dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah 2: Challenge Accepted




Cover By: adriansatrio


Cerita ini didasari oleh pemikiran otak gue yang banyak orang enggak suka, malah kebanyakan menghujat. Awalnya gue risih juga, otak juga otak gue, kenapa orang lain yang ributin. Tapi aneh bin nyata, enggak tau kenapa, lama-kelamaan gue malah suka setiap kali kena hujat. Nah, demi mendapat hujatan-hujatan itulah cerita ini dibuat. WARNING: 15TAHUN+

Spoiler for QandA:


"Bukannya apatis ato apa, gue cuma males urusan sama hal-hal yang mainstream. Buat lo mungkin itu menarik, buat gue itu kayak suara jangkrik. Kriik... Krikk... bikin geli."
-Calon wakil ketua LEM-


Explanation

Spoiler for Index:
Diubah oleh dasadharma10 15-09-2017 10:22
alejandrosf13
anasabila
imamarbai
imamarbai dan 7 lainnya memberi reputasi
6
374.3K
1.4K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.2KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#927
PART 45

Siang ini gue enggak ada kuliah. Seperti biasanya, setiap hari Sabtu gue selalu bangun siang dan begitu bangun langsung membaca manga one piece. Biasanya gue baca di ruang tamu kosan, tentunya diiringi lagu yang gue puter di kamar, yang kedengeran sampe ruang tamu.

Sayangnya kali ini berbeda, otak gue enggak mau diajak fokus buat baca manga. Kepala gue terasa berat dan pandangan mata gue lama-kelamaan terasa kabur. Dada gue sesak dan perut gue terasa perih banget.

"Apa semalem gue lupa makan, ya?" gumam gue.

Sewaktu gue lagi meratapi nasib kelaperan karena lupa makan, ada sebuah mobil yang tiba-tiba parkir di halaman kosan. Pucuk dicita ulam pun tiba, Disti dateng ke kosan membawakan sarapan.

"Disti? Kok kamu pagi-pagi udah kesini?"
"Aku bawain kakak sarapan," jawabnya duduk di sofa sebelah gue. "Kakak belum makan, kan? Ini aku beliin nasi Padang."
"Yah... kirain batagor."
"Yakali pagi-pagi sarapan batagor."
"Namanya juga ngarep, Dis."
"Kamar di kunci enggak?"
"Enggak," jawab gue membuka nasi bungkus.

Santai, belajar dari pengalaman dimana Disti yang tiba-tiba minta main ke kosan, sekarang gue sedikit bersihan. Celana gue gantung, baju kotor di keranjang dan buku rapi pada rak. Enggak perlu khawatir lagi kalo Disti tiba-tiba dateng.

Baru gue makan nasi gue tiga suapan, tiba-tiba gue keinget tisu bekas semalam belum gue bersihin. Buru-buru gue lari ke kamar dengan membawa nasi bungkus.

Di depan pintu kamar, gue dikejutkan dengan Disti yang udah tiduran di kasur, memeluk guling dan menghadap tembok. Kamar gue masih dalam keadaan yang sama, tisu basah masih berserakan pada tempatnya.

Diam-diam gue memasuki kamar, pelan-pelan gue singkirkan tisu-tisu itu. Karena tangan kanan gue membawa nasi bungkus, gue fokuskan tangan kiri gue untuk membersihkan semuanya.

"Kak Dawi!" teriak Disti mengangetkan gue.

Saking kagetnya, nasi bungkus terlempar dari tangan gue. Nasi yang berwarna kuning karena kuah masakan Padang meluncur bebas kesana-kemari. Potongan Rendang yang sempat gue kira lengkuas berputar-putar di kamar gue. Daun singkong yang baru gue makan setengah terbang layaknya Batman ketika membuka jubahnya, "I'm flying, Dude! I'm flying!"

Semuanya jatuh, ke karpet, yang dua hari yang lalu baru gue laundry.

"A-apa, Dis?" tanya gue memegangi jantung. "A-apa?"
"Kakak ngagetin aku, tau!"
"Kamu lebih ngagetin aku!"

------------------------

Setelah membersihkan nasi Padang yang baru setengah gue makan, gue ajak Disti ngobrol di ruang tamu.

"Kamu kenapa, deh? Dateng-dateng langsung nyosor kasur, mana ada orang masuk juga enggak sadar."
"Gagal fokus, Kak," jawabnya nyengir. "Aku kangen bau kakak."
"Ba-bau?!"
"Iya, kakak tuh baunya ngangenin."
"Oh...."
"Nah... kakak ngapain masuk ke kamar? Bukannya makan di luar malah ikutan masuk."
"A-anu, bersihin tisu."
"Tisu apaan?"
"Itu enggak penting."
"Terus kenapa enggak kakak ketok pintu?"
"Itu kan kamarku sendiri, masa iya harus ketok pintu?"
"Tapi kan di dalemnya ada orang."
"Yaudah, deh... maaf."
"Jangan-jangan...."
"Udah, ya... aku udah minta maaf."
"Jangan-jangan kakak mau mesum!"
"Mana ada, orang aku cuma bersihin tisu."
"Ya... siapa tau, kan?"
"Enggak inget? Kemarin aja kamu yang ngebet."
"Eh... enak aja!"
"Enggak inget?"
"Hehehe...."

