Kaskus

Story

User telah dihapusAvatar border
TS
User telah dihapus
YES, I’M A BISEXUAL
Index:
Introduction
Chapter 1
Chapter 1.5
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5

=========================================================================
Introduction

Ok, dari judulnya mungkin semua udah bisa menebak kalo ini adalah another LGBT story di forum ini. And yep, it’s true. Jadi, untuk warga disini yg mungkin ‘alergi’ dengan cerita2 macam tersebut, dengan segala kerendahan hati gue, gue meminta untuk skip bacanya aja. Tapi kalau emang masih ada yg penasaran ya silahkan saja dibaca, hehe.

Well, cerita ini adalah cerita personal gue. 95% terjadi berdasarkan kisah nyata, 5% dengan sedikit perubahan buat menyamarkan identitas orang2 yg ada di cerita ini.

Tujuan gue untuk menceritakan pengalaman pribadi yg ‘dianggap’ sebagai perilaku menyimpang ini sebenernya simple aja. Hanya untuk SHARING. Gue gak memaksa untuk masbro dan mbaksis disini untuk menerima kaum LGBT, dalam konteks ini khususnya untuk para bisexual. Dan gue juga yakin jika para kaskuser disini semuanya adalah orang berpendidikan. Jadi daripada menghujat menggunakan kata2 kasar, ada baiknya buat memilih kata2 lain yg bisa kaskuser gunakan untuk menanggapi cerita gue ini. Cheers~ emoticon-Angkat Beer

Nama gue Marshall (tentu bukan nama sebenarnya), 23 tahun, karyawan swasta. Gue termasuk ke dalam spesies cewek ganteng atau at least julukan itu yg biasa teman2 gue sematkan untuk gue. Gue sendiri sebenernya nggak pernah keberatan mau dipanggil cantik atau ganteng, selama itu adalah hal yg positif gue selalu anggap itu sebagai pujian. Gue berperawakan lumayan tinggi untuk ukuran cewek, 166 cm dan berbadan bongsor menjurus kekar hasil dari rutin ngegym dan olahraga. Well, I’m very concern with health you know!

Ngomongin soal LGBT, pasti gak bisa dijauhkan dari yg namanya lingkungan dan agama. Jadi gue berikan penjelasan singkat mengenai latar belakang keluarga dan lingkungan gue. Yah… sekedar untuk memberikan gambaran dari keseluruhan cerita sih.

Gue lahir dan besar di kota kecil provinsi Jawa Tengah. Gue datang dari keluarga, yah… yang bisa gue akui sebagai OKB alias orang kaya baru. Gue anak terakhir dari dua bersaudara. Dari lahir memang gue sudah beragama Islam, tapi tentu aja bukan Islam KTP dong. Melainkan Islam KTP, SIM, KK, ijazah, dll. Lol, just kidding but not really. Abang gue sekarang masih menyelesaikan studi S1 nya. Bokap gue orang Jawa asli dan bisa dibilang datang dari keluarga priyayi yang masih memegang teguh adat kejawen. Jadi memang di keluarga bokap gue tidak begitu diajarkan agama Islam secara mendalam. Malah bokap gue baru rajin beribadah beberapa tahun belakangan ini. Sedangkan nyokap gue adalah orang Jatim yg besar di lingkungan homogenous, dimana semua penduduknya beragama Islam. Hmm, bisa dibilang sebagai lingkungan santri lah ya. Nyokap gue pun juga dulu sekolahnya di MTS dan MI, jadi ya bisa dibayanginlah seperti apa. Tapi sayangnya nyokap gue ini hanya paham agama di permukaannya aja. Kenapa gue bisa bilang gitu? Karena beliau masih dengan mudahnya percaya dg broadcast message gak jelas terutama jika ada yg ngutip ayat alquran nya. Heleh…

Dari kecil memang gue dan abang gue sudah dididik keras ala militer dan dibiasakan untuk bersikap prihatin. Bisa dimaklumi karena sebagian dari keluarga besar gue berkecimpung di dunia militer. Bahkan gue pernah memutuskan untuk daftar ke militer, walaupun gak lulus karena masalah administrasi. Dari masa kecil yg bisa gue ingat, keluarga gue hanyalah keluarga menengah biasa yg pada saat itu kedua orang tua gue tengah berusaha untuk memperbaiki taraf hidup. Bokap gue kerap bolak-balik ke kota besar tempat dimana dia bekerja, sedangkan nyokap gue kerja untuk pemerintah yg hampir setiap harinya berangkat pagi - pulang sore dan terkadang malampun masih harus balik lagi ke kantornya. Bahkan pada weekend pun nyokap sering harus bekerja, apalagi jika ada hari libur nasional. Holiday? Apa itu holiday?

