- Beranda
- Stories from the Heart
Kisah Manusia Sayur
...
TS
shagy99
Kisah Manusia Sayur
Welcome To My Thread
Halo agan dan sista

Ini pertama kalinya ane nulis di subforum SFTH
biasanya ane ngejajal dilounge 
Bahkan akhir akhir ini cuma jadi SR HT doang karena ga ada waktu untuk nulis thread

Tapi kali ini, ane punya sebuah kisah yang menceritakan tentang pengalaman hidup ane. Pengalaman ketika bertemu sama seorang manusia sayur.
Kenapa ane nyebutnya manusia sayur? Ah agan dan sista baca sendiri aja kisahnya deh

Cerita ini akan ada beberapa part dan ane akan mencoba supaya gak kentang dalam menulis cerita ini.
Kalo dalam penulisan agan dan sista merasa ada yang kurang sreg. Mohon maaf karena saya newbie di subforum SFTH ini
Iyak langsung aja gan kita mulai ceritanyaaaa. Selamat menikmati

Quote:
Quote:
Quote:
FAQ
Q : Nama ente sebenernya siapa sih? Kok di Cerita ada Cita, Bonet, Adit?
A : Ane kalo di luaran biasa di panggil Cita, kalo di keluarga di panggil Adit, dan Bonet itu nama di kantor. Asal usulnya baca aja "Perkenalan TS" di atas.
Q : Apa rasanya dari Non - Vegetarian terus berubah jadi vegetarian?
A : Awalnya susah. Tapi, lama - lama terbiasa sih

Q : Ini cerita terjadinya kapan?
A : Tebak aja sendiri dari beberapa kalimat yang ane taruh disini

Q : Updatenya tiap kapan gan?
A : Tiap hari Sabtu atau Minggu yang jelas. Kalo hari biasa mungkin ada sedikit update
tapi, akan diusahakan seminggu dua kali 
Q : Kentang gan !
A : Kentang juga bagian dari sayur kan gan?

Q : ... (reserved for update)
A : ... (reserved for update)
Quote:
INDEX
Quote:
Quote:
Quote:
Biar ane makin semangat nulis. Boleh lah agan bagi cendolnya 
Minimal kasih bintang 5 aja nih ke trit ane

Minimal kasih bintang 5 aja nih ke trit ane

Quote:
Akhir kata
Salam Sayur !
Salam Sayur !

