- Beranda
- Stories from the Heart
Misteri Posko KKN
...
TS
kiara00
Misteri Posko KKN
Percaya atau tidak, setiap tempat itu ada
penunggunya. Kita diharuskan untuk meminta izin
ketika memasuki setiap tempat baru.
Memang terdengarnya seperti sesutu yang mustahil.
Tapi jika tidak meminta izin maka keusilan sang
penunggu akan membawa petaka.
Index
Pembekalan KKN
Pemberangkatan
Daerah Terpencil
Sambutan Selamat Datang
Izin Pulang
Rumah
Kesurupan
Teror Pertama
Berunding
Penampakan
Nyanyian Di Tengah Malam
Lingsir Wengi
Amarah
Teror Kedua
Tidur Tapi Tak Tidur
Serangan
KuntilAnak
Hilang
Pencarian
Gadis Cantik
Santap Malam
Rute Pencarian
Berpikir
Hutan Pinus
penunggunya. Kita diharuskan untuk meminta izin
ketika memasuki setiap tempat baru.
Memang terdengarnya seperti sesutu yang mustahil.
Tapi jika tidak meminta izin maka keusilan sang
penunggu akan membawa petaka.
Index
Pembekalan KKN
Pemberangkatan
Daerah Terpencil
Sambutan Selamat Datang
Izin Pulang
Rumah
Kesurupan
Teror Pertama
Berunding
Penampakan
Nyanyian Di Tengah Malam
Lingsir Wengi
Amarah
Teror Kedua
Tidur Tapi Tak Tidur
Serangan
KuntilAnak
Hilang
Pencarian
Gadis Cantik
Santap Malam
Rute Pencarian
Berpikir
Hutan Pinus
Diubah oleh kiara00 12-03-2017 13:22
0
51.3K
291
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
kiara00
#113
[Kuntilanak]
Akhirnya aku bisa bernafas lega saat dua
kuntilanak itu menghilang. Aku mulai
membereskan notebookku dan berusaha
mengatur nafasku.
Sedikit demi sedikit nafasku mulai normal,
wajahku pun mulai kembali biasa tidak lagi pucat
seperti tadi. Kedatangan kuntilanak tadi benar-
benar membuat jantungku berdegup kencang dan
wajahku berubah menjadi pucat pasi.
Aku melihat kalender di handphoneku, ternyata
aku sudah hampir 3 minggu berada disini.
Rasanya itu adalah waktu yang sangat panjang dan
penuh perjuangan. Tinggal beberapa hari lagi KKN
berakhir, tapi apakah kami bisa pulang dan
terlepas dari semua kejadian disini?
Perlahan aku pejamkan mataku mengingat semua
yang telah terjadi. Rasanya ini bagai sebuah
mimpi, bagaimana aku tiba-tiba terbuang jauh
kesini, ke tempat yang bahkan aku sendiri tak
pernah tahu bahwa di kotaku masih ada tempat
seperti ini.
Secara mengejutkan tempat ini pula menjadi
tempat yang begitu penuh teror dan misteri. Aku
yang sudah sangat lama tidak menggunakan
kelebihanku sebagai indigo tiba-tiba dipaksa
untuk kembali menggunakan semuanya. Dipaksa
untuk melindungi semuanya dan menguras
semua tenaga yang aku punya.
Perlahan kubuka mataku dan menatap
kesekelilingku. Aku kembali menarik nafas lega
karen tak ada suatu apa pun yang membuat aku
terkejut. Aku berdiri dan hendak mengambil
sweater yang aku gantung di balik pintu.
Alangkah kagetnya aku saat aku mengambil
sweater tiba-tiba tanganku dipegang oleh
seseorang. Aku terhenyak kaget, aku pun
mencoba melihat ke arah sang pemilik tangan
yang menggenggam tanganku. Lagi-lagi aku
melihat sosok kuntilanak berdiri disana.
Dia
menyeringai dan tertawa dengan begitu
nyaringnya. Tawanya cukup membuat bulu
kudukku berdiri dan menjerit ketakutan.
"Ada apa?" tanya Ferdi yang datang ke kamar
karena mendengar teriakanku.
"Itu....itu...." kataku terbata-bata.
"Itu apa Di?" tanya Ferdi lagi.
