- Beranda
- Stories from the Heart
Love (After) Magnitude [TAMAT]
...
TS
fadw.crtv
Love (After) Magnitude [TAMAT]
Quote:
PERINGATAN!
Cerita ini bisa membuat anda baper, ngg bisa tidur, teringat mantan dan gangguan hubungan lainnya.
Cerita ini bisa membuat anda baper, ngg bisa tidur, teringat mantan dan gangguan hubungan lainnya.
Selamat datang di cerita ane yang ke-4. :welcome
Cerita ini adalah cerita lanjutan dari Love Magnitudeyang sudah tamat dan sudah di gembok.
Kenapa buat baru gan? karena cerita di sini akan menceritakan kejadian setelah apa yang terjadi di Love Magnitude.
Jadi harus baca cerita itu dong? ya kalau agan ingin ngerti betul cerita selanjutnya memang wajib baca cerita sebelumnya, karena pasti akan ada keterikatan.

Ucapan dari saya, Selamat menikmati kelanjutan ceritanya. :terimakasih
Quote:
Quote:
Ane menerima segala bentuk komentar dan kritik yang membangun, cendol juga ane terima. 

Diubah oleh fadw.crtv 29-05-2017 20:16
santet72 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
27.4K
Kutip
114
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
fadw.crtv
#30
Part 5
Quote:
“Mas, ini kembaliannya.” Aku tersadar belum mengambil kembaliannya.
Aku lalu kembali untuk mengambil uang kembalian, dan aku melihat dua orang itu sedang beranjak dan sepertinya akan pulang, atau mungkin pergi ke tempat lain.
“Ini Mas, kembaliannya, terima kasih ya.” Ucap pelayan yang memberikan uang kembalian.
Aku hanya mengangguk dan kemudian langsung meninggalkan tempat tersebut. Dengan seribu fikiran dan perasaan yang aku coba aku hilangkan, aku berjalan pelan menikmati jalanan malam hari ini.
Sampai kosan aku hanya bisa terbaring di atas tempat tidur, menatap langit-langit kamar yang kosong sama seperti hatiku.
Sampai titik ini aku hanya satu hal yang terfikir olehku, aku lanjutkan drama ini tetapi menyiksa diriku atau aku putuskan Mita tetapi pasti akan mengganggu dalam hal pekerjaan.
Akhirnya aku memilih jalan tengah, yaitu tidak terlalu memikirkan hal tersebut dan aku pun tertidur.
Jam lima subuh aku terbangun, aku lalu pergi ke kamar mandi untuk mandi dan setelah itu aku hanya bisa di kamar duduk menonton televisi yang menyala dari semalam.
Aku sedikit terkaget, karena ada yang mengetuk pintu kamarku. Yang aku pikirkan hanya satu orang di balik pintu itu. Akhirnya aku terpaksa membukanya.
“Mas, saya main di sini yah, nih saya bawa kopi dua kita sambil ngopi.” Wisnu yang mengetuk pintuku ternyata.
“Ouh iya, monggo Mas, jadi ngerepotin, ngomong-ngomong barusan ngetuk pake apa yah?, itu tangannya dua-duanya bawa gelas.” Aku mempersilahkan Wisnu untuk masuk ke kamarku.
“Si Mas, pengen tahu aja ah, nanti rahasia saya terbongkar.” Ucapnya bercanda.
Aku dan dia lalu duduk di tempat tidur, karena di kamar ini tidak ada kursi, hanya meja lesehan dan aku belum membeli karpet sebagai alas duduk.
“Aduh, sekali lagi jadi ngerepotin gini Mas, dibawain kopi lagi.” Ucapku.
“Ngg apa-apa Mas, kita kan temen sekantor, iya Mas, kemarin Mas kaya yang sombong gitu, serius amat kerjanya.” Ucapnya membuka pembicaraan.
“Ya namanya orang baru saya, belum ngerti apa-apa, kerjaan pun harus berapa jam saya selesain saya belum tahu.” Jelasku.
“Tapi Mas, udah lumayan koq segitu, saya dulu satu data aja sampe dua jam.”
