Kaskus

Story

bunbun.orenzAvatar border
TS
bunbun.orenz
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
Spoiler for Credit Cover (THANK YOU SO MUCH):


And I know
There's nothing I can say
To change that part

But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak

I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead



- Famous Last Words by MCR -


JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 90% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA


Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahyang dituangkan oleh suami ku tercinta Agatha


Quote:


Spoiler for Special Thanks:


***



Spoiler for From Me:


Versi PDF Thread Sebelumnya:

MyPI PDF

Credit thanks to Agan njum26



[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)

Foto diatas hanyalah sebagai ilustrasi tokoh dalam cerita ini


Quote:
Polling
0 suara
SIAPAKAH YANG AKAN MENJADI NYONYA AGATHA ?
Diubah oleh bunbun.orenz 04-07-2017 12:31
drakenssAvatar border
snf0989Avatar border
ugalugalihAvatar border
ugalugalih dan 27 lainnya memberi reputasi
26
1.5M
7.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7Avatar border
glitch.7
#472
PART 7


Deub...Gua tutup pintu kemudi si Black, lalu berjalan kearah gerbang rumahnya.

Ternyata pintu gerbang terbuka sedikit, Gua lewati halaman rumah ini hingga berdiri tepat di depan pintu utama rumah yang terbuka juga. Gua menengok ke dalam, ada asisten rumah tangga keluarganya yang sedang menaruh beberapa toples kue di meja ruang tamu.

"Assalamualaikum..", Gua mengucapkan salam.

"Walaikumsalam..", balas Bibi,
"Eh ?",
"A Eza.. Mari masuk A..",
"Kemana aja A ? udah lama enggak main kesini...", lanjut Bibi.

"Eh iya Bi... Biasa lagi sibuk awal kuliah kemarin-kemarin..", jawab Gua sambil masuk menghampirinya setelah membuka sepatu.

"Ooh iya, sudah kuliah ya sekarang...",
"Sehat A ?", tanyanya lagi.

"Alhamdulilah sehat Bi..",
"Bibi apa kabar ?", tanya Gua balik.

"Alhamdulilah Bibi juga sehat...",
"Oh ya",
"Mau ketemu Non ya ?",
"Langsung aja gih keatas A..",
"Lagi di kamarnya dari buka puasa tadi, enggak keluar-keluar..",
"Kayaknya lagi... Sedih..", jelas Bibi dengan raut wajah yang sedih juga.

"Eumm...",
"Iya Bi, ini mau ketemu dia...",
"Papah sama Mamah kemana Bi ?", tanya Gua lagi sebelum beranjak.

"Tuan dan Nyonya sudah pada pulang ke Solo...",
"Siang tadi berangkatnya A", jawab Bibi.

"Loch ?",
"Kok si Non enggak ikut ?", tanya Gua heran.

Hanya tundukan kepala tanpa suara yang asisten rumah tangga keluarga ini berikan sebagai jawaban untuk Gua. Kalo sudah begini, sepertinya masalah yang Teteh Gua hadapi berat.

Gua pun langsung melangkahkan kaki menuju tangga lantai atas rumah ini, dimana kamar tidurnya berada. Gua ketuk pintu kamarnya tapi belum juga ada jawaban dari dalam ataupun bunyi langkah kaki maupun kunci yang dibuka.

"Teh...",
"Ini aku..",
"Eza Teeh...",
"Buka pintunya Teh..", ucap Gua di depan pintu kamarnya.

Ceuklek... Pintu di depan Gua terbuka sedikit.

Gua memiringkan kepala ke kiri, agar bisa mengintip ke dalam kamar itu. Gelap, tidak ada sedikitpun cahaya dari dalam sana. Pandangan Gua tidak bisa menangkap keadaan di ruangan itu. Akhirnya, Gua dorong perlahan pintu kamarnya ke dalam, agar semakin terbuka lebar. Gua pun mengikutinya berjalan dari belakang. Namun tetap saja, Gua masih tidak bisa dengan jelas melihat kondisi dirinya.

Ya Tuhankuuu... Ada apa ini?!!!
Kamarnya memang gelap gulita, gordin jendela tertutup, lampu kamarnya pun dalam keadaan padam, tapi sedikit cahaya yang masuk karena pintu kamar yang sudah Gua buka lebar tadi cukup menerangi sebagaian ruangan ini.