Aku mencoba melihat disekelilingku, tapi aku
tidak menemukan kuntilanak yang telah
menggenggam tanganku tadi. Entah kemana
perginya kuntilanak itu.
"Eeehhhh....tadi ada kecoa," jawabku berbohong.
"Di, aku tahu kamu bohong. Ada apa?" tanya Ferdi
lagi.
Aku tahu Ferdi sama denganku merupakan indigo
walau kelebihan yang kami punya berbeda. Aku
tahu Ferdi dapat merasakan kehadiran makhluk
lain yang telah menggangguku, tapi bukan sesuatu
yang bijak jika aku mengatakannya. Aku takut ada
orang lain yang mendengarnya.
"Tidak apa-apa, lain kali aku akan cerita," kataku.
"Ya sudah, ayo kita makan," ajak Ferdi.
Kami pun ke ruang makan untuk santap malam
bersama. Mata teman-temanku memandangku
dengan penuh arti. Aku tak dapat mengartikan
semua tatapan mereka, apalagi aku masih
terfokus pada kuntilanak tadi.
Aku mengacuhkan semua tatapan teman-
temanku. Aku menganggap semua biasa saja. Aku
menyantap makananku dengan tenang dan tanpa
menunjukkan apa yang ada di pikiranku.
Tiba-tiba aku dikejutkan dengan teriakan teman-
temanku yang melihat ada rambut menjuntai ke
tengah-tengah meja makan. Dengan perasaan
yang tak menentu aku memberanikan diri untuk
menatap ke atas ke arah asal dari rambut yang
menjuntai itu.
Aku melihat kuntilanak tengah berayun tepat di
atas kami. Matanya yang hitam bulat menatap
kami satu persatu. Tawanya yang begitu khas
seolah menjadi nyanyian pengiring
kedatangannya.
Semuanya berhamburan meninggalkan meja
makan. Perut yang tadinya lapar setelah aktivitas
seharian hilang sudah bersama kedatangan
kuntilanak. Kami berlari ke segala arah
menghindari kuntilanak yang terbang di atas
kami.
Kami berhamburan menuju pintu depan rumah.
Berulang kali kami mencoba untuk membuka
pintu itu tapi entah kenapa kami tak dapat
membukanya.
Tawa kuntilanak itu semakin mendekat ke arah
kami. Kami semakin bergumul di depan pintu
ketakutan. Kuntilanak itu mulai turun ke bawah
dan melayang ke arah kami.
Jeritan kami semakin keras, tapi enatah kenapa
seakan tak ada warga yang mendengar jeritan
kami. Tidak ada satu warga pun yang datang
menolong kami. Padahal posko kami
berdempetan dengan rumah warga.
"Di lakuin sesuatu," pinta Fitri.
"Aku harus berbuat apa Fit? Aku juga takut,"
kataku.
Senti demi senti kuntilanak itu semakin dekat.
Jeritan demi jeritan semakin keras kami
teriakkan. Kami semakin merapatkan diri ke pintu
menghindari jangkauan kuntilanak.
Akhirnya aku bisa bernafas lega saat dua
kuntilanak itu menghilang. Aku mulai
membereskan notebookku dan berusaha
mengatur nafasku.
Sedikit demi sedikit nafasku mulai normal,
wajahku pun mulai kembali biasa tidak lagi pucat
seperti tadi. Kedatangan kuntilanak tadi benar-
benar membuat jantungku berdegup kencang dan
wajahku berubah menjadi pucat pasi.
Aku melihat kalender di handphoneku, ternyata
aku sudah hampir 3 minggu berada disini.
Rasanya itu adalah waktu yang sangat panjang dan
penuh perjuangan. Tinggal beberapa hari lagi KKN
berakhir, tapi apakah kami bisa pulang dan
terlepas dari semua kejadian disini?
Perlahan aku pejamkan mataku mengingat semua
yang telah terjadi. Rasanya ini bagai sebuah
mimpi, bagaimana aku tiba-tiba terbuang jauh
kesini, ke tempat yang bahkan aku sendiri tak
pernah tahu bahwa di kotaku masih ada tempat
seperti ini.
