Kaskus

Story

carienneAvatar border
TS
carienne
Dunia Yang Sempurna [TAMAT]
Dunia Yang Sempurna [TAMAT]


Dunia Yang Sempurna [TAMAT]
(credit to : risky.jahatfor the beautiful cover)


PROLOG :


Gue selalu percaya, apapun yang kita alami di dunia ini selalu memiliki alasan tersendiri. Ga terkecuali dengan kehadiran orang-orang di kehidupan kita. Setiap orang, setiap hal, memiliki perannya masing-masing di kehidupan kita ini. Ada yang datang untuk sekedar menguji kesabaran kita, ada yang datang untuk menyadarkan kita akan mimpi dan harapan yang selalu mengiringi kita.

Gue menulis cerita ini, sebagai wujud rasa cinta gue terhadap segala yang pernah terjadi kepada gue. Ada yang ingin gue lupakan, dan ada yang ingin gue kenang selamanya. Tapi pada satu titik gue menyadari, bahwa ga ada yang harus gue lupakan, melainkan gue ambil pelajarannya. Dan untuk segala yang pernah hadir di hidup gue, ataupun yang akan hadir, gue mengucapkan terima kasih dari hati gue yang terdalam.

Cerita ini berawal pada tahun 2006, pada saat gue masih culun-culunnya menjalani kehidupan. Gue baru saja lulus SMA, dan memutuskan untuk merantau, meskipun ga jauh-jauh amat, ke ibukota untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi lagi. Gue masih mengingat dengan jelas momen ketika gue mencium tangan ibu, dan elusan kepala dari bapak, yang mengantarkan gue ke gerbang rumah, sebelum gue menaiki angkutan umum yang akan membawa gue ke ibukota.

Ketika angkutan umum yang membawa gue ke ibukota itu mulai berjalan, gue sama sekali ga bisa membayangkan apa yang akan terjadi di hidup gue selanjutnya. Tentu saja gue ga bisa membayangkan kehadiran seseorang, yang dengan segala keunikan dan keistimewaannya, memberikan warna tersendiri di hati gue.

Nama gue Gilang, dan semoga sekelumit cerita gue ini bisa berkenan bagi kalian semua.


Quote:
Diubah oleh carienne 27-03-2017 21:48
afrizal7209787Avatar border
radoradaAvatar border
elbe94Avatar border
elbe94 dan 51 lainnya memberi reputasi
52
2M
5.4K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
carienneAvatar border
TS
carienne
#5013
BAGIAN DUA

Hujan turun rintik-rintik pagi hari itu. Suasana di sekitar gw menjadi teduh segar, dengan satu-dua kendaraan melintas di belakang gw. Sambil memegang payung untuk melindungi gw dari basah, gw menatap pintu gerbang yang terbuat dari besi tempa berwarna merah kecoklatan itu. Satu hal yang sangat familiar bagi gw, bahkan mempunyai satu tempat spesial di hati gw. Barangkali ini adalah monumen hidup gw.

Gw melangkah masuk ke dalam, dan melipat payung gw, kemudian menyimpannya di tempat gw dahulu biasa menyimpan payung. Gw memandang berkeliling. Nggak banyak yang berubah dari tempat ini. Hanya satu dua bagian yang tampak baru. Selebihnya sama seperti setahun lalu. Tempat ini tetap memiliki pesonanya sendiri. Daya tarik bagi penghuninya. Dan tentu saja memiliki peran yang tak tergantikan di hidup gw.

Gw melakukan amanat terakhirnya, menyampaikan salam kepada ibu-ibu setengah baya pemilik tempat ini. Beliau ingat Ara, dan menanyakan kabarnya, dan kemudian beliau menangis ketika mendengar bahwa Ara telah tiada.

Gw menyusuri setiap selasarnya, setiap sudutnya, dan membangkitkan kembali memori ketika dulu gw berada disini. Bersamanya.

Gw mengalihkan pandangan ke lantai dua, yang sedari tadi entah kenapa gw berusaha hindari. Tempat itu masih sama. Masih seperti dulu, penuh dengan memori. Dengan sedikit gemetar gw menaiki tangga. Tangga yang dulu setiap hari gw lalui. Bersamanya. Tangan gw menyapu setiap sisi tembok ketika gw menaikinya. Seolah mencoba merasakan kenangan dan kebahagiaan yang masih tersisa ketika tempat itu dilalui.