Bisa dibilang gue dan abang gue adalah anak pembantu. Dimana masa kecil kita lebih banyak dihabiskan bersama dg mbak pembantu. Meskipun memang sering banyak gonta-ganti karena pada gak betah kerja di rumah kita. Mainly karena kita berdua sangat nakal. Tahulah gimana nakalnya anak2 yg kurang kasih sayang dan suka menarik perhatian orang lain dengan cara menjadi badung.

Hubungan gue dan orang tua gue memang tidak dekat. Bahkan jika ada masalah, gue lebih memilih untuk memendam masalah itu sendiri. Pernah beberapa kali gue mencoba curhat tapi ujung2nya selalu gue yg kena marah dan disalahkan. Pokoknya menurut mereka intinya gue kalo ada masalah itu akibatnya karena gue sendirilah. Sebagai anak kecil yg masih labil, siapa yg gak bete coba kalo dibegitukan terus? Sedangkan hubungan gue dengan abang gue pun juga sama aja, gak terlalu dekat. Abang gue selalu menganggap gue sebagai adik cewek yg annoying, yg selalu ngikutin dia kalo dia main. Dia pun juga selalu memperlakukan gue kayak anak cowok, dimana dia gak akan segan buat mukul atau nendang gue, jika gue melakukan hal yg buat dia kesal. Well, disini secara tidak langsung perilaku gue pun mulai terbentuk menjadi lebih boyish/tomboy. Teman2 gue di rumah pun juga kebanyakan anak cowok dan gue juga sering main permainan yg seharusnya dimainkan oleh anak2 cowok macam sepak bola, main2 di kali, mancing, manjat pohon, main PS, tamiya, gasing dll. Well, gue juga ada sih temen2 cewek dan gak jarang juga kok gue main sama mereka. Mainannya pun juga sangat girly macam masak2an, rumah2an, lompat tali, dan permainan cewek tahun 90an lainnya. Uniknya, gue cocok2 aja kok main kedua jenis permainan tersebut.

Ok balik ke keluarga gua. Dalam ilmu psikologi, sebenernya keluarga kita bisa dikategorikan sebagai broken home. Memang perceraian itu tidak pernah ada (hampir terjadi sih sebenarnya), tapi masing2 dari anggota keluarga tidak menjalankan peran masing2 sebagaimana mestinya. Personally, puncak dari ketidakharmonisan keluarga gue muncul ketika gue masih SMP. Seperti yg udah gue ceritakan sebelumnya, bokap gue dulu kerja di luar kota sampai kurang lebih gue kelas 4 SD (yg ini gue lupa2 ingat). Bokap gue ikut kena PHK masal dari perusahaan tempat dia kerja, dan sempat kesulitan mendapat pekerjaan lagi karena memang umurnya sudah tua (bokap gue baru menikah umur 36 tahun, dan nyokap gue masih umur 23 tahun). Kemudian bokap memutuskan untuk buat usaha sendiri. Sempat berjalan mulus tapi hanya beberapa tahun aja, karena usahanya gagal dan kami bangkrut. Dari sinilah pertengkaran2 antara bokap-nyokap gue makin sering terasa. Karena memang waktu bikin usaha tersebut, dananya sebagian besar dari tabungan nyokap gue yg notabene karirnya masih lebih mulus ketimbang bokap. Imbasnya berpengaruh ke anak2nya. Kami seringkali kena lampiasan amarah dari mereka (khususnya nyokap) tiap kali mereka berselisih paham. Padahal masa ketika gue beranjak SMP ini adalah masa2 yg sangat kritis dalam hidup gue.