Secara mengejutkan tempat ini pula menjadi
tempat yang begitu penuh teror dan misteri. Aku
yang sudah sangat lama tidak menggunakan
kelebihanku sebagai indigo tiba-tiba dipaksa
untuk kembali menggunakan semuanya. Dipaksa
untuk melindungi semuanya dan menguras
semua tenaga yang aku punya.
Perlahan kubuka mataku dan menatap
kesekelilingku. Aku kembali menarik nafas lega
karen tak ada suatu apa pun yang membuat aku
terkejut. Aku berdiri dan hendak mengambil
sweater yang aku gantung di balik pintu.
Alangkah kagetnya aku saat aku mengambil
sweater tiba-tiba tanganku dipegang oleh
seseorang. Aku terhenyak kaget, aku pun
mencoba melihat ke arah sang pemilik tangan
yang menggenggam tanganku. Lagi-lagi aku
melihat sosok kuntilanak berdiri disana.
Dia
menyeringai dan tertawa dengan begitu
nyaringnya. Tawanya cukup membuat bulu
kudukku berdiri dan menjerit ketakutan.
"Ada apa?" tanya Ferdi yang datang ke kamar
karena mendengar teriakanku.
"Itu....itu...." kataku terbata-bata.
"Itu apa Di?" tanya Ferdi lagi.
Aku mencoba melihat disekelilingku, tapi aku
tidak menemukan kuntilanak yang telah
menggenggam tanganku tadi. Entah kemana
perginya kuntilanak itu.
"Eeehhhh....tadi ada kecoa," jawabku berbohong.
"Di, aku tahu kamu bohong. Ada apa?" tanya Ferdi
lagi.
Aku tahu Ferdi sama denganku merupakan indigo
walau kelebihan yang kami punya berbeda. Aku
tahu Ferdi dapat merasakan kehadiran makhluk
lain yang telah menggangguku, tapi bukan sesuatu
yang bijak jika aku mengatakannya. Aku takut ada
orang lain yang mendengarnya.
"Tidak apa-apa, lain kali aku akan cerita," kataku.
"Ya sudah, ayo kita makan," ajak Ferdi.
Kami pun ke ruang makan untuk santap malam
bersama. Mata teman-temanku memandangku
dengan penuh arti. Aku tak dapat mengartikan
semua tatapan mereka, apalagi aku masih
terfokus pada kuntilanak tadi.
Aku mengacuhkan semua tatapan teman-
temanku. Aku menganggap semua biasa saja. Aku
menyantap makananku dengan tenang dan tanpa
menunjukkan apa yang ada di pikiranku.
Tiba-tiba aku dikejutkan dengan teriakan teman-
temanku yang melihat ada rambut menjuntai ke
tengah-tengah meja makan. Dengan perasaan
yang tak menentu aku memberanikan diri untuk
menatap ke atas ke arah asal dari rambut yang
menjuntai itu.
Aku melihat kuntilanak tengah berayun tepat di
atas kami. Matanya yang hitam bulat menatap
kami satu persatu. Tawanya yang begitu khas
seolah menjadi nyanyian pengiring
kedatangannya.
Semuanya berhamburan meninggalkan meja
makan. Perut yang tadinya lapar setelah aktivitas
seharian hilang sudah bersama kedatangan
kuntilanak. Kami berlari ke segala arah
menghindari kuntilanak yang terbang di atas
kami.
Kami berhamburan menuju pintu depan rumah.
Berulang kali kami mencoba untuk membuka
pintu itu tapi entah kenapa kami tak dapat
membukanya.
Tawa kuntilanak itu semakin mendekat ke arah
kami. Kami semakin bergumul di depan pintu
ketakutan. Kuntilanak itu mulai turun ke bawah
dan melayang ke arah kami.
Jeritan kami semakin keras, tapi enatah kenapa
seakan tak ada warga yang mendengar jeritan
kami. Tidak ada satu warga pun yang datang
menolong kami. Padahal posko kami
berdempetan dengan rumah warga.
"Di lakuin sesuatu," pinta Fitri.
"Aku harus berbuat apa Fit? Aku juga takut,"
kataku.
Senti demi senti kuntilanak itu semakin dekat.
Jeritan demi jeritan semakin keras kami
teriakkan. Kami semakin merapatkan diri ke pintu
menghindari jangkauan kuntilanak.
0