- Beranda
- Stories from the Heart
Seperti Air Mengalir
...
TS
haihana
Seperti Air Mengalir
Gue memandang buku berwarna hitam dalam pangkuan tanggan gue, melihat selembar demi lembar isinya dan sesekali tersenyum.
gue seakan kembali ke 10 tahun yang lalu, saat masih berseragam putih abu dan mengulang masa remaja gue seperti dalam gambar di buku ini. gambar sekumpulan laki-laki dan perempuan berfoto dengan tema tahun 80an. "Teko ajaib bawa gue kembali ke masa itu dong"
***
nama gue Raka, gue anak pecicilan yang agak melankolis, gue suka gambar dan yang paling penting gue suka makan dan tidur.hehe..
segitu aja deh ntar kalo kepanjangan pada suka sama gue berabe. anyway selamat baca ya.
***
gue seakan kembali ke 10 tahun yang lalu, saat masih berseragam putih abu dan mengulang masa remaja gue seperti dalam gambar di buku ini. gambar sekumpulan laki-laki dan perempuan berfoto dengan tema tahun 80an. "Teko ajaib bawa gue kembali ke masa itu dong"
***
nama gue Raka, gue anak pecicilan yang agak melankolis, gue suka gambar dan yang paling penting gue suka makan dan tidur.hehe..
segitu aja deh ntar kalo kepanjangan pada suka sama gue berabe. anyway selamat baca ya.
***
Quote:
Spoiler for Index:
Diubah oleh haihana 21-05-2017 18:05
Nankendra dan 2 lainnya memberi reputasi
3
15.9K
99
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
haihana
#61
Limabelas
Jam menunjukkan pukul lima pagi hari, gue dan panji tengah duduk di sebuah kios disamping stasiun di kota kami sambil meneguk segelas kopi instan panas yang kami pesan beberapa waktu lalu. Ya, hari ini kami sudah kembali merasakan dinginnya udara pagi di tanah kelahiran kami. Semalam kami akhirnya memutuskan untuk pulang dengan ngeteng naik kereta antar kota untuk sampai kembali lagi kesini.
Cukup banyak gue berpikir semalaman. Perjalanan kami ke Jogja sepuluh hari ini menyisakan banyak pertanyaan yang gue ga mengerti musti dijawab apa. termasuk kata-kata Pak Soleh saat kami berbincang-bincang beberapa hari lalu.
'Ah, pulang aja lah besok lagi dipikirinnya kalo inget' batin gue.
***
Flashback ke satu hari sebelumnya,
"Pak, terimakasih banyak ya untuk bantuannya selama kami di sini. Kalau ga ada bapak mungkin Raka dan Panji sudah jadi gembel disini. Hehe" ucap gue saat akan berpamitan dengan Pak Soleh
"Iya pak, terimakasih banyak ya. Kami sudah diberi tempat untuk tinggal dan pekerjaan selama disini" ucap Panji
"Sama-sama nak, sudah takdir Tuhan mempertemukan kita. Bapak senang ko dibantu kalian selama disini. Ingat ya kalian pulang ke rumah jangan kelayapan lagi kasihan orang tua kalian. Semoga selama disini kalian dapat sedikit pelajaran untuk hidup kalian nanti. Jangan lupa sama bapak disini ya, nanti kalau ke jogja lagi main-main lah kalian kesini" ucap Pak Soleh
"Iya pasti dong pak, bukan ke jogja namanya kalo nanti kami ga mampir kemari" Jawab Panji
"Betul itu pak. doakan kami selamat diperjalanan ya pak. Kami pamit dulu" ucap gue seraya membuat gesture bersalaman mencium punggung tangan Pak Soleh
"Iya bapak pasti doakan kalian. Hati-hati dijalan ya" ucap Pak Soleh sambil menepuk-nepuk pundak gue. Setelah gue lalu gantian panji yang mencium tangan Pak Soleh.
"ini bapak ada sedikit bekal untuk nambahin ongkos pulang kalian" Ucap Pak Soleh lagi sambil menyerahkan sebuah amplop pada Panji.
"Wah ga usah pak. kami jadi tidak enak. sudah menyusahkan malah dikasih ongkos untuk pulang juga" ucap Panji menolak
"Sudah ini terima saja kalau ga diterima bapak marah nanti" ucap Pak Soleh sambil memasukan amplop ke saku jaket yang dikenakan Panji
"Waduh sekali lagi terimakasih banyak ya pak" ucap Panji sambil mencium lagi tangan Pak Soleh
" Pak.. Raka boleh peluk bapak?" Tanya gue yang sedari tadi diam
Pak Soleh merentangkan kedua tangannya sambil tersenyum. Gue pun memeluk Pak Soleh sambil menangis seperti anak kecil. Gue merasakan hangat kasih sayang seorang ayah pada anak laki-lakinya.
