidak mungkin menanyakan hal apa yang benar-benar membuat hubungan Mba Yu dengan pacarnya itu putus kepada kedua orangtuanya, Gua sungkan dan memilih tidak mencampuri urusan mereka. Dan obrolan kami itu sampai kepada sebuah amanat yang cukup berat untuk Gua jalani.
"Mas Eza..", ucap Papahnya kali ini,
"Saya titip Levanya",
"Saya lebih suka dia menjalin hubungan dengan Mas Eza..", tandasnya.
"Kami setuju kalau kamu yang mendampingi Mba nya Desi..",
"Ya jujur saja, Mamah berharap kalian jodoh loch Mas..", timpal Ibundanya kali ini.
"Aamiin, semoga ya Mas yaa", ucap Papahnya mengamini harapan sang istri.
Tidak lama Mba Yu kembali dengan secangkir kopi hitam ditangannya. Lalu dirinya mengajak Gua untuk mengobrol di teras rumahnya.
Khusus untuk rumah Mba Yu, tepatnya teras rumahnya ini adalah tempat favorit kami berdua, bukan dibangku teras tapi di lantai teras rumahnya, disisi ujung antara lantai teras dengan taman kecil halaman rumahnya.
Gua duduk bersila ditemani seorang perempuan yang pernah mengisi hati Gua dulu. Kepalanya bersandar ke bahu kiri Gua. Gua menatap langit senja di sore ini.
Desiran angin yang kami rasakan di teras ini membuat Mba Yu memejamkan matanya. Gua tau dia sedang menikmati suasana sore hari, suasana yang sama, sama seperti dahulu saat kami berdua masih berstatus sebagai sepasang kekasih.
"Mas..",
"Aku kangen masa-masa saat kita bersama dulu..", ucapnya dengan mata masih terpejam.
"Oh ya ?",
"Kenapa ?", tanya Gua dengan tetap menatap langit sore.
"Aku kangen kebersamaan kita..",
"Aku kangen sama cemburunya kamu, galaknya kamu, nyebelinnya kamu, dan...", ucapannya terhenti.
Mba Yu menegakkan tubuhnya, lalu menengok kearah Gua, kami berdua saling menatap. Entah mungkin perasaan yang sama yang saat ini kami rasakan membuat kami sama-sama tersenyum.
"Dan aku kangen sama kasih sayang kamu Mas".
...
Malam hari Gua berada di taman kota. Duduk didalam mobil, karena cuaca diluar sangat dingin, dan angin malam sedang galak-galaknya berhembus.
"Makasih sayang hadiahnya",
"Kamu kok repot-repot gini sih..",
"Akunya juga masih lama kan ulang tahunnya", ucap Sang Nona Ukhti yang duduk dibangku samping kemudi.
"Enggak kok, itu hadiah biasa aja, pingin aja ngasih kamu kejutan kecil..", ucap Gua.
"Makasih ya, aku suka sama jam tangannya..",
"Sayaang kamuu...", ucapnya lagi lalu memeluk Gua.
"Sama-sama, makasih juga untuk kamu yang selalu ada untuk aku ya Ve..", balas Gua lalu mengelus lembut kepalanya yang berbalut hijab biru muda.
"Za, tanpa kamu kasih aku hadiah apapun, aku akan selalu ada untuk kamu..",
"Rasa sayang dan cinta aku ke kamu enggak akan bisa diukur oleh barang semewah apa pun..",
"Jangan berubah ya Za, aku mencintai kamu apa adanya", ucapnya seraya memegang kedua pipi gua dengan kedua telapak tangannya.
Vera dan Gua sama-sama tersenyum. Gua lihat ketulusannya terpancar dari ekspresi wajahnya. Lalu Vera mendekatkan wajahnya sambil memejamkan mata. Gua tersenyum semakin lebar, lalu...
Tep... Gua menahan bibirnya dengan menempelkan satu jari ke bibirnya.
"Suatu saat nanti, aku yang akan mencium bibir kamu duluan..",
"Dan jika hari itu tiba, aku akan nyatain perasaan aku ke kamu Ve..", ucap Gua.
"Aku pasti menunggu kamu..",
"Love You...", jawabnya.
Cup... Dikecupnya pipi Gua sebentar, lalu Vera memeluk Gua kembali dan menyandarkan kepalanya di bahu ini.