-continue to chapter 1-
Diubah oleh User telah dihapus 17-03-2017 21:59
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
23.8K
81
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread1Anggota
Tampilkan semua post
User telah dihapusAvatar border
TS
User telah dihapus
#59
so sorry banget lanjutan updatenya mesti ketunda lama emoticon-Frown
sebagai gantinya ini gue kasih lanjutan chapter 5 yg puanjaaaang banget (semoga gak bosen ya bacanya, hehe emoticon-Big Grin), sebenernya sih ini gabungan dari chapter 6. tapi gak papalah buat bonus kalian para pembaca setia. enjoy!! emoticon-Angkat Beer

=========================================================================

CHAPTER 5

Memasuki masa UAS tentu aja kita udah mulai focus buat persiapan ujian nanti masing-masing. Gue biasanya lebih sering menghabiskan waktu buat belajar bareng dengan teman2 gue yg lainnya. Sedangkan Lita lebih sering belajar sendiri, karena dia bilang lebih bisa konsentrasi kalo belajar sendiri. Terkadang malemya gue samperin dia buat sekedar belajar bareng sebentar, tapi ya ujung2nya ‘ritual’ juga. Meskipun gak lama seperti biasanya, tapi gue akui kalo gue cukup addicted dg ‘ritual’ kita itu. Yah… udah kayak dopping buat melepas stress sesudah dan menjelang ujian sih. Padahal setiap kali gue balik ke kamar gue, yg ada dipikiran gue adalah perasaan bersalah. Gue merasa kalo gue mau pacaran sama Lita semata2 hanya untuk memuaskan nafsu gue dan gue tahu betul udah seharusnya gue stop. Gue gak bisa terus2an bohong cuma buat mau enaknya aja padahal gue gak ada perasaan sama sekali dengan Lita.

Lepas seminggu masa UAS, kebetulan besoknya kita gak ada ujian. Jadi bisa santai2 dulu sebentarlah walaupun cuma sehari. Waktu itu pas Ana sedang main ke kost kita juga dan setelah kita ngobrol2 sebentar, Lita mulai ngantuk dan dia akhirnya tertidur. Well, gue pikir ini adalah saat yg tepat untuk minta tolong Ana buat membantu gue biar bisa putus dari Lita. Lalu gue ajaklah Ana keluar dari kamar Lita dan ngobrol di balkon dekat kamarnya.

“Apaan Shall? Kok pakai ngumpet-ngumpet gini?” Tanya Ana.
“Jadi gini Na, kayaknya gue butuh bantuan lu deh.”
“Bantuan apaan? Pasti gue bantu kok kalo gue bisa.”
“Hmm, Lita ada cerita sama lu gak?”
“Cerita soal apa?” Ana mulai penasaran.
“Cerita kalo… aduh, gimana bilangnya ya? Tapi lu janji jangan bilang Lita dulu ya.”
“Udah cerita aja, gue bisa pegang janji kok. Beneran deh.” Setelah gue pikir emang udah gak ada jalan lain biar kita berdua putus jadi ya mau gak mau gue memang sudah saatnya minta bantuan Ana. Tanpa kata-kata, gue menunjukkan bekas merah2 di pangkal leher gue. Well pasti dia tau dong itu bekas apa. Setelah dia lihat bekas itu dia cuma bisa bengong dan kaget. “Itu… Lita yg bikin?” tanya Ana dengan nada yg masih gak percaya.
“Iya… jadi lo udah ngerti gimana kan sekarang?” Ana mengangguk. “Jadi gini Na, sebenarnya gue sadar betul kalo ini tuh gak bener dan gue pengen mengakhirinya. Beberapa kali gue berusaha ngejauhin Lita tapi dia kelihatannya benar2 gak mau kalo kita putus. Lu tau kan kalo kemarin2 Agus pernah ngajakin Lita jalan? Itu sebenernya gue yg suruh Agus buat sering2 ngajakin dia jalan. Aslinya sih ya biar hubungan kita berdua merenggang dan akhirnya gue jadi punya alasan buat mutusin dia karena ada cowok yg ngedeketin dia. Secara, itu pasti jauh lebih normal kan?”
“Ok2, gue ngerti Shall maksud lo gimana. Terus kalian udah berapa lama pacaran?”
“Udah sekitar sebulanan ini sih.”
“Terus lo butuh bantuan gue kayak gimana? Buat bilangin ke Lita biar dia mau putus sama lo?”
“Ya kurang lebih gitu sih Na, tapi menurut gue mending lu pancing2 dia buat ngaku dulu kalo kita ini pacaran. Baru setelahnya lu seolah2 menyadarkan dia kalo hubungan kita berdua ini salah. Ya intinya pelan2 gitu lah ngomonginnya. Gue takut kalo nanti Lita malah jadi down lagi kalo lu langsung straight to the point. Ngerti kan maksud gue?”
“Iya Shall, gue ngerti kok. Nanti deh habis UAS gue coba ajak dia pergi kemana gitu baru gue coba bilangin. Lu juga balik ke rumah kan ya?”
“Iya… thanks banget ya Na. Gue benar2 udah gak tau lagi mesti gimana.” Disaat percakapan kita itu selesai, terdengar suara pintu terbuka dari kamar Lita.
“Eh Lita, udah bangun lo. Gue lagi cerita ke Marshall soal Chris yg rese kemarin tuh. Lo inget kan yang dia….” Selanjutnya Ana pura2 mengalihkan pembicaraan kita biar Lita gak curiga dan hari itu berakhir dengan kita ngobrol2 sampai larut malam. Well, gue berharap kali ini rencana gue benar2 berhasil. Hopefully so…

