dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah 2: Challenge Accepted




Cover By: adriansatrio


Cerita ini didasari oleh pemikiran otak gue yang banyak orang enggak suka, malah kebanyakan menghujat. Awalnya gue risih juga, otak juga otak gue, kenapa orang lain yang ributin. Tapi aneh bin nyata, enggak tau kenapa, lama-kelamaan gue malah suka setiap kali kena hujat. Nah, demi mendapat hujatan-hujatan itulah cerita ini dibuat. WARNING: 15TAHUN+

Spoiler for QandA:


"Bukannya apatis ato apa, gue cuma males urusan sama hal-hal yang mainstream. Buat lo mungkin itu menarik, buat gue itu kayak suara jangkrik. Kriik... Krikk... bikin geli."
-Calon wakil ketua LEM-


Explanation

Spoiler for Index:
Diubah oleh dasadharma10 15-09-2017 10:22
alejandrosf13
anasabila
imamarbai
imamarbai dan 7 lainnya memberi reputasi
6
374.3K
1.4K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.2KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#634
PART 25

Hukum hubungan internasional, dosennya tante-tante paruh baya yang masih seksi. Bahkan, menurut gue dosen ini lebih seksi daripada sebagian mahasiswinya. Di usia yang udah mendekati kepala empat, wajahnya masih kelihatan muda. Keriput masih jarang, mata masih berbinar-binar, dan senyumnya masih menyejukkan hati.

Di luar penampilannya, kepribadiannya juga menarik. Sewaktu dia ngomong, sebagian kalimatnya dicampur-campur sama bahasa inggris. Bukannya kurang nasionalis atau apa, menurut gue itu mungkin karena tuntutan profesi. Lagipula, aura seksinya makin memancar waktu ngomong pake bahasa inggris, apalagi waktu jelasin istilah yang gue enggak ngerti.

"Would you like to make some love with meh~"

Gue kurang yakin dia ngomong kayak gitu apa enggak, tapi yang jelas gue dengernya kayak gitu. No disrespect for her, she just too damn hot for me.

"Heh!" ucap Disti yang duduk Di belakang gue.
"Eh?" Gue merapikan celana, "Apaan, Dis?"
"Kakak kok ngeliatinnya gitu banget?"
"Gitu gimana? Perasaan biasa aja."
"Melamun gitu masih bisa bilang biasa aja?"
"Iler tuh, dilap," timpal Grace yang duduk di sebelah Disti.

Seketika gue usap kedua sudut mulut gue, bisa kehilangan muka kalo ketahuan sampe ngiler. Bukannya dapet Disti yang ada malah dijauhin.

Sudut kiri bersih, sudut kanan bersih, enggak ada tanda-tanda iler.

"Rese lo, Grace."
"Kakak yang rese! ngeliatinnya berlebihan."
"Kan biar paham, Dis."
"Paham di ranjang?" sindir Grace. "Apa dimana?"
"Ssstt...! Awas lo, Grace."

Baru gue ngobrol bentar, dosen langsung menyadari keberadaan gue.

"Mas!"

Suara seksinya menggema ke seluruh ruangan. Seisi ruangan mendadak diam dan memperhatikan. Banyak jakun yang mulai naik turun, begitu juga tenggorokan yang mendadak jadi berat buat menelan.

"Tolong fokus ke depan, jangan ganggu yang lainnya! Kalo mau ngobrol silahkan di luar!"
"Maaf, Bu. Enggak saya ulangi, Bu."

Baru sebentar gue diem, dua cewek di belakang gue ribut lagi.

"Kakak suka ya sama yang galak-galak gitu?"

Gue berusaha untuk tetap diam, berusaha fokus ke depan memperhatikan bu dosen.

Paham apa enggaknya belakangan, yang penting enggak kena semprot. Biarin kalo mereka berdua pengin kena semprot, gue enggak ikutan.

"Iya, Dis. Dia paling suka sama yang galak-galak, kayak dosen yang di depan. Kamu suka kan sama Dawi?"
"Eh?!"

Bu! Belakang saya berisik banget kenapa enggak ditegur!
Bu! Fokus ke belakang saya bisa kali! Saya ngomong dikit langsung ketahuan! Kenapa waktu orang lain enggak?!
Bu! Dengarkan kata hati saya!
Bu! Gemes deh!

"Gausah malu-malu gitu." Grace menedang-nendang kursi gue, "Nah... kalo emang suka, kamu cobain aja dandan kayak bu dosen, aku jamin dia bakalan klepek-klepek."
"E-emang bener, kak?"

Grace udah kelewatan! Selera gue dipermainkan! Yakali mereka ngomongin gue di belakang secara jelas, lantang dan gamblang gue masih diem aja.

Gue putar posisi duduk gue dan tarik napas dalam-dalam.

"Lo berdua brisik—"
"Mas!"

Bujug! Belum jadi gue ngomong aja dosen langsung sadar, kenapa waktu mereka enggak?!

"Iya, Bu!" Gue tepukkan tangan gue bermaksud minta ijin, "Sebentar, abis ini saya diam—"
"Keluar!"
"E-eh?!"
"Ibu bilang keluar!"

