- Beranda
- Stories from the Heart
Seperti Air Mengalir
...
TS
haihana
Seperti Air Mengalir
Gue memandang buku berwarna hitam dalam pangkuan tanggan gue, melihat selembar demi lembar isinya dan sesekali tersenyum.
gue seakan kembali ke 10 tahun yang lalu, saat masih berseragam putih abu dan mengulang masa remaja gue seperti dalam gambar di buku ini. gambar sekumpulan laki-laki dan perempuan berfoto dengan tema tahun 80an. "Teko ajaib bawa gue kembali ke masa itu dong"
***
nama gue Raka, gue anak pecicilan yang agak melankolis, gue suka gambar dan yang paling penting gue suka makan dan tidur.hehe..
segitu aja deh ntar kalo kepanjangan pada suka sama gue berabe. anyway selamat baca ya.
***
gue seakan kembali ke 10 tahun yang lalu, saat masih berseragam putih abu dan mengulang masa remaja gue seperti dalam gambar di buku ini. gambar sekumpulan laki-laki dan perempuan berfoto dengan tema tahun 80an. "Teko ajaib bawa gue kembali ke masa itu dong"
***
nama gue Raka, gue anak pecicilan yang agak melankolis, gue suka gambar dan yang paling penting gue suka makan dan tidur.hehe..
segitu aja deh ntar kalo kepanjangan pada suka sama gue berabe. anyway selamat baca ya.
***
Quote:
Spoiler for Index:
Diubah oleh haihana 21-05-2017 18:05
Nankendra dan 2 lainnya memberi reputasi
3
15.9K
99
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
haihana
#69
Delapanbelas
" Kamu yakin Han bilang gue anak baik?" ucap gue sambil mendekatkan wajah gue ke wajah Hana.
Semakin dekat.. semakin dekat dan...
" Han ada jerawat di muka lu.. hihiy Hana akhirnya jerawatan juga.. udah mulai suka-sukaan sama cowok pasti nih.. hahah" canda gue sesaat setelah gue
melihat wajah Hana memerah karna wajah gue yang mendekat ke wajahnya tadi.
" Ishhh RAKAAA.. nyebelinn!!" ucap Hana sambil menutup wajah dengan kedua tangannya.
" Adeuhh Hana adeuhh.. kenalin gue dong Han siapa cowoknya" goda gue.
Hana masih menutup wajahnya tangannya yang satu menyubit pinggang gue karna kesal gue godain. Anehnya terdengar isak tangis dibalik wajah yang dia tutupi
tangan itu.
" Han.. hann lu nangis?" tanya gue
"..." hanya terdengar suara isakan
" Han udah dong jangan nangis ini gue jadi panik. entar gue disangka abis ngapa-ngapain elu lagi" ucap gue sambil mendorong-dorong tangan Hana
"..." Hana masih diam
" Hann... gula manis gula jawa abis nagis ketawa" ucap gue mencoba menghibur
Hana masih terisak. Gue membetulkan posisi duduk gue jadi di depan Hana, gue tarik tangannya lalu menggenggamnya erat. Gue menghapus sisa air mata yang menetes di pipinya.
" Udah yaa jangan nagis lagi Han" ucap gue berusaha menenangkan.
Tidak lama Hana berhasil menguasai dirinya, dia menatap gue yang kebingungan lalu tersenyum.
" Nah gitu dong, gula manis gula jawa abis nangis ketawa" ucap gue lagi mencoba mencairkan suasana.
" Rakaa.. kelakuan kamu itu yang bikin aku nangis" ucap Hana lagi
" Lah emang gue ngalakuin apa Han sampe bikin lu nangis?" tanya gue heran.
" Itu kaya tadi kamu selalu aja bikin orang merasa hangat Ka. Kamu selalu becandain aku. Aku pasti bakal kehilangan kamu banget nanti" ucap Hana.