Akhirnya tibalah gw di ujung koridor, tempat dimana kamar nomor lima belas dan enam belas berada. Air mata gw nggak terbendung lagi, dan mengalir dengan derasnya di pipi. Gw membelai pintu kamar nomor enam belas dengan penuh kasih sayang. Pintu itu tertutup, dan dingin. Hati gw membayangkan pintu kamar tersebut terbuka, dengan sesosok wanita yang tersenyum menyambut gw. Bahkan gw masih menghapal setiap letak barang-barang di kamar ini. Segalanya terlalu nyata, terlalu sulit untuk dilupakan. Gw bisa mengingat segalanya tentang dia.

Cha, apa kabar lo disana? Seandainya lo ada dibalik pintu ini...

Gw memegang daun pintu itu dan menangis pilu. Hantaman kenangan dan kesedihan itu terlalu besar untuk gw tahan. Kaki-kaki gw mendadak lemas, dan gw berjongkok di depan pintu kamar nomor enam belas itu, menangisinya. Jika gw bisa memilih, mungkin gw nggak akan kesini lagi. Gw akan melupakan segalanya tentang tempat ini, dan pergi sejauh-jauhnya. Tapi gw mengemban amanat darinya, yang diucapkannya persis sebelum dia pergi. Gw akan tetap memenuhi apapun permintaannya.

Gw duduk bersandar di balkon, menghadap pintu yang tertutup itu. Entah berapa lama, dan nggak ada seorangpun yang keluar dari kamar ini, bahkan kamar-kamar di sampingnya. Mungkin memang kosong, pikir gw. Dalam hati gw ada perasaan gembira yang aneh, bahwa kamar gw dan kamar Ara ini tetap kosong, sehingga kenangan gw tentang dirinya dan tempat ini nggak terusik.

Gw menengadah, memandangi setiap sisi pintu kamar dan jendela di hadapan gw. Teringat dulu gw setiap hari muncul dari pintu ini, untuk mengajaknya makan, atau dia yang muncul di pintu gw, untuk menyeret gw berangkat kuliah. Gw menoleh, menatap koridor yang panjang di samping gw. Di ujung koridor, gw mencoba menciptakan bayangan dirinya. Berambut ikal sebahu, dibentuk dengan indah. Mengenakan jeans ketat berwarna abu-abu tua favoritnya, sneakers putih, dan polo shirt berwarna hitam, serta membawa tas kecil berisi bahan-bahan kuliah. Dia tersenyum ke gw, dan mengulurkan tangannya, seolah mengajak gw untuk bangkit dan berangkat ke kampus.

Bayangan gw hilang ketika seorang wanita menaiki tangga, kemudian terkejut melihat ada sesosok pria duduk di balkon di hadapannya. Wajahnya takut, dan curiga. Gw sangat memahami reaksinya, dan untuk menetralisir itu gw bangkit berdiri, dan tersenyum ramah kepadanya.

“maaf...” kata gw sambil membungkukkan badan.

“anda siapa ya? mau cari siapa?” tanyanya curiga.

gw berpikir sejenak.

“anda penghuni kamar ini?” gw menunjuk ke kamar Ara.

“anda siapa?” dia balas bertanya. Sepertinya kecurigaannya bertambah. Akhirnya mau nggak mau gw harus memperkenalkan diri.

“Maaf mengganggu sebelumnya. Saya Gilang, dulu saya tinggal disini, di kamar nomor lima belas.” gw menjelaskan dengan senyum ramah. “Sampai saya pindah setahun lalu....”

Ekspresinya melunak, dan sikapnya nggak setegang tadi. Gw memahaminya, bahkan malu dengan keadaan ini.

“Terus mau cari siapa ya disini, Mas?” tanyanya. Lebih bersahabat daripada tadi.

Gw menggeleng pelan.

“enggak, saya nggak cari siapa-siapa kok...” gw melirik ke pintu kamar Ara. “cuma mau bernostalgia... Maaf kalau saya lancang...”

gw bergerak menepi, menempel ke tembok balkon. Menunjukkan gesture bahwa gw orang baik-baik, dan menunjukkan rasa segan kepadanya. Wanita tadi masih memandangi gw lekat-lekat.

“silakan...” kata gw. “Mba di kamar lima belas ya?”

dia hanya diam, dan memandangi gw. Menunda membuka pintu kamar manapun, yang berarti dia nggak mau memberitahukan kamar tempat dia tinggal.

“ehm, saya pulang dulu...” kata gw salah tingkah.

“....”

gw berjalan menuju ke ujung tangga. Namun baru beberapa langkah, gw berhenti. Kemudian menoleh ke wanita tadi.

“kamar nomor lima belas itu kamar saya. Dan kamar nomor enam belas itu kamar istri saya. Karena itu saya sekarang ada disini, untuk mengenang kembali waktu saya dan istri saya masih tinggal disini.”

gw tersenyum.

“mari...” gw menganggukkan kepala, dan melangkah menuju ke tangga.

