- Beranda
- Stories from the Heart
Biro Detektif Supranatural PSYCH: Prince Charming #2
...
TS
dianmaya2002
Biro Detektif Supranatural PSYCH: Prince Charming #2
Biro Detektif Supranatural PSYCH: Prince Charming #2
Erick dan Darren kembali dihadapkan dengan seorang psikopat gila pecinta Disney Princess yang menyebut dirinya sebagai PRINCE CHARMING. Korban - korbannya selalu ditemukan dalam berbagai tema Disney Princess, seperti Stella Magnolia yang ditemukan ditepi dermaga dalam balutan kostum mermaid seperti Princess Ariel.
Apakah duo detektif ini dapat menghentikan kegilaan Prince Charming?
Apakah duo detektif ini dapat menghentikan kegilaan Prince Charming?
Hai Agan dan Aganwati...
Ane balik lagi nih buat posting sequel nya Biro Detektif Supranatural PSYCH
Yang masih penasaran sama Mbak Samantha Reindhaard bakal ane buat tambah penasaran lagi...
ini akun wattpad ane Anthazagoraphobia
karya ane:
Biro Detektif Supranatural PSYCH : Pieces #1
The Haunted Hotel La Chandelier
bagi cendol dan rate nya ya
DAFTAR ISI
Spoiler for Index:
Diubah oleh dianmaya2002 07-03-2017 13:20
zeref13 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
16.9K
Kutip
80
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.6KThread•42.6KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dianmaya2002
#48
Spoiler for 20:
***
Erick membuka sebuah kitab bersampul kulit berwarna cokelat yang telah dipenuhi oleh debu tebal. Sudah lama sekali ia tidak membuka kitab tersebut. Terakhir kali saat usianya 15 tahun dimana ia, Darren, Donny, dan Yamaguchi harus menutup sebuah portal gaib yang menghisap jiwa manusia kedalam sebuah dunia yang bernama Mirror World. Jiwa manusia yang masuk ke dalam sana akan terperangkap selamanya dan setiap saat akan disiksa oleh ketakutannya sendiri hingga akhirnya menjadi penghuni tetap di dunia tersebut.
"Hey! Bantu aku mencari barang – barang ini untuk ritual." sambil menyodorkan sebuah kertas kepada Darren. "Cari saja didapur atau lemari penyimpanan makanan."
"Okay!" ujar Darren menyambar kertas itu secepat kilat. "Ayo Leon! Sebaiknya kau bantu aku."
Mereka pun segera pergi menuju dapur untuk mencari benda – benda keperluan ritual. Erick sendiri masih fokus dengan buku tua dihadapannya sampai kegiatannya terganggu karena Samantha dan Donny memasuki ruang perpustakaan tersebut.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Samantha bingung.
"Ritual pemusnahan kutukan." Sambil menunjuk amplop cokelat besar yang tergeletak diatas meja begitu saja.
Samantha menyentuh benda itu. Ia merasakan adanya kekuatan besar yang melindungi isi amplop tersebut. Gadis itu hanya diam. Mempersiapkan dirinya jika sesuatu yang mengejutkan kembali terjadi.
"Buku tua itu mengingatkanku akan masa lalu." Celetuk Donny sambil tersenyum. Erick pun membalasnya dengan cengiran.
Malam pun tiba. Darren telah menyiapkan segala keperluan untuk ritual. Menggambar sebuah sigil dengan simbol – simbol aneh di lantai perpustakaan lalu amplop cokelat tersebut ditaruh ditengahnya. Leon sedikit terkejut karena kehadiran salah satu mafia paling berbahaya di Metropolis. Donny yang menyadari bahwa dirinya tengah diperhatikan dengan intens langsung tersenyum.
"Berhentilah menatapku seperti itu Bung! Aku bukan pecinta sesama jenis." Candanya hingga membuat Leon membuang muka kasar.
Semua lampu telah dimatikan dan digantikan oleh lilin – lilin berwarna putih dengan sumbu yang menyala. Donny, Darren, Erick, Leon dan juga Samantha duduk melingkar mengelilingi sigil tersebut.
"Apa kalian siap?" tanya Erick sambil memandang satu per satu kearah mereka.
"Apa aku harus ikut ritual ini juga?" tanya Donny sambil menatap Erick berharap ia dibebastugaskan dari hal – hal gaib seperti ini.
