- Beranda
- Stories from the Heart
Love (After) Magnitude [TAMAT]
...
TS
fadw.crtv
Love (After) Magnitude [TAMAT]
Quote:
PERINGATAN!
Cerita ini bisa membuat anda baper, ngg bisa tidur, teringat mantan dan gangguan hubungan lainnya.
Cerita ini bisa membuat anda baper, ngg bisa tidur, teringat mantan dan gangguan hubungan lainnya.
Selamat datang di cerita ane yang ke-4. :welcome
Cerita ini adalah cerita lanjutan dari Love Magnitudeyang sudah tamat dan sudah di gembok.
Kenapa buat baru gan? karena cerita di sini akan menceritakan kejadian setelah apa yang terjadi di Love Magnitude.
Jadi harus baca cerita itu dong? ya kalau agan ingin ngerti betul cerita selanjutnya memang wajib baca cerita sebelumnya, karena pasti akan ada keterikatan.

Ucapan dari saya, Selamat menikmati kelanjutan ceritanya. :terimakasih
Quote:
Quote:
Ane menerima segala bentuk komentar dan kritik yang membangun, cendol juga ane terima. 

Diubah oleh fadw.crtv 29-05-2017 20:16
santet72 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
27.3K
Kutip
114
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
fadw.crtv
#73
Part 12
Quote:
Gadis itu duduk di sampingku, aku hanya melihatnya dan dia melihatku kemudian melemparkan senyum.
“Eh, hai.” Sapaku kepadanya.
“Kamu dateng kapan?, kita udah lama ngg ketemu yah.” Ucapnya.
“Aku datang kemarin malam, iya mungkin ada tiga tahunan yah, terakhir ketemu waktu kamu nikah bukan sama Agus yah.” Ucapku sambil mengingat-ngingat.
“Kamu koq masih inget, aku aja lupa.” Ucapnya.
“Terus suami kamu kemana?” Tanyaku.
“Suami aku udah meninggal, Mas.” Ucapnya sambil meneteskan air mata walau bibirnya tersenyum.
“Oh, maaf, kalau boleh tahu kenapa?” Tanyaku.
“Dia kerja di Jakarta, Mas, kerja jadi yang bikin bangunan tinggi, terus waktu bulan kemarin waktu ada gempa dia jatuh, Surti juga ngg tahu jatuh dari lantai berapa.” Ucapnya sambil mengingat-ngingat.
“Mas, turut berduka yah, anak-anak kamu pada kemana?” Tanyaku.
“Sama mbahnya, Mas.” Jawabnya.
Surti ini adalah gadis yang selalu bermain dengan aku saat dulu, saat masih kecil. Setiap aku ke sini, dialah teman pertama yang pasti datang ke rumah. Ya, walau kita bertemu dua minggu sekali dalam enam bulan, tapi entah mengapa dia yang paling dekat denganku.
Parasnya cantik, tingginya sebahuku, dan rambutnya sepunggung dengan diikat seperti ekor kuda. Aku rasa orang yang menikahinnya akan beruntung, karena dia begitu cantik dan sifatnya yang baik. Jika aku bandingkan dengan Riska atau Mita, tentu aku memilihnya.
Walau sekarang dia sudah janda beranak dua, tapi itu bukan suatu masalah dalam cinta. Tapi sayang, aku kali ini masih berusaha untuk melupakan Riska dan Mencintai Mita.
“Mas, koq diem aja sih.” Ucap Surti.
“Kamu cantik sih, Ti.” Gombalku.
“Ah si Mas bisa aja.” Wajahnya tersenyum.
“Ngedenger cerita suamimu tadi, Mas jadi inget sama pacar Mas yang kemarin meninggal di Jakarta gara-gara gempa itu.” Ucapku sambil melihat ke air terjun.
“Emangnya kenapa Mas sama pacarnya?” Tanyanya.
Aku lalu menceritakan cerita aku, dan dia sangat antusias mendengar ceritaku.
“Kasian banget, Mas.” Ucapnya.
“Iyah, tapi Mas tahu koq kamu yang lebih bersedih.” Ucapku.
Kepalanya lalu tertunduk, dan aku lihat air matanya menetes ke atas tanah.
“Eh, kamu inget ngg waktu kita main di sana?” Ucapku sambil menunjuk ke arah air terjun.
“Inget Mas, waktu dulu kita rame-rame yah sama temen-temen.” Ucapnya.
“Sekarang pada kemana yah?.” Tanyaku.
“Udah pada kerja kali Mas, ada yang keluar desa juga.” Ucapnya.
