- Beranda
- Stories from the Heart
Love (After) Magnitude [TAMAT]
...
TS
fadw.crtv
Love (After) Magnitude [TAMAT]
Quote:
PERINGATAN!
Cerita ini bisa membuat anda baper, ngg bisa tidur, teringat mantan dan gangguan hubungan lainnya.
Cerita ini bisa membuat anda baper, ngg bisa tidur, teringat mantan dan gangguan hubungan lainnya.
Selamat datang di cerita ane yang ke-4. :welcome
Cerita ini adalah cerita lanjutan dari Love Magnitudeyang sudah tamat dan sudah di gembok.
Kenapa buat baru gan? karena cerita di sini akan menceritakan kejadian setelah apa yang terjadi di Love Magnitude.
Jadi harus baca cerita itu dong? ya kalau agan ingin ngerti betul cerita selanjutnya memang wajib baca cerita sebelumnya, karena pasti akan ada keterikatan.

Ucapan dari saya, Selamat menikmati kelanjutan ceritanya. :terimakasih
Quote:
Quote:
Ane menerima segala bentuk komentar dan kritik yang membangun, cendol juga ane terima. 

Diubah oleh fadw.crtv 29-05-2017 20:16
santet72 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
27.3K
Kutip
114
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
fadw.crtv
#40
Part 6
Quote:
Aku meminum air yang di bawa mas Wiro.
“BRRUUHHH.” Aku kembali memuntahkan air yang aku minum.
“Waduh, kenapa lagi, Mas?, airnya masih panas ya, masih pagi mas, baru masak barusan.” Ucapnya sambil panik dan aku masih terbatuk-batuk karena tersedak.
Akhirnya ada seseorang yang memberikan sebotol air mineral yang masih tersegel, dan aku membuka lalu kemudian meminum air tersebut.
Setelah lega karena aku sudah terbebas dari makanan yang tersangkut di tenggorokanku, akhirnya aku berterima kasih kepada orang tersebut.
“Makasih, Mas.” Ucapku sambil melihat orang tersebut.
Aku terkaget karena orang tersebut adalah orang yang membuat aku tersedak tadi, orang yang aku lihat keluar dari hotel dan dia adalah orang yang bersama Mita semalam.
“Sama-sama, Mas.” Ucapnya sambil duduk di bangku sebelahku.
Kemudian dia memesan bubur dan mau tidak mau aku harus berbincang dengan lelaki ini karena kebaikannya.
“Nginep di hotel situ, Mas?” Tanyaku membuka obrolan.
“Iya, Mas, saya dari perusahaan konsultan dari Yogyakarta.” Jelasnya.
“Ouh gitu, di perusahaan sana yah, berapa hari emangnya, Mas?” Tanyaku lagi sambil menunjuk perusahaan tempatku bekerja.
“Hari ini terakhir jadi cuma dua hari.” Jawabnya.
“Ngomong-ngomong kerjanya koq sampai jam sembilan, Mas?” Tanyaku.
“Semalem saya cuma ngajak dia makan, Mas, ucapan terima kasih.” Jawabnya polos.
“Perasaan saya lihat ngg kerja-kerja dari waktu di caffe.” Tanyaku semakin penasaran.
“Memang waktu di caffe pekerjaan kita sudah selesai, Mas.” Jawabnya membuat aku sedikit terdiam.
Mas Wiro datang membawakan pesanannya dan aku pun menghabiskan sisa buburku.
Aku yang masih penasaran pun kembali melanjutkan pertanyaan setelah buburku telah habis.
“Ngomong-ngomong sekarang tinggal ngapain, Mas?” Tanyaku.
“Sekarang niatnya saya mau pulang, Mas, tapi Bu Mita-nya ngajak makan siang.” Jawabannya membuat aku menjadi semakin serba salah.
“Ouh gitu ya, Mas.”
“Emangnya, Mas siapanya Bu Mita yah?, dari kemarin koq keliatan terus.” Tanyanya.