Pengap, AC nya juga dalam keadaan mati, tisu berserakan di lantai dekat ranjangnya, bed covernya pun berantakan, dan kondisi itu semakin diperparah ketika Gua menyalakan lampu kamarnya...

"TEEH!!", teriak Gua,
"Kamu kenapa ?!" Lalu Gua duduk disampingnya, diatas ranjangnya.

Wajahnya tertunduk, juntaian rambut yang kini panjangnya hanya sepunggung lebih sedikit menutupi sisi wajahnya, mahkotanya berantakan, acak-acakan. Ada apa dengan Teteh Gua ini sebenarnya...

"Teh..",
"Kenapa sampai begini ?", tanya Gua.
"Ada apa sebenarnya Teh ?",
"Cerita sama aku..", lanjut Gua.

Echa masih terdiam tak bergeming. Gua lihat tangan kanannya kuat mencengkram sisi ranjangnya, hingga bed covernya berkerut.

Gua menghela napas pelan, lalu gua sibakkan sisi rambut yang menutupi wajahnya...

Dan...

Gua terperanjat sedikit memundurkan tubuh, mata Gua terbelalak, napas Gua memburu perlahan lalu kian menderu cepat. Sesak dada ini rasanya.

BAJIINNGGGG****N!!!!

"Siapa yang ngelakuin ini sama kamu ?", dengan nada suara yang Gua coba atur selembut mungkin, Gua bertanya kepadanya.

"Jawab..", napas Gua semakin menderu cepat lagi.

"Kalau kamu gak jawab..",
"Cuma dia yang aku tau..", ucap Gua seraya bangkit dari ranjangnya.

Tangannya lalu menahan Gua, dengan wajah yang tetap tertunduk, dia meminta Gua duduk kembali disampingnya tanpa suara. Gua ikuti maunya.

"Evan..", ucapnya dengan suara parau dan serak.

Evan ? Siapa laki-laki itu ?, Gua baru mendengar namanya. Apakah dia pacaranya Echa setelah putus dengan Heri ? Entahlah, Gua tidak perduli. Yang jelas, Evan adalah enemy number one bagi Gua sekarang.

"Kenapa bisa sampai gini ?", tanya Gua lagi.

Tanpa ucapan dan kata-kata lagi, kini Echa langsung memeluk tubuh Gua, dia benamkan wajahnya ke dada ini. Tidak ada suara isak tangis sedikitpun. Gua rasa airmatanya sudah habis tertumpah dari sore.

Gua balas memeluknya, membelai lembut rambutnya, tak terasa airmata Gua pun keluar dari sudut indra penglihatan ini. Gua menelan ludah, napas Gua semakin memburu setelah mendengar perlakuan yang dia terima dari Bajing*n yang bernama Evan itu. Airmata Gua adalah airmata dendam, mungkin kalau Gua bisa melihat kedua bola mata Gua sendiri, Gua yakin putihnya bola mata ini sudah memerah karena emosi.

"Tunjukkin dimana bajing*n itu sekarang juga..", ucap Gua.

...

Gua pacu si Black dengan kecepatan tinggi, mungkin karena jalanan yang cukup lenggang membuat Gua bisa menyalip beberapa kendaraan lain yang ada di depan. Malam takbiran ini, akan Gua buat menjadi malam terakhir untuk bajing*n itu mendengar suara takbir di dunia.

"Zaa..",
"Jangan kebut-kebutan..",
"Istigfar...", ucap Echa sambil memegang lengan kiri Gua yang mengendalikan handling.

"Tenang..",
"I'm safety driver Sist..", ucap Gua sambil tersenyum tanpa menoleh kearahnya.

Singkat cerita Gua sudah berada di dekat warung tenda roti bakar. Gua hentikan si Black beberapa meter dari kerumunan muda-mudi yang asyik duduk di pinggir jalan sebrang warung rotbak itu.

"Yang mana orangnya ?", tanya Gua sambil tetap fokus kepada sekumpulan muda-mudi diluar sana.

"Yang pakai kemeja ungu..", jawab Echa.

"Oh..",
"Kamu tunggu sini aja Teh..",
"Apapun yang terjadi kamu siap-siap aja di bangku kemudi..",
"Transmisinya tiptronic kok",
"Mudah ngemudiinnya..", ucap Gua sambil membuka pintu di sisi kanan Gua.