***

Final test finished and time for holiday! Hari terakhir UAS gak ada kegiatan yg special sih buat gue dan teman2 sekelas. Biasanya kita cuma hangout kemana gitu dan ngobrol2 gak jelas sampai sore. Banyak teman2 gue yg dari luar pulau Jawa udah booking tiket pesawat untuk sehari sesudah UAS. Yah karena mendekati natal juga sih yg pasti harga tiket jadi gila2an saat itu. Oh iya berhubung kampus kita ini yayasan Katholik jadi udah pasti dong liburan semester ganjil akan jadi lama banget. Ada lah itu sampai dua bulan masa liburan kita. Dari bulan Desember sebelum natal sampai nanti akhir bulan Februari masuknya. Asyik banget kan? Hahaha.

Sore setelah nongkrong dengan teman2 kita semua akhirnya balik ke kost masing2. Yah buat packing2 besok lah, gue juga biasanya sehari setelah UAS langsung balik ke rumah kok. Karena jarak rumah dengan kota dimana gue merantau cuma sekitar 1,5 jam, jadi biasanya gue naik motor baliknya. Lumayan lah sambil lihat2 pemandangan di jalan, hahaha. Waktu gue pulang, gue lihat kamarnya Lita masih nyala. Hmm, kayaknya dia belum pulang deh padahal gue udah sengaja lama-lamain nongkrong sama temen2 gue biar dia pulang duluan. Well, gue samperin lah dia ke kamarnya karena gue tahu dia pasti belum pulang karena nungguin gue.

“Lita, kamu masih di kost? Aku pikir kamu udah dijemput.”
“Papaku lagi ada kerjaan Shall, jadi baru bisa jemput nanti malem. Katanya biar sekalian keluar sama adekku.”
“Oh gitu ya.” Gue duduk di kasurnya dan disamping dia.
“Shall… aku gak mau liburan.” Dia langsung memeluk gue manja dan nyenderin kepalanya di bahu gue.
“Lho, kok gitu? Aku malah pengen banget buru2 liburan biar bebas tugas kuliah, hahaha.” Aslinya sih biar gue bisa ngejauhin dia.
“Kan kalo liburan kamu pasti pulang, jadi kita gak bisa ketemu. Nanti aku pasti bakal kangen banget sama kamu.” Dia makin memeluk gue erat.
“Hahaha, iya sih. Tapi ya gimana Lit, kalo kelamaan disini aku juga gak ada duit lagi. Lagipula kamu juga pasti gak bisa jalan keluar kan?”
“Iya juga sih… tapi nanti aku cari2 waktu deh buat jalan sama kamu. Ya? Aku bisa mati nih kalo lama gak ketemu kamu.” Lihat ekspresinya yg manja ini jujur aja membuat gue sempat luluh dan sisi emosional gue sempat berpikir biar gue ngebatalin rencana gue dg Ana. Tapi untungnya secepat kilat pikiran itu hilang dan sisi rasional gue mengambil alih. Gue harus tetap jalankan rencana gue.
“Hahaha, sampai ketemu semester depan ya sayang.” Gue elus2 kepalanya dan dia masih tetap memeluk gue erat2.
Nggak lama kemudian hapenya berdering, rupanya papanya yg telpon karena udah sampai di depan kost kita. Lita pun langsung pamit ke gue buat pulang. Nggak lupa dia juga peluk dan cium gue. Well, untuk terakhir kalinya… Mungkin.