Quote:
Selesai telponan Gua pun mengucek mata sambil menguap, dan bergegas ke kamar mandi untuk memberikan bom atom kepada wc, lalu membilas tubuh dan terakhir mengambil wudhu.
Beres menjalankan kewajiban dua raka'at subuh, Gua keluar kamar masih dengan mengenakan sarung dan hanya memakai atasan kaos oblong putih. Gua duduk di kursi ruang makan, sambil menyalakan tv di ruangan ini. Lalu terdengar suara orang yang sedang memasak di balik lemari makan, dimana dapur terletak. Entah siapa yang memasak, Gua masih asyik menonton berita pagi.
"Udah shalat subuh Za ?", ucap Nenek keluar dari kamarnya.
"Eh iya Nek, sudah tadi..", jawab Gua sembari menengok ke kiri, dimana Nenek berdiri,
"Loch ? Nenek mau kemana ?", tanya Gua lagi ketika melihat dirinya sudah rapih dengan pakaian gamisnya.
"Nenek mau ke kota xxx dengan Om dan Tante mu, ke rumah Adiknya alm. Kakek..", jawabnya sambil merapikan kerudung yang dia kenakan.
"Ooh.. Ya udah salam aja ya Nek, Eza ada jadwal padat hari ini.. Hehehe", jawab Gua sambil terkekeh.
"Gaya mu jadwal padat Za Zaa..", ucap suara laki-laki dari arah kanan dekat tv,
"Temenin istri mu loch Za sampai mertua mu pulang, nanti kami semua nyusul ke rumah Om Sigit sehabis pulang dari rumah Adik Kakek..", lanjutnya.
Gua yang sudah menengok ke kanan melihat Om Gua dan juga Tante yang menggendong si kecil. Mereka semua sudah rapih dan pamit kepada Gua, lalu keluar halaman rumah dan pergi menggunakan mobil holden milik Om Gua.
Gua kembali masuk ke dalam rumah setelah mengantar mereka sampai teras. Gua lihat sudah ada dua piring nasi goreng kecap dengan potongan sosis dan ayam yang tersaji diatas meja makan. Wah siapa gerangan yang memasak di pagi hari ini untuk Gua. Mantap deh sarapan nasgor spesial nih.
"Teh ?",
"Kamu yang masak ?", tanya Gua ketika Echa keluar dari kamar mandi di dekat dapur.
"Iya Za, ayo sarapan bareng...", jawabnya, lalu duduk di kursi sebelah Gua.
"Eh sebentar", ucapnya lagi sambil kembali berdiri dari duduk,
"Kamu mau minum teh manis hangat atau teh tawar ?", tanyanya.
"Teh tawar hangat aja", jawab Gua.
Gua tidak jadi menyendok nasgor yang sudah meminta dikunyah. Lebih enak makan bareng perempuan istimewa, menunggu minuman yang dibuat olehnya. Tidak lama perempuan istimewa itu kembali dengan dua gelas teh dikedua tangannya.
"Ini Za tehnya..", ucapnya seraya menaruh segelas teh di samping piring.
"Makasih banyak ya..", ucap Gua sambil tersenyum.
"Sama-sama Ezaa..", timpalnya yang juga tersenyum manis sekali kearah Gua.
Kami pun menyantap nasgor spesial buatannya. Rasanya T.O.P - B.G.T, pas di lidah Gua. Tidak butuh waktu lama untuk Gua menghabiskan nasgor buatannya, karena memang sudah lapar dan enak, bersih kinclong tuh piring.
"Gimana Za ? Enak nasi gorengnya ?", tanya Echa setelah kami selesai menghabiskan sarapan.
"Kurang..", ucap Gua santai.
"Hah ? Kurang apa Za ?",
"Kurang asin ya ? Atau kurang kecapnya ?", tanyanya sedikit khawatir.
"Kurang banyak Teh..",
"Huehehehehe....", jawab Gua terkekeh.
"Iiih.. Dasar kelaparan kamu tuh..", ucapnya, lalu mencubit pipi kanan Gua pelan.
"He he he...",
"Enak banget kok Teh, sumpah deh..",
"Makasih ya udah mau masakin aku sarapan..", balas Gua sambil tersenyum.
"Sama-sama Za.."
"Nanti juga aku bakal sering masakin untuk kamu kan..", balasnya seraya tersenyum manisssss sekali lalu mengerlingkan mata.