"Anggap saja kau sedang sial Don Geraldine." Cibir Darren yang hanya dijawab Donny dengan dengusan sebal. "Salah sendiri kau datang diwaktu yang tidak tepat."
Suasana kembali hening dan tenang. Hanya terdengar dentingan jam tua yang menggema ke seluruh penjuru rumah Erick. Semua pelayan, para sekuriti, bahkan Jackson telah diungsikan sementara dari rumah itu. Jadi sekarang hanya ada mereka berlima saja.
"Pertama kalian harus berpegangan tangan satu dengan lainnya. Kedua, tutup mata kalian dan konsentrasi. Ketiga, apa pun yang terjadi jangan sampai genggaman tangan kalian terlepas. Keempat, jangan gentar dengan apa yang akan muncul dihadapan kalian." Jelas Erick. "Kita mulai ritualnya."
Mereka saling berpegangan tangan sambil menutup mata dan berkonsentrasi. Erick mulai mengucapkan mantra – mantra dalam bahasa asing lengkap dengan dialeknya yang aneh. Awalnya tidak terjadi apa pun tapi beberapa menit setelah mantra tersebut diucapkan oleh Erick berulang – ulang, mereka mulai merasakan hembusan angin kencang. Angin tersebut membuat separuh lilin yang menyala mati begitu saja. Genggaman tangan mereka makin mengerat.
Erick kembali mengulang berkali – kali mantra yang ia bacakan tanpa henti hingga akhirnya keluar cahaya yang begitu terang dari sigil tersebut. Amplop cokelat berukuran besar yang ditaruh ditengah sigil tersebut terangkat perlahan lalu mengeluarkan asap kehitaman yang amat pekat. Perlahan asap tersebut terhisap kedalam sigil tersebut hingga menghilang begitu saja. Amplop cokelat yang tadinya melayang pun jatuh ditempat semula.
"Ritual selesai." Ujar Erick tersenyum sumringah.
"Sudah?! Hanya begitu saja?" tanya Donny tak percaya.
"Aku kira akan ada sesuatu yang spektakuler." Ujar Leon yang dari tadi hanya diam. "Atau mungkin sesuatu yang sedikit fenomenal."
"Aku dapat membantu kalian berdua jika ingin melihat mahluk halus." Tawar Erick santai.
"TIDAK!!!" tolak Leon dan Donny bersamaan.
Erick hanya mengedikkan bahunya lalu menyambar amplop cokelat yang ada dihadapannya. Ia berdiri dan membawa benda tersebut keatas sebuah meja kayu berukuran besar yang kosong tanpa ada benda apa pun diatasnya. Erick mulai membuka amplop tersebut.
Pertama, ia mengeluarkan sebuah map tebal berwarna kuning pudar. Sepertinya berkas tersebut telah usang dan rapuh hingga Erick mengeluarkannya dengan hati – hati. Benda kedua yang ia keluarkan adalah sebuah flashdisk hitam yang langsung diberikan kepada Leon. Ketiga, Erick menemukan sebuah kalung perak berbandul liontin yang dipenuhi ukiran – ukiran aneh yang membentuk sebuah simbol.
Simbol tersebut sangat familiar dimata Erick hingga akhirnya pria itu mengingatnya sebagai simbol keluarga Reindhaard. Samantha terkejut namun sedetik kemudian ekspresi wajahnya kembali normal. Sayangnya Erick telah menangkap keterkejutan gadis itu tapi ia hanya diam dan menunggu. Menunggu sesuatu yang mengejutkan.
"Darren kau periksa dokumen ini."
Erick berkonsentrasi sambil menggenggam liontin tersebut. Matanya terpejam hingga sedetik kemudian ia terhisap kedalam sebuah lubang hitam. Erick melihat sesosok gadis kecil berumur 5 tahun yang diseret paksa oleh seorang pria dewasa berusia 40 tahunan masuk kedalam sebuah gudang tua lalu menguncinya dari luar. Gadis kecil itu hanya menangis pilu hingga akhirnya tangisnya berhenti dan ia mulai mendekati sebuah cermin tua berbingkai keemasan yang dipenuhi oleh debu tebal. Tangan kecilnya menyentuh cermin tersebut. Mengusapnya perlahan. Lalu gadis kecil tersebut tertawa sambil menatap cermin tersebut.