“Secara formal saya juniornya, Mas, saya baru masuk kemarin tapi beda divisi.” Ucapku kemudian beranjak membayar dan aku pamit untuk pergi ke kantor duluan.
“Mari, Mas, duluan.” Pamitku dibalas anggukan olehnya.
“Mari, Mas Wiro, saya ngantor dulu, besok-besok sediain air yang udah agak dinginan ya, Mas.” Ucapku sambil menepuk bahunya.
“Iya, Mas, lagian saya baru lihat orang keselek bubur.” Ucapnya sambil sedikit tertawa.
Aku berjalan santai menuju kantor, tak ada yang berkesan hari ini dan seperti kemarin aku menyebrang di depan caffe.
Sampai kantor aku menyempatkan diri untuk pergi ke dapur, sekalian membuat kopi agar tidak perlu naik turun tangga.
Tanpa aku duga, Mita sudah duduk di salah satu kursi yang ada di dapur.
“Pagi, Mbak Mita.” Sahutku sambil mencari kopi di lemari atas.
“Kamu ngambek, Rud?” Tanyanya.
“Keliatannya gimana?, aku senyum-senyum gini di bilang ngambek.” Jawabku sambil menuangkan kopi dan air kedalam gelas.
“Aku takutnya kamu ngambek karena kejadian semalam.” Jelasnya.
“Enggak, koq.” Adukanku sedikit terhenti dan aku mulai meminum kopiku.
“Dia yang ngajak makan koq, Rud. Aku ngg enak buat nolaknya karena dia tamu kantor ini.” Jelasnya.
“Iyah aku ngerti, semalem dia yang ngajak, dan nanti siang kamu yang ngajak.” Jawabku sambil meninggalkannya di dapur sendirian.
Aku menaiki tangga dan menuju ruanganku, aku lihat sudah ada beberapa orang di dalam, aku menyapa mereka dan menuju mejaku.
Aku menyalakan komputerku dan membuka tugas yang kemarin sore belum aku selesaikan.
Dalam serius aku bekerja, Bayu yang mejanya berada di depanku, baru datang mendekat kepadaku.
“Eh, Mbak Mita itu kenapa nangis di dapur?” Tanyanya.
“Tanya langsung aja, Mas, saya ngg tahu apa-apa.” Jawabku dengan pandangan terus menatap layar komputer.
“Kali aja sama kamu diapa-apain kemarin.” Ucapnya.
“Diapa-apain gimana, Mas?”
“Kan kemarin aku lihat kalian berdua di dapur kemarin.” Ucapnya lagi.
“Ouh, ngg saya apa-apain, orang saya kemarin perkenalan kantor ini aja, Mas.” Jawabku sambil melihat Bayu.
Dia lalu duduk di mejanya. Aku lalu melanjutkan tugasku yang masih ada tiga datalagi.
Aku lihat memang orang-orang di sini kerjanya santai, ada yang mengobrol dengan teman di sebelahnya dengan layar monitor menampilkan susunan huruf dokumen mereka, dan ada pula yang sepertiku, atau lebih tepatnya hanya aku yang sepertiku.
“Mas, dari tadi serius amat ngerjainnya.” Ucap Anwar, teman yang duduk di sebelahku.
“Iya Mas, saya biasa beresin dulu tugas saya, baru deh santai-santai.” Jawabku dengan tetap melihat ke layar komputer.
“Emang ngg bosen, Mas?” Tanyanya.
“Ya, sama kaya situ aja, Mas, bosen sih, tapi nanti santainya lebih enak.” Ucapku.
“Yaudah saya juga coba gitu deh.” Jawabnya dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
Sampai jam sebelas siang, semua tugasku telah beres. Seperti kemarin, aku turun untuk ke toilet dan ke dapur, mengisi ulang gelasku. Tetapi berbeda dengan kemarin, hari ini aku ke dapur terlebih dahulu untuk meminta OB yang membuatkan kopiku dan aku pergi ke toilet.
Aku bersyukur hari ini cukup tenang, tidak seperti hari kemarin.
Aku kembali ke dapur dan aku mendengar sedikit perbincangan mereka.
