dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah 2: Challenge Accepted




Cover By: adriansatrio


Cerita ini didasari oleh pemikiran otak gue yang banyak orang enggak suka, malah kebanyakan menghujat. Awalnya gue risih juga, otak juga otak gue, kenapa orang lain yang ributin. Tapi aneh bin nyata, enggak tau kenapa, lama-kelamaan gue malah suka setiap kali kena hujat. Nah, demi mendapat hujatan-hujatan itulah cerita ini dibuat. WARNING: 15TAHUN+

Spoiler for QandA:


"Bukannya apatis ato apa, gue cuma males urusan sama hal-hal yang mainstream. Buat lo mungkin itu menarik, buat gue itu kayak suara jangkrik. Kriik... Krikk... bikin geli."
-Calon wakil ketua LEM-


Explanation

Spoiler for Index:
Diubah oleh dasadharma10 15-09-2017 10:22
alejandrosf13
anasabila
imamarbai
imamarbai dan 7 lainnya memberi reputasi
6
374.3K
1.4K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.2KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#964
PART 46

"Lo bilang kalo aplikasi ini cuma bisa nangkep yang deket, kan?"
"Iya, ini gue atur biar cuma dapet dua puluh kilo meter dari sini."
"Kalo dua puluh meter berarti dia di Jogja, dong?" tebak gue. "Iya, kan?"
"Iya juga, sih."
"Kalo gitu berarti bener perkiraan gue." Gue keluarkan hape dan menekan nomor Inah, "Diem-diem main ke Jogja, enggak bener nih anak."
"Lo mau ngapain?"
"Mau telepon adek guelah."
"Jangan dimarahin, Wi."
"Biarin, dia adek gue, bukan adek lo."
"Tapi kan dia calon gue."
"Ngarep lo?"
"Ya... bisa aja, kan?"

Kalo bener perkiraan gue, Inah bener-bener udah kelewatan. Main ke Jogja tanpa pamit dan juga tanpa kasih kabar. Gimana kalo ternyata dia udah pamit sama nyokap tapi nyokap lupa kasih kabar ke gue? Enggak, itu enggak mungkin. Nyokap masih muda, kepala empat masih terlalu dini buat pikun.

Bayangin aja, main enggak pamit, enggak jelas tujuannya, enggak jelas juga sama siapa, bahkan enggak jelas juga dia udah ngapain aja. Kalo aja tadi Peppy enggak mainan aplikasi minder, mana mungkin gue tau kalo dia main sampe Jogja.

Sekali gue telepon, enggak diangkat. Dua kali gue telepon, masih enggak diangkat. Gue telepon sekali lagi, masih tetep enggak diangkat juga. Dari telepon Inah, gue pindah telepon ke nyokap.

'Halo? Assalamualaikum, Ma?'
'Waalaikumsalam, Wi.'
'Inah dimana, Ma?'
'Lagi di Bogor, liburan di rumah temen kampus, weekend ceria katanya.'
'Coba mama telepon, deh. Diangkat enggak? Dawi telepon enggak diangkat soalnya.'
'Ya, bentar.'
'Ini jangan ditutup, mama telepon lewat telepon rumah aja.'

Terdengar sekilas suara nyokap ngobrol sama Inah di telepon. Percakapannya biasa, layaknya percakapan ibu-ibu paruh baya menanyakan kabar anak gadisnya pada umumnya.

Dan yang paling penting, baru telepon pertama langsung diangkat, kenapa waktu gue yang telepon enggak dia angkat? Apa dia sengaja enggak mau angkat?

'Halo, Wi?'
'Ya, Ma?'
'Diangkat, kok.'
'Coba suruh angkat telepon Dawi, Ma.'
'Udah, kamu telepon langsung aja. Mama udah bilang kalo kamu mau telepon dia.'
'Yaudah, makasih, Ma.'
'Kenapa emangnya, Wi?'
'Nanti mama tanya anaknya sendiri aja, assalamualaikum​.'
'Waalaikumsalam.'

Setelah nyokap gue nyuruh Inah buat angkat telepon gue, dering pertama langsung diangkat sama dia.

'Halo, Kak?'
'Lo dimana, Nah?'
'Di Bogor.'
'Oh... di Bogor, ya?'
'Iya, Kak.'
'Gue pesen barang di Bogor buat mama, bisa lo temuin enggak yang jual? Jadi enggak perlu pake ongkos kirim kalo lo yang bawa.'
'Jangan Mutlah, Mut sibuk banget.'
'Oh... liburannya sesibuk itu, ya.'
'Iyalah.'
'Udah ke Malioboro belum? Taman Sari? Apa pasar Bringharjo?'
'M-maksud kakak? Itu semua kan di Jogja.'
'Ya emang itu semua di ue Jogja.'
'Terus? Apa hubungannya sama Mut? Mut kan di Bogor—'
'Gue tau lo di Jogja,' potong gue. 'Lo ngaku apa gue bikin ngaku?'

