- Beranda
- Stories from the Heart
PREMAN DAN WANITA BERCADAR
...
TS
laodetahsin
PREMAN DAN WANITA BERCADAR
Genre: Romantis, Horor, Aksi.
By
Laode Tahsin
Selamat pagi, aku mau minta ijin nulis cerita nih. Kisah romantis yang bercampur horror dan banyak aksi.
Nama-nama aku samarkan, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh, peristiwa, dan tempat kejadian, tolong maafin ya guys.
Mau tahu kisah cinta mereka?
So, happy reading sobat dumay.

DAFTAR ISI :
Prolog
Part 1 - Penginapan Pertamaku
Part 2 - Persahabatan
Part 3 - Wanita Asing
Part 4 - Mata Ketiga
Part 5 - Pernikahanku Dengan Wanita Bercadar
Part 6 - Perpisahan Kedua
Part 7 - Cukup Satu Maria Yang Ku Cinta
Part 8 - Selamat Datang Anakku
Part 9 - Maria Dan Cadarnya
By
Laode Tahsin
Selamat pagi, aku mau minta ijin nulis cerita nih. Kisah romantis yang bercampur horror dan banyak aksi.
Nama-nama aku samarkan, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh, peristiwa, dan tempat kejadian, tolong maafin ya guys.
Mau tahu kisah cinta mereka?
So, happy reading sobat dumay.

DAFTAR ISI :
Prolog
Part 1 - Penginapan Pertamaku
Part 2 - Persahabatan
Part 3 - Wanita Asing
Part 4 - Mata Ketiga
Part 5 - Pernikahanku Dengan Wanita Bercadar
Part 6 - Perpisahan Kedua
Part 7 - Cukup Satu Maria Yang Ku Cinta
Part 8 - Selamat Datang Anakku
Part 9 - Maria Dan Cadarnya
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 2 suara
Sobat mengira, Tina wanita bercadar itu? atau Maria?
Jelas bukan.
0%
Penasaran ya? hehehe..
100%
Diubah oleh laodetahsin 08-03-2017 17:36
anasabila memberi reputasi
1
19.8K
72
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
laodetahsin
#6
Part 2 - Persahabatan
“Tiiitt. Klekk. Ayo dek, ikut saya ke ruangan. Kamu bisa ambil barang-barangmu lagi.” ajak seorang petugas lapas padaku.
‘Baik pak.’ Jawabku santun.
Setelah berpamitan ke abang Frans, aku berjalan menuju gerbang kebebasan. Aku kembali menghirup udara segar. Lalu aku melihat isi dompet, semua uangku waktu itu masih utuh di dalam dompet.
Aku menuju tukang bakso, aku makan dengan lahap sepiring bakso itu. Aku duduk selama setengah jam, memikirkan apa rencanaku selanjutnya. Dan akhirnya, aku memutuskan untuk pergi ke kota Malang.
Hanya butuh dua jam perjalananku menuju Malang dari Surabaya. Saat itu, aku hanya duduk di bangku terminal Arjosari. Aku tidak memikirkan pekerjaan kantoran, karena pendidikan terakhirku hanya sampai di bangku SMP.
Aku menghampiri salah satu bus jurusan Malang – Surabaya. Aku menanyakan pada sopir bus itu, apa ada pekerjaan untukku. Dan ternyata, sopir itu membutuhkan kondektur. Aku di minta memperlihatkan KTP ku.
“Jadi asalmu Suroboyo le?” tanya supir yang bernama mas Dedik itu.
‘Iya mas.’
“Pernah kerja dimana saja kamu le?”
‘Aku pernah ikut tetanggaku mas, dia supir truk barang.’ Jawabku padanya.
“Oh begitu, berarti kamu sudah pengalaman. Mana pakaianmu? Kamu tinggal di Surabaya atau di Malang?” tanyanya lagi.
‘Aku tinggal di Surabaya mas. Aku baru kemarin keluar dari penjara karena kasus kecelakaan, bos kumenabrak orang.’
Mas Dedik mengangguk mendengarkan ceritaku. Satu jam kemudian, aku mulai bekerja di bis itu. Setiap harinya, bis itu menempuh perjalanan empat rit, yaitu dua kali pulang-pergi antar kota Malang – Surabaya.
“Aku juga punya cerita nih mas Gatot tentang tante-tante.” Kataku ke beberapa orang terminal yang sedang berkumpul.
‘Oh ya? Kirain kau ini masih perjaka Lex. Hahahaha!’ sahut Joni.
“Ga mas, waktu itu aku ga ngerti apa-apa. Supir truk itu yang panggil wanita nakal buatku. Katanya supir itu, biar aku jadi laki-laki sejati.”
‘Hahahaha bisa saja kau Lex.’ Mereka tertawa dengan candaanku.
