- Beranda
- Stories from the Heart
Yaudah 2: Challenge Accepted
...
TS
dasadharma10
Yaudah 2: Challenge Accepted
Cover By: adriansatrio
Cerita ini didasari oleh pemikiran otak gue yang banyak orang enggak suka, malah kebanyakan menghujat. Awalnya gue risih juga, otak juga otak gue, kenapa orang lain yang ributin. Tapi aneh bin nyata, enggak tau kenapa, lama-kelamaan gue malah suka setiap kali kena hujat. Nah, demi mendapat hujatan-hujatan itulah cerita ini dibuat. WARNING: 15TAHUN+
Spoiler for QandA:
"Bukannya apatis ato apa, gue cuma males urusan sama hal-hal yang mainstream. Buat lo mungkin itu menarik, buat gue itu kayak suara jangkrik. Kriik... Krikk... bikin geli."
-Calon wakil ketua LEM-
-Calon wakil ketua LEM-
Explanation
Spoiler for Index:
Diubah oleh dasadharma10 15-09-2017 17:22
imamarbai dan 7 lainnya memberi reputasi
6
375.4K
1.4K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dasadharma10
#654
PART 26
"Baru pulang kuliah, Wi?" seru suara bang Galang dari ruang tamu.
"Iya, Bang." Gue parkirkan motor dan menghampiri dia, "Abang tumben masih sore udah di kosan."
"Iya, pulang cepet hari ini."
"Kenapa pulang cepet?" tanya gue sambil melepas sepatu.
"Bosnya lagi PMS."
"Bisa gitu jadi alasan?"
"Bisalah, disuruh malah."
"Masa? Enak banget. Bisa pulang cepet mulu kalo gitu, tiap bulan kan cewek PMS."
"Iyalah, makanya pacaran sama bos sendiri."
"Pacaran sama bos sendiri? Tunggu! Abang pacaran sama bos sendiri?!"
"Ya iyalah... bosnya pacarku sendiri, kalo enggak gitu mana bisa. Tadi di kantor kita berantem, eh... malah aku disuruh pulang."
Gue tendang jauh sepatu gue, "Bilang daritadi kek kalo bosnya cewek abang sendiri."
"Lhah, orang kamu enggak nanya."
"Sekalian aja minta putus biar otomatis kena PHK, atau kalo perlu CLBK, karyawan kena PHK dipekerjakan lagi! Apa kalo enggak ambil part time, cari pacar lagi tapi yang bos juga!"
"Lhah... ngeselin."
"Abang yang ngeselin!"
Dengan perasaan kesal, gue tinggalkan bang Galang yang ketawa ngakak di ruang tamu. Sekilas gue lihat dia sedang menikmati kopi, di dalam cangkir bertuliskan 'My girlfriend is my boss.'
Bangke, harusnya gue bisa lebih teliti lagi. Kalo aja gue lihat tulisan itu duluan, gue enggak bakal nanya pertanyaan muter-muter kayak barusan.
Baru gue mau buka pintu kamar, bang Galang manggil gue lagi.
"Wi, kamu bikin masalah apalagi?"
"Masalah? Masalah apa?"
"Si Bowo BBM aku, katanya minta rapat malam ini."
"Ra-rapat?" Gue mendekat ke bang Galang, "Ra-rapat apaan, Bang? Aku mau diusir?"
"Ya... kalo hasil rapatnya kayak gitu, mau enggak mau."
"Jangan gitu dong, Bang." Gue bersimpuh di kaki bang Galang, "Bang, ini udah mulai kuliah tau. Cari kosan bulan ini pasti susah, Bang. Apalagi yang deket kampus, murah, fasilitas komplit, terus orangnya baik-baik, Bang."
Bang Galang jaga jarak dari gue, "Kamu apa-apaan, sih?!"
"Baaaaang~"
Gue kena tendang bang Galang.
"Jangan pernah kayak gitu lagi!" kata bang Galang setengah tegang. "Aku beneran geli sama segala sesuatu berbau bencong!"
Geli sama bencong?! Gila, cowok cuek dan se-cool bang Galang ternyata bisa geli sampe segitunya. Berbeda dari beberapa hari sebelumnya, bang Galang beneran cuek dan enggak pedulian banget.
Gue masih inget, waktu itu temennya Edo nitipin uler peliharaannya. Bang Galang yang sok cool ditantang Edo buat mainan uler itu. Bukannya ciut, dia malah menyanggupi. Ditantang buat pegang, ya dia pegang. Ditantang buat elus, ya dia elus. Ditantang buat gendong, ya dia gendong.