Scene pun berganti dimana gadis kecil tersebut telah beranjak menjadi gadis remaja yang sangat cantik. Erick mengenalinya sebagai Samantha Reindhaard. Kini gadis tersebut duduk didepan sebuah meja rias berwarna putih. Mata indahnya menatap cermin besar dihadapannya. Samantha tersenyum lebar saat melihat pantulan dirinya dicermin. Namun Erick sungguh terkejut saat melihat sosok berjubah hitam muncul dibelakang pantulan diri Samantha. Sosok berjubah hitam tersebut tidak lain adalah Prince Charming yang tengah meremas pelan bahu gadis itu.
Mata Erick terbuka. Kini ia telah kembali ke dunia nyata. Tatapan mata tajamnya mengarah pada Samantha yang masih terdiam dengan ekspresi wajah datar. Pria itu melangkah mendekatinya lalu mencengkeram dagu gadis itu dan mendorongnya kasar hingga tersudut pada dinding ruangan.
"Apa hubunganmu dengan si brengsek itu?" tanya Erick yang dikuasai amarah. "Jawab! Atau aku akan membunuhmu kedua kalinya!"
"ERICK APA YANG KAU LAKUKAN??" teriak Donny hingga membuat Leon dan Darren berlari menghampiri Erick yang tengah mencekik Samantha hingga tubuhnya terangkat dari lantai.
Mereka bertiga langsung menarik tubuh Erick dengan kuat dan kasar tapi pria tersebut tidak bergeming sedikit pun. Cengkeramannya pada leher gadis itu semakin menguat hingga membuat wajah Samantha membiru.
"ERICK SADARLAH! KAU AKAN MEMBUNUHNYA!" teriak Darren. "INGAT DIA ADIKMU! JIKA DIA MATI MAKA MAYA JUGA AKAN MATI."
Perkataan Darren membuat cengkraman tangan Erick mengendur dan perlahan – lahan melepaskan tangannya dari leher gadis itu.
"Shit! Apa yang baru saja aku lakukan?" ujarnya sambil mengacak kepalanya frustasi. Lalu matanya menatap Samantha iba. "Maafkan aku! Aku seperti bukan diriku sendiri."
Tiba – tiba seluruh telepon dan ponsel yang ada di rumah tersebut berdering secara bersamaan. Hal ini membuat mereka berlima benar – benar terkejut. Hanya Luna yang masih berbaring santai diatas sofa sambil menjilati cakar – cakarnya.
"Kenapa semua telepon dan ponsel kita berlima berdering bersamaan?" tanya Leon terheran – heran. "Aku akan mengangkatnya."
Leon meraih ponselnya lalu menekan tombol hijau tak lupa ia mengaktifkan mode 'loudspeaker' agar mereka berlima mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh si penelepon misterius. Kini deringan telepon yang muncul secara bersamaan menghilang begitu saja. Rumah itu hening kembali.
"Ha... Lo..." ujar Leon gemetar.
"Akhirnya kalian mengangkat telepon dariku."
Emosi Erick kembali naik ke ubun – ubun saat mendengar suara yang familiar ditelinganya. Suara itu tidak lain adalah milik Prince Charming.
"Aku sungguh terkejut saat mengetahui bahwa kalian telah melenyapkan kutukan yang aku taruh didalam kalung liontin tersebut. Sepertinya kalian sedang sibuk menyelidiki siapa aku."
"..."
"Daripada kalian mengira – ngira siapa aku lalu membuat prediksi tidak jelas yang mengarah pada hal yang tidak benar. Bagaimana jika kita bertemu?"
"Kita sudah pernah bertemu brengsek." Ujar Erick yang tengah bersusah payah meredam kemarahannya.
"Ah ya aku lupa. Di rumah kaca itu dan saat kau memasuki dimensi masa lalu. Tapi bukan itu maksudku. Bagaimana jika kita bertemu dan bertatap muka secara langsung? Apa kalian tidak penasaran bagaimana wujud manusiaku?"
"BRENGSEK." Umpat erick geram.
"Tenangkan dirimu! Dia hanya membuatmu kesal." Bisik Darren.
"Kita akan bermain petak umpet dimana kalian harus mencari diriku dan calon korban keempat. Jika kalian dapat menangkapku maka aku akan mengakhiri semuanya bahkan aku akan menghancurkan DEMONS dalam sekejap. Jika kalian gagal maka aku akan melanjutkan teror mengerikan ini. Bagaimana?"
"..."
"Festival Pesta Topeng Tahunan Metropolis. Don't be late! Pakai kostum terbaik kalian dan kau Don Geraldine berhenti menyentuh gadisku atau aku akan melakukan hal – hal yang akan membuatmu menyesal."