Gue ga pernah sadar kalau Hana menganggap gue sepenting itu. Hari itu Hana banyak cerita tentang dirinya. Hana yang introvert cerita ke gue yang begajulan ini. Gue yang selengean, doyan becandain dia ternyata membuat dia nyaman meski kadang sering sekali gue membuat dia kesal karna sifat usil gue. Gue jadi tahu tentang Hana. Anak yang sedari kecil terbebani dengan obsesi kedua orang tuanya untuk selalu jadi yang terbaik. Seberapa besar usaha maupun pencapaian Hana, ga akan di apresiasi orang tua nya jika dia bukan jadi nomor satu. Dia selalu di tuntut lebih dari sisi akademis dan sepanjang perjalanannya itu pula dia tertekan dan merasa tidak memiliki kesempatan untuk menikmati hidupnya. gue jadi paham dengan sifat dia yang pendiam dan beberbeda 180 derajat ketika sedang bersama gue dan asty dengan saat bersama teman-teman gue yang lain. Dari tekanan-tekanan itu Hana tumbuh jadi seorang Hana yang tidak memiliki kepercayaan diri pada dirinya sendiri.
Gue paham sepenuhnya dengan yang Hana rasakan karna gue juga merasakan hal yang sama. Kita berdua sama-sama tidak diberi kesempatan untuk memilih apa yang jadi minat kita dan cenderung menjalani hidup seperti robot yang terima begitu saja apa yang dipilihkan oleh kedua orang tua kita. Hanya saja gue lebih ke type pembangkang dan senang cari masalah sedang Hana type penurut. Orang tua memang selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya tapi tidak selamanya yang baik menurut orang tua itu baik untuk anak.
Gue sepakat dengan pendapat pendekatan pada anak itu harus dilihat secara personal karena karakter dan kepribadian anak itu berbeda-beda. minat dan bakat mereka pun berbeda maka perlakuannya pun harus berbeda supaya perkembangan anak bisa maksimal. Anak dengan type kinestetik di tempatkan di sekolah formal itu menurut gue kurang tepat. Mana betah dia duduk berjam-jam mendengarkan guru, mengerjakan soal dan berbagai kegiatan yang menuntut dia untuk diam dalam waktu yang cukup lama.
Sebagai orang tua pun kita ga boleh memaksakan diri karena gengsi melihat anak si A begini si B begitu jadi kita ikut-ikutan pola pendidikan yang diterapkan tanpa melihat minat dan bakat si anak. Tanpa melihat si anak happy atau tertekan. Ingatlah anak bukan robot yang bisa di setting sesuka hati kita. dan ingatlah juga setiap anak itu memiliki kelebihan dan kekuranganya masing-masing. jangan paksakan anak pada kekurangannya. belajarlah untuk menjadi bijak karna yang terpenting itu salah satunya adalah membangun mental mereka. Peer yang selama ini selalu terabaikan.
" Han, jangan iri sama gue karna gue pun sama kaya lu" ucap gue sesaat setelah Hana mengatakan lagi kalau dia iri dengan kehidupan gue.
" Maksud kamu Ka?" tanya Hana bingung
" Iya Han, rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau. Hijaunya rumput di rumah gue belum tentu lebih bagus dari rumput di rumah lu. Lu kan hanya melihat warnanya dari luar aja tapi lu ga tau kan di dalamnya kaya apa?" ucap gue
" Aku malah jadi makin bingung, maksudnya apa sih Ka ko pake rumput-rumputan segala?" tanya Hana.
Gue menceritakan tentang hidup gue pada Hana. termasuk semua perasaan kecewa gue sama kedua orang tua gue. Hana hanya mendengarkan sambil sesekali mengusap air matanya. Heran gue yang cerita ko dia yang nangis. Apa pula yang dia tangisi? Gue juga heran selama ini gue ga pernah cerita masalah gue sama siapapun. tapi beberapa hari terakhir ini gue justru menceritakannya pada Pa Soleh dan Hana. Entah kenapa bercerita sama mereka berdua membuat gue jadi sedikit lega. Dan entah kenapa juga dengan mereka gue mampu menceritakan apa yang gue pendam dalam hati selama ini.
" Ko bisa sih Ka?" tanya Hana lagi
" Bisa apa Han?" tanya gue
" Ya ko bisa selama ini kamu nyembunyiin perasaan seperti itu? ko bisa kamu tetep ceria dan menyenangkan di depan teman-teman yang lain?" tanya Hana
" Dibikin woles aja lah Han. Orang lain kan juga ga perlu tau kesedihan kita kan? lagian kalo kita pasang muka ditekuk mulu kan ga enak diliat" jawab gue
" ..."