Kami meminum alkohol sampai tengah malam. Hal itu membuatku muntah-muntah. Aku kembali ke bis mas Dedik, dan tidur di dalamnya selama 4 jam.
Suatu hari, aku berkenalan dengan mas Jarot. Dia adalah bandar judi besar. Dia menyuruhku ke rumahnya saat sore hari.
“Alex, jaringan lu kan sudah luas. Gue mau, lu kerja buat gue Lex, gimana?” kata mas Jarot.
‘Bukannya aku menolak tawaran mas. Tapi aku juga kerja ama mas Dedik sekarang. Aku ikut busnya sebagai kondektur.’ Jelasku padanya.
“Bayarannya sedikit itu Lex. Sudahlah, lu pegang wilayah Utara. Lu bisa makan tidur di rumahku disana. Lu akan dapat bayaran yang banyak dari gue!”
‘Kalau begitu, aku ijin dulu ke mas Dedik. Ga enak juga kalau langsung kabur!’
“Oke Lex, gue tunggu jawaban lu besok. Kalau jadi, lu nanti harus nurut sama mas Jimmy. Panggil dia kapten dua ya.” Terangnya lagi, yang kemudian mengenalkan ku pada mas Jimmy.
‘Iya mas siap. Besok aku kabari. Kalau begitu, aku pamit dulu mas.’
“Oke Lex, lu hati-hati di jalan. Kalau ada apa-apa, hubungi gue atau ke kapten dua.”
‘Siap mas. Makasih banyak.’
Aku langsung ke terminal menemui mas Dedik. Setelah perjalanan dari Malang ke Surabaya, aku berbicara pada mas Dedik. Aku meminta ijin padanya untuk berhenti kerja. Aku juga menjelaskan pada mas Dedik, bahwa aku akan bekerja untuk mas Jarot.
Mas Dedik mengijinkanku saat itu. Dia juga berpesan padaku untuk selalu berhati-hati di lingkup perjudian, dan tidak memutuskan hubungan dengannya.
Aku menyalakan motor yang aku pinjam ke teman. Aku memakai helm dan jaketku, lalu pergi mencari alamat rumah yang diberikan mas Jarot. Di tengah perjalanan, aku melihat dua pencopet melakukan aksinya. Aku memarkir motor di depan toko bunga.
“Woi berhenti!” teriakanku membuat mereka kabur.
‘Tap tap tap tap.’
“Sialan, cepat sekali mereka. Aku harus potong jalan dari lorong itu!” pikir ku cepat.
‘Hiiaaat. Daaakk. Bug bag bug!’
Aku melancarkan pukulanku ke salah seorang dari mereka. Orang satunya lagi mengambil botol kaca, dan “praaaaankk!” botol itu pecah mengenai kepalaku.
Mereka menendang perutku berulang kali. Aku tetap bangun, lalu aku tendang orang itu dengan lututku. Aku mencekik satu orangnya lagi, tapi dia mendorongku. Aku tarik lengan kanannya dan membantingnya ke tanah. Mereka meminta ampun padaku. Kemudian aku mengambil tas yang dicuri kedua orang itu.
“Ini tasmu.” Aku memberikan tas wanita itu.
‘Makasih ya mas. Apa mas ga apa-apa?’ katanya padaku.
Aku berbalik dan berjalan menjauhinya. Lalu...
“Tunggu mas! Aku akan mengobati luka-luka mas.”
‘Gak perlu!’ Jawabku tanpa menoleh ke arahnya.
Aku kembali ke tempat motorku. Aku menyalakannya dan melaju ke rumah bang Jarot. Aku menemukan rumah mas Jarot, lalu aku memandangi rumah mewah itu dari atas motorku.
“Kenapa rumah ini sepi sekali. Ga ada seorangpun di depan rumah!” Tanyaku dalam hati.
Aku berjalan masuk ke rumah itu. Ku bunyikan bel rumah itu berkali-kali. Tak lama kemudian, seorang laki-laki berbadan besar keluar menemuiku.
“Ada perlu apa lu datang kesini?” Tanya laki-laki itu.
‘Aku bekerja untuk mas Jarot pak. Aku mau menemui mas Jimmy sekarang.’ Jawabku dari balik pagar rumah.
“Oh kapten dua. Baiklah, ayo masuk!”
Aku masuk ke rumah itu dan menemui mas Jimmy.
“Selamat datang Alex. Sudah lama gue tunggu kedatangan lu. Jadi, lu sudah membuat keputusan sekarang?” Tanya mas Jimmy padaku.
‘Iya kapten, aku sudah siap bekerja untuk mas Jarot.’
“Panggil mas Jarot dengan sebutan Jenderal ya. Dan ganti saja kata-kata saya, kamu dengan gue, lu. Paham ga Lex?”
‘Iya kapten, gue paham!’