Diubah oleh shagy99 13-05-2018 23:00
tien212700 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
134.1K
Kutip
753
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
shagy99
#120
Quote:
Trauma Dari Masa Lalu
“Mas ini kembaliannya” driver ojek online memanggil gue yang terlanjur berlari masuk ke dalam gang rumah gue.
“Ambil aja mas gapapa” gue setengah berlari tanpa menoleh ke belakang meninggalkan driver ojek online yang kebingungan karena tingkah gue.
Sebuah SMS dari adik gue saat maghrib datang bagaikan petir di siang bolong buat gue. Pesan singkat berisikan kata – kata “Mas, cepetan pulang. Yang waktu itu muncul lagi”. Cukup membuat gue khawatir dengan keadaan di rumah.
“Brengsek !” Gue memaki dalam hati.
“Kenapa lu muncul lagi !” Kembali gue memaki dalam hati.
“Assalamualaikum” gue mengetuk pintu rumah dengan cepat dan terburu – buru.
Adik gue membuka pintu dengan muka cemas.
“Mas, beneran. Mami down lagi” matanya mulai berkaca – kaca
“Ya Allah. Cobaan apa lagi ini” gue menghambur ke kamar nyokap dan terlihat nyokap gue terbaring lemah di tempat tidur.
Badan gue terasa lemas saat itu dan di kepala gue. Terputar kembali kenangan dari masa lalu yang cukup menyeramkan.
2 Tahun yang Lalu
Saat itu gue adalah mahasiswa tingkat akhir di salah satu universitas swasta ternama di Bandung. Kesibukan sebagai mahasiswa tingkat akhir pun membuat gue jarang pulang ke rumah di Jakarta. Selain lagi sibuk aktif organisasi, gue juga lagi siap – siap bikin skripsi saat itu. Dan akhirnya, ada waktu luang juga buat pulang ke rumah di akhir semester.
“Akhirnya bisa pulang juga” gumam gue di dalam bis bertuliskan jurusan Leuwi Panjang – Bekasi Barat
“Sampe rumah jam berapa?” terlihat SMS dari nyokap gue di layar handphone gue
“Kira – kira jam 10 atau 11 malem sih”
“Yaudah. Hati – hati. Nanti kalo masuk gang rumah baca – baca ayat kursi aja”
Gue mengernyitkan mata
“Hah? Maksud mami?”
“Udah baca aja. Ntar juga tau”
“Oke deh” gue membalas sekenanya dengan perasaan heran. Perlahan bis yang gue tumpangin pun meninggalkan terminal dan menuju ke Jakarta.
Setelah lewat perjalanan yang menghabiskan waktu 3 jam. Gue sampai di depan gang rumah gue. Rumah gue itu ada di pojok sebuah gang. Jarak dari jalan depan sampai masuk ke pekarangan rumah gue itu sekitar 150 meter. Di sepanjang gang tersebut ada dua sisi yang berbeda. Sisi kiri masih berupa kebun pisang dan mangga kepunyaan warga, sedangkan sisi kanan adalah rumah warga yang menghadap ke arah kebun tersebut. Sisi belakang dan kiri rumah gue berbatasan dengan sekolah SMP yang di tandai dengan pagar yang cukup tinggi. Sebenarnya masih ada ruang antara rumah gue dan pagar sekolah SMP tersebut. Jadi, nggak terlalu mepet banget lah rumah gue sama pagar SMP ini. Gue pun punya kebun sendiri yang lumayan luas di belakang rumah. Gue pun mulai berjalan masuk gang ini. Entah kenapa, suasana mencekam menyelimuti malam itu. Gue melihat jam tangan gue yang menunjukkan pukul 11 malam.
“Kenapa rasanya beda ya” gumam gue sambil celingukan sepanjang jalan itu.
Gue pun sampai di pekarangan rumah gue. Rumah gue memang nggak punya pagar besi. Keluarga gue dari dulu paling nggak suka kalo rumah itu di pagerin. Ribet nanti buka gemboknya.
“Assalamualaikum. Mam” gue mengetuk pintu rumah gue.
Entah kenapa suasana begitu sunyi saat itu.
“Assalamualaikuuumm” gue mengulangi salam gue
“Apa udah pada tidur semua ya” gumam gue.
“Srek. . . Srek. . . Srek. . .”
Terdengar bunyi daun jatuh yang diseret. Gue yang emang saat itu nggak tahu dengan keadaan sebenarnya lingkungan gue. Gue menghampiri suara tersebut. Gue pikir ada kucing yang terluka saat itu.
“Wah gak ada apa – apa” gumam gue
Gue pun kembali mengetok pintu rumah gue
“Asalamualaikummmm” gue mengucapkan salam kembali sambil menekan nomor nyokap gue di handphone gue. Berharap nyokap gue bangun kalo denger suara handphonenya.
“Hi Hi Hihihihihihihihihihi” suara perempuan tertawa nyaring membuat gendang telinga gue bergetar saat itu.
Suaranya berasal dari sekolah SMP belakang rumah gue. Gue pun menoleh ke kiri dan mata gue menangkap sosok asing yang tengah duduk di lantai dua SMP tersebut. Sosok cewek dengan rambut panjang dan berpakaian serba putih terlihat sedang mengawasi gue.
“Astagfirullah ! Mam ! Mam ! Mam ! Buka pintunya” gue menggedor pintu rumah gue sambil komat – kamit membaca ayat kursi. Sosok itu memang menghentikan tawanya. Tapi, dia tetap duduk di situ. Terus memandang gue.
Nyokap gue kemudian membukakan pintu buat gue. Terlihat matanya sayu karena kurang tidur. Gue langsung masuk ke dalam rumah dengan nafas yang memburu. Gue pun langsung menyambar gelas dan mengisinya dengan air putih di ruang makan. Nyokap gue menutup pintu rumah dengan rasa heran.
“Kamu kenapa?” tanya nyokap gue heran.