" Jadi sekarang lu jangan pernah berpikir untuk iri sama orang lain ya. Lu harus bersyukur dengan hidup lu sendiri. Lu harus menikmati hidup lu dengan cara yang baik tapi ya. Lu harus bahagia ya. Inget bahagia itu kita juga yang ciptakan loh" tambah gue lagi.
Hana tersenyum lalu mengangguk
" Makasih ya Ka sudah ngingetin aku" ucap Hana
" Iya sama-sama. Pulang yuk Han udah sore nih" ajak gue
" Ayok" jawab Hana
Setelah membayar pesanan tadi kami berdua jalan ke halte untuk naik angkutan umum.
" Ka, setelah ini semoga kita masih bisa ketemu ya" ucap Hana sambil menunduk
" Iya nanti sesekali gue main kesini deh biar lu ga kesepian ditinggal cowok cakep kaya gue" ucap gue belagu
" Ishh dasar kepedean kamu!" protes Hana sambil mencubit pinggang gue
" Aww sakit ih Hann" ucap gue sambil meringis. Hana cekikikan
" Hann..." panggil gue lagi
" Hemmm.. " ucap Hana sambil melihat ke arah gue.
Gue mengeluarkan sebuah gantungan kunci berbentuk candi yang gue beli di malioboro saat akan pulang dari Jogja beberapa hari yang lalu lalu menyerahkannya pada Hana.
" Nihh oleh-oleh sekaligus kenang-kenangan buat lu" ucap gue
" Wahh asyiikk aku dpt hadiah. makasih yaa Kaa" ucap Hana kegirangan sambil menggoyang-goyang kan gantungan kunci yang gue kasih
" Cuma gantungan kunci doang kali Han, ga usah lebay" ucap gue
" Yee kan yang penting itu siapa yang ngasih Ka" ucap Hana pelan dengan pipi yang memerah
Gue tersenyum. Dari jauh angkot yang di tunggu Hana mulai mendekat.
" Ka, sini sebentar aku mau bisikin sesuatu" ucap Hana
" Apaan si? ngomong langsung aja kali Han ngapain make bisik-bisik segala" protes gue
" Ish Raka. sini cepetannnn kupingnya" ucap Hana sambil sedikit menjinjitkan kakinya
Gue mendekatkan kuping gue ke arah Hana
" Gue sayang sama lo Ka" bisik Hana.
Gue yang mendengarnya dengan samar karna bisingnya kendaraan malah jadi diam mematung. Kaget dan belum sempat gue tanyakan ke Hana, dia sudah berlari kecil menaiki angkutan umum jurusan ke arah rumahnya.
" Semoga nanti kita ketemu lagi ya Ka.. Dadah Rakaa" ucap Hana setengah berteriak dari dalam angkutan umum yang langsung membawanya menghilang dari pandangan gue yang masih bengong tidak percaya dengan apa yang gue dengar tadi.
***
" Kamu yakin Han bilang gue anak baik?" ucap gue sambil mendekatkan wajah gue ke wajah Hana.
Semakin dekat.. semakin dekat dan...
" Han ada jerawat di muka lu.. hihiy Hana akhirnya jerawatan juga.. udah mulai suka-sukaan sama cowok pasti nih.. hahah" canda gue sesaat setelah gue
melihat wajah Hana memerah karna wajah gue yang mendekat ke wajahnya tadi.
" Ishhh RAKAAA.. nyebelinn!!" ucap Hana sambil menutup wajah dengan kedua tangannya.
" Adeuhh Hana adeuhh.. kenalin gue dong Han siapa cowoknya" goda gue.
Hana masih menutup wajahnya tangannya yang satu menyubit pinggang gue karna kesal gue godain. Anehnya terdengar isak tangis dibalik wajah yang dia tutupi
tangan itu.
" Han.. hann lu nangis?" tanya gue
"..." hanya terdengar suara isakan
" Han udah dong jangan nangis ini gue jadi panik. entar gue disangka abis ngapa-ngapain elu lagi" ucap gue sambil mendorong-dorong tangan Hana
"..." Hana masih diam
" Hann... gula manis gula jawa abis nagis ketawa" ucap gue mencoba menghibur
Hana masih terisak. Gue membetulkan posisi duduk gue jadi di depan Hana, gue tarik tangannya lalu menggenggamnya erat. Gue menghapus sisa air mata yang menetes di pipinya.