“Oh, gitu yah, mungkin lagi setres juga kali.” Ucap salah satu OB.
“Iya, masa sampai jam sembilan masih duduk di sini, saya yang dateng kaget lah. Tapi kerjanya enak yah, ngg kaya kita.” Ucap temannya.
“Yah, jangan samain lah, gaji aja tentunya beda sama tanggung jawabnya.” Ucapan yang aku rasa sedikit bijak.
Aku lalu masuk ke dapur untuk mengambil secangkir kopiku.
“Wah, lagi ngobrolin siapa nih, Mas?” Tanyaku sedikit basa-basi.
“Eh, ada Mas, ngg Mas, tadi waktu saya datang saya liat Bu Mita lagi duduk di sini padahal udah jam sembilan.” Jawab Joko, aku tahu namanya dari nametagnya.
“Ouh, kali aja lagi ngg ada kerjaan Mas.” Ucapku sambil mengambil cangkir kopiku.
“Emang kerjanya ngapain sih Mbak Mita itu, Mas?” Tanya Jono.
“Lah, perasaan kalian yang duluan kerja di sini masa ngg tau.” Ucapku sambil berlalu.
“Ngomong-ngomong, Mas-mas ini saudara ya?, namanya hampir mirip.” Ucapku sebelum keluar dari dapur.
Kembali menaiki tangga dan masuk keruanganku, aku duduk dan mengecek kotak tugasku, dan aku lihat masih kosong.
“Sudah selesai belum, Mas?” Tanyaku ke Anwar.
“Belum Mas, Mas sudah?” Tanyanya balik.
“Sudah, belum ada tugas lagi nih.” Ucapku.
Aku hanya bisa terduduk tanpa melakukan apa-apa selain melihat teman-temanku di sini bekerja. Sampai jam istirahat, tugasku tak kunjung datang.
Aku dan Wisnu kemudian ke tempat makan kemarin, dia yang mengajakku ke situ.
“Perasaan temen yang lain ngg keliatan Mas, kalau pas jam istirahat.” Ucapku sambil berjalan bersamanya.
“Iya memang ngg cuma di situ aja, Mas, ada yang makan agak jauhan, ada yang pulang dulu sama ada yang makan di dapur.” Ucapnya.
Kami berjalan sampai ke depan, dan sampai kami memesan makanan di tempat yang kemarin. Aku lihat pelayannya lebih cantik dari kemarin, “Andai saja aku tidak dengan Mita, mungkin sudah aku goda dirimu.” Gumamku dalam hati.
Saat aku akan menyusul Wisnu ke tempat duduknya, perasaanku menjadi semakin tidak enak, dan malah nafsu makanku sudah hilang saat ini.
Bersambung ...
“BRRUUHHH.” Aku kembali memuntahkan air yang aku minum.
“Waduh, kenapa lagi, Mas?, airnya masih panas ya, masih pagi mas, baru masak barusan.” Ucapnya sambil panik dan aku masih terbatuk-batuk karena tersedak.
Akhirnya ada seseorang yang memberikan sebotol air mineral yang masih tersegel, dan aku membuka lalu kemudian meminum air tersebut.
Setelah lega karena aku sudah terbebas dari makanan yang tersangkut di tenggorokanku, akhirnya aku berterima kasih kepada orang tersebut.
“Makasih, Mas.” Ucapku sambil melihat orang tersebut.
Aku terkaget karena orang tersebut adalah orang yang membuat aku tersedak tadi, orang yang aku lihat keluar dari hotel dan dia adalah orang yang bersama Mita semalam.
“Sama-sama, Mas.” Ucapnya sambil duduk di bangku sebelahku.
Kemudian dia memesan bubur dan mau tidak mau aku harus berbincang dengan lelaki ini karena kebaikannya.
“Nginep di hotel situ, Mas?” Tanyaku membuka obrolan.
“Iya, Mas, saya dari perusahaan konsultan dari Yogyakarta.” Jelasnya.
“Ouh gitu, di perusahaan sana yah, berapa hari emangnya, Mas?” Tanyaku lagi sambil menunjuk perusahaan tempatku bekerja.