"Tunggu..", Echa menahan tangan kiri Gua.
"Jangan bawa itu..",
"Jangan berlebihan Za..", ucapnya kini sambil menatap benda di genggaman tangan kiri Gua.

"Kamu gak liat itu teman-temannya banyak ?",
"Bisa mati konyol aku Teh kalo gak bawa ini..",
"Udah tenang aja, nikmati pertunjukkannya..", jawab Gua sambil tersenyum.

Echa tetap menahan lengan kiri Gua, lalu menggelengkan kepala. Kelamaan kalau gini caranya...

Cuupp... Gua cium keningnya lembut.

"Santai aja sayang..",
"Everything is under-control...",
"Just take a breath slowly, and i will show you the best revenge tonight...", ucap Gua sambil melepaskan genggaman tangannya.

Gua tutup pintu kemudi setelah keluar dan memastikan Echa sudah berpindah ke bangku kemudi.

Lalu gua berjalan santai menuju sekumpulan muda-mudi di depan sana, kunci inggris Gua sembunyikan dibalik lengan kiri dengan memasukkannya ke bagian sweater di tangan itu.

Gua lihat ada enam orang yang sedang asyik mengobrol. Camilan seperti kacang kulit, bir botol, piring bekas roti bakar sudah berserakan di depan mereka. Rupanya ada pesta kecil disini. Biar Gua buat meriah sekalian bersama malam takbiran terakhir untuk Bajing*n itu.

Si Bajing*n sudah melirik kearah Gua dengan dua orang temannya, yang lain masih asyik mengobrol tanpa menyadari kehadiran Gua di dekat mereka.

"Ada apa Bos ?", tanya si Bajing*n ketika Gua sudah berdiri tepat di depannya.

Posisi mereka semua duduk berjejer, Gua tepat berdiri di depan si Bajing*n dengan jarak yang sangat dekat, si Bajing*n pun sampai memundurkan tubuh ketika Gua mendekatinya lagi.

"Oi, ada perlu apa Lu ?!", teriak teman disebelahnya.

Mata Gua hanya fokus menatap wajah si Bajing*n. Tidak Gua perdulikan temannya itu. Lalu, tanpa sedikitpun ucapan yang Gua keluarkan, Gua menyeringai kepada si Bajing*n.

DUUAGH!!.. Lutut kanan Gua tepat menghantam dagunya dengan keras.

hantaman lutut Gua membuatnya terjungkal kebelakang, ditambah posisinya yang sedang duduk diatas trotoar jalan. Semakin mudah saja bagi Gua untuk menghabisinya.

Baru saja Gua akan menerjangnya lagi, temannya yang berada di sisi kanan Gua bangkit, tapi sayang, dia kalah cepat dengan reflek Gua, sebelum temannya mendorong tubuh Gua, kunci inggris ditangan kiri ini sudah Gua ayunkan kearahnya.

Bugh.. tepat mengenai pipi kanannya.

Gua langsung menengok ke sisi kiri, menatap tajam temannya yang lain. Dan kampret momen pun terjadi. Gua kira sisa empat orang yang masih sehat wal afiat itu akan berdiri dan mengeroyok Gua. Tapi..

"Sa.. Saya enggak tau apa-apa Bang...", ucap salah satu temannya yang masih duduk dengan wajah pucat pasi.

"Iya Bang... kita enggak tau apa-apa.. Sum.. Sumpah...", timpal teman yang duduk disebelahnya.

Sisa dua orang teman lainnya hanya melongo tanpa bisa mengucapkan apa-apa. Kamprrreeeeeettttt... Enggak ada perlawanan sama sekali ini ma! Syit!.

Gua maju menghampiri si Bajing*n yang tergeletak diatas trotoar, tak ada pergerakan sedikitpun. Gua tendang pinggangnya tanpa tenaga. Masih diam.
Wah bajirut, jangan bilang udah mokat duluan nih anak.

Gua menengok kebelakang, Gua lihat temannya yang terkena kunci inggris masih menggelapar kesakitan di jalan, dua teman lainnya menghampiri dan membantunya berdiri, tapi si pesakitan itu malah meraung-raung menahan perih sepertinya. Dua orang teman lainnya mendekati Gua. Gua ambil posisi siap-siap menghajar mereka.

"Sabar Bang Sabar...",
"Kita enggak cari ribut..",
"Kita cuma mau nanya masalahnya..",
"Ada masalah apa Evan dengan Anda Bang ?", tanya salah satu diantara mereka berdua.