" Kamu kenapa toh le ko nangis? laki itu ndak boleh cengeng" ucap Pak Soleh sambil menepuk-nepuk punggung gue.
" Raka tidak tahu musti berterimakasih pada bapak dengan cara apa. Bapak baik sekali sama kami. Bahkan disini Raka merasa seperti memiliki seorang Ayah. Raka senang sekali bisa bertemu dan kenal dengan orang seperti bapak" ucap gue sambil melepaskan pelukan.
Pak Soleh tersenyum melihat gue.
" Raka, Panji sudah tidak usah berlebihan. bapak hanya melakukan apa yang seharusnya bapak lakukan. Kalian berdua jangan sia-siakan hidup kalian dengan sesuatu yang tidak bermanfaat. Satu saat nanti kalian harus sukses ya" pesan Pak Soleh
" Semoga pak, terimakasih doanya" ucap gue sambil sekali lagi mencium punggung tangan Pak Soleh.
Setelah berpamitan dengan pak Soleh, sore itu kami melanjutkan perjalanan ke stasiun dengan berjalan kaki. Kereta kami masih nanti malam, jadi masih ada waktu untuk sekedar menikmati kota ini dengan berjalan kaki sebelum pulang.
***
Jam 6 tepat gue sampai dirumah. Gue melihat mama tenggah tertidur kelelahan di meja dekat pintu samping dengan mata yang sembab dan menghitam. Tubuh mama terlihat menjadi sedikit kurus. Rambutnya sedikit berantakan. Apa yang membuat mama jadi seperti itu? apa karena gue mama jadi ga karuan begini?
Gue berjalan mendekati mama lalu memeluk mama yang masih tertidur.
" Maa" panggil gue pelan masih sambil memeluk punggung mama
Mama tebangun dan kanget belihat gue disampingnya. dia membalas pelukan gue sambil menangis
" Raka.. kemana aja kamu nak?" ucap Mama sambil mencium kening gue
" Maafin Raka ya Ma, sudah membuat mama jadi seperti ini" ucap gue sambil mencium tangan Mama
" DARI MANA AJA KAMU? MASIH INGAT PULANG?" Tiba-tiba papa berteriak keras ke gue
Gue cuma diam memeluk mama.
" Kamu tau ga mama kamu tiap hari ga tidur nungguin kamu pulang disana sambil nangis-nangis? kamu ga kasian sama kakak-kakak kamu yang tiap hari nyariin kamu kesana kemari sampai bolos sekolah? kenapa pulang? udah habis uang kamu makanya pulang?" ucap papa lagi emosi
Gue sadar gue memang bersalah sudah kabur dari rumah dan gue juga paham kalau papa marah besar sama gue. tapi gue ga terima kalau papa bilang gue pulang karna gue kehabisan uang. Seketika gue ikutan emosi dan ingin kabur lagi untuk membuktikan ke papa gue bisa hidup sendiri.
***
Jam menunjukkan pukul lima pagi hari, gue dan panji tengah duduk di sebuah kios disamping stasiun di kota kami sambil meneguk segelas kopi instan panas yang kami pesan beberapa waktu lalu. Ya, hari ini kami sudah kembali merasakan dinginnya udara pagi di tanah kelahiran kami. Semalam kami akhirnya memutuskan untuk pulang dengan ngeteng naik kereta antar kota untuk sampai kembali lagi kesini.
Cukup banyak gue berpikir semalaman. Perjalanan kami ke Jogja sepuluh hari ini menyisakan banyak pertanyaan yang gue ga mengerti musti dijawab apa. termasuk kata-kata Pak Soleh saat kami berbincang-bincang beberapa hari lalu.
'Ah, pulang aja lah besok lagi dipikirinnya kalo inget' batin gue.