“Hari ini terakhir jadi cuma dua hari.” Jawabnya.
“Ngomong-ngomong kerjanya koq sampai jam sembilan, Mas?” Tanyaku.
“Semalem saya cuma ngajak dia makan, Mas, ucapan terima kasih.” Jawabnya polos.
“Perasaan saya lihat ngg kerja-kerja dari waktu di caffe.” Tanyaku semakin penasaran.
“Memang waktu di caffe pekerjaan kita sudah selesai, Mas.” Jawabnya membuat aku sedikit terdiam.
Mas Wiro datang membawakan pesanannya dan aku pun menghabiskan sisa buburku.
Aku yang masih penasaran pun kembali melanjutkan pertanyaan setelah buburku telah habis.
“Ngomong-ngomong sekarang tinggal ngapain, Mas?” Tanyaku.
“Sekarang niatnya saya mau pulang, Mas, tapi Bu Mita-nya ngajak makan siang.” Jawabannya membuat aku menjadi semakin serba salah.
“Ouh gitu ya, Mas.”
“Emangnya, Mas siapanya Bu Mita yah?, dari kemarin koq keliatan terus.” Tanyanya.
“Secara formal saya juniornya, Mas, saya baru masuk kemarin tapi beda divisi.” Ucapku kemudian beranjak membayar dan aku pamit untuk pergi ke kantor duluan.
“Mari, Mas, duluan.” Pamitku dibalas anggukan olehnya.
“Mari, Mas Wiro, saya ngantor dulu, besok-besok sediain air yang udah agak dinginan ya, Mas.” Ucapku sambil menepuk bahunya.
“Iya, Mas, lagian saya baru lihat orang keselek bubur.” Ucapnya sambil sedikit tertawa.
Aku berjalan santai menuju kantor, tak ada yang berkesan hari ini dan seperti kemarin aku menyebrang di depan caffe.
Sampai kantor aku menyempatkan diri untuk pergi ke dapur, sekalian membuat kopi agar tidak perlu naik turun tangga.
Tanpa aku duga, Mita sudah duduk di salah satu kursi yang ada di dapur.
“Pagi, Mbak Mita.” Sahutku sambil mencari kopi di lemari atas.
“Kamu ngambek, Rud?” Tanyanya.
“Keliatannya gimana?, aku senyum-senyum gini di bilang ngambek.” Jawabku sambil menuangkan kopi dan air kedalam gelas.
“Aku takutnya kamu ngambek karena kejadian semalam.” Jelasnya.
“Enggak, koq.” Adukanku sedikit terhenti dan aku mulai meminum kopiku.
“Dia yang ngajak makan koq, Rud. Aku ngg enak buat nolaknya karena dia tamu kantor ini.” Jelasnya.
“Iyah aku ngerti, semalem dia yang ngajak, dan nanti siang kamu yang ngajak.” Jawabku sambil meninggalkannya di dapur sendirian.
Aku menaiki tangga dan menuju ruanganku, aku lihat sudah ada beberapa orang di dalam, aku menyapa mereka dan menuju mejaku.
Aku menyalakan komputerku dan membuka tugas yang kemarin sore belum aku selesaikan.
Dalam serius aku bekerja, Bayu yang mejanya berada di depanku, baru datang mendekat kepadaku.
“Eh, Mbak Mita itu kenapa nangis di dapur?” Tanyanya.
“Tanya langsung aja, Mas, saya ngg tahu apa-apa.” Jawabku dengan pandangan terus menatap layar komputer.
“Kali aja sama kamu diapa-apain kemarin.” Ucapnya.
“Diapa-apain gimana, Mas?”
“Kan kemarin aku lihat kalian berdua di dapur kemarin.” Ucapnya lagi.
“Ouh, ngg saya apa-apain, orang saya kemarin perkenalan kantor ini aja, Mas.” Jawabku sambil melihat Bayu.
Dia lalu duduk di mejanya. Aku lalu melanjutkan tugasku yang masih ada tiga datalagi.
