Confession
Quote:
Dari kejauhan bisa kulihat wajah serius Luna yang sesekali melihatku, sedangkan Rathi terlihat antusias bercerita. Terlihat juga mereka tersenyum kecil sambil melihatku. Aku pun memalingkan wajahku dari mereka dan beranjak dari sana lalu berjalan kea rah kantin. Kantin ternyata ramai akupun menjadi sedikit malas, terlihat jam dari warung sudah jam 09.45 namun rapat guru masih belum selesai juga, kuputuskan kembali kekelas. Terlihat di depan kelas Rathi dan Luna sedang berdiri.
“Hai”, sapa mereka berdua
“apa?”, ucapku
“jutek banget sih kamu Teo”, ucap Rathi
“iya kamu jutek. Wooo”, sahut Luna
Akupun hanya menghela nafas dan jalan melalui mereka
“Hup!”, tiba-tiba mereka berdua memelukku
“apa lagi sih kalian berdua”, ucapku karena risih
“hehehehe”, mereka hanya tertawa
“aku balik kekelas ya Teo”, ucap Rathi sambil berlari kekelasnya
“lepas Lun”, ucapku
“eh iya sory. Hehe”, ucap Luna dan dia kembali duduk ke bangkunya
“kenapa ni anak berdua”, gumamku dalam hati
Sepanjang hari tidak ada pelajaran sampai bel pulang sekolah, dan saat Iam kembali dia memberikan pengumuman kalau kita akan ada pembagian tempat duduk, jadi nanti tempat duduk akan diapsangkan cowo dan cewe, lama nya rapat karena ada beberapa ketua kelas yang tidak bisa terima dengan keputusan ini namun akhirnya mereka pun mengalah. Untuk pembagiannya akan di lakukan oleh wakil kelas masing-masing, dan akan di mulai minggu depan.
“am, cara pembagiannya gimana?”, tanya salah satu siswa
“gua ga tau itu keputusan wali kelas nanti maunya gimana”, jawab Iam
Seketika kelas pun menjadi gaduh.
Aku yang tidak terlalu menanggapi hal tersebut berjalan keluar bersiap untuk pulang
“eh Teo”, ucap Iam
“apa Am?”, tanyaku
“sini bentar”, Iam pun merangkulku
“kelas kita kan belum da wakil ketua kelasnya, lebih tepatnya gada yang mau”, ucapnya
“stop, gua udah tau maksud lw dan dengan sangat tegas gua tolak Am”, ucapku
“gua ga mau terlibat sama hal kaya gitu”, tegasku
“yah elu, ga da yang laen lagi nih, nanti gua ga masuk kan repot”, ucap Iam
“tetep ga bisa Am, sory”, ucapku dan langsung pergi
Akupun meninggalkan Iam.
“TEO”, terdengar suara Rathi dan dia berlari menghampiriku
“Teo”, terdengar suara seseorang dari belakang yang ternyata itu Luna
Dengan kompak mereka merangkulku.
“apa lagi sih ini”, ucapku
“udah deh Teo diam aja”, jawab mereka kompak
Sepanjang perjalanan dari pulang semua anak sekolah melihat kami sambil tertawa kecil dan berbisik-bisik.
“malu lah di liatin orang”, ucapku
“ssstttt”, Rathi pun mengisyaratkan ku untuk diam
Luna hanya tersenyum saja. Dari kejauhan sudah bisa ku lihat mobil Rathi sedang terparkir.
“kamu pulang bareng aku sama Luna ya, ga boleh nolak, awas aja”, ancam Rathi
Akupun diam menuruti kemauannya. Saat aku membuka pintu depan
“ngapain kamu? Sini kita duduk bertiga kamu duduk di tengah”, ucap Rathi
“aku di depan aja lah”, ucapku
“duduk bertiga”, ucap mereka kompak
Akupun menuruti. Posisiku sekarang di tengah, sebelah kanan Rathi dan kiri Luna. Terlihat mereka tersenyum puas.
“waduh bang Teo dirangkul dua cewe, enak nih. Temennya siapa itu mnon Rathi?”, ucap pak Jono.
“Luna pak. Kalo ga di giniin nanti Teo bisa kabur pak”, jawab Rathi
“emang aku hewan peliharaan apa Thi”, ucapku
“hahahaha”, mereka pun tertawa.
Oh iya pak Jono ini supir pribadi Rathi, usianya sudah 50an, dan memang sudah sangat dekat denganku, karena seringnya aku bermain bersama Ratha.
“mau langsung pulang ini non Rathi?”, tanya pak Jono
“jangan pulang dulu pak, kita mampir makan dulu”, ucap Rathi
Kamipun tiba di sebuah rumah makan Padang. Kegiatan makan di penuhi dengan candaan pak Jono. Akupun tidak bisa menahan tawa jika pak Jono sudah mulai melucu, karena ada saja yang memang dia jadikan bahan lelucon. Setelah itu kami tiba di depan rumah Luna.
“rumah kamu jauh juga Lun”, ucap Rathi
“iya, tapi aku anter jemput ko jadi ga berasa sih. Hehehe”, ucapnya sambil tersenyum
“aku duluan ya Thi. Pak Jono. Teo”, lanjutnya sambil menutup pintu
“sekarang kita pulang kerumah pak”, ucap Rathi
“siap non”, balas pak Jono
Sepanjang perjalanan Rathi hanya bersandar di bahuku tanpa berkata apapun. Tanpa kusadari ternyata mobil tiba di depan rumah Rathi.
“kamu masuk ya Teo, jangan pulang dulu”, ucapnya agak memelas
Aku pun menganggukan kepala. Entah kenapa aku tidak menolak sama sekali. Sesampainya di dalam, ada bu Irna yang merupakan istri dari pak Jono. Dia sedang merapihkan teras rumah.
“assalamualaikum bu”, ucapku sambil menyalami tangannya di ikuti Rathi
“waalaikum salam mas Teo, udah jarang ke rumah nih sekarang”, ucapnya
“abis udah mulai pisah bu jadi jarang deh, masuk dulu ya bu”, jawabku
“silahkan mas”, ucapnya
“bu nanti ga usah bikin makan ya, kita udah makan tadi”, ucap Rathi
Bu Irna hanya mengangguk saja sambil melanjutkan pekerjaannya. Setelah tiba di dalam akupun duduk di sofa.
“aku ganti dulu ya Teo”, ucap Rathi
Aku hanya mengangguk. Beberapa saat kemudian akupun merebahkan badan di sofa berfikir ada apa dengan Luna dan Rathi, perlakuan mereka aneh. Sebenarnya aku ingin menanyakan apa yang mereka obrolkan tetapi aku tidak tahu harus memulai dari mana. Ku pejamkan mata sambil menerka apa yang terjadi.
“Hei, bangun jangan tidur”, ucap Rathi sambil menepuk pipiku
“aku ga tidur Thi”, ucapku sambil membuka salah satu mata
“ayo duduk aku mau ngomong”, ucapnya
“ngomong apa Thi? Ngomong aja”, ucapku sambil rebahan
“Teo aku mau ngomong serius”, ucapnya
Aku pun duduk, ada perasaan yang agak tidak nyaman. Jantung ini perlahan berdebar, entah hal apa yang akan di bicarakan.