- Beranda
- Stories from the Heart
Biro Detektif Supranatural PSYCH: Prince Charming #2
...
TS
dianmaya2002
Biro Detektif Supranatural PSYCH: Prince Charming #2
Biro Detektif Supranatural PSYCH: Prince Charming #2
Erick dan Darren kembali dihadapkan dengan seorang psikopat gila pecinta Disney Princess yang menyebut dirinya sebagai PRINCE CHARMING. Korban - korbannya selalu ditemukan dalam berbagai tema Disney Princess, seperti Stella Magnolia yang ditemukan ditepi dermaga dalam balutan kostum mermaid seperti Princess Ariel.
Apakah duo detektif ini dapat menghentikan kegilaan Prince Charming?
Apakah duo detektif ini dapat menghentikan kegilaan Prince Charming?
Hai Agan dan Aganwati...
Ane balik lagi nih buat posting sequel nya Biro Detektif Supranatural PSYCH
Yang masih penasaran sama Mbak Samantha Reindhaard bakal ane buat tambah penasaran lagi...
ini akun wattpad ane Anthazagoraphobia
karya ane:
Biro Detektif Supranatural PSYCH : Pieces #1
The Haunted Hotel La Chandelier
bagi cendol dan rate nya ya
DAFTAR ISI
Spoiler for Index:
Diubah oleh dianmaya2002 07-03-2017 13:20
zeref13 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
16.9K
Kutip
80
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.6KThread•42.6KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dianmaya2002
#31
Spoiler for 10 bagian 2:
Besok malam adalah festival musim gugur yang biasa dirayakan oleh rakyat China. Yah walau pun Metropolis adalah negara beriklim tropis, namun penduduk beretnis Tionghoa tetap merayakan festival ini dengan berkumpul bersama keluarga besar sambil memakan mooncake. Berbagai lampion pun terpasang diberbagai sudut, namun lampion – lampion itu baru akan dinyalakan pada malam hari.
Siang ini keadaan di China Town sangat ramai dengan hiruk pikuk orang yang berlalu lalang. Para pedagang sibuk menjajakan dagangan dengan suara keras dan lantang, agar para pembeli datang ke tokonya. Beberapa sales promotion girl ber-cheongsam merah membagikan lembaran brosur diskon dan promosi toko dan restauran tempat mereka bekerja kepada para pejalan kaki yang melewatinya. Toko penjual mooncake dan pernak – pernik berbau oriental tampak dijejali oleh para pembeli.
Diantara para pejalan kaki tampak pria berkaos abu – abu dengan celana jeans hitam tengah menggandeng tangan seorang gadis bertanktop putih yang dipadukan dengan jeans biru tua. Mereka berdua adalah Samantha dan Azka. Ia menggenggam tangan gadis itu agar tidak hilang diantara kerumunan orang. Sekalian modus.
"Baru kali ini aku pergi ke China Town."
Samantha hanya diam dan tak berniat menanggapi ucapan pria itu. Azka mengikuti kemana arah mata gadis yang berdiri disebelahnya itu, lalu ia tersenyum karena Samantha tengah menatap kedai penjual gulali yang sedang dikelilingi oleh anak – anak kecil.
"Kau mau?" Ia mengangguk singkat sebelum Azka menarik paksa tangannya menuju kedai itu. "Ayo kita kesana sekalian menanyakan keberadaan toko Shénmì yang dimaksud oleh Devon."
Sesampainya disana Azka langsung menyambar gulali besar berbentuk hati dengan warna mirip pelangi lalu memberikannya pada Samantha tentunya setelah membayar pada si penjual.
"Terima kasih."
Azka hanya tersenyum, lalu ia kembali memfokuskan pandangannya pada si penjual yang tengah sibuk membentuk gulali yang akan ia jajakan.
"Koh tahu dimana toko Shénmì?"
Pria peranakan Tionghoa itu menengadahkan kepalanya dan menatap Azka.
