Kaskus

Story

laodetahsinAvatar border
TS
laodetahsin
PREMAN DAN WANITA BERCADAR
Genre: Romantis, Horor, Aksi.
By
Laode Tahsin

Selamat pagi, aku mau minta ijin nulis cerita nih. Kisah romantis yang bercampur horror dan banyak aksi.
Nama-nama aku samarkan, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh, peristiwa, dan tempat kejadian, tolong maafin ya guys.
Mau tahu kisah cinta mereka?


So, happy reading sobat dumay.

PREMAN DAN WANITA BERCADAR

DAFTAR ISI :
Prolog
Part 1 - Penginapan Pertamaku
Part 2 - Persahabatan
Part 3 - Wanita Asing
Part 4 - Mata Ketiga
Part 5 - Pernikahanku Dengan Wanita Bercadar
Part 6 - Perpisahan Kedua
Part 7 - Cukup Satu Maria Yang Ku Cinta
Part 8 - Selamat Datang Anakku
Part 9 - Maria Dan Cadarnya
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 2 suara
Sobat mengira, Tina wanita bercadar itu? atau Maria?
Jelas bukan.
0%
Penasaran ya? hehehe..
100%
Diubah oleh laodetahsin 08-03-2017 17:36
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
19.8K
72
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
laodetahsinAvatar border
TS
laodetahsin
#57
Part 8 - Selamat Datang Anakku


“Kak. Kak. Hey kak!” Teriakan Shinta mengagetkan lamunanku.

‘Eh iya dek?’ Kataku ke Shinta.

“Kakak mikirin apa sih? Sampai ga dengar suara Shinta.”

‘Ga ada dek. Oh ya, kamu sudah siapkan makanan untuk buka puasa?’

“Belum kak. Ya sudah, Shinta ke dapur dulu ya.”

Aku melamun tentang Maria sedari tadi. Entah sejak kapan Maria memakai busana muslimah dengan cadar yang menutupi wajahnya. Aku juga rindu anakku yang laki-laki.

Bahkan aku tak pernah melihat wajah anakku. Maria bersama anakku pergi ke Jakarta. Hubungan kami tak direstui ibunya saat itu.

Azan magrib telah berkumandang, aku dan Shinta berbuka puasa bersama. Selepas itu, aku menunaikan ibadahku lainnya.

Sebelum aku tidur, aku kembali hanyut dalam lamunanku akan kenangan indah bersama Maria...

“Sayang, ini sakit sekali!” Kata Maria.

‘Apa kamu ga tahu obat pereda sakitnya?’ Tanyaku ke Maria.

“Aku tahu. Ya sudah, kamu ke apotik, aku catatkan nama obatnya.” Suruh Maria saat itu.

Dua kali aku berhubungan badan dengan Maria, yaitu ketika malam hari dan pagi hari. Maria menangis ketika keperawanannya telah ku renggut malam itu.

Maria memintaku berjanji untuk tidak meninggalkannya dalam keadaan apapun. Dia juga ingin agar hubungan kita kelak mendapat restu dari ibunya.

Pagi itu, dia merintih kesakitan. Aku pergi ke apotik terdekat, untuk membelikannya obat pereda nyeri.
Saat-saat mesra kami, lama-kelamaan mulai hilang, setelah aku dan Maria mendapat kabar bahwa Maria positif hamil.

Dua bulan setelah aku berhubungan badan dengannya, lalu Maria hamil. Maria menangis dalam pelukanku. Dia bingung bagaimana akan menghadapi ibu dan kakaknya, juga kariernya.

Aku berusaha menenangkannya, dan aku berjanji saat itu untuk tidak meninggalkannya. Aku bertamu ke rumah Maria, dan menemui ibunya.

Dengan santun, aku berusaha mengambil hati ibunya. Aku selalu membawakan makanan ke rumah Maria, agar ibunya menyukaiku.

Maria tak lagi tinggal di kos, dia sudah kembali ke rumahnya. Aku tetap mengantar jemput Maria saat bekerja.
Perut Maria kian membuncit, saat itu aku memutuskan untuk melamar Maria. Dengan bantuan paman sebagai waliku, kami pergi ke rumah Maria.

Namun tak bisa ku percaya, ibu Maria tidak merestui hubunganku dengan anaknya. Maria menangis saat itu di dalam pelukan kakak kembarnya. Lalu aku berkata jujur pada ibunya Maria.

“Saya sudah memohon dengan baik untuk melamar anak ibu, tapi ibu menolak kami.” Kataku pada ibunya.

“Saat ini, saya memang ga punya banyak harta bu, tapi saya rela banting tulang untuk menafkahi Maria.” Tambahku meyakinkan ibunya.

‘Tapi nak, Maria masih sangat muda. Dia juga sedang mengejar kariernya.’ Ibu Maria.

“Lalu, bagaimana dengan jabang bayi yang dikandung Maria Bu? Ada anakku didalam rahimnya.”

Ibu Maria terdiam kaku. Lalu dia berdiri dari tempat duduknya dan menuju pintu kamarnya. Aku, pamanku, dan Maria bersaudara, hanya melihat ibunya berjalan ke arah kamar. Dan saat itu pula, ibunya Maria pingsan di depan kamarnya.

Aku dan pamanku menggotongnya ke dalam kamar, Maria dengan keadaan tenang, memeriksa tubuh ibunya. Dia berusaha membangunkan ibunya.

