Perang
Quote:
“Teo...”, kata Rathi menatapku
“maaf Lun, aku ga sengaja”, kataku mencoba berdiri namun Luna menahanku
“gantian”, katanya
Akupun menggenggam kedua tangan Luna dan Luna mendapat gilirannya. Nafas Luna mulai terasa cepat, lalu akupun menghentikan kegiatan kami.
“ayo bangun”, kataku sambil menarik Luna
Luna pun bangun dan dia langsung mendorongku ke sofa, Luna menduduki pahaku.
“Lun...”, kataku
“aku mau sama kaya Rathi”, lalu Luna merangkulkan tanganku di perutnya. Lalu aktivitas yang tertunda di lanjut kembali. Setelah itu Luna langsung memelukku
“kamu kenapa?”, tanyaku
“ga”, jawabnya singkat
“ngomong Lun”, kataku
“aku cemburu liat kamu hari ini sama Rathi”, Luna menatapku dan meneteskan air mata
“keliatan banget sayangnya kamu sama dia, aku tau kalau aku udah terima, tapi aku ga bisa bohong kalau aku cemburu yang”, lanjutnya
Aku yang mendengar itu langsung mengusap air matanya dan mencium lembut keningnya. aku tidak tau apa yang benar-benar Luna rasakan, tapi bisa kubayangkan sakitnya seperti apa.
“aku ga tau harus gimana Lun, tapi...”, belum selesai aku bicara
“bang Teo...”, kata pak Jono yang terhenti
Kamipun langsung membetulkan posisi kami.
“a..ad...ada apa pak?”, tanyaku agak gugup
“ada telepon dari rumah”, kata pak Jono
Akupun bergegas ke telepon. Aku di beritahukan kalau nanti pulang kunci di simpan di tempat biasa, Violet dan orangtuaku pergi sebentar, bibi sudah pulang dari sore. Setelah menerima telepon pak Jono merangkul leherku.
“hei anak muda”, kata pak Jono
“eh, pak. Maaf pak tadi...”, kataku
“saya sudah tau dari papahnya non Rathi hubungan bang Teo, jadi kalau sama saya santai. Bu Irna juga tau, Cuma kalau ada orang lain di jaga ya bang”, katanya
“iya pak, sekali lagi maaf”, kataku
Lalu pak Jono pergi menemui bu Irna di dapur. Akupun mengahmpiri Luna yang masih duduk di sofa
“apa kata orang rumah?”, tanya Luna
Akupun menjelsakan semuanya termasuk apa yang pak Jono bilang.
“maaf ya aku tadi berlebihan”, kata Luna
“aku juga lun, hampir aja”, kataku sambil tersenyum
Kamipun berbincang ringan sampai akhirnya memutuskan ke kamar Rathi. Sesampainya disana dia terlihat sedang tidur. Ku pegang dahinya sudah tidak terlalu demam. Luna tiduran di samping kanan Rathi aku duduk di sampiang kiri. Akupun memuruskan pulang setelah melihat mereka tertidur. Keesokan harinya di sekolah. Tidak terlalu banyak kegiatan, Rathipun masih istirahat di rumah, dan Luna selalu menemaniku kemana-mana. Hari berikutnya Rathi baru masuk sekolah kami mulai bertiga lagi. Masalah di mulai minggu depan setelah upacara.\
Hari ini senin, dimana pelajaran sudah full di mulai. Sat upacara di umumkan bahwa kegiatan ekskul dilakukan setiap hari sabtu dan minggu, jadi hari biasa kita fokus di pelajaran, sebenarnya hari sabtu tetap ada mata pelajaran namun sampai jam 10 pagi, sisanya ekskul. Selesai upacara kamipun masuk di kelas, dan mata pelajaran pertama adalah b.inggris untuk meningkatkan conversation kami guru b.ing bernama pak Josh membuat kelompok b.ing.
“hari ini bapak mau bikin kelompok, dari 40 siswa bapak bikin jadi 8 kelompok, masing-masing kelompok ada 5 orang, bapak yang menentukan kelompoknya siapa aja. supaya ga ada yang protes”, kata pak Josh
Lalu pak Josh membuka lembar absen, dia mulai memanggil nama-nama yang ada di sana. Sampai akhirnya pak Josh menentukan anggota kelompok 4.
“kelompok 4, Teostra, Vivi, Ali, Rathi, Luna. Kelompok selanjutnya”, lanjut pak Josh
Akupun melihat Rathi dan Luna. Mereka tersenyum namun terpaksa.
“sekarang kalian duduk perkelompok, buat dikusi”, kata pak Josh
Ali langsung menghampiri kami, namun Vivi terlihat masih duduk di bangkunya.
“sini Vi”, kata Ali
“eh iya”, kata Vivi
Kamipun sudah menata bangku agar bisa berlima, aku berada di antara Luna dan Rathi sedangkan nAli dan Vivi berada di depan kami bertiga.
“kita mau bikin apa nih?”, tanya Ali
“ga tau deh Li”, kataku
Suasana menjadi tegang, karena ketiga wanita ini hanya diam, saat di tanya mereka hanya bilang “terserah”, akhirnya aku memutuskan untuk membuuat percakapan singkat tentang kegiatan sehari-hari. Lalu masalah pun muncul
“aku ga suka dialognya”, kata Rathi
“kenapa Thi?”, tanya Ali
“bagian ini gua ga suka Li”, kata Rathi menunjuk 1 percakapan antara aku dan Vivi
“semuanya kan harus ngomong Thi, ini udah adil bagiannya”, kata Ali
“tapi gua ga suka”, kata Rathi ketus
“kamu juga ga suka kan Lun?”, tanya Rathi ke Luna
Luna pun mengangguk
“terus lu maunya gimana Thi?”, tanya Ali
“gini aja”, Rathi mengganti percakapanku dengan Vivi menjadi percakapanku dengannya, lalu Ali dengan Vivi
“nih”, kata Rathi
“masa gini sih Thi, lu ngobrol bertiga, gua berdua. Jangan dipisah gini Thi”, kata Ali
“udah lah Li gini aja” kata Rathi
Ali pun melihat ke arahku, aku hanya mengangkat bahuku. Luna pun hanya diam saja. Akhirnya di putuskan kita menggunakan yang di tulis oleh Rathi