- Beranda
- Stories from the Heart
KEBERUNTUNGAN ITU KUTEBUS DENGAN DARAH
...
TS
riegazendra
KEBERUNTUNGAN ITU KUTEBUS DENGAN DARAH

Cover by Pandamania80
Salam Kenal
Setelah sekian lama jadi pembaca disini akhirnya saya mutusin untuk berbagi sepenggal kisah hidup saya.
Disini saya masih newbi banget
jadi mohon maaf dan mohon bantuan juga sarannya kalau sekiranya ada kesalahan dalam penulisan atau dalam cerita yang saya buat ini saya melakukan pelanggaran-pelanggaran yang ditetapkan dalam SFTH (semoga ngga di Close atau di Baned..Piss
Momod)Sebut aja saya Riendi saya seorang istri dengan satu anak laki-laki (Macan nieh hehehe
), saya juga seorang Guru di dua sekolah. Orang bilang saya pendiam Cuma jika sudah bertemu dengan orang-orang yang klop saya bisa jadi cerewet, apalagi kalau sedang bareng-bareng dengan sahabat-sahabat saya bisa kambuh koplaknya
Kisah ini berdasarkan kisah nyata saya dengan ada sedikit penambahan pada tiap alur dan percakapan antar tokoh tanpa mengurangi atau menambahkan kejadian real nya. Demi menjaga privasi untuk setiap tokoh dalam kisah ini akan saya samarkan, begitu pula tempat kejadian.
Saya menulis kisah ini murni hanya ingin menjadikan thread ini sebagai diary saya dan sebagai pengingat saya dikala saya kehilangan semangat karena kisah ini adalah sepenggal dari jalan hidup saya yang menjadi titik balik pencapaian saya saat ini, jika kisah ini dapat dijadikan hikmah oleh para reader saya sangat bersukur. Dan sekali lagi mohon maaf jika dalam alur penulisan kurang bagus karena sebenarnya saya tidak punya basic dalam tulis menulis.
Spoiler for INDEX:
Spoiler for POV SUAMI:
Spoiler for SIDE STORY SEBELUM MENIKAH:
Spoiler for TAHAPAN PROSES BAYI TABUNG:
PART 1 Tahun 2013
Aku keluar dari kamar bercat putih dengan mata berkaca-kaca sambil meringis menahan sakit “kenapa?” tanya suamiku yang menungguku diruang tunggu karna dilarang masuk oleh bidan yang tadi menanganiku “bidannya kasar banget aku berasa dirudapaksa” bisikku pelan tepat ditelinga suamiku karena khawatir ada petugas rumah sakit yang mendengar lalu tersinggung. Setelah mengambil obat yang diresepkan dan membayarnya kami segera pulang.
Kami pasangan suami-istri yang menikah dari tahun 2004 dan kami memiliki seorang anak laki-laki yang gagah dan ganteng berusia 5tahun. Ditahun 2010 lalu aku divonis kista oleh dokter dan harus menjalani operasi, padahal saat itu aku dan suami sudah berniat untuk nambah jumlah anggota keluarga. Pasca operasi aku dinyatakan sembuh walaupun tetap aku harus jaga pola makan, aku pun mulai hidup sehat dengan konsumsi obat-obatan herbal. Tapi entah kenapa memasuki bulan Agustus tahun 2013 aku mengalami pendarahan, selalu ada bercak cokelat di celana dalamku inilah yang membuat aku akhirnya mengalami kejadian tidak enak dirumah sakit tadi “pokoknya aku ga mau lanjutin pengobatan di rumah sakit itu, cukup sekali aja tadi aku kesitu ga mau lagi-lagi” gerutuku saat aku dan suami tiba dirumah, memang aku dan suami baru pertama berobat ke rumah sakit tersebut pertimbangan kami jarak rumah sakit yang tidak begitu jauh dengan rumah kami karena masih satu kota “terus maunya gimana? Aku kan udah usulin untuk berobat kerumah sakit tempat kamu operasi dulu” sahut suamiku sambil mengelus lembut rambutku berusaha meredam emosiku, aku hanya terdiam mendengar komentarnya, memang dari awal aku mengalami pendarahan suami sudah menyarankan aku untuk check up ke rumah sakit yang dulu menanganiku saat operasi kista tapi karena rumah sakit itu letaknya cukup jauh berbeda kota dengan rumah kami yang pastinya akan memakan banyak waktu kalau harus bolak balik belum lagi waktu prakteknya terbentur dengan waktu kerjaku makanya aku coba alternatif untuk cari rumah sakit yang dekat.