***

Liburan semester telah berlalu, saatnya bagi gue buat balik merantau lagi. Well semester ini nilai gue drop abis, ya gak lain dan gak bukan karena terlalu banyak konflik kemarin. Tentunya juga gak bisa dipungkiri karena gue kebanyakan pacaran. Dengan mengemban misi buat memperbaiki IP di awal tahun 2013 ini, gue bertekad kalo semester ini bakal bener2 fokus buat belajar. Kebetulan semester ini bisa dibilang semester yg paling hectic selama gue menjadi mahasiswa. Selain udah mulai persiapan buat ngerjain skripsi, ada juga kita harus bikin project semacam drama play performance gitu. Ditambah di akhir semester gue juga udah daftar buat ikut KKN, waktu itu gue cuma berharap aja semoga gue masih bisa tetap bertahan hidup. Sepanjang perjalanan gue di atas motor hanya tenggelam dengan pemikiran2 itu. Salah satunya yg bikin gue juga penasaran adalah soal rencana gue minta tolong ke Ana. Well, selama liburan dia gak ada kasih kabar apa2 ke gue soal rencana itu. Guepun juga gak ada tanya2 sih.

Sampai di kost, masih sepi sih karena belum banyak juga yg pada balik. Yah sebenernya gue juga cepet2in balik merantau karena nggak betah di rumah. Yah you know lah kenapa. Waktu gue jalan melewati kamar Lita, gue lihat kamarnya udah kosong. Untuk memastikan lagi, gue membuka pintu kamarnya dan benar aja. Kelihatannya dia udah pindah.

Setelah menaruh barang2 bawaan gue di kamar, gue langsung sms Ana buat memastikan lagi. Dan dia confirm kalo dia sudah meyakinkan ke Lita buat putus dari gue dan sekarang dia balik ke rumahnya, jadi gak ngekost lagi. Yup, berjalan sesuai rencana. Mendengar kabar itu ada separuh perasaan gue yg merasa lega, tapi separuhnya lagi seperti kayak gak rela melepas gitu aja. Well, at that time I was just hoping that it will be the best choice for us.

Beberapa hari kemudian, udah masuk masa buat kita KRSan. Biasanya sih sebelum input makul yg mau kita ambil, kita dikumpulin dulu satu kelas buat menerima wejangan dari dosen pembimbing akademik kita. Dan saat itu adalah pertama kalinya gue ketemu Lita lagi setelah kita putus. Yah, meskipun kata putus itu gak ada terucapkan secara langsung tapi sepertinya semuanya udah cukup jelas.

Pagi itu gue datang seperti biasa mepet sebelum jam masuk dan gue lihat temen2 gue udah pada datang dan gue langsung aja gabung sama mereka. Gue lihat Lita belum datang ke kelas, tapi Ana udah nampak. Jujur aja gue waktu itu sangat nervous kalo misalnya berpapasan dengan dia. Gue gak bisa ngebayangin ekspresi seperti apa yg dia tunjukkan.

