dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah 2: Challenge Accepted




Cover By: adriansatrio


Cerita ini didasari oleh pemikiran otak gue yang banyak orang enggak suka, malah kebanyakan menghujat. Awalnya gue risih juga, otak juga otak gue, kenapa orang lain yang ributin. Tapi aneh bin nyata, enggak tau kenapa, lama-kelamaan gue malah suka setiap kali kena hujat. Nah, demi mendapat hujatan-hujatan itulah cerita ini dibuat. WARNING: 15TAHUN+

Spoiler for QandA:


"Bukannya apatis ato apa, gue cuma males urusan sama hal-hal yang mainstream. Buat lo mungkin itu menarik, buat gue itu kayak suara jangkrik. Kriik... Krikk... bikin geli."
-Calon wakil ketua LEM-


Explanation

Spoiler for Index:
Diubah oleh dasadharma10 15-09-2017 10:22
alejandrosf13
anasabila
imamarbai
imamarbai dan 7 lainnya memberi reputasi
6
374.3K
1.4K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.2KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#901
PART 44

Setelah sekian lama gue berusaha meminta dukungan dari kubu Grace, akhirnya mereka mau memberikan suara mereka dengan sukarela. Usaha gue berjalan dengan mulus, begitu juga usaha Tommy.

"Surat suara terakhir!" seru panitia membuka kertas suara. "Muhdawi - Tommy!"

Para panitia segera melakukan penghitungan. Gue deg-degan? Jelas. Seleksi awal ini menyingkirkan tujuh pasangan dari sepuluh pasangan terdaftar, yang berarti kemungkinan gue buat maju ke pemilihan akhir cuma tiga puluh persen.

Entah nasib gue lagi baik atau gimana, secara mengejutkan surat suara buat gue dan Tommy menang tipis atas pasangan urutan keempat. Menurut penghitungan akhir seleksi awal jumlah suara kita termasuk tiga besar. Strategi Tommy terbukti ampuh karena pasangan calon lain yang udah lama dan lebih berpengalaman di LEM tertinggal dua suara dari kita. Gue yang bisa dibilang termasuk mahasiswa apatis dan enggak diperhitungkan mendapat suara yang lebih tinggi dari yang lain.

"Kalo kayak gini caranya, besok diputaran final kita pasti menang, Tom!" kata gue merangkul Tommy.
"Seneng boleh, tapi jangan ceroboh, Wi."
"Santai aja gue enggak bakalan ceroboh." Gue goyang-goyangkan bahu Tommy, "Senyum dululah."
"Iyaaaaa... nih gue senyum," ucap Tommy memasang muka senyum yang dipaksakan.
"Idih...." Gue lepas rangkulan di bahu Tommy, "Enggak cocok banget sama muka judes lo."
"Itu enggak penting." Tommy menyerahkan sebuah brosur. "Daripada senyum-senyum, mending lo baca itu brosur."

Spoiler for BROSUR:


Gue pahami dua peraturan itu baik-baik. Poin pertama bermakna kalo gue dan Tommy diperbolehkan bertukar posisi, yang artinya bisa aja Tommy yang jadi ketua dan gue yang jadi wakilnya.

Sedangkan poin kedua memiliki arti kalo salah satu calon entah itu ketua atau wakilnya bisa digantikan oleh siapa saja, yang berarti memungkinkan pasangan lain untuk koalisi dengan pasangan yang sudah gugur.

"Poin pertama enggak penting, yang paling penting poin kedua."
"Pasangan lain bisa koalisi, kan?"
"Iya, itu yang perlu kita waspadai. Kita enggak mungkin koalisi sama yang lain, kalo gue digantiin orang lain pasti pendukung gue enggak bakalan dukung lo. Begitu juga sebaliknya, kalo lo yang mundur pasti pendukung lo enggak bakalan dukung gue."
"Iya, gue paham. Terus sekarang rencana lo gimana?"
"Kita jatuhin mereka satu-persatu."
"Jatuhin mereka?"
"Iya, kita halangin mereka biar enggak ada yang koalisi, Gimanapun caranya."
"Ah... lo kayaknya sedikit berlebihan, deh."
"Ini namanya ambisi, Wi! Laki itu harus kayak gini kalo mau sampe puncak!"
"Bukannya ambisius itu jelek—"
"Lo mau jadi ketua LEM, enggak?!" potong Tommy.
"Iya, gue mau."
"MAU ENGGAK?!"
"IYA MAU!"
"Bagus! Itu baru yang namanya ambisi yang kuat!"

Selesain menyaksikan penghitungan suara di lobby kampus, gue berniat langsung balik ke kosan. Awalnya gue berniat mengajak Tommy buayt pulang bareng, tapi karena motor kita di tempat parkir yang berbeda terpaksa kita berpisah.

Jujur, gue sebenernya enggak terlalu berminat buat jadi ketua LEM. Pada dasarnya gue maju cuma gara-gara gengsi sama Disti. Kalo pun Tommy yang jadi ketua dan gue yang jadi wakilnya pun buat gue juga enggak masalah. Yang penting, gue enggak boleh kalah dari Arin.

Baru gue mikirin Arin sewaktu jalan ke parkiran, kita malah ketemu di depan ruang dekanat.

"Selamat, ya, Wi!" ucap Arin menyalami gue.
"Iya, Rin. Selamat juga buat lo."
"Udah ketebak sih sebenernya, pasti kita bakalan ketemu di final."
"Iya, semangat terus pokoknya. Ngomong-ngomong pasangan lo itu ketua LEM kita yang sekarang, ya?"
"Iya, Wildan pengin maju lagi."
"Oh...."
"Kamu tau enggak kalo sebelumnya dia mau maju sama siapa?"
"Siapa?"
"Wakilmu."
"Siapa? Tommy?"
"Iya."
"Masa, sih?"
"Iya... dulu tuh mereka satu pikiran, gitu. Tapi gara-gara ada salah paham malah jadi musuhan, Wildan juga sih yang sok berkuasa."
"Oh... gitu."
"Drama anggota LEM gitulah, Wi."

Sekarang gue tau kenapa Tommy ambisius kayak gini. Ini pasti dia jadiin ajang pembuktian ke Wildan kalo dia mampu buat ngalahin Wildan. Ya... gue paham, ini bukan lagi masalah ambisius apa bukan, ini masalah kebanggaan, ini masalah man's pride.
JabLai cOY
JabLai cOY memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.