Baru gue tembak kata-kata Jogja, terdengar keributan di seberang sana.

'Tuh kan! Ketahuan sama kakak gue! Lo sih dibilangin enggak percaya!'
'Ya bukan salah gue, dong!'
'Sekarang gimana, nih?! Bantuin gue, dong!'
'Yaudah, lo ngaku aja, Mut!'

Ribut, bener-bener ribut gede. Kalo gue denger-denger dari suara temennya kayaknya ada temen cowok dan ada temen ceweknya juga.

'Heh!' bentak gue.
'I-iya, Kak?'
'Share location, gue jemput lo sekarang!'

Setelah Inah mengirim lokasi dia, gue segera membayar minuman gue.

"Pinjem mobil lo, Pep."
"Mau kemana lo?"
"Jemput Inah."
"Gue boleh ikut?" tanyanya menyerahkan kunci. "Ikut, ya?"
"Enggak, ini urusan kakak sama adek." Gue serahkan kunci motor gue, "Kalo sejam gue belum balik, lo ke kosan gue aja."

Dari share location Inah, gue dapet satu lokasi yang letaknya enggak jauh dari jembatan Lempuyangan. Sesampainya di depan tempat itu, gue baru sadar kalo itu kosan cowok.

Ngapain Inah di kosan cowok? Jangan-jangan dia di culik?! Enggak, tadi sewaktu gue telepon dia jawabnya santai, selain itu back soundnya juga suara temen-temennya mana mungkin di culik. Lagipula siap juga yang mau culik dia, bukannya untung malah buntung.

"Nah!" teriak gue dari depan kosan. "Turun lo!"

Beberapa warga kosan itu keluar dari kamarnya. Ada yang cuma pake celana kolor, pake handuk seputing, ada juga yang ditutupin kardus.

"Nah! Gue udah di depan!"

Gue tendang pintu gerbang sampe terbuka dan berjalan masuk memeriksa tiap kamar. Sewaktu gue lagi memeriksa tiap kamar, gue disamperin sama salah satu orang yang kayaknya pentolan di kosan itu, karena mukanya paling tua.

"Cari siapa, Mas?"
"Cari adek gue."
"Adek?"
"Iya, adek cewek."
"Tapi ini kosan cowok."
"Ya maka dari itu, gue cariin disini."
"Oh...."
"Nih... lihat," kata gue menunjukkan layar hape. "Share location dia disini."
"Oh..., mungkin—"
"Dah...," potong gue. "Aku mau cari dia lagi."

Pintu pertama gue buka, ada cowok cuma pake handuk. Tanpa dosa segera gue tutup lagi. Pintu kedua gue buka, ada cowok dengan tangan berada di dalam sarung. Mukanya kelihatan capek dan bulir-bulir keringat terciprat kemana-mana. Pintu ketiga gue buka, ada dua orang lagi berdiri berpelukan, tapi dua-duanya cowok.

"Woe! Jangan buka sembarangan!"
"So-sorry, gue salah kamar.."

Sampe pintu terakhir gue enggak menemukan Inah.

"Gimana, mas?"
"Belum ketemu."
"Mungkin di kosan—"
"Kosan lain? Mana ada, orang share locationnya disini."

Baru sebentar gue ngobrol sama itu mas-mas, Inah telepon.

'Halo, Nah?'
'Halo, Kak? Kakak dimana?'
'Di kosan yang lo kasih tadi.'
'Mana? Kok kamu enggak ada?'
'Ini gue lagi ngobrol sama mas-mas kosan di depan.'
'Mas-mas kosan? Mana ada.'
'Kosan cowok masa iya enggak ada mas-masnya?'
'Kosan cowok? Kosan cewek kali. Tapi kata temen Mut emang satu komplek sih sama kosan cowok, belakang kosan ini ada kosan cowok katanya.'

Mampus! Jangan-jangan gue salah masuk kosan?! Gue masuk udah terlanjur nendang gerbang kayak preman, teriak-teriak kayak Anglingdharma cari musuh, sampe bukain kamar kayak hansip, tapi ternyata salah kosan? Apa kata dunia?!

"Ada?"
"Eh?"
"Ada enggak adek lo?" tanya mas-mas itu dengan nada tinggi. "Ada enggak?!"
"Ka-katanya sih salah kosan."
"Salah kosan?!"
"Gu-gue pamit." Gue lari ngibrit dari kosan itu, "Yang tadi maafin ya, Bro!"
"KEEJAAAARRRR!" teriak mas-mas yang cuma pake handuk. "JANGAN KASIH LEPAS!"
JabLai cOY
JabLai cOY memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.