"Kamu cari toko Shénmì?" ujarnya waspada sambil menengok ke kanan dan kiri, sepertinya ia takut jika ada orang lain ikut mendengar pembicaraan mereka berdua. "Tunggu sebentar!"
Pria itu beranjak dari tempatnya dan masuk kebagian dalam kedai. Disana terlihat ia tengah berdebat dengan seorang wanita yang mungkin saja istrinya. Azka hanya mengernyit heran melihat pemandangan itu sedangkan Samantha sibuk menjilat gulali warna warninya hingga tak mempedulikan apa pun. Tak lama kemudian, pria itu kembali lalu berbisik ke telinga Azka.
"Pergi ke lorong itu. Istriku ada disana, ia akan mengantarkan kalian menemui Er Lang."
Jujur saja ia bingung karena perlakuan si penjual gulali padanya, tapi Azka mengikuti perkataannya. Sekaran mereka berdua sedang berjalan memasuki lorong yang dimaksud oleh si penjual gulali. Di ujung lorong itu terlihat wanita mengenakan cheongsam biru muda tengah menunggu mereka.
"Perkenalkan saya Li Zhi dan yang tadi itu suami saya, Li Guan."ujarnya memperkenalkan diri.
"Saya Azka dan ini Maya."
Wanita bernama Li Zhi itu menatap Maya dengan tatapan menyelidik sebelum ia berdecak kagum dan mulai histeris.
"Maya Alcander? Yang model itu kan?"
Samantha hanya mengangguk singkat dengan senyum yang dipaksakan hingga tampak seperti seringaian tajam yang mengerikan.
"Ya ampunnn!!! Saya fans berat kamu." Ujarnya sambil memeluk tubuh Samantha dengan erat. "Tolong donk fotoin sebentar abis itu baru saya antar kalian ke Shénmì."
Li Zhi memberikan ponsel pintarnya pada Azka dan pria itu pun mulai sibuk memotret mereka berdua. Setelah puas berfoto dengan Maya, Li Zhi pun menepati janjinya untuk mengantar mereka berdua ke Shénmì.
"Kalian berdua memang ada perlu apa hingga harus ke Shénmì?"
"Kami mau membeli beberapa barang disana. Oh ya kenapa kalian sepertinya takut ketika saya menanyakan dimana lokasi toko itu?"
"Aduh nak Azka, Shénmì bukanlah toko biasa."
"Maksudnya?"
"Tempat itu adalah perbatasan antara alam roh dengan dunia manusia. Bisa dibilang itu tempat keramat di China Town."
"..."
"Dan Er Lang adalah orang yang ditugaskan sebagai penjaga perbatasan itu."
Setelah 15 menit berjalan, mereka bertiga sampai disebuah bangunan tua yang terkesan sangat klasik dan sangat oriental. Dua buah lampion berwarna merah menggantung disisi kanan dan kiri pintu. Sedangkan dibawahnya terdapat dua buah patung naga berukuran besar yang mengapit pintu kayu tersebut. Dalam cerita mitos masyarakat Tionghoa, naga adalah sosok entitas suci yang didewakan dan dinobatkan sebagai sosok pelindung. Oleh karena itu warga keturunan Tionghoa pasti mempunyai patung naga yang disimpan di dalam rumahnya.
"Maaf saya cuma bisa antar sampai sini." Ujar Li Zhi sambil memeluk tubuhnya dengan kedua tangannya. "Saya gak berani disini lama – lama."
Samantha dan Azka hanya mengangguk. Mereka berdua merasakan suhu tempat itu yang mendadak menjadi sangat dingin padahal China Town terletak di dataran rendah yang panas.
"Terima kasih atas bantuannya." Ujar Azka pada wanita itu.
Li Zhi pun melangkah secepat kilat meninggalkan tempat itu. Tak lama kemudian, deritan pintu mengejutkan mereka berdua. Mata mereka tertuju pada pintu kayu dihadapan mereka yang kini telah terbuka dengan lebar. Terlihat seorang pria muda berkulit putih tersenyum ramah kepada mereka berdua. Dilihat dari fisiknya, umur pria itu sekitar 25 tahun sebaya dengan umur mereka berdua.