“Iya sih mas, saya juga pernah kerja sebelum ke sini, jadi mungkin udah kebiasaan di perusahaan yang lama, tapi di sini saya belum tahu seluk beluknya bagaimana.” Ucapku.
“Iya Mas, kata saya segitu sudah cukup koq.” Ucapnya.
Baru kali ini, aku menemukan orang yang tidak menanyakan tentang perusahaan lamaku, aku berfikir positif saja dia tidak mau mengungkit masa lalu.
“Ngomong-ngomong, mas asli mana, koq ngekos di sini?” Tanyaku.
“Saya asli Bali, nanti Mas saya ajak main ke Bali yah.” Ucapnya.
“Waduh asyik nih, saya dulu juga pernah ke Bali Mas, tapi sudah lama.” Jelasku.
“Seru Mas, cuma kalau weekend gitu paling jangan jauh-jauh, lama di jalan nanti.” Jelasnya.
Aku dan Wisnu mengobrol sampai jam setengah tujuh dan kopi di gelasku masih tersisa.
“Yaudah Mas, saya pamit dulu, mau mandi, tumben situ udah mandi.” Ucapnya.
“Saya penganut aliran musik anak-anak, Mas, bangun tidur ku terus mandi.” Ucapku bercanda dan Wisnu beranjak dari kamarku.
Aku lalu mengecek hpku yang dari tadi tidak aku lihat dan aku silent, dan aku lihat sudah ada beberapa pesan SMS serta satu misscall tepat beberapa menit yang lalu dari Mita.
Aku lalu membuka SMS yang isinya tidak jauh dari penjelasan-penjelasan dia tentang kejadian semalam, sebenarnya aku sudah tidak terlalu berfikir tentang semalam.
Tak lama saat aku membaca SMSnya, panggilan dari Mita pun masuk.
“Halo, ada apa, Mit?” Ucapku.
“Kamu dari semalem kemana aja?, terus barusan kenapa ngg diangkat telpon aku?” Tanyanya.
“Loh, harusnya aku yang nanya gitu, lagian kamu kemarin tahukan aku dimana.” Jawabku.
“Iya maaf tentang semalam, aku tahu kamu ngambek, aku ngg bilang-bilang.” Ucapnya.
“Iyaudah, selesaikan masalahnya.” Ucapku singkat.
“Maaf kalau aku nyakitin kamu.” Ucap sesalnya.
“Iya, makasih juga loh udah kaya gitu.” Ucapku membalas.
“Aku masih tugas sama dia hari ini, masih banyak kerjaan yang belum selesai kemarin.” Jelasnya sedikit membuat aku emosi.
“Makannya, kalau kerja ya kerja, jangan cengengesan, sampai asyik lupa sama kerjaan.” Tegasku.
“Iyah.” Jawabnya.
“Yaudah aku mau siap-siap dulu. Dadah.” Aku lalu menutupnya secara sepihak.
Aku lalu menyiapkan baju yang akan aku pakai hari ini, ya walau pun aku laki-laki tetapi aku bisa melakukan beberapa perkerjaan rumah tangga, sebetulnya lebih ke arah terpaksa yang membuat aku bisa seperti ini.
Tepat jam setengah delapan kurang, aku lalu pergi ke kantorku, dan seperti biasa aku sarapan di tukang bubur langganan, karena di situ tersedia layanan curhat.
Beberapa menit kemudian aku sudah sampai di tempat itu, dan aku tidak melihat mas Wiro, “Mungkin dia sedang mengantar pesanan ke hotel itu.” Pikirku.
Tak beberapa lama, dia sudah kembali dan langsung membuatkan aku bubur tanpa aku perintahkan.
“Ini Mas, monggo.” Ucapnya sambil menyodorkan semangkuk bubur seperti biasa.
“Habis darimana, Mas?” Tanyaku.
“Biasa dari dalem, itu hotel ngg bener ya, Mas?” Tanyanya.
“Perasaan yang pribumi di sini bukan saya, Mas. Biasanya dari sini, Mas lihat gimana?” Tanyaku.
“Ngg Mas, barusan saya lihat ada perempuan pas nganterin bubur, yang nerimanya cowok sih, dan dia pesen dua mangkok bubur.” Ucapnya.