"Temen Lu yang Bajing*n ini udah kasar sama Kakak perempuan Gua...",
"Kalo Lu berdua enggak percaya..",
"Tuh, mobil hitam disebrang sana..", Gua tunjuk si Black dari sini,
"Liat langsung wajah Kakak Gua..", jelas Gua lagi.

Mereka berdua menengok kearah si Black, lalu menengok lagi kearah Gua.

"Abang adeknya Elsa ?", tanyanya lagi.

"Iya!", jawab Gua tegas.

Itu kedua temannya, langsung meminta maaf kepada Gua. Lalu Gua diajak ngobrol sebentar oleh salah satunya. Teman satunya mendekati si Bajing*n dan meminta tolong teman lainnya untuk menggotong si Bajing*n. Ternyata si Bajing*n sudah siuman, tapi nampaknya masih belum 100% pulih, dirinya masih kesakitan dengan mata yang terpejam, lalu dibawa pergi entah kemana bersama ketiga temannya dengan menggunakan mobil mereka, akhirnya Gua tau dia dibawa ke rumah sakit.

Gua masih disini, bertiga. Dua temannya menjelaskan kelakuannya si Bajing*n selama ini.

"Gua udah kasih tau Evan Bang..",
"Jangan kasar ke cewek...",
"Perilakunya dari dulu begitu..", jelas si Cupu 1. (Anggaplah namanya itu).

"Nah! kenapa Lu biarin tuh temen Bajing*n Lu begitu terus..",
"Sikat sekali-kali dong! Jangan cuma lewat omongan doang!",
"Sekarang korban kekerasannya makin nambah kan ?!",
"Akhirnya Kakak Gua yang kena juga sekarang!", lanjut Gua emosi.

"Maaf Bang, kita emang enggak pernah berantem fisik.. Enggak pernah begitu..", ucap si Cupu 2 kali ini.

Wah ngehe bener, Cupu semua ini. Jawaban macam apaan kayak gini!

Gua yang masih geram kepada kedua Cupu ini, sampai tidak menyadari kehadiran Echa. Yap, Echa ternyata sedang berjalan kearah kami bertiga. Kalau tidak kedua Cupu di samping Gua ini berdiri dan melihat Echa, mungkin Gua pun sudah menoyor kepala mereka berdua.

"Sa...",
"Wajah mu di cakar Evan ?!!", tanya si cupu 1.

Gua langsung mengeplak kepala belakang Cupu 1.

"Enggak usah sok manis Lu!", bentak Gua.

"Ma.. Maaf Bang...", ucapnya sambil tertunduk.

"Bilang sama Evan, jangan deketin Aku lagi ya Bud..", ucap Echa kepada si Cupu 1, mungkin namanya Budi atau Bubud, bodo amatlah,
"Kalau sampai dia berani nunjukin mukanya lagi dihadapan aku",
"Aku laporin kelakuannya ke Papah Ku..", lanjut Echa.

Si Cupu 1 dan 2 hanya mengangguk cepat lalu meminta maaf kepada Echa. Meminta maaf atas perlakuan temannya yang Bajing*n itu. Dan meminta maaf kepada Gua juga.

"Sampe Gua denger Kakak Gua nangis lagi karena si Bajing*n, Lu semua juga enggak akan selamat!!", ancam Gua sambil menunjuk mereka berdua dengan kunci inggris.

Bubar jalan. Ya sudah begitulah akhirnya, gak asyik. Kurang gereget kalo kata Bang Mad-Dog ma. Kalau dipikir, Gua beruntung sih, mereka semua enggak ada yang berani melawan, satu temannya yang terkena hantaman tadi pun bukan niat menghajar Gua, tapi hanya ingin mendorong Gua. Sisanya ? Ya udah ente baca sendiri kan ?. Kalo ditanya ada orang lain disekitar situ ? pasti ada. Cuma yang sempat Gua lihat hanya orang-orang yang keluar dari warung rotbak dan nonton doang, enggak ada yang memisahkan ataupun ikut campur.

...

Gua kembali mengemudikan si Black, tentunya berniat menuju rumah Echa. Kami berdua masih dalam perjalanan pulang.

"Mau ke rumah sakit dulu Teh ?", tanya Gua.

"Enggak usah, ini udah di obatin tadi sore sama Bibi..", jawabnya pelan.