Aih aih, bisa banget kamu Teh, luluh sudah hati Gua ini. Kemudian Echa pun mengangkat piring kotor dan gelas kotor dari meja makan lalu membawanya ke dapur. Gua berdiri dan mengikutinya dari belakang. Echa menaruh piring di wastafel cucian, dia mulai mencuci piring kotor bekas kami makan tadi, Gua pun hendak membantunya.
"Eh, enggak usah Za..",
"Jangan di cuciin, biar aku aja udah..", ucapnya ketika tangan Gua mengambil satu piring kotor.
"Aku bantuin enggak apa-apa..",
"Udah sini sabunnya", jawab Gua.
"Za.. Ini urusan aku, udah enggak apa-apa, biar aku yang cuci piring..",
"Tugas kamu kan mencari nafkah untuk keluarga kita, hi hi hi...", jawabnya.
Wadaaaww, mamvus Gua, aselih dah, pagi-pagi udah double kill aja ini. Ah mantap kalii harii iniii.. Thanks GOD! Echa enggak menyinggung sedikitpun soal semalam, duh baiknya kamu Teh Teh.
"Ya udah tunggu di depan sana..",
"Nanti aku buatin kamu kopi habis ini..", ucapnya lagi dengan tetap tersenyum.
"Ya udah deh, makasih ya Teh..", jawab Gua, lalu..
Cup... Gua kecup pipinya.
Merona sudah pipinya. Hehehe.. Kils banget dah. Gua pun beranjak meninggalkannya di dapur dan menuju kamar, berganti pakaian lalu duduk di sofa teras depan kamar.
Sebatang racun sudah Gua bakar dan Gua nikmati. Senyum terukir di wajah Gua, pikiran pun melayang membayangkan sosok perempuan istimewa yang sudah tiga malam menginap di rumah ini.
Alangkah baik dirinya kepada Gua selama ini. Fisiknya jangan ditanya deh ya, idaman semua kaum adam maybe. Cemburunya bikin Gua kangen, dan kerinduan akan cubitannya di pinggang Gua bagaikan candu. Rela Gua dicubit olehnya, biar Gua bisa mendekapnya erat. Ah jatuh hati Gua kepadanya. Duh maafin A'a Eza ya Nona Ukhti, maafin Mas Eza ya Mba Yu, maafin Dik Eza ya Mba Polcan. Teteh di dapur sana sudah mencuri hati ku.
"Silahkan Za kopinya..", ucap Echa yang sudah berdiri di hadapan Gua dengan segelas kopi yang dia taruh di meja teras.
"Eh makasih banyak Teh..", ucap Gua yang tersadar dari lamunan.
Kemudian Echa duduk disebelah Gua, cukup dekat hingga Gua mematikan rokok ke asbak.
"Za..",
"Maafin aku udah marah sama kamu kemarin..",
"Aku enggak beneran marah kok..", ucapnya sambil tersenyum dan menaruh tangannya di paha Gua.
"Enggak Teh",
"Aku yang minta maaf..",
"Maafin aku kalau udah buat kamu kesel seharian kemarin..",
"Kamu enggak bener-bener mau pulang pagi ini kan ?", ucap Gua.
"Iya Za.. Enggak, aku enggak beneran mau pulang sekarang",
"Nanti kamu sendirian di rumah..",
"Aku kan calon istri yang setia sama kamu, enggak mungkin aku ninggalin suami ku dan berani pergi tanpa izin kamu..", jawabnya sambil tersenyum dan lagi-lagi mengerlingkan mata.
Gua ngangkat bendera putih, aseli dah. Ampuuun Teh ampuun! Tiga hari Gua dibuat K.O sama perlakuan, sikap dan ucapannya. I'm yours Teh, i'm yours pokok'e.
"He he he...",
"Kamu kok jadi jago gombalin aku sih Teh ?",
"Belajar dimana nih ?", goda Gua seraya mencubit hidungnya mesra.
"Aku enggak gombal loch..",
"Emang kenyataannya seorang perempuan harus jadi calon istri yang bisa melayani suaminya dengan baik kan ?", ucapnya mesra.
"Bisaa ajah kamu nih ya..",
"Sini sini sini...", ucap Gua lalu merangkul lehernya dan mendekatkan dirinya kepada Gua.
Kemudian Gua kucek rambutnya gemas. Echa terkekeh pelan, lalu memundurkan tubuhnya. Dia menatap Gua sambil tersenyum lagi dan lagi.