Sore itu, sewaktu Disti minta main ke kosan gue terpaksa menerimanya. Pertama kalinya kamar kosan gue kemasukan cewek, semuanya mendadak berubah.

Ya, kita berdua kerja bakti bersihin kosan. Emang dasar guenya yang males dan jorok, segala macam barang bercampur tidak pada tempatnya. Kertas ujian di rak sepatu, mangkok mie ayam di lemari baju, bahkan sampe handuk basah masuk ke kolong tempat tidur.

"Kakak jorok!"
"Namanya juga laki, Dis."
"Ini bukan joroknya laki lagi, tapi joroknya aki-aki pikun tujuh turunan, bahkan mungkin lebih!"
"Lebay," gumam gue.
"APA?!"
"Eng-enggak!"

Ya... sore itu yang gue bayangkan bakal pacaran malah dipake buat bersih-bersih kandang. Kamar gue juga, sih! Kotor di waktu yang salah!

-----------------------------

Malam harinya, gue keluar sama Peppy. Kita berdua nongkrong di kafenya kembang karena gue lagi ngidam minum 'death bleu'. Kenapa enggak keluar sama Disti? Apakah gue homo? Bukan. Namanya juga mahasiswa, pacaran enggak harus malem minggu.

"Lo hari ini enggak ada kuliah, Wi?"
"Enggak."
"Di kosan doang?"
"Iyalah."
"Kok surem, ya?"
"Surem pala lo!"
"Ye... pagi sampe malem di kosan apa namanya kalo enggak surem?"
"Gue emang di kos," jawab gue mengaduk 'death bleu'. "Tapi enggak sendirian."
"Maksud lo?"
"Disti main ke kosan."
"Serius lo? Bukannya kalian belum jadian?"
"Dibilang kalo gue enggak mau pacaran."
"Tapi kok dia mau? Kalo dipikir-pikir enak juga ya jadi lo, pacaran enggak tapi gebetan dimana-mana."
"Sembarangan kalo ngomong, gebetan gue siapa? Cuma Disti doang."
"Ah... tetep aja enak."
"Terserah, deh."
"Ngomong-ngomong si Disti kan pernah ke kamar lo, nih. Lo pernah belum ke kamar dia?"
"Ah... rahasia."
"Si bangke pake rahasia segala, pasti udah, kan?"
"Ya... menurut lo?"
"Iri gue, Wi. Lo yang belum jadi apa-apanya Disti aja udah pernah ke kamarnya." Peppy meletakkan kepalanya di atas konter, "Gue yang pacaran hampir setengah tahun aja belum pernah masuk kamarnya Grace."
"Mbuurrrff!"
"Lo kenapa, Wi?" tanya Peppy memperhatian, "Kok keselek?"
"Eng-enggak."
"Kamarnya Grace pasti wangi banget ya, Wi?"
"I-iya, pasti wangi banget."

Bangke, kalo sampe salah ngomong bisa-bisa gue ketahuan kalo pernah ke kamarnya Grace juga. Waspada, gue harus tetap waspada!

"Kalo bayangin kayak gitu, gue jadi makin betah sama Grace, Wi. Tapi kalo hari-hari biasa gue lebih sering bosen sama dia."
"Bosen? Maksud lo?"
"Ya... bosen," jawab Peppy santai. "Kayak pengin putus."
"Oh...."
"Kalo lagi bosen gue suka mainan ini, nih." Peppy menunjukkan layar hapenya, "Aplikasi Minder, geser kanan kalo suka, kiri kalo enggak suka. Ada bintangnya juga, kalo dipencet nanti mereka tau kalo kita suka sama mereka."
"Hmmmh...."
"Bagusnya ini cuma nyari yang di sekeliling Kita, Wi. Kalo jauh enggak ketangkep sama aplikasinya."
"Bodo, gue enggak minat mainan begituan."

Sewaktu gue lagi ngobrol sama Kembang, tiba-tiba Peppy lompat-lompat kegirangan menatap layar hapenya.

"Eh... ternyata dia masih suka sama gue!"
"Siapa?"
"Bu-bukan siapa-siapa!"
"Siaapaaaaaaa...?!" Gue rebut hape Peppy, "Cakep, nih. Yah... lumayan juga selera lo."
"I-iya cakep."
"Eh... tapi lo nyadar enggak? Bantal lehernya mirip kayak punya gue, jaketnya juga sama."
"I-iya mirip."
"Namanya... Mut Mainah?! Tunggu! Bukannya ini adek gue?!"
JabLai cOY
JabLai cOY memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.