“Oke, lu tunggu disini. Biar gue suruh orang membuatkan lu minuman. Nanti gue akan tunjukin juga kamar lu.”
‘Ya kapten. Terima kasih.’
Aku berkenalan dengan semua penghuni rumah itu. Di dalam rumah ada sebelas orang, diantaranya mas Jimmy, yang mempunyai sepuluh anak buah termasuk aku. Kalau dibawah kepemimpinan mas Jarot, ada empat kapten yang menyebar di seluruh kota. Dan antara satu kapten dengan kapten yang lain, dilarang saling mengenal.
Setiap anggota diberikan satu buah motor untuk kebutuhan operasional, termasuk aku. Dan aku juga diberikan uang pegangan oleh Kapten dua, untuk membeli kebutuhanku.
Lalu aku diberi obat-obatan untuk membersihkan luka ku saat berkelahi dengan para pencopet tadi. Banyak perban yang membalut wajah dan tanganku.
Di hari ketiga, aku pergi ke sebuah mall, untuk melepas kejenuhanku. Saat aku berjalan mengelilingi toko, aku di kejutkan seseorang…
“Mas?” panggil seorang wanita yang berjalan ke arahku.
“Ga disangka bisa ketemu lagi ya mas. Bagaimana keadaan mas?” Tanyanya lagi.
‘Aku ga apa-apa. Maaf, aku harus pergi!’ Jawabku padanya.
“Tunggu mas! Namaku Rina. Wanita itu menjulurkan tangan kanannya.
Tanpa berjabat tangan wanita itu, aku berpaling dan meninggalkannya. Sekiranya sudah jauh aku berjalan, aku melihatnya lagi ke belakang.
‘Sial, itu cewek masih berdiri disana!’
Wanita itu tersenyum melihatku dari jauh.
‘Sungguh bodoh kalau dia mau berteman denganku!’ gumamku sendiri.
Aku kembali berjalan, dan masuk ke toko pakaian untuk membeli tiga kemeja, seperti yang disuruh Kapten dua. Setelah aku merasa cukup senang, aku kembali ke rumah (markas dua).
Sesampainya di rumah, aku langsung di beri tugas oleh Kapten. Aku disuruh mengawal perjudian yang ada di sebuah daerah. Disana sedang berlangsung perjudian ‘sabung ayam’. Tanpa menundanya, aku langsung pergi ke daerah itu.
“Ini Alex, dia orang baru.” Kata temanku Dani pada penjaga disana.
Aku menjulurkan tanganku memperkenalkan diri. Aku melihat serunya pertandingan itu. Dua ayam bangkok saling beradu, bahkan sampai salah satu ayam itu mati. Di tengah jalannya pertandingan, ada seorang pemuda yang membuat onar.
Dani dan aku langsung mengamankan pemuda itu. Walaupun ada sedikit perlawanan darinya, tapi kami berdua bisa menanganinya. Lalu ada seorang lagi yang berteriak dari kejauhan… “Ada polisi. Cepat kabur!”
Dani dengan sigap membereskan uang perjudian. Aku membantunya. Lalu kami berdua mengambil motor kami.
“Lex, kita berpencar. Kita ketemu di markas!” kata Dani.
‘Oke Dan. Lu hati-hati ya.’
“Lu yang harus hati-hati Lex. Hindari jalan raya Lex!”
‘Siap Dan.’ Jawabku.
Aku memacu motor dengan cepat, meninggalkan arena pertarungan ayam itu. Setelah aku merasa cukup jauh, aku masuk ke sebuah gang. Aku menunggu di atas motor dan membakar sebatang rokok.
Seketika mobil polisi berhenti tepat di sampingku. Aku panik dan langsung menyalakan motor. Aku memasuki gang-gang sempit, yang tidak bisa dilalui polisi itu. Aku memarkir motorku di kebun warga setempat.
Ada jalan setapak di samping kebun itu. Dengan keadaan masih gugup, aku kembali menyalakan rokok ku yang sempat mati. Dan dari belakang, ada yang menepuk pundakku.
“Nah, mas yang itu hari kan?” Kata wanita itu.
‘Astaga. Sialan. Aku kaget tau!’ Bentakku padanya.
“Maaf ya mas. Jangan marah begitu dong!”
‘Apa maumu sih? Lagian kamu itu ya, bisa ada di semua tempat!’
“Aku belum sempat berterima kasih ke mas. Jadi, aku sekarang mau bilang terima kasih ke mas.” Jawab Rina sambil tersenyum.
‘Iya sudah, aku terima ucapanmu! Sekarang tinggalkan aku!’
“Mas kok kasar banget ke aku!”
‘Lalu apa lagi mau mu?’
“Maukah mas jadi sahabatku?” Katanya penuh harap. Namun aku tidak menjawabnya. Aku langsung pergi meninggalkannya.
Diubah oleh laodetahsin 08-03-2017 06:56
0