"Za, kamu kemarin pasti lelah ya bawa mobil seharian..",
"Sini deh tangan kamu..", pintanya.
Lalu Gua mengulurkan tangan kanan kepadanya, dan disambut oleh kedua tangannya, Echa langsung memijat tangan Gua turun naik, dimulai dari pergelangan tangan.
Gua tersenyum lebar melihat sikapnya. Sumpah deh, kamu itu benar-benar istimewa dimata ku Teh. Kini Gua menyandarkan tubuh kebelakang, ke bahu sofa. Lalu mata Gua terpejam sambil menikmati pijatannya di tangan kanan ini. Entah berapa menit lamanya Echa memijat Gua, yang jelas Gua sudah membuka mata ketika pijatannya sudah terhenti. Gua menengok ke kanan dan melihatnya sedang tersenyum kearah Gua. Tangan kirinya mengusap lembut kening Gua, menyibakkan rambut yang menutupi kening Gua.
"Za..",
"Aku sayang kamu", ucapnya terdengar tulus dengan memainkan jarinya di kening ini.
"Aku juga sayang kamu Teh", jawab Gua.
Lalu Echa merapatkan tubuhnya ke tubuh Gua. Dia dekatkan wajahnya ke wajah Gua. Masih ada jarak sedikit diantara wajah kami. Echa lagi-lagi tersenyum sambil menatap mata Gua lekat-lekat.
"Za",
"Aku izinkan kamu bebas sekarang, menikmati masa muda ini..",
"Tapi kamu harus tau satu hal..", ucapnya sedikit berbisik.
Lalu Echa menaruh telapak tangan kanannya ke dada Gua.
"Pada akhirnya, Aku pastikan hanya ada nama Elsa Ferossa di hati kamu", lanjutnya kemudian mencium pipi kanan Gua.
Ciuman dipipi kanan Gua itu berbeda, sangat berbeda. Mesra sekali, lembut, pelan, namun mampu membius pusat saraf di otak Gua. Jantung Gua berdegup kencang, ciuman dipipi macam apa yang Echa berikan ini ?! Gua sampai menelan ludah merasakan ciuman dipipi ini. Gua enggak kuat, Gua palingkan muka perlahan kearah wajahnya, dan...
I kiss 💋 Her.
.
.
.
.
.
Lama kami berciuman mesra di teras rumah ini. Gua pagut bibirnya dan tangan kiri Gua sudah memegang tengkuknya, lalu tangan kanan Gua menyapa pinggangnya. Echa menaruh kedua tangannya di bahu kanan-kiri Gua.
Semakin lama, tubuh Gua malah condong kedepan kearahnya, lalu Echa melepaskan pagutan kami, dan kedua tangannya menahan bahu Gua. Sial! Gua beneran nafsu! Enggak bener ini. Nafas Gua pun sampai terengah-engah, mata Gua sayu menatap ke bibirnya yang sudah basah. Echa tersenyum...
"Aku tagih janji kamu..", ucapnya.
"Heum ?",
"Janji ?", tanya Gua bingung.
"Kamu harus segera halal-in aku", ucapnya lalu tersenyum semakin lebar.
OH BLOODY HELL!!! I lost my mind! That promise... That's my promise last night! Damn it Agatha! What you gonna do rite now ?!
...
Menjelang siang hari, sekitar pukul 10 pagi Gua berada di rumah Pak Rw. Menepati permintaan Mba Siska untuk datang menemuinya.
"Masih libur ya Mba ?", tanya Gua ketika sudah duduk di sofa ruang tamunya.
"Iya Za, terakhir hari ini sih",
"Besok juga udah masuk kerja", jawabnya.
"Ooh.. Eh iya, pada kemana Mba keluarga mu ? Kok sepi ya ?", tanya Gua.
"Oh, Papah dan Mamah lagi antar Mas Santo ke bandara Za, dia kan dinas di Aceh..", jawabnya,
"Oh ya, kamu mau minum apa ?", tanyanya lagi.
"Enggak usah Mba..",
"Aku cuma sebentar kok..", jawab Gua sambil tersenyum.
"Heum ?",
"Lagi ada acara Za ?", tanyanya.
"Eumm.. Iya, aku ada janji mau lebaran ke rumah sodara..", jawab Gua lagi.