"Kalian berdua pasti teman Devon. Ayo masuk! Pamanku sudah menunggu kedatangan kalian berdua."
Azka sedikit ragu untuk melangkahkan kakinya memasuki rumah itu. Ia yang notabene adalah manusia tanpa indera keenam maupun kepekaan terhadap mahluk halus pun dapat merasakan hawa dingin mencekam yang menguar dari berbagai penjuru mata angin dengan bangunan itu sebagai pusatnya.
"Ayo kita masuk." Ajak Samantha yang langsung dibalas anggukan singkat oleh Azka.
Dibalik pintu itu terdapat taman kecil yang dipenuhi oleh pot – pot bonsai berharga mahal. Mereka terkagum – kagum dengan keindahan kolam ikan kecil yang berisi ikan jenis Koi yang berwarna – warni. Gemericik air yang berasal dari air mancur berbentuk kendi menimbulkan atmosfer nyaman untuk mereka berdua hingga kengerian mengenai tempat ini terkikis secara perlahan.
Pria muda bernama Er Ping, ia mengaku sebagai keponakan pria bernama Er Lang. Tingginya sekitar 175 cm, berkulit putih dengan kepala botak. Hampir mirip dengan biksu – biksu Shaolin yang sering muncul difilm laga kolosal di Celestial Movie. Hanya saja ia tidak mengenakan baju seragam khas biksu yang berwarna cokelat. Pria itu mengenakan celana sebatas lutut berwarna biru dongker yang dipadukan dengan kaos hitam tanpa lengan yang menonjolkan otot lengannya yang besar berotot.
Er Ping mempersilahkan mereka berdua masuk kedalam rumah berarsitektur oriental tersebut. Samantha dan Azka duduk disebuah sofa berwarna krem yang terdapat di ruang tamu. Mata mereka menjelajah kesegala arah dan berhenti disebuah lukisan wanita cantik bergaun kerajaan entah berasal dari dinasti mana. Rambut wanita itu sangat panjang hingga semata kaki dengan senyuman manis yang tersungging diwajahnya. Tiba – tiba suara berat seorang pria menginterupsi mereka.
Pria itu memakai celana training hitam dengan kaos lengan pendek berwarna putih polos tanpa gambar. Kepalanya botak dengan brewok tipis yang menghiasi wajahnya yang mulai berkerut karena usia yang mulai bertambah. Tatapan matanya tajam tetapi ia tetap ramah dengan senyuman lembut yang tersungging dibibirnya. Kulitnya kecokelatan karena terpapar sinar matahari.
"Wanita dilukisan itu adalah salah seorang putri kerajaan yang berasal dari Dinasti Ming. Ia diracun oleh seorang selir karena cemburu akan kecantikannya hingga tewas. Pada akhirnya putri malang itu menjadi arwah penasaran yang membawa dendam dan sakit hati. Menghantui para selir, penghuni kerajaan termasuk raja."
"Ia tidak dapat menyeberang ke 'alam' sana." Ujar Samantha lirih.
"Kau benar nona muda. Akhirnya Raja Ming meminta pertolongan seorang biksu shaolin yang mempunyai kemampuan mengusir setan. Biksu menyanggupinya dengan syarat Raja harus membuat lukisan sang putri seindah mungkin. Tentu saja Raja menyanggupinya hingga ia memanggil pelukis kerajaan untuk membuat lukisan itu."
"..."
"Setelah lukisan itu jadi, si biksu menyegel arwah sang putri didalamnya. Dan disinilah lukisan itu." ujarnya mengakhiri cerita dibalik lukisan itu. "Perkenalkan namaku Er Lang pemilik toko ini. Ayo ikut aku. Aku tahu kalian harus bergegas karena besok adalah malam bulan purnama."