***
Flashback ke satu hari sebelumnya,
"Pak, terimakasih banyak ya untuk bantuannya selama kami di sini. Kalau ga ada bapak mungkin Raka dan Panji sudah jadi gembel disini. Hehe" ucap gue saat akan berpamitan dengan Pak Soleh
"Iya pak, terimakasih banyak ya. Kami sudah diberi tempat untuk tinggal dan pekerjaan selama disini" ucap Panji
"Sama-sama nak, sudah takdir Tuhan mempertemukan kita. Bapak senang ko dibantu kalian selama disini. Ingat ya kalian pulang ke rumah jangan kelayapan lagi kasihan orang tua kalian. Semoga selama disini kalian dapat sedikit pelajaran untuk hidup kalian nanti. Jangan lupa sama bapak disini ya, nanti kalau ke jogja lagi main-main lah kalian kesini" ucap Pak Soleh
"Iya pasti dong pak, bukan ke jogja namanya kalo nanti kami ga mampir kemari" Jawab Panji
"Betul itu pak. doakan kami selamat diperjalanan ya pak. Kami pamit dulu" ucap gue seraya membuat gesture bersalaman mencium punggung tangan Pak Soleh
"Iya bapak pasti doakan kalian. Hati-hati dijalan ya" ucap Pak Soleh sambil menepuk-nepuk pundak gue. Setelah gue lalu gantian panji yang mencium tangan Pak Soleh.
"ini bapak ada sedikit bekal untuk nambahin ongkos pulang kalian" Ucap Pak Soleh lagi sambil menyerahkan sebuah amplop pada Panji.
"Wah ga usah pak. kami jadi tidak enak. sudah menyusahkan malah dikasih ongkos untuk pulang juga" ucap Panji menolak
"Sudah ini terima saja kalau ga diterima bapak marah nanti" ucap Pak Soleh sambil memasukan amplop ke saku jaket yang dikenakan Panji
"Waduh sekali lagi terimakasih banyak ya pak" ucap Panji sambil mencium lagi tangan Pak Soleh
" Pak.. Raka boleh peluk bapak?" Tanya gue yang sedari tadi diam
Pak Soleh merentangkan kedua tangannya sambil tersenyum. Gue pun memeluk Pak Soleh sambil menangis seperti anak kecil. Gue merasakan hangat kasih sayang seorang ayah pada anak laki-lakinya.
" Kamu kenapa toh le ko nangis? laki itu ndak boleh cengeng" ucap Pak Soleh sambil menepuk-nepuk punggung gue.
" Raka tidak tahu musti berterimakasih pada bapak dengan cara apa. Bapak baik sekali sama kami. Bahkan disini Raka merasa seperti memiliki seorang Ayah. Raka senang sekali bisa bertemu dan kenal dengan orang seperti bapak" ucap gue sambil melepaskan pelukan.
Pak Soleh tersenyum melihat gue.
" Raka, Panji sudah tidak usah berlebihan. bapak hanya melakukan apa yang seharusnya bapak lakukan. Kalian berdua jangan sia-siakan hidup kalian dengan sesuatu yang tidak bermanfaat. Satu saat nanti kalian harus sukses ya" pesan Pak Soleh
" Semoga pak, terimakasih doanya" ucap gue sambil sekali lagi mencium punggung tangan Pak Soleh.
Setelah berpamitan dengan pak Soleh, sore itu kami melanjutkan perjalanan ke stasiun dengan berjalan kaki. Kereta kami masih nanti malam, jadi masih ada waktu untuk sekedar menikmati kota ini dengan berjalan kaki sebelum pulang.
Quote:
***
Jam 6 tepat gue sampai dirumah. Gue melihat mama tenggah tertidur kelelahan di meja dekat pintu samping dengan mata yang sembab dan menghitam. Tubuh mama terlihat menjadi sedikit kurus. Rambutnya sedikit berantakan. Apa yang membuat mama jadi seperti itu? apa karena gue mama jadi ga karuan begini?
Gue berjalan mendekati mama lalu memeluk mama yang masih tertidur.
" Maa" panggil gue pelan masih sambil memeluk punggung mama
Mama tebangun dan kanget belihat gue disampingnya. dia membalas pelukan gue sambil menangis
" Raka.. kemana aja kamu nak?" ucap Mama sambil mencium kening gue
" Maafin Raka ya Ma, sudah membuat mama jadi seperti ini" ucap gue sambil mencium tangan Mama
" DARI MANA AJA KAMU? MASIH INGAT PULANG?" Tiba-tiba papa berteriak keras ke gue
Gue cuma diam memeluk mama.
" Kamu tau ga mama kamu tiap hari ga tidur nungguin kamu pulang disana sambil nangis-nangis? kamu ga kasian sama kakak-kakak kamu yang tiap hari nyariin kamu kesana kemari sampai bolos sekolah? kenapa pulang? udah habis uang kamu makanya pulang?" ucap papa lagi emosi
Gue sadar gue memang bersalah sudah kabur dari rumah dan gue juga paham kalau papa marah besar sama gue. tapi gue ga terima kalau papa bilang gue pulang karna gue kehabisan uang. Seketika gue ikutan emosi dan ingin kabur lagi untuk membuktikan ke papa gue bisa hidup sendiri.
***
Diubah oleh haihana 26-02-2017 18:01
0