Selang beberapa saat kemudian, Lita datang masuk ke kelas dg ekspresi yg sangat2 datar bahkan nyaris tanpa emosi. Yang gue lihat dari dia waktu itu ekspresinya seperti percampuran antara sedih, kecewa, marah, dan depresi yg begitu kuat. Well, gue gak bisa menahan diri gue buat gak menatapnya. Begitu kita ada eye contact dia langsung memalingkan mukanya dari gue. Jujur aja, sebenernya gue gak pernah menyangka tatapannya bakal sebegitu benci ke gue. Entah apa yg udah dibilang Ana ke dia, tapi yg pasti gue tetap harus meyakinkan diri gue kalo itu adalah keputusan yg tepat. Gak ada yg perlu disesali sama sekali.

Beberapa hari setelah pertemuan pertama kita itu, gue mulai memantapkan diri buat move on. Entah kenapa pasca gue putus dengan Lita, gue merasa semacam ada confident booster dari diri gue. Gue mulai sedikit merubah penampilan gue dari yg biasanya ke kampus cuma pakai kaos atau polo shirt gue ubah dg memakai kemeja atau padu padan pakai cardigan / blazer. Rambut gue yg tadinya panjang sebahu gue potong pendek model boyband kpop yg lagi ngehits saat itu. Pokoknya penampilan gue benar2 berubah drastis deh dari sebelumnya. Temen2 dekat gue juga pada bertanya2 kok tiba2 aja gue berubah gitu, mana berubahnya juga malah jadi makin ganteng bukan makin feminim. Yah… gue sih ngelesnya ya cuma mau ganti suasana aja. Padahal sebenernya ada cerita besar dibaliknya.

Selain penampilan, gue juga merasa sepertinya gue perlu membentuk badan gue biar gak cuma bongsor doang tapi juga lebih berbentuk yg bagus. Kebetulan di dekat kost gue ada tempat ngegym yg baru buka dan ada juga promo buat membershipnya. Gak tanggung2 gue langsung daftar membership selama 3 bulan. Tanpa disadari, entah kenapa naluri gue malah semakin menjadi kecowok2an. Berkat rutin ngegym, jadilah sekarang bahu gue makin bidang (enak buat bersandar emoticon-Big Grin) dan perut mulai berbentuk roti sobek meskipun cuma slightly doang sih, hahaha.

***

Beberapa bulan setelah gue menjalani rutinitas gue yg baru, mulailah gue merasa kalo kegiatan yg gue jalani ini sedikit membosankan. Mungkin setelah gue pernah merasakan pacaran makanya gue mulai merasa kalo jadi jomblo gini ngenes juga ya lama2, hahaha. Tibalah pada suatu waktu, saat itu kita ada tugas untuk bikin semacam talkshow dan giliran kelompoknya Lita buat presentasi talkshow mereka. Gue lupa apa temanya, tapi yg pasti waktu itu dia berperan jadi psikiater and she looks gorgeous at that time. Dia memakai pakaian ala wanita kantoran yg rapi banget, gue masih inget benar dia pakai semacam blus warna krem dan rok hitam. Rambutnya diiket ala bun rapi keatas, banyak teman2 gue yg terkagum2 akan penampilannya. Yah, gak terkecuali Agus yg sepanjang presentasi bengong gitu ngelihatin Lita.

Setelah presentasi itu berlalu, mulailah gue punya pikiran nakal buat ngedeketin dia lagi. Yah… mungkin gue juga lagi bosan aja dan kayak butuh limpahan kasih sayang dari orang lain. Gue gak mau sok suci, jujur aja gue juga ada merindukan buat bisa ml lagi sama dia. Gue sadar sih, lama-kelamaan gue semakin berubah menjadi lebih manly banget. Gak cuma dari penampilan, tapi juga dari nafsu gue buat bercinta yg menggebu2 ini. Lalu tibalah suatu malam, gue iseng2 sms dia. Hanya sebatas say hello sih, dan jawabannya kurang lebih gini.

“Ini siapa? Marshall ya? Kamu maunya apa sih, kenapa hubungin aku lagi?” dari isi smsnya gue menyimpulkan kalo dia udah menghapus nomer handphone gue.
“Gak ada sih Lit, aku cuma mau tanya kabar kamu aja. Habis selama di kampus kita jadi bener2 kayak orang gak kenal gini, hehe.”
“Kamu tuh sebenarnya maunya apa sih? Masih kurang kah kamu minta bantuan Ana buat bilang ke aku biar kita putus? Sekarang kamu malah nyariin aku lagi. Mau berantem aja kah? Sini aku tungguin kamu besok jam 6 sore di belakang kelas.”
“Aku gak mau berantem sama kamu, aku cuma mau ngomong baik2 aja kok. Ok besok kita ketemu ya.”