Mereka mengikuti Er Lang ke bagian terdalam rumah tersebut hingga akhirnya mereka sampai disebuah tangga yang menuju ke sebuah ruang bawah tanah. Penerangan menuju ruang bawah tanah itu hanya menggunakan lampu kekuningan redup yang membuat suasana mistis semakin terasa. Tangga demi tangga mereka pijak hingga tibalah mereka disebuah pintu kayu besar. Kedua tangan Er Lang menyentuh gagang pintu itu dan mendorongnya hingga terbuka.
"Ayo masuk! Aku akan membantu kalian berbelanja."
Samantha dan Azka mengikuti langkah Er Lang yang telah memasuki ruangan yang berisi rak – rak besar berisi benda – benda aneh.
"Ambil trolley itu! kalian membutuhkannya."
Azka menyambar trolley yang berada tak jauh darinya. Lalu mendorongnya sambil mengikuti langkah Samantha dan Er Lang.
"Baiklah! Benda apa yang kalian butuhkan?" tanya Er Lang lagi.
Azka merogoh saku celana jeansnya dan mengambil kertas lusuh yang berisi daftar belanjaan yang dibuat Devon tadi. Ia menyerahkan kertas itu pada Samatha yang berada disebelahnya.
"Lilin aroma terapi berbau mawar yang berukuran besar lima buah. Minyak ekstrak mawar. Abu tengkorak manusia..."
Lalu dengan secepat kilat Er Lang mengambil seluruh barang yang disebutkan oleh gadis itu hingga trolley yang mereka bawa penuh.
"Sepertinya kalian sedang bersiap untuk melakukan suatu ritual penangkapan iblis." Tebak Er Lang. "Aku hanya bisa berdoa agar apa yang akan kalian lakukan sukses."
"Terimakasih Er Lang."ujar Azka sambil tersenyum.
"Baiklah sekarang kita ke meja kasir! Kalian harus membayar semua ini. Aku menerima pembayaran dengan kartu debit, kredit, master card, bahkan tunai." Ujar Er Lang diikuti oleh Azka yang berjalan dibelakangnya.
Sementara itu Samantha masih berjalan – jalan mengelilingi rak – rak besar itu sambil memuaskan rasa penasarannya pada barang – barang aneh yang tertata rapi disana. Hingga sudut matanya menangkap sebuah cermin besar berwarna emas setinggi dua meter. Cermin itu seakan menariknya untuk mendekat.
Ia melihat pantulan dirinya dalam cermin itu. Betapa terkejutnya saat ia melihat pantulan bayangan dirinya dahulu. Saat masih hidup sebagai seorang Samantha Reindhaard. Rambut panjang berwarna cokelat. Kulit putih pucat. Dan bola mata kecoklatan yang ia dapat dari ayahnya. Tangan kanannya terangkat untuk menyentuh pantulan dirinya yang lama pada cermin itu. Namun tanpa ia sadari Er Lang sudah berdiri disebelahnya.
"Samantha Reindhaard." Bisiknya tepat ditelinga gadis itu. "Atau perlu kupanggil kau Maya Alcander?"
Gadis itu hanya terdiam.
"Selesaikan apa yang telah kau mulai karena waktu yang kau miliki tidak banyak."
***
Mereka sudah berada didalam mobil menjauh dari China Town. Samantha duduk disebelah Azka yang sedang menyetir. Jam sudah menunjukkan pukul satu siang, akhirnya mereka memutuskan untuk singgah disalah satu restoran cepat saji yang menyediakan menu western.
"Baiklah setelah ini apa yang harus kita cari?" tanya Azka pada gadis yang ada dihadapannya.
Samantha menelan kentang gorengnya sebelum menjawab pertanyaan Azka.
"Penangkaran hewan liar."
Azka mengernyitkan dahinya tidak mengerti.
"Kau mau mengadopsi binatang peliharaan?"
"Kurang lebih seperti itu."
"Baiklah. Habiskan makananmu setelah itu kita kesana." Ujarnya sambil tersenyum.
Sekarang mereka berdua sibuk dengan makanan masing – masing. Perasaan – perasaan buruk mulai menghinggapi benak Azka, apalagi dari tadi sosok gadis dihadapannya sangat cuek dan hanya menanggapi perkataannya apa adanya.