"Kau mengancamku? Bagaimana jika kita bersaing secara adil antar sesama lelaki?" jawab Donny yang terbakar amarah.
"Wow! Baiklah jika kau menantangku tapi aku yakin ia akan lebih memilihku." Jawabnya penuh percaya diri. "Sampai bertemu lagi! Malam ini aku akan mengumumkan bagaimana ciri wanita yang akan menjadi korban keempatku. Jangan lupa untuk mengecek websiteku. Adios!"
Sambungan telepon itu pun terputus. Tatapan Darren dan Erick tertuju pada Donny.
"Kita perlu bicara." Ujar Erick.
Mereka bertiga pun melangkah keluar dari ruang perpustakaan tersebut. Samantha mematung sejenak lalu ia memutuskan untuk pergi dari ruangan tersebut. Sekarang hanya Leon yang berada disana. Larut dalam dunianya sendiri.
Gadis tersebut duduk disebuah ayunan yang terdapat di taman belakang rumah Erick disinari lampu taman yang temaram. Matanya terarah pada kunang – kunang yang berterbangan diatas kolam ikan hingga ia merasakan belaian lembut pada kepalanya. Samantha mendongak dan mendapati Donny tengah tersenyum kearahnya.
"Aku memang tidak punya kekuatan supranatural seperti Erick atau pun keberanian seperti Darren tapi aku akan berusaha untuk melindungimu dari semua yang ingin menyakitimu."
Samantha hanya menatap Donny dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Berusaha mencari kebohongan pada kedua bola matanya. Sayangnya ia hanya menemukan kejujuran disana. Donny melangkah lalu berlutut dihadapan gadis itu. Menggenggam tangannya lembut dan menciumnya mesra.
"Kau tidak perlu berkata apa – apa. Hubungi aku jika kau membutuhkan sesuatu apa pun itu. Aku akan berusaha untuk mewujudkannya walaupun itu membahayakan diriku sendiri."
"..."
"Aku pergi dulu."
Samantha menatap punggung kokoh Donny yang semakin lama semakin menjauh dan menghilang dibalik pintu. Kepalanya menunduk lesu. Entah mengapa perasaannya tak menentu antara bahagia dan takut. Bahagia karena ada seseorang yang peduli pada dirinya. Takut karena orang tersebut akan direnggut paksa darinya lagi.
***
Mobil mewah Donny telah terparkir di Golden Lotus. Kini ia melangkah memasuki tempat yang sudah dijejali oleh orang – orang Metropolis yang haus akan kegembiraan sesaat. Beberapa anak buah Yamaguchi membungkuk sekedar memberi hormat padanya. Donny hanya mengangguk singkat lalu berjalan kearah meja VVIP khusus dimana Yamaguchi dan Viola selalu berada disana untuk mengawasi segala aktifitas di Golden Lotus.
Sesampainya disana, ia langsung melemparkan tubuhnya ke single sofa yang berada dihadapan Yamaguchi. Wajahnya cerah dan sangat bahagia hingga Yamaguchi dan Viola bertanya – tanya.
"Kau kenapa?" tanya Yamaguchi sebelum ia menyesap segelas wine yang ada ditangannya sementara Viola sibuk menghisap rokoknya.
"Aku jatuh cinta."
Tiga kata keramat yang keluar dari mulut seorang Don Geraldine membuat Yamaguchi menyemburkan wine-nya hingga membasahi wajah Donny sedangkan Viola batuk – batuk karena tersedak asap rokoknya sendiri.
"Sialan kau!" Desis Donny sambil mengelap wajahnya menggunakan sapu tangan berwarna putih yang ia keluarkan dari saku celananya.
"Kami berdua hanya terkejut." Ujar Yamaguchi disertai anggukan dari Viola yang duduk disebelahnya. "Wanita malang mana yang sedang kau kejar?"
"Malang?? Kau pikir aku sering menyakiti wanita?"
Viola memutar kedua bola matanya. Jengah pada pria tampan berkulit eksotik ini.
"Donny sayang! Aku sudah mengenalmu sejak lama dan aku tahu bagaimana nakalnya dirimu apalagi jika itu berhubungan dengan wanita." Ujar Viola sembari mematikan rokoknya. "Atau kau sedang bertaruh dengan Darren?"