Setelah pesan singkat itu, tibalah besoknya buat ketemu sama dia di waktu dan tempat yg udah dia tentukan. Dia sms gue kalo udah sampai di tempat dan gue pun segera menyusul. Well, tempat ketemuan kita ini semacam tempat buat mahasiswa nongkrong gitu. Jadi ada beberapa pondok yg ada meja bulat dan beberapa kursi di sekelilingnya. Berhubung itu sudah malam dan gak ada lampu penerangan di sekitar tempat itu jadinya ya udah gak ada lagi mahasiswa yg nongkrong di situ. Sepi banget deh pokoknya, cahaya lampu pun cuma ada dari lorong bangunan kelas aja. Disitu gue udah lihat dia nunggu sendirian disana. Ketika gue hampirin dan menyapa dia, dia langsung mendatangi gue dan memukul gue di pelipis. Gue sempat gak bisa membuka mata gue beberapa saat, karena pukulannya cukup keras. Dan ketika gue mulai bisa menemukan keseimbangan gue, dia lanjut menendang perut gue. Lumayan keras sih, tapi karena dulu gue pernah ikut ekskul karate jadi ya semacam udah terbiasa kena tendangan macam gitu. Gue gak melakukan perlawanan sama sekali, karena gue tahu gue jauh lebih kuat dari dia. Dan jika gue bales dia, bisa jadi malah dia yg terluka parah. Waktu tenaganya udah mulai melemah, gue pegang kedua tangannya erat2 sampai dia benar2 gak punya tenaga buat ngelepasinnya. Sebenernya bisa aja di posisi itu gue banting dia, tapi gue gak tega karena kemungkinan dia bakal kena cedera serius. Lalu gue lempar tangannya and yelling to her.

“Siapa yg ngajarin kamu kayak gini? Siapa yg buat kamu berubah jadi kasar kayak gini!?” Dia cuma terdiam sejenak dan gak mau menatap gue.
“Kenapa kamu gak mau bales aku? Aku kan ngajak kamu berantem!”
“Iya aku tahu kamu ngajak aku berantem, tapi aku kesini buat ngajak kamu bicara baik2. Berantem gak akan menyelesaikan segalanya Lit!” Dia cuma terdiam kali ini dia cuma menatap ke bawah aja, “kalo kamu emang belum puas mukulin aku, sini kamu pukulin aku aja lagi. Aku gak bakal ngelawan kok. Biar sampai kamu puas ngeluapin emosi kamu baru itu kita bisa bicara. Kamu nih bukan kayak Lita yg aku kenal!”

Lagi… dia cuma terdiam dan mematung begitu aja. Gue tarik tangan kanannya dan ngarahin ke pipi gue biar dia lanjutin pukulannya. Tapi dia langsung menarik tangannya, duduk jongkok dan menangis sejadi2nya. Well, terus terang gue sama sekali gak menduga kalo reaksinya bakalan kayak gitu. Gue ikut mendekati dia dan memegang bahunya, “ayo kita duduk disana aja dulu, baru nanti kalo emosimu udah stabil kita bicara baik2.” Tanpa perlawanan dia pun mengikuti ajakan gue tanpa melepas tangan gue yg sedang merangkul bahunya.

Setelah beberapa saat, dia mulai tenang dan berhenti nangis. Lalu gue yg memulai pembicaraan, “udah tenang? Bisa sekarang kita ngobrol?” dia menganggukkan kepalanya. “Ok Lit, aku tahu dan paham betul kamu pasti bener2 marah sama aku. Aku mengaku salah karena lagi2 aku udah bikin kamu kecewa. Aku akui caraku memang salah buat meminta putus dari kamu tapi gak ngomonge secara langsung ke kamu, tapi kamu pasti paham kan maksudku gimana? Jujur aja aku merasa aneh dengan hubungan kita sekarang, dari yg tadinya kita ini dekat banget tapi sekarang malah kayak orang yg gak kenal satu sama lain.”