"Ooh..",
"Hmmm.. Ya udah kalo gitu, mungkin lain kali aja..", ucapnya dengan wajah yang nampak kecewa.
"Heum ?",
"Kenapa Mba ? Maksudnya gimana ya yang 'lain kali aja' ?', tanya Gua bingung.
"Enggak apa-apa..",
"Udah enggak usah dipikiran Za..", ucapnya sambil tersenyum yang Gua tau jelas dipaksakan.
"Mba..",
"Soal kejadian kem..".
"Ezaa.. Udah jangan bahas ituu..",
"Sms Mba keterima kan ?",
"Masih kurang jelas aku bilang apa Za di sms ?", tanyanya.
"Aku mau kamu ngomong langsung ke aku sekarang Mba", jawab Gua tegas.
Mba Siska tertunduk sedikit, lama kami terdiam. Hingga akhirnya Gua mendekatinya, duduk disampingnya.
"Mba, aku minta maaf, bener-bener minta maaf..", ucap Gua tulus.
Mba Siska lalu mendongakkan kepala dan menengok ke kiri kearah Gua. Dia menggeleng pelan sambil tersenyum simpul.
"Aku udah maafin kamu, dan aku enggak marah Za..", ucapnya pelan.
Kami saling menatap dari jarak yang tidak begitu jauh. Sempat terbesit suasana hening seperti ini membuat Gua mengingat kejadian di kontrakannya, tapi buru-buru Gua tepis pikiran bodoh itu. Gua hendak saja berdiri untuk pamit, tapi tangan kiri Mba Siska menggenggam tangan kanan Gua.
"Za..", ucapnya masih menatap Gua.
"Ya Mba ?"
"Kamu suka sama aku ?".
...
Sore hari pukul 16.00 wib.
"Assalamualaikum..", ucap Gua di ambang pintu.
"Walaikumsalam..", jawab seorang perempuan sambil berjalan menghampiri.
"Maaaassss...",
"Ya ampuuun..", teriaknya.
Gua dipeluk erat olehnya. Gua balas pelukkannya, gak mungkin kalau Gua tidak merindukkan dirinya. Mba Yu semakin terlihat cantik.
"Kamu makin tinggi aja Mas..", ucapnya yang sudah melepas pelukkan.
"Heheh.. Masa sih Mba ?",
"Eh iya, kamu makin cantik aja Mba..", balas Gua.
"Iih malah ngegombal..",
"Eh masuk yuk, tuh Papah sama Mamah lagi di ruang tv..", ajaknya.
Mba Yu tanpa sungkan menarik lengan kanan Gua untuk ikut masuk ke dalam rumahnya, lalu kami berjalan berdampingan dengan tangan kirinya dikaitkan ke tangan kanan Gua.
Sampai di ruang tv nya, Gua pun menyalami kedua orangtua Mba Yu seraya saling memaafkan karena momen idul fitri masih sangat terasa. Lalu Desi pun menyalami Gua.
Sekedar obrolan biasa di ruang tv ini, saling menanyakan kabar antara kami. Mba Yu pergi ke dapur lalu diikuti oleh Desi juga. Tinggal lah Gua dengan kedua orangtua nya disini.
"Mas, kamu sudah tau kalo Mba nya Desi itu sudah putus dengan pacarnya ?", tanya Ibundanya Mba Yu kepada Gua.
Jelas Gua cukup terkejut mendengar pertanyaan yang lebih Gua anggap sebagai informasi up to date. Gua benar-benar tidak mengetahui status Mba Yu yang sudah putus dari pacarnya.
"Belum, saya malah baru tau sekarang..", jawab Gua jujur.
"Hoo.. Ta pikir kamu sudah tau Mas..",
"Mereka putus bulan puasa kemarin...",
"Sepertinya Mba Yu enggak nyaman sama pacarnya yang kemarin itu..", lanjut Ibunda Mba Yu.
"Ooh gitu.. Tapi saya beneran baru tau..", jawab Gua bingung harus menjawab apa untuk menanggapi obrolan ini.
Bukan apa-apa, Gua tidak mungkin menanyakan hal apa yang benar-benar membuat hubungan Mba Yu dengan pacarnya itu putus kepada kedua orangtuanya, Gua sungkan dan memilih tidak mencampuri urusan mereka. Dan obrolan kami itu sampai kepada sebuah amanat yang cukup berat untuk Gua jalani.