Beberapa hari setelah kejadian dirumah sakit tersebut aku memutuskan untuk melakukan check up ke rumah sakit yang dulu menangani operasi kista ku “Untuk kasus ibu harapan untuk bisa hamil lagi sangat tipis makanya kami menyarankan untuk ibu melakukan bayi tabung” penjelasan dokter membuatku sangat kaget, jujur saja dari 2010 aku dan suami sudah ingin memiliki anak lagi akan tetapi karena teridentifikasi adanya kista dirahimku dan mengharuskan aku untuk operasi pembersihan kista makanya kami mundurkan niat kami untuk memiliki anak “ada baiknya saat check up kedua nanti ibu usahakan diantar suami, agar nanti suami pun paham kondisi ibu” lanjut dokter itu aku berpaling dan menatap perempuan disebelahku dia tersenyum sambil meremas jemari tanganku mungkin untuk memberi suport padaku “kebetulan hari ini suami saya sedang kerja Dok, makanya saya minta antar kakak saya” jawabku pelan mungkin hampir tidak terdengar. Memang saat itu aku meminta sahabat yang sudah sangat dekat denganku untuk menemaniku check up karena suamiku sedang berhalangan. Dia adalah sahabat yang sudah seperti kakak ku sendiri kami selalu berbagi dalam segala hal bahkan saking dekatnya kami teman-teman kerja selalu menjuluki kami Soulmate Double R atau Soulmate Renata dan Rienda “baiklah usahakan check up kedua nanti suami ibu bisa datang” ucap dokter lagi “iya terima kasih Dok” seruku seraya berdiri dari tempat duduk dan keluar dari ruang pemeriksaan, serasa tak ingin lebih lama lagi berbicara dengan dokter itu, karena kupikir semakin banyak dokter menjelaskan tentang kondisiku semakin membuat aku sesak. Ya sesak perasaan itu yang aku rasakan saat mendengar vonis dokter tadi, bayangkan perempuan mana yang tidak sedih jika divonis tidak bisa memiliki anak, walaupun saat itu dokter mengatakan masih bisa untuk aku memiliki anak walaupun harapan itu tipis “tenang Rie Lillahita’ala aja semua vonis dokter belum tentu benar, pasrah sama Allah” hibur Renata saat kami didalam mobil Trans menuju pulang aku hanya mengangguk lemah masih syok dengan vonis dokter tadi karena aku dan suami memang sangat menginginkan hadirnya seorang anak ditengah-tengah rumah tangga kami
Diubah oleh riegazendra 28-07-2019 17:11
jiyanq dan 20 lainnya memberi reputasi
19
100K
793
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
riegazendra
#279
Part 62 Kepala Sekolah 1
Hari berikutnya seperti biasa aku menjalani kewajibanku sebagai seorang Guru di SMK Swasta, aku sudah merasa nyaman dan tenang walaupun masih terganjal oleh satu masalah yaitu berkas-berkas persyaratan CPNS ku belum juga rampung, bagaimana bisa rampung jika berkas-berkas yang aku butuhkan harus ditanda tangani oleh Kepala Sekolah sedangkan Kepala SMA Negeri tempat dimana aku mengabdikan diri selama 9 tahun sebagai Guru yang akhirnya menjadi jembatan untukku mendapatkan gelar CPNS jangankan menandatangani berkas-berkasku menemuiku saja sepertinya dia tidak mau entah kesalahan apa yang pernah aku perbuat padanya hingga sepertinya dia sangat membenciku, salahkah jika aku lulus sebagai CPNS? Sedang untuk lulus CPNS saja aku mengikuti tes ujian saringan bersama peserta-peserta lain.
Saat sedang asik beristirahat dikantin dengan tiga soulmateku sambil menikmati makanan-makanan yang dijual dikantin sekolah seorang guru menghampiri kami
“Bu tadi dicari Bapa” katanya padaku
“Oh iya makasih ya Pa” sahutku lalu beranjak menuju ke ruang Kepala SMK Swasta yang notabene nya adalah Bapak ku
Sampai diruang Kepala Sekolah
“Ada apa Pa?” sapa ku
“Ayo berangkat ke SMA Negeri sana” ajak Bapakku
“Bapa udah telepon lagi belum ke Kepala SMA Negeri nya?” tanyaku lagi
“Udah tapi ngga dijawab juga” jawab Bapa
“Khawatirnya dianya ga ada disekolah lagi Pa” kalimat itu meluncur begitu saja dari bibirku
“Kan Bapa udah janjian sama dia minta ketemu hari ini jam 10 dan dia juga yang menentukkan tempatnya, katanya ketemu di sekolah sana aja, masa dia mau ingkar” jelas Bapak sambil bersiap untuk pergi
“Oh ya udah, sebentar Rie ambil tas dulu di ruang guru” pamitku
Kami pun berangkat menuju SMA Negeri tempat aku pernah mengabdikan diri, karena masih terhitung pagi sekitar jam 9 jadi jalanan tidak begitu macet hanya agak padat, 45 menit jalanan kami tempuh untuk sampai ke SMA Negeri itu.
Akhirnya tiba lah kami ditempat yang sebetulnya tidak ingin aku kunjungi lagi karena rasa traumaku tak lama suamiku pun tiba dengan mengendarai motornya, disana kami disambut oleh satpam dan seorang Guru piket yang keduanya sudah aku kenal
“Gimana kabarnya Pa?” sapaku pada guru piket tersebut sambil menjabat tangannya
“Alhamdulillah baik, Bu” jawabnya menjabat tanganku
“Pa” sapa Guru piket itu pada Bapak ku sambil menjabat dan mencium tangan Bapak, yang sekarang-sekarang ini baru aku ketahui kenapa si guru piket itu seperti hormat pada Bapakku ternyata pernah menjadi murid Bapakku saat masih duduk dibangku SMP.
Sekedar Informasi bahwa Bapakku sebelum menjadi Kepala Sekolah terlebih dahulu beliau diangkat menjadi Guru PNS diusianya yang masih 20 tahun dan Beliau mengajar di salah satu SMP Favorit ditempat kami cukup lama yaitu hampir 30 tahun, barulah setelah diangkat menjadi Kepala Sekolah Beliau melepaskan jabatannya sebagai Guru dan hanya fokus menjadi Kepala Sekolah di SMK Swasta, karena nya tidak aneh jika banyak yang mengenal dan menghormati Beliau karena pernah menjadi Siswanya.
“Bapak Kepala Sekolah ada Pa?” tanyaku pada Guru piket tersebut
“Ngga ada Bu” jawabnya
“Kemana ya?” tanyaku lagi
“Ngga tahu saya Bu” jawabnya
“Pa disini dulu sebentar ya, Rie mau coba nanya dulu ke TU” seruku pada Bapakku yang dijawabnya hanya dengan anggukan kepala
“Pa saya izin masuk ke TU yah” kataku lagi pada Guru piket
“Iya silahkan aja Bu” jawab Guru piket itu
“Aku temenin De!” seru suami
Aku langsung menuju ruang dimana aku merasa seperti seorang terdakwa yang diadili oleh tiga orang Bapak yang umurnya jauh diatasku, suami mengikuti dibelakangku.
Didepan ruang TU kami bertemu dengan Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan aku menyalami Wakasek tersebut diikuti oleh suami
“Bapa Kepala Sekolah ada Pa?” tanyaku
“Ngga ada kayanya Bu, karna dari pagi belum keliatan” jawabnya
“Kemana ya Pa?” tanyaku lagi
“Saya kurang tahu, didalam ada bu Nur coba ditanya, biasanya bu Nur tahu kalau kepala sekolah pergi” jelasnya
“Oh kalau gitu permisi saya ke bu Nur dulu Pa” kataku menuju ruang guru untuk menemui bu Nur (FYI Agan Sista masih inget kan bu Nur? Yup dia adalah salah satu teman dekatku di SMA Negeri ini yang kemudian hubungan pertemanan kami agak renggang saat dia diangkat menjadi Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum) aku merasa aneh juga kenapa bu Nur tidak menghampiriku, apa mungkin dia tidak tahu ada aku tapi masa dia tidak mendengar suara ku saat mengobrol dengan Wakasek.
“Kita udah janjian dengan Kepala Sekolah untuk minta ketemu, bahkan janjiannya bukan sama kita, tapi sama Bapak saya” terdengar suami mengobrol dengan Wakasek tersebut
“Bu Nur” sapaku saat masuk ruang guru dan menghampirinya sambil mengulurkan tangan
“Eh kapan datang?” tanyanya tanpa bangkit dari duduknya dan hanya mengalihkan pandangannya sekilas kearahku lalu kembali lagi menatap laptop yang ada dihadapannya tanpa menyambut uluran tanganku
“Dari tadi” jawabku
“Bu Nur, Kepala Sekolah ada ga?” tanyaku
“Ga ada lagi ke kampus, Bapak kan lagi ngurus tesis nya” jawabnya
“Kira-kira jam berapa ke sini?” tanyaku lagi
“Kayanya ga akan kesini” jawabnya
“Loh padahal udah ngejanjiin sama Bapak saya mau ketemu hari ini jam 10 disini” jelasku
“Ga tau juga, tadi sih ngasih tahu saya kalo hari ini ngga akan kesini karena harus ke kampus” kata bu Nur
“Ga nitipin apa gitu untuk saya? soalnya dia bukan janjian sama saya tapi sama Bapak saya” kataku mulai emosi tapi tetap aku tahan
“Ngga tuh Cuma ngasih tahu kalo hari ini ngga kesini karena mau ke kampus” kata bu Nur sambil berdiri dari duduknya lalu pergi keluar dari ruang guru menghampiri suamiku yang sedang mengobrol dengan Wakasek Kesiswaan, aku mengikuti dibelakangnya
“Bapak Kepsek ga akan kesini kan Pa? Dia bilang ke saya mau ke kampus ngurus tesis nya” kata bu Nur pada Wakasek Kesiswaan
“Saya malah ngga tahu Bu, kan biasanya juga bu Nur yang suka dipamitin sama Kepsek” jawab Wakasek Kesiswaan
“Bapak Kepsek ga nitipin apa-apa untuk saya Pa?” tanya saya pada Wakasek Kesiswaan
“Ngga Bu, justru saya ngga pernah tahu kalo Kepsek mau kesini ngga, atau jadwal kepsek lainnya, kan biasanya kepsek mah ngobrolnya sama bu Nur aja” jelas Wakasek Kesiswaan
“Dia itu janjinya sama Bapak saya sebenernya, Bapak saya udah nungguin didepan sama guru piket, ga tau nya Kepseknya ingkar janji” kataku kesal
“Iya harusnya kalo emang ga mau nemuin ga usah ngejanjiin, ga ngehargain amat!!” suamiku emosi
“Ya udah lah balik aja Ka, bilang ke Bapa ga ada Kepseknya” ajakku mulai emosi
“Pengecut juga tuh Kepsek!!” Suamiku makin emosi
Aku menariknya untuk kembali ke tempat piket dimana Bapakku sedang menunggu kami, sebetulnya aku khawatir suamiku akan marah-marah dan meluapkan emosinya
“Bukan gitu, kebetulan Bapak nya lagi ada keperluan dikampusnya” jelas bu Nur mengikuti kami dari belakang
“Hei bu Nur jangan nutup-nutupi terus!! Kasih tau Kepseknya hari ini kami datang baik-baik tapi penerimaannya kaya gini!! Jangan salahin kami kalau besok kami bawa Pengawas SMA/SMK ke sini buat negur Kepsek situ karena mencoba memboikot pegawainya!!” bentak suamiku sambil menunjuk-nunjuk muka bu Nur
“Rie...Rie!!” panggil Bapakku melihat dan mendengar tingkah suamiku
Kami bertiga langsung menuju ke arahnya, bu Nur menyalami Bapakku (FYI bu Nur ini sebelum diangkat menjadi PNS di SMA Negeri dia mengawali kariernya sebagai Guru di SMK Swasta yang Bapakku pimpin, bahkan dia diangkat PNS pun berkat kariernya di SMK Swasta kemudian karena kesibukannya sebagai PNS maka dia terpaksa mengundurkan diri dari SMK Swasta, dan waktu dia mengundurkan diri hampir bersamaan dengan waktu aku dinyatakan lulus CPNS, menurutku sepertinya inilah jawaban kenapa sikap bu Nur padaku berubah karena dia merasa tidak diberi kesempatan dan kelonggaran untuk meneruskan kariernya di SMK Swasta oleh Bapakku)
“Bapak kebetulan Bapak Kepseknya lagi ke kampusnya ngurus tesis” kata Nur pada Bapakku
“Padahal dia sendiri yang menjanjikan ke saya bahwa akan menemui saya hari ini jam 10 disini” jelas Bapakku
“Saya tidak tahu masalah itu, tadi pagi sih telepon saya hanya kasih tahu kalau beliau mau ke kampus dan tidak bisa ke sekolah” kata bu Nur
“Padahal dari tadi pagi saya sudah coba telepon beberapa kali tapi tidak dijawab, saya SMS juga dua kali konfirmasi bahwa saya akan kesini sesuai janjinya. Ko saya seperti menghadapi anak ingusan labil yang janjinya tidak bisa dipegang, harusnya sebagai pemimpin tunjukkan sikap sebagai pemimpin yang baik, contoh kecilnya bisa memegang janjinya” kata Bapakku lagi panjang lebar sambil beranjak kembali menuju mobil dan diikuti olehku
“Inget! Besok-besok kami datang dengan Pengawas!!” seru suami dengan suara lantang
Kami pun pulang, diperjalanan tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutku dan Bapakku, kami larut dengan emosi masing-masing. Aku benar-benar merasa tidak enak pada Bapakku karena dibohongi, dipermainkan dan dikecewakan oleh Kepala SMA Negeri itu.
Andai saja bisa ingin aku temui dan aku maki-maki Kepsek itu, dia boleh saja membodohi, mempermainkan dan menghinaku tapi tega sekali dia memperlakukan Bapakku seperti ini. Emosiku tidak lagi dapat kubendung, aku ambil HP membuka BBM dan menulis pada Personal Message nya
“Jika janjinya saja tidak dapat dipegang masih pantaskah menjadi Pemimpin??”
Aku menulisnya dengan dikuasai oleh emosi tanpa memikirkan apa dampak yang akan aku dapatkan. Begitulah manusia jika sedang dikuasai emosi logika pun akan buta.
Hari berikutnya seperti biasa aku menjalani kewajibanku sebagai seorang Guru di SMK Swasta, aku sudah merasa nyaman dan tenang walaupun masih terganjal oleh satu masalah yaitu berkas-berkas persyaratan CPNS ku belum juga rampung, bagaimana bisa rampung jika berkas-berkas yang aku butuhkan harus ditanda tangani oleh Kepala Sekolah sedangkan Kepala SMA Negeri tempat dimana aku mengabdikan diri selama 9 tahun sebagai Guru yang akhirnya menjadi jembatan untukku mendapatkan gelar CPNS jangankan menandatangani berkas-berkasku menemuiku saja sepertinya dia tidak mau entah kesalahan apa yang pernah aku perbuat padanya hingga sepertinya dia sangat membenciku, salahkah jika aku lulus sebagai CPNS? Sedang untuk lulus CPNS saja aku mengikuti tes ujian saringan bersama peserta-peserta lain.
Saat sedang asik beristirahat dikantin dengan tiga soulmateku sambil menikmati makanan-makanan yang dijual dikantin sekolah seorang guru menghampiri kami
“Bu tadi dicari Bapa” katanya padaku
“Oh iya makasih ya Pa” sahutku lalu beranjak menuju ke ruang Kepala SMK Swasta yang notabene nya adalah Bapak ku
Sampai diruang Kepala Sekolah
“Ada apa Pa?” sapa ku
“Ayo berangkat ke SMA Negeri sana” ajak Bapakku
“Bapa udah telepon lagi belum ke Kepala SMA Negeri nya?” tanyaku lagi
“Udah tapi ngga dijawab juga” jawab Bapa
“Khawatirnya dianya ga ada disekolah lagi Pa” kalimat itu meluncur begitu saja dari bibirku
“Kan Bapa udah janjian sama dia minta ketemu hari ini jam 10 dan dia juga yang menentukkan tempatnya, katanya ketemu di sekolah sana aja, masa dia mau ingkar” jelas Bapak sambil bersiap untuk pergi
“Oh ya udah, sebentar Rie ambil tas dulu di ruang guru” pamitku
Kami pun berangkat menuju SMA Negeri tempat aku pernah mengabdikan diri, karena masih terhitung pagi sekitar jam 9 jadi jalanan tidak begitu macet hanya agak padat, 45 menit jalanan kami tempuh untuk sampai ke SMA Negeri itu.
Akhirnya tiba lah kami ditempat yang sebetulnya tidak ingin aku kunjungi lagi karena rasa traumaku tak lama suamiku pun tiba dengan mengendarai motornya, disana kami disambut oleh satpam dan seorang Guru piket yang keduanya sudah aku kenal
“Gimana kabarnya Pa?” sapaku pada guru piket tersebut sambil menjabat tangannya
“Alhamdulillah baik, Bu” jawabnya menjabat tanganku
“Pa” sapa Guru piket itu pada Bapak ku sambil menjabat dan mencium tangan Bapak, yang sekarang-sekarang ini baru aku ketahui kenapa si guru piket itu seperti hormat pada Bapakku ternyata pernah menjadi murid Bapakku saat masih duduk dibangku SMP.
Sekedar Informasi bahwa Bapakku sebelum menjadi Kepala Sekolah terlebih dahulu beliau diangkat menjadi Guru PNS diusianya yang masih 20 tahun dan Beliau mengajar di salah satu SMP Favorit ditempat kami cukup lama yaitu hampir 30 tahun, barulah setelah diangkat menjadi Kepala Sekolah Beliau melepaskan jabatannya sebagai Guru dan hanya fokus menjadi Kepala Sekolah di SMK Swasta, karena nya tidak aneh jika banyak yang mengenal dan menghormati Beliau karena pernah menjadi Siswanya.
“Bapak Kepala Sekolah ada Pa?” tanyaku pada Guru piket tersebut
“Ngga ada Bu” jawabnya
“Kemana ya?” tanyaku lagi
“Ngga tahu saya Bu” jawabnya
“Pa disini dulu sebentar ya, Rie mau coba nanya dulu ke TU” seruku pada Bapakku yang dijawabnya hanya dengan anggukan kepala
“Pa saya izin masuk ke TU yah” kataku lagi pada Guru piket
“Iya silahkan aja Bu” jawab Guru piket itu
“Aku temenin De!” seru suami
Aku langsung menuju ruang dimana aku merasa seperti seorang terdakwa yang diadili oleh tiga orang Bapak yang umurnya jauh diatasku, suami mengikuti dibelakangku.
Didepan ruang TU kami bertemu dengan Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan aku menyalami Wakasek tersebut diikuti oleh suami
“Bapa Kepala Sekolah ada Pa?” tanyaku
“Ngga ada kayanya Bu, karna dari pagi belum keliatan” jawabnya
“Kemana ya Pa?” tanyaku lagi
“Saya kurang tahu, didalam ada bu Nur coba ditanya, biasanya bu Nur tahu kalau kepala sekolah pergi” jelasnya
“Oh kalau gitu permisi saya ke bu Nur dulu Pa” kataku menuju ruang guru untuk menemui bu Nur (FYI Agan Sista masih inget kan bu Nur? Yup dia adalah salah satu teman dekatku di SMA Negeri ini yang kemudian hubungan pertemanan kami agak renggang saat dia diangkat menjadi Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum) aku merasa aneh juga kenapa bu Nur tidak menghampiriku, apa mungkin dia tidak tahu ada aku tapi masa dia tidak mendengar suara ku saat mengobrol dengan Wakasek.
“Kita udah janjian dengan Kepala Sekolah untuk minta ketemu, bahkan janjiannya bukan sama kita, tapi sama Bapak saya” terdengar suami mengobrol dengan Wakasek tersebut
“Bu Nur” sapaku saat masuk ruang guru dan menghampirinya sambil mengulurkan tangan
“Eh kapan datang?” tanyanya tanpa bangkit dari duduknya dan hanya mengalihkan pandangannya sekilas kearahku lalu kembali lagi menatap laptop yang ada dihadapannya tanpa menyambut uluran tanganku
“Dari tadi” jawabku
“Bu Nur, Kepala Sekolah ada ga?” tanyaku
“Ga ada lagi ke kampus, Bapak kan lagi ngurus tesis nya” jawabnya
“Kira-kira jam berapa ke sini?” tanyaku lagi
“Kayanya ga akan kesini” jawabnya
“Loh padahal udah ngejanjiin sama Bapak saya mau ketemu hari ini jam 10 disini” jelasku
“Ga tau juga, tadi sih ngasih tahu saya kalo hari ini ngga akan kesini karena harus ke kampus” kata bu Nur
“Ga nitipin apa gitu untuk saya? soalnya dia bukan janjian sama saya tapi sama Bapak saya” kataku mulai emosi tapi tetap aku tahan
“Ngga tuh Cuma ngasih tahu kalo hari ini ngga kesini karena mau ke kampus” kata bu Nur sambil berdiri dari duduknya lalu pergi keluar dari ruang guru menghampiri suamiku yang sedang mengobrol dengan Wakasek Kesiswaan, aku mengikuti dibelakangnya
“Bapak Kepsek ga akan kesini kan Pa? Dia bilang ke saya mau ke kampus ngurus tesis nya” kata bu Nur pada Wakasek Kesiswaan
“Saya malah ngga tahu Bu, kan biasanya juga bu Nur yang suka dipamitin sama Kepsek” jawab Wakasek Kesiswaan
“Bapak Kepsek ga nitipin apa-apa untuk saya Pa?” tanya saya pada Wakasek Kesiswaan
“Ngga Bu, justru saya ngga pernah tahu kalo Kepsek mau kesini ngga, atau jadwal kepsek lainnya, kan biasanya kepsek mah ngobrolnya sama bu Nur aja” jelas Wakasek Kesiswaan
“Dia itu janjinya sama Bapak saya sebenernya, Bapak saya udah nungguin didepan sama guru piket, ga tau nya Kepseknya ingkar janji” kataku kesal
“Iya harusnya kalo emang ga mau nemuin ga usah ngejanjiin, ga ngehargain amat!!” suamiku emosi
“Ya udah lah balik aja Ka, bilang ke Bapa ga ada Kepseknya” ajakku mulai emosi
“Pengecut juga tuh Kepsek!!” Suamiku makin emosi
Aku menariknya untuk kembali ke tempat piket dimana Bapakku sedang menunggu kami, sebetulnya aku khawatir suamiku akan marah-marah dan meluapkan emosinya
“Bukan gitu, kebetulan Bapak nya lagi ada keperluan dikampusnya” jelas bu Nur mengikuti kami dari belakang
“Hei bu Nur jangan nutup-nutupi terus!! Kasih tau Kepseknya hari ini kami datang baik-baik tapi penerimaannya kaya gini!! Jangan salahin kami kalau besok kami bawa Pengawas SMA/SMK ke sini buat negur Kepsek situ karena mencoba memboikot pegawainya!!” bentak suamiku sambil menunjuk-nunjuk muka bu Nur
“Rie...Rie!!” panggil Bapakku melihat dan mendengar tingkah suamiku
Kami bertiga langsung menuju ke arahnya, bu Nur menyalami Bapakku (FYI bu Nur ini sebelum diangkat menjadi PNS di SMA Negeri dia mengawali kariernya sebagai Guru di SMK Swasta yang Bapakku pimpin, bahkan dia diangkat PNS pun berkat kariernya di SMK Swasta kemudian karena kesibukannya sebagai PNS maka dia terpaksa mengundurkan diri dari SMK Swasta, dan waktu dia mengundurkan diri hampir bersamaan dengan waktu aku dinyatakan lulus CPNS, menurutku sepertinya inilah jawaban kenapa sikap bu Nur padaku berubah karena dia merasa tidak diberi kesempatan dan kelonggaran untuk meneruskan kariernya di SMK Swasta oleh Bapakku)
“Bapak kebetulan Bapak Kepseknya lagi ke kampusnya ngurus tesis” kata Nur pada Bapakku
“Padahal dia sendiri yang menjanjikan ke saya bahwa akan menemui saya hari ini jam 10 disini” jelas Bapakku
“Saya tidak tahu masalah itu, tadi pagi sih telepon saya hanya kasih tahu kalau beliau mau ke kampus dan tidak bisa ke sekolah” kata bu Nur
“Padahal dari tadi pagi saya sudah coba telepon beberapa kali tapi tidak dijawab, saya SMS juga dua kali konfirmasi bahwa saya akan kesini sesuai janjinya. Ko saya seperti menghadapi anak ingusan labil yang janjinya tidak bisa dipegang, harusnya sebagai pemimpin tunjukkan sikap sebagai pemimpin yang baik, contoh kecilnya bisa memegang janjinya” kata Bapakku lagi panjang lebar sambil beranjak kembali menuju mobil dan diikuti olehku
“Inget! Besok-besok kami datang dengan Pengawas!!” seru suami dengan suara lantang
Kami pun pulang, diperjalanan tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutku dan Bapakku, kami larut dengan emosi masing-masing. Aku benar-benar merasa tidak enak pada Bapakku karena dibohongi, dipermainkan dan dikecewakan oleh Kepala SMA Negeri itu.
Andai saja bisa ingin aku temui dan aku maki-maki Kepsek itu, dia boleh saja membodohi, mempermainkan dan menghinaku tapi tega sekali dia memperlakukan Bapakku seperti ini. Emosiku tidak lagi dapat kubendung, aku ambil HP membuka BBM dan menulis pada Personal Message nya
“Jika janjinya saja tidak dapat dipegang masih pantaskah menjadi Pemimpin??”
Aku menulisnya dengan dikuasai oleh emosi tanpa memikirkan apa dampak yang akan aku dapatkan. Begitulah manusia jika sedang dikuasai emosi logika pun akan buta.
Diubah oleh riegazendra 11-01-2017 22:03
jiyanq memberi reputasi
1