Aku lalu menarik tangannya menuju air terjun itu, di bawahnya ada seperti sungai dan kami bermain di situ. Aku menciprat-cipratkan air di sungai itu ke tubuh Surti.
Fikiranku seperti terbang ke masa lalu, sampai aku tidak sadar, aku memeluk tubuhnya dari belakang seperti dulu.
“Eh, maaf, Ti.” Ucapku sambil melepaskannya.
“Ngg apa-apa, Mas.” Ucapnya singkat sambil tersenyum.
“Aku keinget waktu dulu, jadi Mas kelupaan.” Ucapku.
Entah mengapa sekarang dia yang memelukku dari depan, karena tidak enak aku pun membalas pelukannya. Kami berpelukan di dekat air terjun, merupakan hal yang indah bagiku saat ini, walau di hatiku berkecamuk semua perasaan.
Perasaan bersalah terhadap Mita, dan perasaan untuk tidak kembalijatuh cinta kepada Surti. Sampai akhirnya, aku tanpa sadar mencium pipinya.
“Ti, Maafin Mas ya, dulu Mas nyimpen perasaan sama Surti, tapi Mas ngg bisa gara-gara kita jauh dan di sini juga jarang alat komunikasi.” Ucapku sambil tetap memeluknya.
“Iya ngg apa-apa Mas, Surti juga minta maaf, karena orang tua Surti setuju sama Mas Agus.” Ucapnya sedikit tertutup suara gemuruh air terjun.
Baju kami basah dan aku benar-benar senang saat itu, aku bisa melepaskan semua fikiranku menjadi rileks.
Aku kembali mencium pipi dan keningnya kemudian melepaskan pelukannya, aku kemudian pergi ke balik air terjun.
Di balik air terjun masih ada tempat seperti gua. Dulu di sini saat aku bermain, biasanya kami menemukan orang yang sedang bertapa, entah pesugihan atau apapun itu aku tidak tahu.
Kami lalu duduk di dalam menatap keluar, di dalam sini sangat bising karena suara gemuruh air yang memantul sehingga kami tidak dapat berbicara di dalam sini.
Kami hanya duduk, aku bersandar ke dinding gua dan Surti bersandar di pundakku.
Aku ingat saat dulu, aku dan teman-temanku bermain di sini sambil berteriak-teriak di dalam sini membuat kebisingan.
Aku sadar, posisiku saat ini salah. Aku telah bersalah ke Mita, dan aku belum mengatakan ke Surti bahwa aku sudah memiliki pacar.
Entah setan apa yang mengganggu kami, entah setan di sini sudah beralih tugas karena jarang yang bertapa di sini, sekarang mereka menggoda pikiranku. Aku coba tahan namun tidak bisa, sampai akhirnya kedua bibir kami bertemu.
Entah berapa lama kami melakukan itu, sampai aku tersadar dan aku langsung lari keluar dari dalam gua itu. Aku duduk di tempat saat pertama datang ke sini lalu menatap ke tanah, aku menyesal karena kali ini aku tidak bisa menahan diriku.
Surti lalu keluar dan duduk di sampingku, dia hanya terdiam, suasana di sini pun masih sepi seperti tadi.
“Maafin Mas, Ti.” Ucapku lirih.
“Aku yang harusnya minta maaf, Mas.” Ucapnya.
“Surti denger yah, Mas sebenernya pengen nikah sama kamu, mungkin suatu saat, tapi untuk saat ini Mas belum bisa.” Jelasku.
“Surti juga belum mau nikah sekarang-sekarang, Mas.” Ucapnya.
“Pokoknya kamu sekarang kalau ada yang ngelamar kamu, kamu terima. Tapi Mas janji kalau suatu saat Tuhan menyuruh kita untuk bersama, Mas pasti bakal datang ke orang tua kamu.” Lanjutku.
Surti seperti paham, dia mengangguk dan kemudian tersenyum kepadaku.
“Makasih yah, Mas. Mas orang pertama yang cium Surti.” Ucapnya seperti senang.
“Loh emangnya Mas Agus ngg pernah?” Tanyaku.
“Enggak Mas, dia orangnya datar aja Mas.” Jawabnya.
“Oh, gitu.” Ucapku singkat.
“Mas, sudah siang nih, aku pulang dulu yah.” Ucapnya sambil beranjak.
“Iyah Makasih yah, Sur.” Teriakku.
Aku masih terduduk, aku merasa menyesal tetapi aku senang bisa sedikit melepaskan fikiranku di sini. Dan akhirnya aku pulang ke rumah.
“Ya, ampun, Rudi. Kamu udah gede masih aja main-main air di sana.” Ucap Mamaku.
