Jakarta, CNN Indonesia -- Badan penungsi PBB (UNHCR) berencana melakukan negosiasi dengan sejumlah negara Barat, termasuk Amerika Serikat, agar mau menampung sekitar 1.000 pengungsi kaum minoritas Muslim Rohingya di negara mereka.

Perwakilan UNHCR Bangladesh, Shinji Kubo, mengatakan pihaknya telah meminta izin pemerintah Bangladesh agar bisa melakukan negosiasi tersebut.

Ia berujar, institusinya akan terus memprioritaskan penempatan sejumlah pengungsi yang membutuhkan bantuan, meski penolakan datang dari negara-negara tersebut.

"UNHCR akan terus bekerja sama dengan sejumlah pihak berwenang mengenai penempatan para pengungsi ini, termasuk AS," kata Kubo seperti dikutip Reuters, Jumat (17/2).

Ia berujar, setidaknya ada 1.000 pengungsi Rohingya yang telah dikategorikan prioritas akibat alasan kesehatan. Selain itu, sejumlah pengungsi ini juga memiliki anggota keluarga di luar negeri.

Sementara itu, sentimen anti-imigran tengah mendera sejumlah negara Barat. Mereka khawatir kehadiran pengungsi akan memengaruhi bahkan mengancam keamanan mereka, khususnya dalam konteks bahaya terorisme.

Selain itu, masalah ekonomi juga tidak lepas dari alasan sejumlah negara Barat ini enggan menerima pengungsi.

Di AS, larangan masuk bagi imigran dan pengungsi dari sejumlah negara Muslim bahkan sempat diberlakukan oleh Presiden Donald Trump, meskipun kini aturan itu telah ditangguhkan pengadilan banding Amerika.

Di sisi lain, tetangga AS di utara, Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, menyambut dan membuka lebar pintu negaranya bagi para pengungsi yang membutuhkan bantuan dan tempat di negara mereka.

Kanada adalah salah satu yang diminta PBB untuk menerima pengungsi Rohingya.

"Terlepas dari perubahan kebijakan pemerintah, saya pikir UNHCR tetap memiliki tanggung jawab jelas untuk terus berusaha melindungi para pengungsi dengan berusaha menempatkan mereka," ujar Kubo.

"Menempatkan pengungsi memang akan selalu menjadi tantangan karena kecil kesempatan yang diberikan masyarakat internasional untuk membantu para pengungsi tersebut. Tapi kami tetap bertugas untuk berkonsultasi dengan negara masing-masing," tuturnya menambahkan.

Di Bangladesh, UNHCR menangani setidaknya 34 ribu pengungsi Rohingya yang tinggal di dua kamp penampungan resmi pemerintah, di sekitar pesisir Cox Bazar.

Selain itu, tak sedikit pula pengungsi Rohingya yang tinggal di kamp-kamp terdekat yang tidak terdaftar secara resmi oleh pemerintah sehingga tidak bisa mendapatkan akses bantuan internasional.

Untuk itu, Kubo telah meminta Bangladesh memberikan akses bagi UNHCR dan sejumlah lembaga internasional lainnya untuk membantu seluruh pengungsi di negara itu.

Ia bahkan mengatakan, UNHCR akan turut memberikan bantuan bagi masyarakat Bangladesh di sekitar kamp pengungsi yang membutuhkan guna meredam konflik sosial di sekitar kamp pengungsian.

Jumlah pengungsi Rohingya di Bangladesh semakin bertambah dalam beberapa waktu belakangan, menyusul bentrokan yang kembali mengincar warga Rohingya di Myanmar.

Isu mengenai kekerasan terhadap Rohingya di Myanmar kembali mencuat setelah insiden penyerangan pos pengamanan di tiga wilayah perbatasan Myanmar di Rakhine oleh sejumlah kelompok bersenjata pada 9 Oktober lalu.

Pemerintah Myanmar menuding "teroris Rohingya" berada di balik serangan itu, meski belum ada bukti konkret.

Sejak insiden tersebut, militer Myanmar memperketat pengawasan dengan melakukan operasi di daerah tersebut.

Alih-alih memburu para pelaku penyerangan, militer Myanmar diduga malah menyerang etnis Rohingya secara membabi-buta hingga menewaskan setidaknya 80 orang.

Sejak bentrokan terjadi, setidaknya 70 ribu kaum Rohingya dikabarkan telah melarikan diri ke luar Myanmar.

Komisi HAM PBB bahkan memperkirakan jumlah kaum Rohingya yang menjadi korban ini bisa mencapai ribuan orang.

(aal)
http://www.cnnindonesia.com/internas...ribu-rohingya/