“Yaudah Mas, barang kali dia udah suami istri.” Ucapku sambil sedikit demi sedikit menyuapkan bubur ke mulutku.
Mas Wiro kemudian kembali menerima pelanggan dan aku sendirian menghabiskan bubur yang di tanganku sambil melihat ke arah hotel tersebut.
Seharusnya aku tidak perlu melihat hotel ini lagi, karena memang sebaiknya aku menjauh dari situ, tetapi sepertinya tidak bisa.
“UHUKKK, UHUKKK.” Suaru ku tersedak.
Sontak mas Wiro mendekatiku dengan membawa air minum.
“Waduh Mas, sampai tersedak gitu kenapa?” Tanyanya.
Bersambung ...
Aku lalu kembali untuk mengambil uang kembalian, dan aku melihat dua orang itu sedang beranjak dan sepertinya akan pulang, atau mungkin pergi ke tempat lain.
“Ini Mas, kembaliannya, terima kasih ya.” Ucap pelayan yang memberikan uang kembalian.
Aku hanya mengangguk dan kemudian langsung meninggalkan tempat tersebut. Dengan seribu fikiran dan perasaan yang aku coba aku hilangkan, aku berjalan pelan menikmati jalanan malam hari ini.
Sampai kosan aku hanya bisa terbaring di atas tempat tidur, menatap langit-langit kamar yang kosong sama seperti hatiku.
Sampai titik ini aku hanya satu hal yang terfikir olehku, aku lanjutkan drama ini tetapi menyiksa diriku atau aku putuskan Mita tetapi pasti akan mengganggu dalam hal pekerjaan.
Akhirnya aku memilih jalan tengah, yaitu tidak terlalu memikirkan hal tersebut dan aku pun tertidur.
***
Jam lima subuh aku terbangun, aku lalu pergi ke kamar mandi untuk mandi dan setelah itu aku hanya bisa di kamar duduk menonton televisi yang menyala dari semalam.
Aku sedikit terkaget, karena ada yang mengetuk pintu kamarku. Yang aku pikirkan hanya satu orang di balik pintu itu. Akhirnya aku terpaksa membukanya.
“Mas, saya main di sini yah, nih saya bawa kopi dua kita sambil ngopi.” Wisnu yang mengetuk pintuku ternyata.
“Ouh iya, monggo Mas, jadi ngerepotin, ngomong-ngomong barusan ngetuk pake apa yah?, itu tangannya dua-duanya bawa gelas.” Aku mempersilahkan Wisnu untuk masuk ke kamarku.
“Si Mas, pengen tahu aja ah, nanti rahasia saya terbongkar.” Ucapnya bercanda.
Aku dan dia lalu duduk di tempat tidur, karena di kamar ini tidak ada kursi, hanya meja lesehan dan aku belum membeli karpet sebagai alas duduk.
“Aduh, sekali lagi jadi ngerepotin gini Mas, dibawain kopi lagi.” Ucapku.
“Ngg apa-apa Mas, kita kan temen sekantor, iya Mas, kemarin Mas kaya yang sombong gitu, serius amat kerjanya.” Ucapnya membuka pembicaraan.
“Ya namanya orang baru saya, belum ngerti apa-apa, kerjaan pun harus berapa jam saya selesain saya belum tahu.” Jelasku.
“Tapi Mas, udah lumayan koq segitu, saya dulu satu data aja sampe dua jam.”
“Iya sih mas, saya juga pernah kerja sebelum ke sini, jadi mungkin udah kebiasaan di perusahaan yang lama, tapi di sini saya belum tahu seluk beluknya bagaimana.” Ucapku.
“Iya Mas, kata saya segitu sudah cukup koq.” Ucapnya.
Baru kali ini, aku menemukan orang yang tidak menanyakan tentang perusahaan lamaku, aku berfikir positif saja dia tidak mau mengungkit masa lalu.
“Ngomong-ngomong, mas asli mana, koq ngekos di sini?” Tanyaku.
“Saya asli Bali, nanti Mas saya ajak main ke Bali yah.” Ucapnya.
“Waduh asyik nih, saya dulu juga pernah ke Bali Mas, tapi sudah lama.” Jelasku.