Aku lihat memang orang-orang di sini kerjanya santai, ada yang mengobrol dengan teman di sebelahnya dengan layar monitor menampilkan susunan huruf dokumen mereka, dan ada pula yang sepertiku, atau lebih tepatnya hanya aku yang sepertiku.
“Mas, dari tadi serius amat ngerjainnya.” Ucap Anwar, teman yang duduk di sebelahku.
“Iya Mas, saya biasa beresin dulu tugas saya, baru deh santai-santai.” Jawabku dengan tetap melihat ke layar komputer.
“Emang ngg bosen, Mas?” Tanyanya.
“Ya, sama kaya situ aja, Mas, bosen sih, tapi nanti santainya lebih enak.” Ucapku.
“Yaudah saya juga coba gitu deh.” Jawabnya dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
Sampai jam sebelas siang, semua tugasku telah beres. Seperti kemarin, aku turun untuk ke toilet dan ke dapur, mengisi ulang gelasku. Tetapi berbeda dengan kemarin, hari ini aku ke dapur terlebih dahulu untuk meminta OB yang membuatkan kopiku dan aku pergi ke toilet.
Aku bersyukur hari ini cukup tenang, tidak seperti hari kemarin.
Aku kembali ke dapur dan aku mendengar sedikit perbincangan mereka.
“Oh, gitu yah, mungkin lagi setres juga kali.” Ucap salah satu OB.
“Iya, masa sampai jam sembilan masih duduk di sini, saya yang dateng kaget lah. Tapi kerjanya enak yah, ngg kaya kita.” Ucap temannya.
“Yah, jangan samain lah, gaji aja tentunya beda sama tanggung jawabnya.” Ucapan yang aku rasa sedikit bijak.
Aku lalu masuk ke dapur untuk mengambil secangkir kopiku.
“Wah, lagi ngobrolin siapa nih, Mas?” Tanyaku sedikit basa-basi.
“Eh, ada Mas, ngg Mas, tadi waktu saya datang saya liat Bu Mita lagi duduk di sini padahal udah jam sembilan.” Jawab Joko, aku tahu namanya dari nametagnya.
“Ouh, kali aja lagi ngg ada kerjaan Mas.” Ucapku sambil mengambil cangkir kopiku.
“Emang kerjanya ngapain sih Mbak Mita itu, Mas?” Tanya Jono.
“Lah, perasaan kalian yang duluan kerja di sini masa ngg tau.” Ucapku sambil berlalu.
“Ngomong-ngomong, Mas-mas ini saudara ya?, namanya hampir mirip.” Ucapku sebelum keluar dari dapur.
Kembali menaiki tangga dan masuk keruanganku, aku duduk dan mengecek kotak tugasku, dan aku lihat masih kosong.
“Sudah selesai belum, Mas?” Tanyaku ke Anwar.
“Belum Mas, Mas sudah?” Tanyanya balik.
“Sudah, belum ada tugas lagi nih.” Ucapku.
Aku hanya bisa terduduk tanpa melakukan apa-apa selain melihat teman-temanku di sini bekerja. Sampai jam istirahat, tugasku tak kunjung datang.
Aku dan Wisnu kemudian ke tempat makan kemarin, dia yang mengajakku ke situ.
“Perasaan temen yang lain ngg keliatan Mas, kalau pas jam istirahat.” Ucapku sambil berjalan bersamanya.
“Iya memang ngg cuma di situ aja, Mas, ada yang makan agak jauhan, ada yang pulang dulu sama ada yang makan di dapur.” Ucapnya.
Kami berjalan sampai ke depan, dan sampai kami memesan makanan di tempat yang kemarin. Aku lihat pelayannya lebih cantik dari kemarin, “Andai saja aku tidak dengan Mita, mungkin sudah aku goda dirimu.” Gumamku dalam hati.
Saat aku akan menyusul Wisnu ke tempat duduknya, perasaanku menjadi semakin tidak enak, dan malah nafsu makanku sudah hilang saat ini.
Bersambung ...
0
Kutip
Balas