“Terus mau kamu gimana?” tanya Lita masih sambil sesenggukan menahan tangisnya.
“Ya aku maunya simple aja sih, kita lupakan semua yg udah terjadi kemarin dan memulai hubungan baru. Ya hubungan yg lebih sehat tentunya.” Dia hanya terdiam aja. “Gimana Lit? Kalo kamu gak bisa gak papa kok, gak usah dipaksa.”
“Kalo emang itu mau kamu yaudah aku ngikut kamu aja.”
“Beneran?”
“Iya… yg penting kamu gak bikin aku sakit hati lagi aja.” Well, tampang betenya malah terlihat menggemaskan bagi gue. Gue pun reflek aja mengelus kepalanya sama seperti waktu kita pacaran dulu. “Shall… aku masih sayang sama kamu.” Gue menghentikan tangan gue yg lagi mengelus kepalanya dan terkaget gak menyangka kalo dia rupanya masih aja sayang sama gue. Setelah apa yg udah gue lakukan ke dia.
“Setelah aku berulang kali bikin kamu sakit hati, kamu masih aja sayang sama aku?”
“Iya… aku keinget kata2nya Ana dulu. Dia bilang kalo orang yg udah pernah bikin kita sakit hati banget sebenernya adalah orang yg benar2 kita sayangi.”
“Terus… kamu gak papa kalo kita sekarang cuma temenan aja?”
“Sebenernya aku maunya lebih dari itu Shall, aku masih sayang sama kamu. Seberapa kerasnya aku coba buat benci sama kamu, tapi tetep aja gak bisa.” Mendengar pengakuan jujurnya tentu aja gue seperti mendapatkan kesempatan emas buat ngedapetin dia lagi.
“Kamu beneran masih mau pacaran sama aku lagi?”
“Iya, aku maunya gitu. Tapi kalo kamu maunya kita temenan aja, yaudah gak papa. Aku ikutin kamu aja. Aku cuma mau kamu tahu aja, kalo aku nih masih sayang sama kamu.”
“Tunggu Lit, kamu buat aku bingung nih sekarang.”
“Bingung kenapa?”
“Ya aku nggak nyangka aja kalo ternyata kamu masih sayang sama aku, setelah aku sebrengsek itu sama kamu.”
“Kamu… sebenernya masih sayang sama aku gak sih?”
“Jujur, masih. Tapi aku tahu kalo itu salah, makanya aku mau berhenti.”
“Terus kenapa kamu kontak aku lagi?” Pertanyaannya mengingatkan lagi tentang keinginan gue yg sebenarnya.
“Lita… kamu beneran masih mau pacaran sama aku lagi?”
“Iya, aku masih mau kok.”
“Ok, kalo emang kamu masih mau pacaran sama aku lagi kamu sanggup nggak buat rahasiakan hubungan kita ini dari siapapun. Cukup kita berdua aja yg tahu.” Raut mukanya terlihat kaget dengan apa yg gue ucapin barusan. Lalu dia terdiam sebentar dan terlihat berpikir keras dengan apa yg gue tawarkan ke dia.
“Iya aku bisa kok.”
“Beneran Lit?” Dia hanya mengangguk. “Makasih ya, aku pikir aku bakalan kehilangan kamu selamanya.” Gue gombalin dikitlah biar hatinya berbunga2. Setelah itu kita memutuskan untuk menjalin hubungan kembali yg benar2 backstreet dimana kita harus berpura2 gak kenal pas di kampus dan baru bisa bermesra2an kalo situasinya sudah aman. Bahkan dia juga berjanji ke gue gak bakal cerita hal ini sama sekali ke Ana. Waktu saatnya kita pulang, gue tarik tangannya dan langsung memeluk dia. Anehnya dia cuma terdiam dan nggak membalas pelukan gue.
“Shall… ini bukan mimpi kan?”
“Bukan, Lita. This is real, 100% real. We are together again.”

-continue to next chapter-
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.