" Udah yaa jangan nagis lagi Han" ucap gue berusaha menenangkan.
Tidak lama Hana berhasil menguasai dirinya, dia menatap gue yang kebingungan lalu tersenyum.
" Nah gitu dong, gula manis gula jawa abis nangis ketawa" ucap gue lagi mencoba mencairkan suasana.
" Rakaa.. kelakuan kamu itu yang bikin aku nangis" ucap Hana lagi
" Lah emang gue ngalakuin apa Han sampe bikin lu nangis?" tanya gue heran.
" Itu kaya tadi kamu selalu aja bikin orang merasa hangat Ka. Kamu selalu becandain aku. Aku pasti bakal kehilangan kamu banget nanti" ucap Hana.
Gue ga pernah sadar kalau Hana menganggap gue sepenting itu. Hari itu Hana banyak cerita tentang dirinya. Hana yang introvert cerita ke gue yang begajulan ini. Gue yang selengean, doyan becandain dia ternyata membuat dia nyaman meski kadang sering sekali gue membuat dia kesal karna sifat usil gue. Gue jadi tahu tentang Hana. Anak yang sedari kecil terbebani dengan obsesi kedua orang tuanya untuk selalu jadi yang terbaik. Seberapa besar usaha maupun pencapaian Hana, ga akan di apresiasi orang tua nya jika dia bukan jadi nomor satu. Dia selalu di tuntut lebih dari sisi akademis dan sepanjang perjalanannya itu pula dia tertekan dan merasa tidak memiliki kesempatan untuk menikmati hidupnya. gue jadi paham dengan sifat dia yang pendiam dan beberbeda 180 derajat ketika sedang bersama gue dan asty dengan saat bersama teman-teman gue yang lain. Dari tekanan-tekanan itu Hana tumbuh jadi seorang Hana yang tidak memiliki kepercayaan diri pada dirinya sendiri.
Gue paham sepenuhnya dengan yang Hana rasakan karna gue juga merasakan hal yang sama. Kita berdua sama-sama tidak diberi kesempatan untuk memilih apa yang jadi minat kita dan cenderung menjalani hidup seperti robot yang terima begitu saja apa yang dipilihkan oleh kedua orang tua kita. Hanya saja gue lebih ke type pembangkang dan senang cari masalah sedang Hana type penurut. Orang tua memang selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya tapi tidak selamanya yang baik menurut orang tua itu baik untuk anak.
Gue sepakat dengan pendapat pendekatan pada anak itu harus dilihat secara personal karena karakter dan kepribadian anak itu berbeda-beda. minat dan bakat mereka pun berbeda maka perlakuannya pun harus berbeda supaya perkembangan anak bisa maksimal. Anak dengan type kinestetik di tempatkan di sekolah formal itu menurut gue kurang tepat. Mana betah dia duduk berjam-jam mendengarkan guru, mengerjakan soal dan berbagai kegiatan yang menuntut dia untuk diam dalam waktu yang cukup lama.
Sebagai orang tua pun kita ga boleh memaksakan diri karena gengsi melihat anak si A begini si B begitu jadi kita ikut-ikutan pola pendidikan yang diterapkan tanpa melihat minat dan bakat si anak. Tanpa melihat si anak happy atau tertekan. Ingatlah anak bukan robot yang bisa di setting sesuka hati kita. dan ingatlah juga setiap anak itu memiliki kelebihan dan kekuranganya masing-masing. jangan paksakan anak pada kekurangannya. belajarlah untuk menjadi bijak karna yang terpenting itu salah satunya adalah membangun mental mereka. Peer yang selama ini selalu terabaikan.
" Han, jangan iri sama gue karna gue pun sama kaya lu" ucap gue sesaat setelah Hana mengatakan lagi kalau dia iri dengan kehidupan gue.
" Maksud kamu Ka?" tanya Hana bingung
" Iya Han, rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau. Hijaunya rumput di rumah gue belum tentu lebih bagus dari rumput di rumah lu. Lu kan hanya melihat warnanya dari luar aja tapi lu ga tau kan di dalamnya kaya apa?" ucap gue
" Aku malah jadi makin bingung, maksudnya apa sih Ka ko pake rumput-rumputan segala?" tanya Hana.