Edo yang kagum mulai bertanya, "Bang, emang enggak takut gitu kena gigit? Aku aja ngeri."
"Enggak... kalo dia cuek, ya kita ikutin cuek aja."
"Kalo dia gigit?" tanya gue.
"Ya tinggal gigit balik," ucapnya santai. "Gigi ular cuma empat, gigi kita minimal ada tiga puluh. Gigi banyakan kita, masa iya masih takut?"
"Dia kan punya bisa, Bang," kata Edo.
"Iya tuh, kan beracun."
"Kita punya ludah, setauku ada enzim petialinnya, bisa menghancurkan segala jenis benda dalam lambung."
Penjelasan logis, masuk akal tapi enggak bisa diterima ini bikin gue dan Edo sempat galau. Masalahnya penjelasan bang Galang ini kalo dipikir-pikir ada benernya juga. Kalo ada ular menggigit terus menyebarkan racun, kita bisa menelan dia bulat-bulat, biar enzim petialin melakukan tugasnya. Istilah katanya kamikaze, gue mati, lo ikutan mati.
Tapi apa iya itu bisa dipraktekin? Lebih cepet mana bisa ular menyebar, atau kita menelan ular itu bulat-bulat? Selain itu, ya kalo abis kena gigit kita masih kepikiran buat nelen itu ular, kalo enggak?
Buruknya lagi, kalo di luar dugaan ternyata bisa ular menyebabkan kita lumpuh seketika. Niat hati ingin menelan ular, apalah daya tubuh lumpuh semua. Kamikaze enggak, mati konyol iya.
Parahnya lagi, kita kan enggak tau apakah enzim petialin masih bekerja saat kita mengalami sakaratul maut. Digigit ular, lumpuh, nelen ular mentah susah payah, eh... enggak taunya dia bisa keluar lagi sambil pake kacamata sama ngerokok.
"Gimana?" Bang Galang menaik turunkan alisnya, "Lebih sereman mana sekarang?"
"Sereman otak abang," jawab gue dan Edo serentak.
Tapi bang Galang yang so cool dan super cuek telah melakukan kesalahan, dia membocorkan rahasianya sendiri kepada orang yang salah.
"Baaanng...," ucap gue mesra. "Mau dong dibelai."
"Wi...!" Kakinya diangkat sebelah, "Aku tendang lagi, nih!"
"Bang...." Gue menirukan gaya penari stripteaser, "Masa iya aku mau diusir...."
"I-iya!" Bang Galang ngibrit dari ruang tamu, "Iyaaaa! Nanti aku bantu waktu rapat!"
"Baaaanng~~"
"Baru pulang kuliah, Wi?" seru suara bang Galang dari ruang tamu.
"Iya, Bang." Gue parkirkan motor dan menghampiri dia, "Abang tumben masih sore udah di kosan."
"Iya, pulang cepet hari ini."
"Kenapa pulang cepet?" tanya gue sambil melepas sepatu.
"Bosnya lagi PMS."
"Bisa gitu jadi alasan?"
"Bisalah, disuruh malah."
"Masa? Enak banget. Bisa pulang cepet mulu kalo gitu, tiap bulan kan cewek PMS."
"Iyalah, makanya pacaran sama bos sendiri."
"Pacaran sama bos sendiri? Tunggu! Abang pacaran sama bos sendiri?!"
"Ya iyalah... bosnya pacarku sendiri, kalo enggak gitu mana bisa. Tadi di kantor kita berantem, eh... malah aku disuruh pulang."
Gue tendang jauh sepatu gue, "Bilang daritadi kek kalo bosnya cewek abang sendiri."
"Lhah, orang kamu enggak nanya."
"Sekalian aja minta putus biar otomatis kena PHK, atau kalo perlu CLBK, karyawan kena PHK dipekerjakan lagi! Apa kalo enggak ambil part time, cari pacar lagi tapi yang bos juga!"
"Lhah... ngeselin."
"Abang yang ngeselin!"
Dengan perasaan kesal, gue tinggalkan bang Galang yang ketawa ngakak di ruang tamu. Sekilas gue lihat dia sedang menikmati kopi, di dalam cangkir bertuliskan 'My girlfriend is my boss.'