“Biarin Ma, obat setres dari kota.” Ucapku sambil menuju kamar mandi untuk mandi.
Aku lalu mandi seperti biasa. Mau dimana pun, mandiku pasti tidak lebih dari sepuluh menit.
Selepas itu aku terbaring di tempat tidur kapuk, sedikit keras tapi nyaman. Aku mengambil ponselku dan melihat pemberitahuan.
Aku kaget karena ada tiga puluh misscall dari Mita, karena tidak enak aku meneleponnya.
Panggilan pertamaku tidak diangkatnya, aku lalu mencoba lagi sampai beberapa kali dan akhirnya dia angkat.
“Halo, ada apa Mit?” Ucapku.
“Halo, Rud, kamu darimana aja?” Tanyanya.
“Aku habis jalan-jalan aja di sini.” Ucapku.
“Kenapa enggak ngabarin?” Tanyanya.
“Tadi ponselnya aku isi batrenya, jadinya aku simpan di kamar.” Jawabku.
“Oh, yaudah, sekarang lagi ngapain?” Tanyanya.
“Lagi tiduran, capek. Kamu?” Tanyaku.
“Aku lagi jalan-jalan nih, sama temen-temen kantor, nanti aku kirim fotonya deh.” Ucapnya.
Tak lama mamaku datang ke kamarku.
“Rud, ada tamu tuh.” Ucapnya singkat dan kembali berlalu karena tahu aku sedang menelpon.
“Eh, udah dulu yah, ada tamu di sini, biasa penggemar.” Ucapku.
“Iyah, awas yah kalau selingkuh.” Ucapnya membuat badanku sedikit bergetar kaget.
“Eng..enggak koq, masa aku selingkuh.” Ucapku.
Bohong?, mungkin aku bohong padanya tapi aku menyesal telah melakukan hal tersebut tadi. Jujur?, aku rasa lebih baik aku menyimpan rahasia ini sampai Tuhan yang memutuskan.
“Yaudah deh, dadah.” Ucapnya sambil menutup telponnya.
Aku lalu menyimpan ponselku dan menuju ruang tamu. Dan sampai di sana, aku terkejut dengan siapa yang datang ke sini.
Bersambung ...
“Eh, hai.” Sapaku kepadanya.
“Kamu dateng kapan?, kita udah lama ngg ketemu yah.” Ucapnya.
“Aku datang kemarin malam, iya mungkin ada tiga tahunan yah, terakhir ketemu waktu kamu nikah bukan sama Agus yah.” Ucapku sambil mengingat-ngingat.
“Kamu koq masih inget, aku aja lupa.” Ucapnya.
“Terus suami kamu kemana?” Tanyaku.
“Suami aku udah meninggal, Mas.” Ucapnya sambil meneteskan air mata walau bibirnya tersenyum.
“Oh, maaf, kalau boleh tahu kenapa?” Tanyaku.
“Dia kerja di Jakarta, Mas, kerja jadi yang bikin bangunan tinggi, terus waktu bulan kemarin waktu ada gempa dia jatuh, Surti juga ngg tahu jatuh dari lantai berapa.” Ucapnya sambil mengingat-ngingat.
“Mas, turut berduka yah, anak-anak kamu pada kemana?” Tanyaku.
“Sama mbahnya, Mas.” Jawabnya.
Surti ini adalah gadis yang selalu bermain dengan aku saat dulu, saat masih kecil. Setiap aku ke sini, dialah teman pertama yang pasti datang ke rumah. Ya, walau kita bertemu dua minggu sekali dalam enam bulan, tapi entah mengapa dia yang paling dekat denganku.
Parasnya cantik, tingginya sebahuku, dan rambutnya sepunggung dengan diikat seperti ekor kuda. Aku rasa orang yang menikahinnya akan beruntung, karena dia begitu cantik dan sifatnya yang baik. Jika aku bandingkan dengan Riska atau Mita, tentu aku memilihnya.
Walau sekarang dia sudah janda beranak dua, tapi itu bukan suatu masalah dalam cinta. Tapi sayang, aku kali ini masih berusaha untuk melupakan Riska dan Mencintai Mita.
“Mas, koq diem aja sih.” Ucap Surti.
“Kamu cantik sih, Ti.” Gombalku.
“Ah si Mas bisa aja.” Wajahnya tersenyum.
“Ngedenger cerita suamimu tadi, Mas jadi inget sama pacar Mas yang kemarin meninggal di Jakarta gara-gara gempa itu.” Ucapku sambil melihat ke air terjun.
“Emangnya kenapa Mas sama pacarnya?” Tanyanya.
Aku lalu menceritakan cerita aku, dan dia sangat antusias mendengar ceritaku.