"Mas Eza..", ucap Papahnya kali ini,
"Saya titip Levanya",
"Saya lebih suka dia menjalin hubungan dengan Mas Eza..", tandasnya.
"Kami setuju kalau kamu yang mendampingi Mba nya Desi..",
"Ya jujur saja, Mamah berharap kalian jodoh loch Mas..", timpal Ibundanya kali ini.
"Aamiin, semoga ya Mas yaa", ucap Papahnya mengamini harapan sang istri.
Tidak lama Mba Yu kembali dengan secangkir kopi hitam ditangannya. Lalu dirinya mengajak Gua untuk mengobrol di teras rumahnya.
Khusus untuk rumah Mba Yu, tepatnya teras rumahnya ini adalah tempat favorit kami berdua, bukan dibangku teras tapi di lantai teras rumahnya, disisi ujung antara lantai teras dengan taman kecil halaman rumahnya.
Gua duduk bersila ditemani seorang perempuan yang pernah mengisi hati Gua dulu. Kepalanya bersandar ke bahu kiri Gua. Gua menatap langit senja di sore ini.
Desiran angin yang kami rasakan di teras ini membuat Mba Yu memejamkan matanya. Gua tau dia sedang menikmati suasana sore hari, suasana yang sama, sama seperti dahulu saat kami berdua masih berstatus sebagai sepasang kekasih.
"Mas..",
"Aku kangen masa-masa saat kita bersama dulu..", ucapnya dengan mata masih terpejam.
"Oh ya ?",
"Kenapa ?", tanya Gua dengan tetap menatap langit sore.
"Aku kangen kebersamaan kita..",
"Aku kangen sama cemburunya kamu, galaknya kamu, nyebelinnya kamu, dan...", ucapannya terhenti.
Mba Yu menegakkan tubuhnya, lalu menengok kearah Gua, kami berdua saling menatap. Entah mungkin perasaan yang sama yang saat ini kami rasakan membuat kami sama-sama tersenyum.
"Dan aku kangen sama kasih sayang kamu Mas".
...
Malam hari Gua berada di taman kota. Duduk didalam mobil, karena cuaca diluar sangat dingin, dan angin malam sedang galak-galaknya berhembus.
"Makasih sayang hadiahnya",
"Kamu kok repot-repot gini sih..",
"Akunya juga masih lama kan ulang tahunnya", ucap Sang Nona Ukhti yang duduk dibangku samping kemudi.
"Enggak kok, itu hadiah biasa aja, pingin aja ngasih kamu kejutan kecil..", ucap Gua.
"Makasih ya, aku suka sama jam tangannya..",
"Sayaang kamuu...", ucapnya lagi lalu memeluk Gua.
"Sama-sama, makasih juga untuk kamu yang selalu ada untuk aku ya Ve..", balas Gua lalu mengelus lembut kepalanya yang berbalut hijab biru muda.
"Za, tanpa kamu kasih aku hadiah apapun, aku akan selalu ada untuk kamu..",
"Rasa sayang dan cinta aku ke kamu enggak akan bisa diukur oleh barang semewah apa pun..",
"Jangan berubah ya Za, aku mencintai kamu apa adanya", ucapnya seraya memegang kedua pipi gua dengan kedua telapak tangannya.
Vera dan Gua sama-sama tersenyum. Gua lihat ketulusannya terpancar dari ekspresi wajahnya. Lalu Vera mendekatkan wajahnya sambil memejamkan mata. Gua tersenyum semakin lebar, lalu...
Tep... Gua menahan bibirnya dengan menempelkan satu jari ke bibirnya.
"Suatu saat nanti, aku yang akan mencium bibir kamu duluan..",
"Dan jika hari itu tiba, aku akan nyatain perasaan aku ke kamu Ve..", ucap Gua.
"Aku pasti menunggu kamu..",
"Love You...", jawabnya.
Cup... Dikecupnya pipi Gua sebentar, lalu Vera memeluk Gua kembali dan menyandarkan kepalanya di bahu ini.
***
Quote:
Diubah oleh glitch.7 30-03-2017 01:17
kadalbuntingzzz dan 3 lainnya memberi reputasi
4
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/03/18/9605475_20170318104940.jpg)
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/03/19/9605475_20170319120710.jpg)



love u too bun...ahaha..

). 
(Jangan lupa tempura seminggu sekali ya Yah) 

: