- Beranda
- Stories from the Heart
Yaudah 2: Challenge Accepted
...
TS
dasadharma10
Yaudah 2: Challenge Accepted
Cover By: adriansatrio
Cerita ini didasari oleh pemikiran otak gue yang banyak orang enggak suka, malah kebanyakan menghujat. Awalnya gue risih juga, otak juga otak gue, kenapa orang lain yang ributin. Tapi aneh bin nyata, enggak tau kenapa, lama-kelamaan gue malah suka setiap kali kena hujat. Nah, demi mendapat hujatan-hujatan itulah cerita ini dibuat. WARNING: 15TAHUN+
Spoiler for QandA:
"Bukannya apatis ato apa, gue cuma males urusan sama hal-hal yang mainstream. Buat lo mungkin itu menarik, buat gue itu kayak suara jangkrik. Kriik... Krikk... bikin geli."
-Calon wakil ketua LEM-
-Calon wakil ketua LEM-
Explanation
Spoiler for Index:
Diubah oleh dasadharma10 15-09-2017 17:22
imamarbai dan 7 lainnya memberi reputasi
6
375.4K
1.4K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dasadharma10
#261
PART 6
Kalo lo pengin tau apa isi otak gue setelah melihat orang kesurupan di depan mata gue, gue enggak mau jawab. Kalo lo mau tau gimana perasaan gue, gue juga enggak mau jawab. Tapi kalo lo nanya apa yang terjadi setelah gue sampe di lokasi, gue baru mau jawab.
Sesampainnya di parkiran belakang gue udah terlambat, bahkan gue enggak sempat lihat mahasiswi yang kesurupan bertingkah. Mahasiswi yang kesurupan tadi udah tenang. Yang belum tenang cuma bapak divisi, sama gue. Bapak divisi yang notabene-nya bukan orang jawa tiba-tiba bisa nyanyi lagu jawa sambil cekikikan.
Dejavu? Enggak. Kalo setahun yang lalu gue menghadapi setan penyurup yang banyak tingkah, sekarang gue menghadapai setan penyurup yang kalem. Bener-bener kalem, gue bahkan sempat enggak menyadari kalo bapak divisi masih kesurupan. Gue akuin, gue sempat tertipu sama setan kalem yang satu ini, setan ini benar-benar cerdik.
Salah seorang panitia menghampiri gue, “Wi, kita harus gimana?”
“Buat lingkarang lagi aja, Wi?” saran panitia yang lain. “Kayak yang waktu itu? Mungkin berhasil.”
“Kamu deketin dulu aja, siapa tau dia cuma mau komunikasi,” saran panitia yang menghampiri gue.
“Kalo cuma mau komunikasi lo sendiri aja, enggak usah nyuruh-nyuruh gue!” balas gue dengan suara pelan.
“Aku takut, Wi,” kata dia lagi. “Gimana kalo aku kesurupan balik coba, mikir dong!”
“Emang di jidat gue ada tulisannya, ‘ENGGAK MEMPAN DISURUPIN’?” Gue tunjukin jidat gue lebar-lebar, “Gue juga tembus kalo disurupin!”
Sambil masih nyanyi lagu jawa, tiba-tiba bapak divisi menunjuk gue. Semua orang yang menyaksikan jadi ikut melihat ke arah gue.
Gue panik? Jelas. Entah kenapa setiap ada hal-hal mistis selalu aja gue yang kena batunya. Entah apa yang ada dipikiran tiap setan yang ada di hadapan gue, mereka kayaknya selalu tertarik sama gue.
Gue melangkahkan kaki gue mendekati bapak divisi langkah demi langkah. Sewaktu gue kira udah cukup dekat, gue berhenti. Telunjuk yang sedari tadi masih nunjuk gue, kini berubah menjadi lambaian untuk makin mendekat.
“Ng-nggih? Wo-wonten nopo, nggih?” sapa gue ke itu setan.
Bapak divisi menggeleng, tangannya yang melambai ke gue kini makin intense, dia masih meminta gue untuk mendekat ke arah dia.
Sewaktu gue dekatkan diri gue lagi, tiba-tiba kepalanya mendongak ke arah langit. Dia berdiri dari duduknya sambil menyembunyikan kedua tangannya di belakang.
Gue langsung menundukkan kepala dan memposisikan tangan gue untuk minta maaf.
Tangan kanannya menarik dagu gue ke atas, seolah dia ingin gue menatap mukanya lekat-lekat. Dengan keberanian seadanya, gue turuti permintaan tersiratnya. Dengan masih menutup mata, mukanya yang masih mendongak tadi perlahan menghadap ke arah gue.
“Ny-nyuwun nga-ngapunten, Mbah.”
Baru bibir gue mengucap maaf, tiba-tiba matanya terbuka dan melotot ke arah gue. Gue yang enggak siap dengan tatapan matanya yang melotot mendadak susah gerak, badan gue membatu seketika.
Setan itu perlahan memperlihatkan tangan kirinya yang dari tadi ditempatkan di belakang, dia mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya. Sebuah rangkaian bunga berwarna merah yang ditata rapi ke dalam plastik, sebuah bouquet bunga mawar.
Bouquet bunga mawar?! Apa sih?!
Gue yang masih gemetaran dicampur bingung jadi salah tingkah. Di depan gue ada setan penyurup yang diam-diam naksir sama gue, gue musti gimana coba?!
Masa iya gue harus jawab, “Iya, Tan. Gue mau nerima lo jadi pacar gue.” Mana mungkin! Mana bisa gue nerima setan itu gitu aja, paling enggak kita harus kenal dulu, aturan pedekate sebulan apa dua bulan dulu.
Setan itu mendorong bouquet bunga itu ke arah gue. Dia mendekatkan mulutnya ke telinga gue, “Sekarang lo balik badan.”
“Ba-balik badan?” ucap gue lirih.
Tangan kanannya tiba-tiba mencengkeram bahu gue, “Sekarang!”
Dengan cepat gue putar balik badan gue sesuai perintah itu setan. Betapa kagetnya, di depan gue udah ada cewek yang tadi sempat kesurupan membawa sebuah kue tart dengan angka dua puluh satu dengan api menyala di atasnya.
Cewek itu senyum ke arah gue, “Happy birthday, Kak!”
“Ha-happy birthday?”
“Iya, happy birthday tuh artinya selamat ulang tahun,” jelas cewek itu.
Gue menggeleng, “Bu-bukan itu maksud gue–”
Belum selesai gue ngomong, setan dibelakang gue merangkul gue, “Selamat ulang tahun, bray!”
“Selamat ulang tahun, Dawi!” seru panitia lain yang daritadi ada di parkiran belakang.
Selamat ulang tahun? Kok jadi gini, sih?! Bukannya bapak divisi kesurupan setan jawa? Kok tiba-tiba bisa bahasa Indonesia lagi?!
“Gimana, bray? Kaget nggak?” tanya bapak divisi yang kayaknya udah sadar. “Susah payah nih kita bikin surprise buat kamu.”
“Su-surprise?!
Surprise?! Tunggu! Ini semua bohongan? Jadi berita kesurupan di saluran panitia, panggilan toa kampus, terus setan dua biji di depan gue tadi juga cuma bohongan? Gue kena dikerjaain?!
Grace, Jaka, Arya dan bahkan Pepy yang bukan termasuk panitia ospek tiba-tiba muncul dari balik panitia yang lain. Sambil membawa kue tart lain, Grace dan yang lain menghampiri gue.
“Selamat ulang tahun, kakak!” seru Grace.
“HAPPY BIRTHDAY, NOOB!” seru Pepy dan Arya bersamaan.
Kalo lo pengin tau apa isi otak gue setelah melihat orang kesurupan di depan mata gue, gue enggak mau jawab. Kalo lo mau tau gimana perasaan gue, gue juga enggak mau jawab. Tapi kalo lo nanya apa yang terjadi setelah gue sampe di lokasi, gue baru mau jawab.
Sesampainnya di parkiran belakang gue udah terlambat, bahkan gue enggak sempat lihat mahasiswi yang kesurupan bertingkah. Mahasiswi yang kesurupan tadi udah tenang. Yang belum tenang cuma bapak divisi, sama gue. Bapak divisi yang notabene-nya bukan orang jawa tiba-tiba bisa nyanyi lagu jawa sambil cekikikan.
Dejavu? Enggak. Kalo setahun yang lalu gue menghadapi setan penyurup yang banyak tingkah, sekarang gue menghadapai setan penyurup yang kalem. Bener-bener kalem, gue bahkan sempat enggak menyadari kalo bapak divisi masih kesurupan. Gue akuin, gue sempat tertipu sama setan kalem yang satu ini, setan ini benar-benar cerdik.
Salah seorang panitia menghampiri gue, “Wi, kita harus gimana?”
“Buat lingkarang lagi aja, Wi?” saran panitia yang lain. “Kayak yang waktu itu? Mungkin berhasil.”
“Kamu deketin dulu aja, siapa tau dia cuma mau komunikasi,” saran panitia yang menghampiri gue.
“Kalo cuma mau komunikasi lo sendiri aja, enggak usah nyuruh-nyuruh gue!” balas gue dengan suara pelan.
“Aku takut, Wi,” kata dia lagi. “Gimana kalo aku kesurupan balik coba, mikir dong!”
“Emang di jidat gue ada tulisannya, ‘ENGGAK MEMPAN DISURUPIN’?” Gue tunjukin jidat gue lebar-lebar, “Gue juga tembus kalo disurupin!”
Sambil masih nyanyi lagu jawa, tiba-tiba bapak divisi menunjuk gue. Semua orang yang menyaksikan jadi ikut melihat ke arah gue.
Gue panik? Jelas. Entah kenapa setiap ada hal-hal mistis selalu aja gue yang kena batunya. Entah apa yang ada dipikiran tiap setan yang ada di hadapan gue, mereka kayaknya selalu tertarik sama gue.
Gue melangkahkan kaki gue mendekati bapak divisi langkah demi langkah. Sewaktu gue kira udah cukup dekat, gue berhenti. Telunjuk yang sedari tadi masih nunjuk gue, kini berubah menjadi lambaian untuk makin mendekat.
“Ng-nggih? Wo-wonten nopo, nggih?” sapa gue ke itu setan.
Bapak divisi menggeleng, tangannya yang melambai ke gue kini makin intense, dia masih meminta gue untuk mendekat ke arah dia.
Sewaktu gue dekatkan diri gue lagi, tiba-tiba kepalanya mendongak ke arah langit. Dia berdiri dari duduknya sambil menyembunyikan kedua tangannya di belakang.
Gue langsung menundukkan kepala dan memposisikan tangan gue untuk minta maaf.
Tangan kanannya menarik dagu gue ke atas, seolah dia ingin gue menatap mukanya lekat-lekat. Dengan keberanian seadanya, gue turuti permintaan tersiratnya. Dengan masih menutup mata, mukanya yang masih mendongak tadi perlahan menghadap ke arah gue.
“Ny-nyuwun nga-ngapunten, Mbah.”
Baru bibir gue mengucap maaf, tiba-tiba matanya terbuka dan melotot ke arah gue. Gue yang enggak siap dengan tatapan matanya yang melotot mendadak susah gerak, badan gue membatu seketika.
Setan itu perlahan memperlihatkan tangan kirinya yang dari tadi ditempatkan di belakang, dia mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya. Sebuah rangkaian bunga berwarna merah yang ditata rapi ke dalam plastik, sebuah bouquet bunga mawar.
Bouquet bunga mawar?! Apa sih?!
Gue yang masih gemetaran dicampur bingung jadi salah tingkah. Di depan gue ada setan penyurup yang diam-diam naksir sama gue, gue musti gimana coba?!
Masa iya gue harus jawab, “Iya, Tan. Gue mau nerima lo jadi pacar gue.” Mana mungkin! Mana bisa gue nerima setan itu gitu aja, paling enggak kita harus kenal dulu, aturan pedekate sebulan apa dua bulan dulu.
Setan itu mendorong bouquet bunga itu ke arah gue. Dia mendekatkan mulutnya ke telinga gue, “Sekarang lo balik badan.”
“Ba-balik badan?” ucap gue lirih.
Tangan kanannya tiba-tiba mencengkeram bahu gue, “Sekarang!”
Dengan cepat gue putar balik badan gue sesuai perintah itu setan. Betapa kagetnya, di depan gue udah ada cewek yang tadi sempat kesurupan membawa sebuah kue tart dengan angka dua puluh satu dengan api menyala di atasnya.
Cewek itu senyum ke arah gue, “Happy birthday, Kak!”
“Ha-happy birthday?”
“Iya, happy birthday tuh artinya selamat ulang tahun,” jelas cewek itu.
Gue menggeleng, “Bu-bukan itu maksud gue–”
Belum selesai gue ngomong, setan dibelakang gue merangkul gue, “Selamat ulang tahun, bray!”
“Selamat ulang tahun, Dawi!” seru panitia lain yang daritadi ada di parkiran belakang.
Selamat ulang tahun? Kok jadi gini, sih?! Bukannya bapak divisi kesurupan setan jawa? Kok tiba-tiba bisa bahasa Indonesia lagi?!
“Gimana, bray? Kaget nggak?” tanya bapak divisi yang kayaknya udah sadar. “Susah payah nih kita bikin surprise buat kamu.”
“Su-surprise?!
Surprise?! Tunggu! Ini semua bohongan? Jadi berita kesurupan di saluran panitia, panggilan toa kampus, terus setan dua biji di depan gue tadi juga cuma bohongan? Gue kena dikerjaain?!
Grace, Jaka, Arya dan bahkan Pepy yang bukan termasuk panitia ospek tiba-tiba muncul dari balik panitia yang lain. Sambil membawa kue tart lain, Grace dan yang lain menghampiri gue.
“Selamat ulang tahun, kakak!” seru Grace.
“HAPPY BIRTHDAY, NOOB!” seru Pepy dan Arya bersamaan.
JabLai cOY memberi reputasi
1