Gue menceritakan tentang hidup gue pada Hana. termasuk semua perasaan kecewa gue sama kedua orang tua gue. Hana hanya mendengarkan sambil sesekali mengusap air matanya. Heran gue yang cerita ko dia yang nangis. Apa pula yang dia tangisi? Gue juga heran selama ini gue ga pernah cerita masalah gue sama siapapun. tapi beberapa hari terakhir ini gue justru menceritakannya pada Pa Soleh dan Hana. Entah kenapa bercerita sama mereka berdua membuat gue jadi sedikit lega. Dan entah kenapa juga dengan mereka gue mampu menceritakan apa yang gue pendam dalam hati selama ini.
" Ko bisa sih Ka?" tanya Hana lagi
" Bisa apa Han?" tanya gue
" Ya ko bisa selama ini kamu nyembunyiin perasaan seperti itu? ko bisa kamu tetep ceria dan menyenangkan di depan teman-teman yang lain?" tanya Hana
" Dibikin woles aja lah Han. Orang lain kan juga ga perlu tau kesedihan kita kan? lagian kalo kita pasang muka ditekuk mulu kan ga enak diliat" jawab gue
" ..."
" Jadi sekarang lu jangan pernah berpikir untuk iri sama orang lain ya. Lu harus bersyukur dengan hidup lu sendiri. Lu harus menikmati hidup lu dengan cara yang baik tapi ya. Lu harus bahagia ya. Inget bahagia itu kita juga yang ciptakan loh" tambah gue lagi.
Hana tersenyum lalu mengangguk
" Makasih ya Ka sudah ngingetin aku" ucap Hana
" Iya sama-sama. Pulang yuk Han udah sore nih" ajak gue
" Ayok" jawab Hana
Setelah membayar pesanan tadi kami berdua jalan ke halte untuk naik angkutan umum.
" Ka, setelah ini semoga kita masih bisa ketemu ya" ucap Hana sambil menunduk
" Iya nanti sesekali gue main kesini deh biar lu ga kesepian ditinggal cowok cakep kaya gue" ucap gue belagu
" Ishh dasar kepedean kamu!" protes Hana sambil mencubit pinggang gue
" Aww sakit ih Hann" ucap gue sambil meringis. Hana cekikikan
" Hann..." panggil gue lagi
" Hemmm.. " ucap Hana sambil melihat ke arah gue.
Gue mengeluarkan sebuah gantungan kunci berbentuk candi yang gue beli di malioboro saat akan pulang dari Jogja beberapa hari yang lalu lalu menyerahkannya pada Hana.
" Nihh oleh-oleh sekaligus kenang-kenangan buat lu" ucap gue
" Wahh asyiikk aku dpt hadiah. makasih yaa Kaa" ucap Hana kegirangan sambil menggoyang-goyang kan gantungan kunci yang gue kasih
" Cuma gantungan kunci doang kali Han, ga usah lebay" ucap gue
" Yee kan yang penting itu siapa yang ngasih Ka" ucap Hana pelan dengan pipi yang memerah
Gue tersenyum. Dari jauh angkot yang di tunggu Hana mulai mendekat.
" Ka, sini sebentar aku mau bisikin sesuatu" ucap Hana
" Apaan si? ngomong langsung aja kali Han ngapain make bisik-bisik segala" protes gue
" Ish Raka. sini cepetannnn kupingnya" ucap Hana sambil sedikit menjinjitkan kakinya
Gue mendekatkan kuping gue ke arah Hana
" Gue sayang sama lo Ka" bisik Hana.
Gue yang mendengarnya dengan samar karna bisingnya kendaraan malah jadi diam mematung. Kaget dan belum sempat gue tanyakan ke Hana, dia sudah berlari kecil menaiki angkutan umum jurusan ke arah rumahnya.
" Semoga nanti kita ketemu lagi ya Ka.. Dadah Rakaa" ucap Hana setengah berteriak dari dalam angkutan umum yang langsung membawanya menghilang dari pandangan gue yang masih bengong tidak percaya dengan apa yang gue dengar tadi.
***
0