“Di sekolah sebelah. Ada Tante K. Aku di ketawain barusan” gue menjelaskan setelah meneguk segelas air putih dengan cepat.
Nyokap gue menghela nafas.
“Kan dari tadi juga udah mami ingetin. Kalo dateng itu baca – baca ayat kursi. Bandel sih”
“Emang ada apaan sih mam?” tanya gue penasaran
“Nggak enak ceritanya. Udah malem. Mending kamu ambil air wudhu, terus shalat Isya. Abis itu tidur. Mami numpang tidur di kamar kalian sampe papi pulang dari luar kota. Nggak berani tidur sendiri di kamar mami” nyokap gue menjelaskan panjang lebar.
Gue emang tidur sekamar sama dua orang adik gue. Karena, rumah ini emang Cuma punya dua kamar ketika bokap gue beli. Satu untuk kamar orang tua. Satu untuk kamar anak – anaknya. Kamarnya pun cukup besar. Jadi gue dan adik – adik gue nggak pernah protes soal kamar yang harus berbagi.
Gue pun mengambil air wudhu dan menunaikan shalat Isya. Nggak berapa lama gue masuk kamar dan tidur dengan diselimuti rasa penasaran.
Sinar mentari masuk ke kamar gue saat pagi menjelang. Gue membuka mata gue dan melihat ke arah jam dinding. Jam dinding menunjukkan angka setengah 9 pagi. Nyokap gue dan adik – adik gue udah nggak ada di kamar lagi. Gue pun berjalan keluar kamar dan terlihat nyokap gue lagi menyetrika baju di ruang tengah.
“Tuh kalo mau sarapan, ada nasi uduk” nyokap gue menunjuk meja makan.
Gue pun menuju meja makan dan membuka bungkusan nasi uduk. Kemudian gue duduk di kursi.
“Emangnya semalem itu kenapa sih mam? Mami juga kayaknya kurang tidur” gue membuka omongan sambil menyendok nasi uduk.
“Hmmmh” nyokap gue menghela nafas
“Kamu tau mbak inah? Orang nggak waras yang beda 2 rumah dari kita?” tanya nyokap gue.
“Ooh iya tau tau. Kenapa?”
“Dia meninggal seminggu yang lalu”
“Inalillahi. Kok bisa?”
“Iya. Kayaknya dia ditelantarkan keluarganya gitu pas lagi sakit. Entah kenapa, sejak saat dia meninggal. Suasana di daerah sini jadi mencekam banget. Tuh tukang sate yang jualan di depan. Di datengin sama jin yang mirip Mbak Inah 2 hari yang lalu” nyokap gue bercerita panjang lebar.
Nyokap gue selalu menyebut jin untuk kasus seperti ini. Karena, dalam Islam kan nggak mungkin ada orang meninggal terus jadi setan gentayangan.
“Astagfirullah. Kok bisa ya” tanya gue keheranan
“Begitu juga rumah ini. Karena nggak jauh dari tempat dia. Di sini juga di ganggu. Dan jin – jin yang lain juga aktif sejak dia meninggal. Contohnya ya kamu semalem itu. Diketawain sama tante K”
“Hmmm. Separah itukah?” tanya gue lagi
“Biasanya pas maghrib. Pintu kita bakal bunyi kayak di tendang orang dari luar. Giliran kita liat. Malah nggak ada apa – apa. Pintu yang berbatasan sama kebun dan garasi juga kadang kebuka sendiri. Makanya mami tempel tulisan ayat kursi. Setelah di tempel nggak kebuka sendiri. Tapi, mereka masih bisa gedor pintu itu dari luar” nyokap gue menunjuk ke arah pintu depan yang ternyata juga di tempel tulisan ayat kursi.
“Pantes mami keliatan stres” jawab gue
“Ya gitulah. Mana papi kamu ada tugas keluar kota lagi seminggu. Untung kamu pulang. Kalo nggak pulang mami sendirian lagi nih pas maghrib dateng. Andhika masih sibuk try out karena mau lulus. Surya juga sibuk eskul di sekolah” nyokap gue menyebutkan kedua nama adik gue yang saat itu masih duduk di bangku SMA.
“Mam, tapi ntar aku mau ke warnet. Mau main sama temen – temen warnet. Udah janjian” jawab gue
Nyokap gue memandang dengan nanar.
“Yaah. Gapapa deh kalo gitu” suara lemas nyokap gue terdengar ditutup – tutupi.
Gue pun main di warnet langganan gue. Gue udah kangen banget sama kondisi warnet tempat gue main dari kelas 1 SMP ini. setelah memasang billing sekaligus bercengkrama sama temen – temen warnet. Gue pamit pulang sebelum maghrib. Karena gue pikir. Kasian juga nyokap kalo sendirian di rumah. Gue pun pulang ke rumah sekitar jam setengah 6.
Gue pulang dan disambut dengan wajah ceria nyokap gue. nyokap gue senang karena dia nggak harus melewati maghrib sendirian. Nyokap gue pengen banget memaksa adik – adik gue untuk pulang sebelum maghrib. Tapi, apa daya. Kesibukan sekolah mereka emang lagi nggak bisa di ganggu. Adzan maghrib pun selesai berkumandang.
“Duar !” pintu terdengar di tendang dari luar. Nyokap gue pun memegang erat lengan gue karena ketakutan di ruang tengah.
“Astagfirullah. Jadi bener yang di bilang nyokap” kata gue dalam hati
Entah ada pikiran apa saat itu. gue melepas tangan nyokap gue dan berjalan menuju pintu depan. Gue membuka jendela. Berharap ada orang iseng yang menendang pintu tersebut. sekitar 3 menit gue mengamati. Suara ataupun batang hidung pelakunya tidak kunjung muncul.
“Duar !” pintu kembali bergetar hebat tanda ada yang baru menendangnya. Sayangnya, kali ini badan gue ikut bergetar karena ketakutan.
“Pintunya. . . bergetar sendiri?” tanya gue dalam hati sambil menahan rasa takut
Diubah oleh shagy99 12-02-2017 22:06
0
Kutip
Balas