"Kenapa pikiran kalian berdua buruk sekali mengenai diriku? Menyebalkan."
"Sepertinya aku harus mengecek anak asuhku. Jadi aku permisi dulu." Pamit Viola. Sebelum pergi ia mencium mesra pipi Yamaguchi dan Donny.
Setelah Viola pergi maka Yamaguchi pun mulai menginterogasi sahabatnya yang terkenal sebagai playboy kelas kakap yang selalu dapat menaklukkan wanita dalam satu kedipan mata.
"Kau mengenal gadis itu." ujar Donny sambil tersenyum namun pernyataannya membuat Yamaguchi mengernyit kebingungan.
"Aku kenal? Apa dia salah satu hostess disini atau hostess di Play Bunny? Selebriti? Atau artis porno yang sering aku pakai sebagai model blue film-ku?"
*Play Bunny: klub malam milik Donny.
"Bukan!"
"Lalu siapa? Jawab saja! Aku sedang malas main tebak – tebakkan."
"Samantha Reindhaard."
Yamaguchi menatapnya dengan pandangan yang tak dapat diartikan.
"Apa telingaku tak salah dengar?" ujar Yamaguchi dan hanya dibalas oleh gelengan singkat oleh Donny. "Aku tidak melarangmu untuk menjalin hubungan dengan wanita mana pun di Metropolis. Aku bahkan tak akan menghalanginya. Namun jika bersama gadis itu..."
"Kau sama saja seperti Erick dan Darren." potong Donny.
"Mereka juga melarangmu?"
Donny mengangguk lemah lalu menceritakan semuanya.
Flashback
Erick dan Darren berjalan menuju ruang keluarga sementara Donny berjalan dibelakang mereka berdua. Sesampainya disana, Erick langsung menyuruhnya untuk duduk.
"Apa maksud semua perkataanmu? Kau hanya bergurau kan?" tanya Erick beruntun pada Donny yang duduk dihadapannya.
"Aku bersungguh – sungguh dengan semua perkataanku."
"..."
"Sepertinya aku jatuh cinta pada gadis itu."
Erick dan Darren saling menatap. Lalu mereka tertawa terbahak – bahak karena ucapan seorang Donny yang menurut mereka sangat tak masuk akal.
"Kalian berdua mentertawakanku? Sialan!" umpat Donny.
"Apa kau sungguh – sungguh?" giliran Darren yang menginterogasinya. Kali ini dengan mimik serius hingga membuat Donny mengangguk mantap. "Holy shit!"
"..."
"Kau tahu kan siapa gadis itu? Dia gadis yang telah lama mati dan sialnya arwahnya menempati tubuh adik kecilku, Maya Alcander. Jawab pertanyaanku dengan serius Don! Siapa yang kau pilih? Maya atau Samantha?"
"..."
"Bagaimana jika tiba – tiba Samantha menghilang dari tubuh Maya untuk selamanya? Aku ingatkan sekali lagi jika ia sudah mati ditanganku dua tahun yang lalu. Sekarang jasadnya yang telah menjadi tulang belulang terkubur di pemakaman keluarga Reindhaard. Kau dapat menggalinya kembali jika tidak percaya dengan kata – kataku." Ujar Erick lagi.
"Apa tidak ada cara untuk..." pertanyaan Donny langsung dipotong oleh Erick.
"Menghidupkannya kembali ditubuh yang berbeda?" Donny menggangguk pelan.
"Manusia yang sudah mati tidak akan hidup kembali bagaimana pun caranya. Hal tersebut sudah menjadi ketetapan Tuhan. Gadis itu hanya sedang menunggu waktunya saja untuk menghilang selama – lamanya. Aku sarankan kau membunuh perasaanmu detik ini juga."
Erick dan Darren meninggalkan Donny yang tengah mematung. Termenung memikirkan semua perkataan sahabatnya.
Flashback End
Yamaguchi mendengus kasar sambil menatap Donny.
"Lalu apa keputusanmu?"
"Aku tidak akan meninggalkan gadis itu walaupun sewaktu – waktu ia akan meninggalkanku begitu saja dan membuatku merasakan patah hati berkepanjangan."
"Sebagai sahabat aku akan terus berada disampingmu. Jika kau patah hati maka aku akan menemanimu minum sampai mabuk dan melupakan luka hatimu."
Donny tertawa lalu mereka bertos ria. Setelah itu mereka menghabiskan malam – malam mereka seperti biasanya.
0
Kutip
Balas