Bangke, harusnya gue bisa lebih teliti lagi. Kalo aja gue lihat tulisan itu duluan, gue enggak bakal nanya pertanyaan muter-muter kayak barusan.
Baru gue mau buka pintu kamar, bang Galang manggil gue lagi.
"Wi, kamu bikin masalah apalagi?"
"Masalah? Masalah apa?"
"Si Bowo BBM aku, katanya minta rapat malam ini."
"Ra-rapat?" Gue mendekat ke bang Galang, "Ra-rapat apaan, Bang? Aku mau diusir?"
"Ya... kalo hasil rapatnya kayak gitu, mau enggak mau."
"Jangan gitu dong, Bang." Gue bersimpuh di kaki bang Galang, "Bang, ini udah mulai kuliah tau. Cari kosan bulan ini pasti susah, Bang. Apalagi yang deket kampus, murah, fasilitas komplit, terus orangnya baik-baik, Bang."
Bang Galang jaga jarak dari gue, "Kamu apa-apaan, sih?!"
"Baaaaang~"
Gue kena tendang bang Galang.
"Jangan pernah kayak gitu lagi!" kata bang Galang setengah tegang. "Aku beneran geli sama segala sesuatu berbau bencong!"
Geli sama bencong?! Gila, cowok cuek dan se-cool bang Galang ternyata bisa geli sampe segitunya. Berbeda dari beberapa hari sebelumnya, bang Galang beneran cuek dan enggak pedulian banget.
Gue masih inget, waktu itu temennya Edo nitipin uler peliharaannya. Bang Galang yang sok cool ditantang Edo buat mainan uler itu. Bukannya ciut, dia malah menyanggupi. Ditantang buat pegang, ya dia pegang. Ditantang buat elus, ya dia elus. Ditantang buat gendong, ya dia gendong.
Edo yang kagum mulai bertanya, "Bang, emang enggak takut gitu kena gigit? Aku aja ngeri."
"Enggak... kalo dia cuek, ya kita ikutin cuek aja."
"Kalo dia gigit?" tanya gue.
"Ya tinggal gigit balik," ucapnya santai. "Gigi ular cuma empat, gigi kita minimal ada tiga puluh. Gigi banyakan kita, masa iya masih takut?"
"Dia kan punya bisa, Bang," kata Edo.
"Iya tuh, kan beracun."
"Kita punya ludah, setauku ada enzim petialinnya, bisa menghancurkan segala jenis benda dalam lambung."
Penjelasan logis, masuk akal tapi enggak bisa diterima ini bikin gue dan Edo sempat galau. Masalahnya penjelasan bang Galang ini kalo dipikir-pikir ada benernya juga. Kalo ada ular menggigit terus menyebarkan racun, kita bisa menelan dia bulat-bulat, biar enzim petialin melakukan tugasnya. Istilah katanya kamikaze, gue mati, lo ikutan mati.
Tapi apa iya itu bisa dipraktekin? Lebih cepet mana bisa ular menyebar, atau kita menelan ular itu bulat-bulat? Selain itu, ya kalo abis kena gigit kita masih kepikiran buat nelen itu ular, kalo enggak?
Buruknya lagi, kalo di luar dugaan ternyata bisa ular menyebabkan kita lumpuh seketika. Niat hati ingin menelan ular, apalah daya tubuh lumpuh semua. Kamikaze enggak, mati konyol iya.
Parahnya lagi, kita kan enggak tau apakah enzim petialin masih bekerja saat kita mengalami sakaratul maut. Digigit ular, lumpuh, nelen ular mentah susah payah, eh... enggak taunya dia bisa keluar lagi sambil pake kacamata sama ngerokok.
"Gimana?" Bang Galang menaik turunkan alisnya, "Lebih sereman mana sekarang?"
"Sereman otak abang," jawab gue dan Edo serentak.
Tapi bang Galang yang so cool dan super cuek telah melakukan kesalahan, dia membocorkan rahasianya sendiri kepada orang yang salah.
"Baaanng...," ucap gue mesra. "Mau dong dibelai."
"Wi...!" Kakinya diangkat sebelah, "Aku tendang lagi, nih!"
"Bang...." Gue menirukan gaya penari stripteaser, "Masa iya aku mau diusir...."
"I-iya!" Bang Galang ngibrit dari ruang tamu, "Iyaaaa! Nanti aku bantu waktu rapat!"
"Baaaanng~~"
JabLai cOY memberi reputasi
1