“Kasian banget, Mas.” Ucapnya.
“Iyah, tapi Mas tahu koq kamu yang lebih bersedih.” Ucapku.
Kepalanya lalu tertunduk, dan aku lihat air matanya menetes ke atas tanah.
“Eh, kamu inget ngg waktu kita main di sana?” Ucapku sambil menunjuk ke arah air terjun.
“Inget Mas, waktu dulu kita rame-rame yah sama temen-temen.” Ucapnya.
“Sekarang pada kemana yah?.” Tanyaku.
“Udah pada kerja kali Mas, ada yang keluar desa juga.” Ucapnya.
Aku lalu menarik tangannya menuju air terjun itu, di bawahnya ada seperti sungai dan kami bermain di situ. Aku menciprat-cipratkan air di sungai itu ke tubuh Surti.
Fikiranku seperti terbang ke masa lalu, sampai aku tidak sadar, aku memeluk tubuhnya dari belakang seperti dulu.
“Eh, maaf, Ti.” Ucapku sambil melepaskannya.
“Ngg apa-apa, Mas.” Ucapnya singkat sambil tersenyum.
“Aku keinget waktu dulu, jadi Mas kelupaan.” Ucapku.
Entah mengapa sekarang dia yang memelukku dari depan, karena tidak enak aku pun membalas pelukannya. Kami berpelukan di dekat air terjun, merupakan hal yang indah bagiku saat ini, walau di hatiku berkecamuk semua perasaan.
Perasaan bersalah terhadap Mita, dan perasaan untuk tidak kembalijatuh cinta kepada Surti. Sampai akhirnya, aku tanpa sadar mencium pipinya.
“Ti, Maafin Mas ya, dulu Mas nyimpen perasaan sama Surti, tapi Mas ngg bisa gara-gara kita jauh dan di sini juga jarang alat komunikasi.” Ucapku sambil tetap memeluknya.
“Iya ngg apa-apa Mas, Surti juga minta maaf, karena orang tua Surti setuju sama Mas Agus.” Ucapnya sedikit tertutup suara gemuruh air terjun.
Baju kami basah dan aku benar-benar senang saat itu, aku bisa melepaskan semua fikiranku menjadi rileks.
Aku kembali mencium pipi dan keningnya kemudian melepaskan pelukannya, aku kemudian pergi ke balik air terjun.
Di balik air terjun masih ada tempat seperti gua. Dulu di sini saat aku bermain, biasanya kami menemukan orang yang sedang bertapa, entah pesugihan atau apapun itu aku tidak tahu.
Kami lalu duduk di dalam menatap keluar, di dalam sini sangat bising karena suara gemuruh air yang memantul sehingga kami tidak dapat berbicara di dalam sini.
Kami hanya duduk, aku bersandar ke dinding gua dan Surti bersandar di pundakku.
Aku ingat saat dulu, aku dan teman-temanku bermain di sini sambil berteriak-teriak di dalam sini membuat kebisingan.
Aku sadar, posisiku saat ini salah. Aku telah bersalah ke Mita, dan aku belum mengatakan ke Surti bahwa aku sudah memiliki pacar.
Entah setan apa yang mengganggu kami, entah setan di sini sudah beralih tugas karena jarang yang bertapa di sini, sekarang mereka menggoda pikiranku. Aku coba tahan namun tidak bisa, sampai akhirnya kedua bibir kami bertemu.
Entah berapa lama kami melakukan itu, sampai aku tersadar dan aku langsung lari keluar dari dalam gua itu. Aku duduk di tempat saat pertama datang ke sini lalu menatap ke tanah, aku menyesal karena kali ini aku tidak bisa menahan diriku.
Surti lalu keluar dan duduk di sampingku, dia hanya terdiam, suasana di sini pun masih sepi seperti tadi.
“Maafin Mas, Ti.” Ucapku lirih.
“Aku yang harusnya minta maaf, Mas.” Ucapnya.
“Surti denger yah, Mas sebenernya pengen nikah sama kamu, mungkin suatu saat, tapi untuk saat ini Mas belum bisa.” Jelasku.
“Surti juga belum mau nikah sekarang-sekarang, Mas.” Ucapnya.
“Pokoknya kamu sekarang kalau ada yang ngelamar kamu, kamu terima. Tapi Mas janji kalau suatu saat Tuhan menyuruh kita untuk bersama, Mas pasti bakal datang ke orang tua kamu.” Lanjutku.
Surti seperti paham, dia mengangguk dan kemudian tersenyum kepadaku.
“Makasih yah, Mas. Mas orang pertama yang cium Surti.” Ucapnya seperti senang.