“tunggu.” suara wanita tadi menahan langkah gw. Kemudian gw menoleh ke arahnya.

“Mas bilang dulu istri mas tinggal di kamar nomor enam belas ya?” tanyanya.

gw menatapnya penasaran. “ya, bener. Ada apa ya?”

“saya dulu menemukan ada satu barang yang tertinggal di kamar saya. Sepertinya punya penghuni kamar sebelum saya. Mungkin itu punya istri Mas?”

Ucapannya menarik perhatian gw.

“Barang apa ya, Mba, kalo saya boleh tahu?”

dia berpikir sejenak.

“sebentar saya ambilkan...” katanya pada akhirnya. Dia berbalik dan membuka pintu kamar nomor enam belas itu.

Hati gw terasa sesak ketika melihat kamar itu terbuka lagi, seolah kenangan dan aura yang ada di kamar itu menyeruak dan menyerbu gw. Sungguh gw berharap ada sosok Ara di kamar itu, namun gw harus menerima kenyataan. Ara telah pergi untuk selamanya, dan kamar tempat dimana gw jatuh cinta padanya sekarang telah tergantikan oleh penghuni baru.

Wanita itu keluar lagi, dan membawa sebuah barang yang dulu sangat familiar di mata gw. Sebelumnya gw pikir gw sudah mengepak semua barang itu, dan mengirimkannya ke Surabaya. Tapi kenyataannya ada satu yang tertinggal. Satu yang esensial.

“ini, Mas, yang ketinggalan.” dia menunjukkan sebuah binder berlapis kulit tempat dia mencatat bahan-bahan kuliahnya. Dia seperti tertahan untuk menyerahkan binder itu ke gw.

“Anu, Mas, bukannya saya nggak percaya, tapi kalau bisa coba mas sebutkan nama pemilik binder ini. Namanya ada kok di dalem sini...” dengan segan dia berkata ke gw.

“itu milik Amanda Soraya, istri saya...” kata gw pelan. “yang tertulis disitu adalah ‘punya Ara, Komunikasi 2006’ ya kan?”

Dia agak terkejut, dan menatap gw.

“iya bener, Mas. Ini punya istri, Mas. Maaf ya...” dia menyerahkan binder itu ke gw. Dengan tersenyum gw menerimanya, dan mengelus sampul binder itu perlahan. Mata gw mulai berkaca-kaca menatap binder itu lagi. Dulu gw sangat familiar dengan barang ini. Entah kenapa bisa tertinggal disini. Gw mengusap mata gw.

“kenapa, Mas?” tanya wanita itu saat melihat gw mengusap air mata.

gw menggeleng. “enggak papa, Mba, cuma teringat aja dulu saya disini bersama istri saya...” gw menarik napas. “Terima kasih...”

dia tersenyum. “pasti menyenangkan ya punya pacar tetanggaan kamarnya...”

gw ikut tersenyum, dan menerawang jauh. Mengingat kembali momen-momen gw disini bersama Ara.

“yah begitulah, Mba... Lebih dari menyenangkan...” jawab gw akhirnya.

“salam saya untuk istri ya, Mas.” dia mengangguk kecil.

gw terdiam sejenak.

“Iya, nanti saya salamin, Mba.. Dia pasti senang kamarnya dulu sekarang ditempatin sama Mba...” ucap gw.

“Mari...” gw mengangguk, dan menuruni tangga.

Sesampainya dibawah, gw mendongak lagi. Melihat kedua kamar itu lagi, kamar nomor lima belas dan enam belas, mungkin untuk yang terakhir kali. Gw memejamkan mata, dan menarik napas dalam-dalam. Menikmati segala momen ini, kemudian mengucapkan perpisahan pada segalanya di tempat ini.



Sudah selesai, Sayang, semuanya....

Beristirahatlah dengan tenang disana. Jangan khawatir ya, gw pasti bisa bertahan kok disini meskipun tanpa lo....

Selamat jalan, Sayang, terima kasih sudah memilih gw sekali untuk selamanya...

Selamat jalan Sayang, sampai bertemu lagi...


Selamat tidur, Soraya...



Sesosok pria berpayung biru, berjalan menembus rintik hujan, menyusuri sepanjang jalan. Di dalam dekapannya terdapat sebuah benda yang penuh dengan kenangan. Dia tahu, dia nggak akan terikat dengan benda tersebut, karena hidup akan terus berjalan, dengan atau tanpanya.

Tapi dia juga tahu, makna mencintai sekali untuk selamanya. Bersama mereka telah mengukir sebuah dunia. Dunia yang sempurna.



- TAMAT -



23 Maret 2017

Gilang a.k.a. Carienne

khuman
julian147
sormin180
sormin180 dan 9 lainnya memberi reputasi
10
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.