Berpisah
Quote:
Entah apa yang mendorongku untuk mengatakan hal itu, aku tidak mau jauh dari mereka , namun aku sadar jika Rathi dan Luna pasti sangat terluka dengan perlakuanku selama ini. Mungkin dengan begini mereka bisa membenciku dan bisa memilih orang lain.
Setibanya di kelas.
“Cie cie. Tembak-tembak-tembak”, sorak sorai yang menyemangatiku
“hai Vi”, ucapku
Dia hanya tersenyum malu
“gini Vi, kita udah kenal cukup lama, dan gua mau kenal lw lebih deket lagi. Kalau memang lu terima bisa pegang tangan gua, kalau lu nolak, lw bisa tampar tangan gua”, ucapku yang entah dari mana kata-kata itu berasal.
“terima-terima-terima-terima”, sorak sorai yang menyemangati Vivi
“aku terima”, jawab Vivi sambil memegang tanganku
“wooooo. Horeeeee. Asiiiikkkk. Selamet ya!!!”, kelas menjadi sangat rusuh dan teman-teman Vivi menyalami ku.
Akupun langsung keluar, terlihat Rathi dan Luna di sana.
“selamet y....”, ucapan Luna kupotong
“ga perlu”, ucapku singkat
Kami bertiga pun terdiam cukup lama. Vivi pun pulang bersama teman-temannya. Sampai Vivi hilang dari pandangan kami masih tetap terdiam.
“aku ga suka kita kaya g....”, ucapan Rathi pun ku potong
“AKU LEBIH GA SUKA THI, KAMU GA TAU KALO AKU UDAH NYAMAN SAMA KALIAN BERDUA, KAMU GA TAU SENENGNYA AKU WAKTU DI JENGUK SAMA KALIAN. KAMU GA TAU SENENGNYA AKU WAKTU NGELIAT KALIAN SAMA IBU AKU KETAWA-KETAWA!”, teriakku
“kamu mau bilang terserah aku. Terima kalau aku milih Vivi. KALAU MEMANG GA TERIMA BILANG KE AKU, LARANG AKU!!, ucapku sambil menahan tangis lalu berlari kekelas dan mengambil tas lalu pulang.
Selama perjalanan pulang rasa sakit dan sesak didada semakin tidak bisa kutahan yang akhirnya akupun menangis, dibarengi dengan hujan yang turun cukup deras, aku berlari dan terus berlari sampai naeik angkot dan tiba di rumah aku langsung masuk kamar. Hari ini kuhabis kan dengan menyendiri di kamar. Kepalaku terasa berat, remang-remang ku lihat “silver” di dekatku berbisik sesuatu yang entah apa hingga aku tertidur.
Saat kubangun hari ini badanku terasa tidak enak. Aku pun bangun dan berdiri di depan cermin. Teringat kejadian kemarin, kulihat diriku di cermin dan aku merasakan diriku berbeda sekali dengan yang dulu. Emosiku sulit ku kontrol, di hadapan Rathi dan Luna seakan-akan aku kehilangan kontrol akan diriku sendiri. Aku yang dulu tidak akan selemah ini. Ku tarik nafas dalam-dalam dan mulai ku ingat diriku yang dulu seperti apa. Akupun langsung bersiap ke sekolah.
Sesampainya di sekolah aku berjalan langsung menuju kelas, saat di pintu kelas aku terhenti “sial, lupa kalau pergantian tempat duduk”, aku pun kembali keluar bersandar di pintu.
Terasa ada yang menarik tas ku
“kita sebangku”, ucap Vivi malu-malu
Aku pun hanya tersenyum dan duduk di sebalah Vivi
“cie cie, peje doooooong. Traktiran!!”, kelaspun menjadi rusuh saat kami duduk bersama.
“apaan sih”, ucap vivi
Akupun memejamkan mata dan menarik nafas dalam-dalam, saat kubuka mata entah mengapa semua langsung terdiam. Ternyata guru sudah ada di dalam kelas.
“Teo, kamu duduknya ganti-ganti terus nih”, ucap wali kelasku
“playboy bu”, teriak salah satu siswa
Dan semuanya pun tertawa.
Mulai saat itu ku jalani hubungan bersama Vivi. Tidak ada hal yang spesial, mungkin karena ini pertama kalinya aku pacara, Vivi masih suka malu-malu saat ngobrol denganku. Hubunganku dengan Rathi dan Luna tidak sedekat dulu, bisa di bilang sifatku menjadi cukup dingin kepada mereka. Aku jadi lebih dekat dengan teman-teman Vivi. Iam salah satunya. Tak jarang kami berjalan berdua seperti pasangan homo.
Beberapa bulan pun berlalu sampai akhirnya selesai ulangan caturwulan pertama. Sebelum pembagian rapot ada kegiatan bebas selama beberapa hari yang di isi dengan class meeting.
Saat itu aku sedang di kelas, entah ada masalah apa antara Rik dan Bob saat itu. rik memiliki badan yang sepantaran denganku sedangkan Bob memiliki badan yang kecil. Terlihat oleh ku Bob sedang di dorong-dorong oleh Rik sampai terkena meja, tapi bob tidak melawan sama sekali. Melihat hal itu membuatku sedikit risih
“Rik”,ucapku
“apa!”, jawabnya dengan nada tinggi
“biasa aja, ga usah dorong-dorong Bob lah”, ucapku
“gua ga ada urusan sama lu !”, ucapnya lagi lalu mendorong Bob
Akupun langsung berdiri didepan Bob
“kalau mau ribut cari lawan yang se ukuran. Sini ribut sama gua!!”, ucapku setengah berteriak
Rik pun diam
“waduh ada apa ini, udah-udah”, Iam pun datang dan membawa Rik keluar
Aku langsung kembali ke tempat dudukku. Tak lama setelah itu Vivi datang.
“kamu ada masalah apa sama Rik?”, tanya Vivi
“ga suka aja sama perlakuan dia ke Bob”, ucapku
“yaudah kamu sabar ya”, ucapnya
Aku pernah mendengar kata-kata “lawan hari ini, kawan di hari esok” itu ada benarnya. Karena 2 minggu setelah kejadian itu, aku Iam, Bob dan Rik menjadi teman dekat. Aku tidak tau mulai kapan kami dekat, tapi jika kami membicarakan game saat itulah ada koneksi di antara kami berempat sehingga kami jadi dekat.
Waktupun terus berlalu hubunganku dengan Luna dan Rathi tidak ada perkembangan, hubunganku dengan Vivi mulai memburuk sampai akhirnya aku tahu rasanya di kecewakan dan di khianati.