Apa mungkin Maya tidak menyukai dirinya? Azka menggelengkan kepalanya. Ini kan baru kencan pertama, aku yakin dia hanya gugup. Apa yang harus aku lakukan agar ia merasa nyaman bersamaku? Apa aku tanya saja padanya ya? Aku bingung...
Samantha memandang Azka keheranan. Karena dari tadi pria dihadapannya terus menggelengkan kepalanya, seakan ada sesuatu yang ia pikirkan.
"Kau tidak apa – apa?"
"Aku? Ah... tidak." jawabnya sambil tersenyum.
"Apa yang sedang kau pikirkan?"
Azka menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia sangat malu karena gadis dihadapannya mengetahui gelagat anehnya.
"Aku..."
"..."
"Apa kau mau pergi denganku lagi? Mungkin nanti. Eh... suatu saat."
"Tentu saja." Jawaban singkat Samantha membuat hatinya kembali berbunga – bunga.
Setelah makanan yang berada dihadapan mereka habis tak bersisa, Azka dan Samantha langsung beranjak keluar dari restoran cepat saji itu dan berjalan menuju parkiran. Azka duduk dikursi pengemudi sedangkan Samantha berada disebelahnya. Ia melajukan mobilnya ke Distrik B dimana terdapat sebuah tempat penangkaran hewan liar seperti anjing dan kucing. Pemerintah Metropolis membangun penangkaran ini untuk menanggulangi rabies dan juga menyadarkan masyarakat agar mengadopsi anjing dan kucing liar yang tak bertuan dari pada harus membelinya.
Setelah 30 menit berkutat dengan jalanan Metropolis yang padat, akhirnya mereka sampai didepan sebuah gerbang besar bertuliskan 'Selamat Datang di Penangkaran Hewan Liar Distrik B Metropolis' dengan jargon 'Don't Shop but Adopt' yang tertulis tepat dibawahnya. Mereka disambut oleh pria berseragam abu – abu yang berjaga disebuah pos keamanan.
"Selamat siang Pak. Ada yang bisa kami bantu?" ujar pria itu ramah.
"Kami berdua mau adopsi binatang peliharaan."
"Mari silahkan!"
Pria berseragam abu – abu itu membuka gerbang besar yang terbuat dari baja itu dan mempersilahkan mobil Azka untuk memasukinya. Disana terdapat parkiran yang cukup luas. Hanya ada tiga mobil yang terparkir disana. Setelah memarkirkan mobilnya, Azka dan Samantha langsung turun dan berjalan kearah kantor administrasi tempat itu. Mereka harus mengisi formulir adopsi sebelum diperbolehkan mengadopsi binatang disana.
"Jadi kalian mau mengadopsi apa? kucing atau anjing?" tanya seorang wanita paruh baya yang bekerja sebagai admin tersebut.
"Kucing." Jawab Samantha singkat.
"Baiklah. Ale akan mengantarkan kalian berdua."
"Terimakasih." Ujar Azka sambil tersenyum.
Seorang pria berseragam biru tua bernama Ale mengantarkan mereka berdua ke shelter khusus kucing. Samantha, Azka dan Ale berdiri didepan kaca bening yang besar yang menjadi sebuah sekat yang menghubungkan dengan ruangan yang lumayan luas dan berisi puluhan kucing lucu berbagai warna.
Mata Samantha tertuju kepada seekor kucing hitam berwarna hitam yang tertidur disudut ruangan.
"Aku mau kucing hitam itu."
"Baik Nona! Sebentar saya ambil." Ujar Ale kemudian melangkah pergi dari hadapan mereka berdua.
Ale kembali dengan membawa seekor kucing hitam lucu dipelukannya. Lalu ia menyerahkannya pada Samantha. Mereka berdua pulang setelah mengurus administrasi dan menyumbang sedikit uang untuk shelter tersebut.
***
0
Kutip
Balas