"Maaf ya Teh, tapi untung lukanya cuma dua garis tipis...", ucap Gua lagi sambil menengok sekilas menatap pipi kanannya itu.

"Iya..",
"Perih dipipi ini enggak seberapa sakit",
"Tapi perih di hati yang sakit banget..", jawabnya lagi.

Gua menghela napas kasar, tangan kiri Gua membelai lembut atas kepalanya.

"Maaf...", ucap Gua.

"Untuk ?", tanyanya sambil menatap Gua.

"Maaf udah lalai ngejagain kamu..", ucap Gua kali ini penuh sesal.

Gua melirik kearahnya, Echa hanya tersenyum dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Maaf juga Teh..", lanjut Gua.

"Untuk apa lagi ?".

"Maaf karena gak jadi bikin si Bajing*n itu enggak bisa ngeliat matahari esok pagi...", jawab Gua sambil tersenyum.

"Iih.. Apaan sih ah..", ucapnya sambil mencubit pipi Gua pelan,
"Aku enggak suka kamu berantem terus Za..",
"Walaupun aku tau itu semua karena kamu belain aku..",
"Tapi balas dendam belum tentu nyelesaiin masalah kan ?",
"Kalau dia enggak terima, pasti nanti jadi saling balas dendam, dan enggak beres-beres masalahnya...", lanjut Echa.

"Ya kalau dia mau sih silahkan..",
"Aku ma ayo ajaa...",
"Ha ha ha ha..", jawab Gua santai lalu tertawa.
"Eh.. Aww.. Aaww.. Ampuuun Teeeh.. Aaww", Gua meringis dan menggeliat karena perut Gua sudah dihujami cubitan manjahnya.

Bukannya berhenti, Echa kini malah menusuk-nusuk perut Gua dengan jari telunjuknnya, otomatis Gua semakin menggeliat, mana bahaya kan Gua lagi nyetir.

"Teeh..",
"Udaaah... Ampuun Teeh..",
"Bahaya Oiii... Aku lagi nyetir ini..", ucap Gua sambil tetap menepis tangannya yang semakin jahil.

"Biariiiinn...",
"Abisnya nyebeliinn..", ucapnya dengan nada jutek yang dibuat-buat.

"Kok nyebelin ?", tanya Gua lagi ketika tusukkan jarinya sudah berhenti.

"Iya nyebeliin..", ucapnya lagi,
"Aku nya gak dijagain lagi..", ucapnya dengan wajah kesal.

...

"Kangen dijagain kamu kayak waktu kita kecil dulu..", kali ini nada suaranya berbeda, nyaris tidak terdengar.

Gua menengok kearahnya, wajahnya tertunduk, kedua tangannya dikatupkan diatas pahanya, lalu jemarinya bermain-main dengan ujung sweater putih yang ia kenakan.

Gua merasa bersalah lagi. Apa yang dia katakan benar. Di SMP Gua tidak begitu dekat dengannya, dan di SMA malah Gua buat dia menangis. Sekarang, Gua malah semakin jauh dengannya. Gua jahat banget. Apakah ini waktunya untuk Gua menjaganya lagi ? Seperti saat kami kecil dahulu ?, namun jika sekarang Gua harus menjaganya... Haruskah dengan hubungan yang lebih dari sekedar sahabat masa kecil ? Lebih dari sekedar Kakak-Adik ?.

"Kok diem ?", tanyanya memecahkan keheningan diantara kami.

Gua tersenyum, lalu Gua usap bahu kanannya perlahan, dan sekarang Gua buka seat-belt yang melingkar ditubuhnya. Echa mengerenyitkan kening menatap Gua. Kemudian sambil tersenyum, Gua tarik lengannya perlahan..

Gua dekap tubuhnya, kepalanya Gua sandarkan di dada ini, Gua usap lembut rambutnya. Lalu Gua kembali fokus dengan jalanan yang sepi ditengah malam takbiran ini...

"Aku janji akan jagain kamu lagi mulai sekarang...", ucap Gua.

"Yakin ?", tanyanya dengan wajah yang masih bersandar di dada ini.

"Yakin", jawab Gua dengan keyakinan sepenuh hati.

Lalu tangannya melingkar ke pinggang Gua. Dan wajahnya yang mengarah ke handling mobil, kini sudah dibenamkan ke dada Gua.
Diubah oleh glitch.7 23-03-2017 17:42
3
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.