================

Dari ke kunci di kamar mandi, sampe dikeluarin dari kelas, harusnya gue sadar kalo hari ini emang bukan hari gue. Harusnya gue lebih memilih buat diam di kosan, titip absen sama Grace dan menghindari kontak batin maupun fisik dengan dunia luar. Kalo semisal dari tadi pagi gue kayak gitu, kayaknya hidup gue bakalan lebih aman.

Tunggu! Ini baru jam setengah tiga, masih ada setengah hari jaminan enggak kena sial. Ya! Gue harus cepet-cepet balik ke kos, mandi, kunci kamar, dan tidur. Jangan sampe gue kena headshot sama kesialan lagi. Gue enggak boleh kalah sama yang namanya sial.

Disti tiba-tiba mengehentikan langkahnya, "Kak!"
Gue ikutan berhenti, "Ya?"
"Daritadi melamun mulu, ih. Kakak tuh mikirin apa? Dosen udah pulang masih aja dipikirin."
"Eh, enggak kok. Enggak mikirin bu dosen."
"Terus?"
"Ya... enggak mikirin siapa-siapa," jawab gue melanjutkan jalan ke parkiran.
"Nanti malem jadi?" tanya Disti menyusul gue.
"Nanti malem?"
"Martabaaak...! Katanya mau ajakin aku makan martabak pake nutella."
"Oh... iya."

Nah... kan, lagi-lagi gue kelepasan. Gara-gara bohong tadi pagi, gue jadi punya janji sama Disti. Upaya gue diam di kosan demi manghindari hari sial kayaknya bakalan gagal lagi.

"Jadi, kan?"
"I-iya."
"Yaudah! Enggak jadi aja!" ucap Disti kelihatan kesal.
"Eh? Kok gitu?"
"Kakak kayaknya kurang semangat gitu, sih! Masa iya aku jalan sama orang yang setengah hati."
"Bukannya gitu...." Gue tatap Disti tajam-tajam, "Sebenernya aku—"
"Bentar, kak!" potong Disti. "Aku belum siap! Aku belum siapin kalimat buat nerima kakak!"
"Ne-nerima?"
"Kakak mau nembak, kan?"
Gue jedotin kepala gue ke Disti, "Dengerin sampe selesai kalo ada orang ngomong."
Disti mengusap-usap kepalanya, "Kasar, ih."
"Maaf, deh." Gue usap kepala Disti lembut, "Hawanya lagi kesel, jadi enggak beraturan gini. Aku cerita, kamu dengerin, jangan disela."

Gue ceritakan segala keluh kesah gue ke Disti tentang hari ini. Mulai dari kejebak, disamperin kakak angkatan, dipanggil pak Bustono, bahkan sampe disuruh keluar kelas sama dosen seksi.

Gimana kalo Disti jadi ilfil gara-gara gue suka curhat kayak cewek? Atau ilfil sama kesialan gue? Apa gue enggak mikir sampe segitunya?

Gue mikir, dan karena gue mikir itulah akhirnya cerita sama dia. Kalo dia beneran suka, gue yakin dia bakalan nerima dan tetap nemenin gue. Lagipula, kalo bukan dia yang perlu tau kesialan-kesialan gue, terus siapa lagi?

"Gitu, Dis...."
"Jadi...." Kepala Disti tertunduk, "Martabak tadi pagi sebenernya beneran kejebak?"
"Iya... maaf ya aku udah bohong."

Kepala Disti makin tertunduk, seolah muak lihat muka gue yang penuh dengan kesialan.

Yah... mau gimana lagi, udah terlanjur gue ceritain semuanya. Selebihnya gue kira lebih bijak buat membiarkan Disti bereaksi.

"D-Dis? Kamu kenapa? Ilfil ya sama aku?"
"Enggak kok!" Tiba-tiba Disti menunjukkan mukanya ke gue, dengan senyum lebar di bibirnya, "Kalo cewek udah bilang suka, enggak bakal dia narik kata-katanya."
"M-maksudnya?"
"Bukan cuma cowok yang bisa dipegang kata-katanya," ucapnya tersenyum manis banget.
"O-oh... iya, deh."
"Yaudah!" Disti menepuk-nepuk pundak gue, "Kalo menurut kakak hari ini hari sial, ayok nanti malem makan martabak!"

Yaelah, dia masih niat cari martabak? Kan gue udah cerita panjang lebar kalo lagi kena sial, apa dia enggak dengerin gue? Disti... gue kira lo bisa pahamin gue.

"Martabak ya—"
"Disti janji!" potongnya. "Di sisa hari ini, Disti bakalan merubah hari sial kakak jadi hari yang paling membahagiakan dalam hidup kakak!"
"E-eh?"
"Jam tujuh malem, jemput aku di kosan!" ucapnya penuh semangat.
"I-iya."
"Kalo lesu cuma gara-gara badai kecil, gimana ceritanya ngadepin badai besar di lautan kehidupan," kata Disti tersenyum. "Quote by Adisti Affita Putri, eighteen years old."

Kalo dulu gue sempat freezing sampe jatuh cinta, kali ini gue jatuh cinta sampe freezing. Disti yang gue kira bakalan ilfil sama gue ternyata malah sebaliknya. Disti tetap mau menemani gue, bahkan di hari yang gue anggap sial sekalipun.

Dikeluarkan dosen dari kelas kali ini enggak bikin gue kesel, tapi malah bikin gue jatuh cinta.
JabLai cOY
JabLai cOY memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.