“Loh emangnya Mas Agus ngg pernah?” Tanyaku.
“Enggak Mas, dia orangnya datar aja Mas.” Jawabnya.
“Oh, gitu.” Ucapku singkat.
“Mas, sudah siang nih, aku pulang dulu yah.” Ucapnya sambil beranjak.
“Iyah Makasih yah, Sur.” Teriakku.
Aku masih terduduk, aku merasa menyesal tetapi aku senang bisa sedikit melepaskan fikiranku di sini. Dan akhirnya aku pulang ke rumah.
“Ya, ampun, Rudi. Kamu udah gede masih aja main-main air di sana.” Ucap Mamaku.
“Biarin Ma, obat setres dari kota.” Ucapku sambil menuju kamar mandi untuk mandi.
Aku lalu mandi seperti biasa. Mau dimana pun, mandiku pasti tidak lebih dari sepuluh menit.
Selepas itu aku terbaring di tempat tidur kapuk, sedikit keras tapi nyaman. Aku mengambil ponselku dan melihat pemberitahuan.
Aku kaget karena ada tiga puluh misscall dari Mita, karena tidak enak aku meneleponnya.
Panggilan pertamaku tidak diangkatnya, aku lalu mencoba lagi sampai beberapa kali dan akhirnya dia angkat.
“Halo, ada apa Mit?” Ucapku.
“Halo, Rud, kamu darimana aja?” Tanyanya.
“Aku habis jalan-jalan aja di sini.” Ucapku.
“Kenapa enggak ngabarin?” Tanyanya.
“Tadi ponselnya aku isi batrenya, jadinya aku simpan di kamar.” Jawabku.
“Oh, yaudah, sekarang lagi ngapain?” Tanyanya.
“Lagi tiduran, capek. Kamu?” Tanyaku.
“Aku lagi jalan-jalan nih, sama temen-temen kantor, nanti aku kirim fotonya deh.” Ucapnya.
Tak lama mamaku datang ke kamarku.
“Rud, ada tamu tuh.” Ucapnya singkat dan kembali berlalu karena tahu aku sedang menelpon.
“Eh, udah dulu yah, ada tamu di sini, biasa penggemar.” Ucapku.
“Iyah, awas yah kalau selingkuh.” Ucapnya membuat badanku sedikit bergetar kaget.
“Eng..enggak koq, masa aku selingkuh.” Ucapku.
Bohong?, mungkin aku bohong padanya tapi aku menyesal telah melakukan hal tersebut tadi. Jujur?, aku rasa lebih baik aku menyimpan rahasia ini sampai Tuhan yang memutuskan.
“Yaudah deh, dadah.” Ucapnya sambil menutup telponnya.
Aku lalu menyimpan ponselku dan menuju ruang tamu. Dan sampai di sana, aku terkejut dengan siapa yang datang ke sini.
Bersambung ...
Spoiler for Loh:
Aku disini ingin bercerita sedikit dan menjawab pertanyaan “Bukannya kemarin lu pulang ke situ ya, Rud?, tapi koq sekarang bilangnya pada baru ketemu?”.
Waktu bulan kemarin aku memang pulang ke sini dan sempat tinggal di sini selama dua minggu. Saat aku datang ke sini selepas acara penguburan Riska dan tugas dari perusahaan lamaku, aku jarang keluar dari rumah.
Beberapa hari aku memang pergi ke Surabaya dan sisanya aku hanya mengasingkan diri di kamar.
“Terus emangnya ngg ada yang datang ya, Rud, ke rumah lu?”, ada sih tapi lebih paling ke mamaku atau papaku karena aku di sini benar-benar ngg pernah keliatan oleh yang lain.
“Emang ngg tau sama motor lu apa?”, enggak, kebetulan motor aku simpan di belakang rumah jadinya ngg pada tahu.
Udah yah segitu aja.
Waktu bulan kemarin aku memang pulang ke sini dan sempat tinggal di sini selama dua minggu. Saat aku datang ke sini selepas acara penguburan Riska dan tugas dari perusahaan lamaku, aku jarang keluar dari rumah.
Beberapa hari aku memang pergi ke Surabaya dan sisanya aku hanya mengasingkan diri di kamar.
“Terus emangnya ngg ada yang datang ya, Rud, ke rumah lu?”, ada sih tapi lebih paling ke mamaku atau papaku karena aku di sini benar-benar ngg pernah keliatan oleh yang lain.
“Emang ngg tau sama motor lu apa?”, enggak, kebetulan motor aku simpan di belakang rumah jadinya ngg pada tahu.
Udah yah segitu aja.

pulaukapok memberi reputasi
1
Kutip
Balas