Paman Farid menyalahkanku saat di depan rumah Maria, karena aku tidak berkata jujur sebelumnya. Dan paman meninggalkanku sendiri di rumah Maria.

Saat ibunya sadar, dia kembali duduk di sofa ruang tamu. Tampak pucat wajah ibu Maria. Aku mendekatinya, lalu membungkuk di depannya.

“Saya mohon maaf bu. Saya berjanji akan membuat Maria bahagia, tolong restui kami bu.” Kataku sambil menangis.

Ibunya hanya diam, menatapku kosong. Kakaknya Maria menyuruhku pulang, sampai suasana jadi tenang. Dia juga akan membantuku mendapat restu dari ibunya. Lalu aku pulang ke rumah.

Aku di marahi oleh paman dan tanteku. Pamanku menyesal atas perbuatanku yang membuatnya kecewa lagi.
Malam itu, aku menemui ustad setelah sholat isya di masjid, aku menceritakan dosa yang ku perbuat. Dia menyuruhku untuk taubat, dan ia juga mengajarkanku tentang agama.

Ustad itu memberiku nama baru, nama yang katanya dapat mengubah jalan hidupku. Aku pun menerima nasehat ustad.

Ibrahim adalah namaku mulai malam itu. Aku memberitahu adik dan keluarga pamanku. Lalu paman memaafkanku, untuk yang terakhir kali.

Rina datang ke rumahku seorang diri. Dia memberitahuku bahwa ibunya tetap tidak merestui hubunganku dengan adik kembarnya.

Setiap malam aku ke rumah Maria, namun ibunya selalu melarangku masuk rumahnya. Hanya sesekali aku melihat wajah Maria dari jendela kamarnya. Kerinduanku padanya tak bisa ku bendung.

Tak ada lagi gairah hidupku saat mendengar kabar itu. Aku juga tidak masuk kerja hingga dua minggu, karena hari-hariku dipenuhi kesedihan.

Paman yang melihatku dalam keadaan putus asa, menasehatiku agar aku menjauh dari Maria. Aku disarankan merantau bekerja ke Malaysia.

Tujuan paman agar aku tidak dianggap hina dan miskin. Aku disuruhnya mengumpulkan uang yang banyak dan menjadi orang sukses.

Setelah itu, aku dibolehkan menemui Maria lagi, dan melamarnya dengan mahar yang cukup. Supaya ibu Maria mau merestuiku.

Aku menerima saran pamanku. Dan aku diberikan uang darinya untuk mengurus paspor dan visa kerja. Aku pun berangkat ke Malaysia, tanpa bertemu dengan Maria lagi. Hanya surat yang ku titipkan adikku untuk diberikan pada Maria.

“Sayang, andaikan diriku ini seorang yang kaya raya, tentunya kita ga akan berakhir seperti ini. Andaikan saja ibumu bisa menerimaku apa adanya, aku rela berjuang bersamamu dan ga akan jauh darimu.
Tapi nasib belum memihak padaku sekarang. Aku ingin mengubah nasibku, agar masa depan kita menjadi baik.
Aku minta tolong jagalah anak kita, jangan kau gugurkan janinmu. Sampai saatnya tiba, aku akan kembali untukmu.
Aku akan pergi ke Malaysia, untuk mencari rejeki yang lebih baik. Dalam doaku, aku selalu memohon pada Tuhan, agar kamu dan anak kita selalu sehat dan bahagia.
Sekali lagi maafkanlah diriku yang tak sempurna. Ini bukan akhir cinta kita sayang, ini baru permulaan.
Salam rindu dariku, Ibrahim (Alex).”

Saat itu, aku berharap suratku sampai di tangan Maria.

Aku tiba di Malaysia, aku mulai mencari rumah kontrakan teman pamanku. Awalnya aku bekerja serabutan sebagai buruh bangunan. Aku tinggal di rumah teman paman, dan mulai belajar tradisi baru di negeri itu.

Hingga satu tahun, akhirnya aku mendapat kerja tetap di pabrik. Dan tak jarang pula, aku bekerja sampingan sebagai buruh bangunan.

Dan seringkali aku menghubungi Shinta lewat hp kecilku. Aku sangat ingin tahu kabar Maria dan anakku.
Shinta selalu gagal untuk mendapat nomor hp Maria. Dan suatu hari, Shinta mengabarkan bahwa Maria menuju Jakarta bersama seluruh keluarganya.

Entah bulan apa anakku lahir, aku juga tidak tahu jenis kelaminnya. Aku tak dapat kabar sedikitpun mengenai Maria dan anakku.

Aku hanya mengucap dalam hati dengan menangis;

“Jika kau sudah lahir nak, jadilah anak yang soleh/ solehah. Jangan ikuti ayahmu ini. Di manapun kau berada nak, selamat datang ke dunia ini.”

Hanya doa yang selalu ku minta pada Tuhan, di manapun Maria dan anakku berada, aku berdoa supaya mereka selalu sehat dan bahagia.

Dan suatu hari, jika doaku dikabulkan Tuhanku, aku ingin anakku tahu bahwa aku ayah kandungnya. Tapi itu semua ada waktunya, aku saat ini hanya konsentrasi bekerja untuk mengumpulkan uang.

Hari demi hari di Malaysia, aku tetap tak dapat kabar apapun mengenai Maria dan anakku. Hingga aku dikenalkan Andre dengan seorang wanita bernama Tina.
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.