“Seru Mas, cuma kalau weekend gitu paling jangan jauh-jauh, lama di jalan nanti.” Jelasnya.
Aku dan Wisnu mengobrol sampai jam setengah tujuh dan kopi di gelasku masih tersisa.
“Yaudah Mas, saya pamit dulu, mau mandi, tumben situ udah mandi.” Ucapnya.
“Saya penganut aliran musik anak-anak, Mas, bangun tidur ku terus mandi.” Ucapku bercanda dan Wisnu beranjak dari kamarku.
Aku lalu mengecek hpku yang dari tadi tidak aku lihat dan aku silent, dan aku lihat sudah ada beberapa pesan SMS serta satu misscall tepat beberapa menit yang lalu dari Mita.
Aku lalu membuka SMS yang isinya tidak jauh dari penjelasan-penjelasan dia tentang kejadian semalam, sebenarnya aku sudah tidak terlalu berfikir tentang semalam.
Tak lama saat aku membaca SMSnya, panggilan dari Mita pun masuk.
“Halo, ada apa, Mit?” Ucapku.
“Kamu dari semalem kemana aja?, terus barusan kenapa ngg diangkat telpon aku?” Tanyanya.
“Loh, harusnya aku yang nanya gitu, lagian kamu kemarin tahukan aku dimana.” Jawabku.
“Iya maaf tentang semalam, aku tahu kamu ngambek, aku ngg bilang-bilang.” Ucapnya.
“Iyaudah, selesaikan masalahnya.” Ucapku singkat.
“Maaf kalau aku nyakitin kamu.” Ucap sesalnya.
“Iya, makasih juga loh udah kaya gitu.” Ucapku membalas.
“Aku masih tugas sama dia hari ini, masih banyak kerjaan yang belum selesai kemarin.” Jelasnya sedikit membuat aku emosi.
“Makannya, kalau kerja ya kerja, jangan cengengesan, sampai asyik lupa sama kerjaan.” Tegasku.
“Iyah.” Jawabnya.
“Yaudah aku mau siap-siap dulu. Dadah.” Aku lalu menutupnya secara sepihak.
Aku lalu menyiapkan baju yang akan aku pakai hari ini, ya walau pun aku laki-laki tetapi aku bisa melakukan beberapa perkerjaan rumah tangga, sebetulnya lebih ke arah terpaksa yang membuat aku bisa seperti ini.
Tepat jam setengah delapan kurang, aku lalu pergi ke kantorku, dan seperti biasa aku sarapan di tukang bubur langganan, karena di situ tersedia layanan curhat.
Beberapa menit kemudian aku sudah sampai di tempat itu, dan aku tidak melihat mas Wiro, “Mungkin dia sedang mengantar pesanan ke hotel itu.” Pikirku.
Tak beberapa lama, dia sudah kembali dan langsung membuatkan aku bubur tanpa aku perintahkan.
“Ini Mas, monggo.” Ucapnya sambil menyodorkan semangkuk bubur seperti biasa.
“Habis darimana, Mas?” Tanyaku.
“Biasa dari dalem, itu hotel ngg bener ya, Mas?” Tanyanya.
“Perasaan yang pribumi di sini bukan saya, Mas. Biasanya dari sini, Mas lihat gimana?” Tanyaku.
“Ngg Mas, barusan saya lihat ada perempuan pas nganterin bubur, yang nerimanya cowok sih, dan dia pesen dua mangkok bubur.” Ucapnya.
“Yaudah Mas, barang kali dia udah suami istri.” Ucapku sambil sedikit demi sedikit menyuapkan bubur ke mulutku.
Mas Wiro kemudian kembali menerima pelanggan dan aku sendirian menghabiskan bubur yang di tanganku sambil melihat ke arah hotel tersebut.
Seharusnya aku tidak perlu melihat hotel ini lagi, karena memang sebaiknya aku menjauh dari situ, tetapi sepertinya tidak bisa.
“UHUKKK, UHUKKK.” Suaru ku tersedak.
Sontak mas Wiro mendekatiku dengan membawa air minum.
“Waduh Mas, sampai tersedak gitu kenapa?” Tanyanya.
Bersambung ...
pulaukapok memberi reputasi
1
Kutip
Balas