Kaskus

Story

kulon.kaliAvatar border
TS
kulon.kali
SELALU ADA HARAPAN [KUMPULAN CERPEN]
SELALU ADA HARAPAN [KUMPULAN CERPEN]
cover keren by, Awayaye
Selamat pagi,siang dan malam untuk pembaca SFTH semua.

disini adalah WN, yang hanya bisa memberikan sedikit hiburan disela kita menunggu 100 Tahun Setelah Aku Mati selesai turun cetak.
sekedar cerita pendek dari beberapa orang yang sengaja dibuat samar dalam namanya.
.

"setiap peristiwa memiliki makna, yang bisa diambil menjadi cerita"

saya WN dan selamat membaca :

indeks :

Cerita 1 : -Harum..Aku Harus Pulang-
Cerita 2 : -Tentang Mereka-
Cerita 3 : -Anak Ayam Mati Dalam Lumbung-
Cerita 4 : -Cermin-
Cerita 5 : -Cinta Beda Rumpun-
Cerita 6 : -Tanjung Janji- (Bagian 1)
Diubah oleh kulon.kali 29-01-2017 18:11
anasabilaAvatar border
dewisuzannaAvatar border
itkgidAvatar border
itkgid dan 3 lainnya memberi reputasi
4
35.2K
130
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
kulon.kaliAvatar border
TS
kulon.kali
#62
-Anak Ayam Mati Dalam Lumbung-

Oleh: WN

“kudapati tudung saji itu kosong, hanya setongkol jagung yang tersisa di pawon.
Kugali tanah untuk mencari umbi, agar mereka bisa makan, agar mereka tidak kelaparan.
Ada apa dengan tanah ini?, yang katanya gemar ripah loh jinawi. Tidak menyisakan sebutir padi untuk kami”
-WN-


Hari ini mungkin akan sulit menemui orang seperti kami, yang rela menukar tanah dengan sekarung gabah, rela menjadi kuli seharian untuk beberapa ubi yang bisa kami bawa pulang.
Kini sudah banyak anak yang menampik makanan yang diberikan orangtuanya karena alasan selera.
Zamanku kami tidak mengenal selera, apa yang bisa dikunyah dan ditelan itu kami anggap sebagai makanan...

Aku sudah hidup cukup lama, dan mengembara keberbagai tempat, untuk melihatmu yang kini hidup cukup. Hampir tidak ada malaria, penyakit polio juga jarang kutemui di kunjunganku di pelosok kini. Anak-anak tidak lagi menghunus golok dan pacul, mereka semua kini membawa yang menjadi impian generasiku. Ilmu dari guru, dan bacaan dari buku.

Aku sudah hidup lama, jauh lebih lama dari kalian sekarang, sudah kudatangi tempat satu dan lainya, melewati batas ruang dan waktu yang tidak akan kalian bayangkan.
Namaku frans.. keren kan? Nama itu diberikan seorang yang membantu emak bersalin dulu. Aku dilahirkan sebagai anak pribumi yang memetik cengkeh dan karet di perkampungan kaki gunung.
Emak melahirkanku di tengah pasar, saat emak sedang berusaha mencari pedagang yang mau menukar sesisir pisang dengan sekantung tepung. emak menahan sakitnya saat akan melahirkan sampai emak ditemukan oleh seorang misionaris dan membantu persalinanya. Emak dibawa di salah satu los pasar itu, dan dengan seadanya aku lahir.. maksudku bukan aku, melainkan kembaranku yang pernah hidup secara nyata. sebenarnya aku tidak pernah benar-benar hidup, aku hanya bentuk lain darinya.. kamu taukan maksudku... dan sesaat setelah aku lahir, nama itu disematkan padaku.. Frans.. emak langsung setuju tanpa tau nama itu, dia berpikir namaku ini seperti nama meener-meneer yang menjadi mandor di kebun cengkeh dan karet, tempat keluargaku bekerja.

Sudah lama sekali sejak itu, sejak aku memilih untuk tetap tinggal disini, diriku yang lahir tadi sudah lama mati, dan ke alam yang seharusnya. mungkin aku tadi seumuran dengan eyang buyut kalian. Atau mungkin lebih tua..
Banyak gejolak yang tidak kupahami, setelah apa yang dulu susah payah kami capai kini dengan mudah kalian lupakan, kalian dustakan dan kalian jadikan bahan olokan..

Aku mengembara lagi, kemana dulu aku masih bersamanya..”aku” yang sebenarnya masih hidup..
Frans remaja memiliki 3 orang adik, kesemuanya bekerja membantu emak dan bapak di perkebunan.. kuingat waktu itu saat kami haus setelah lelah di kebun, biasa kami curi pohon pisang, kami tebang dan kami peras airnya untuk minum.. irisan dari pohon itu kami bawa pulang, untunk direbus dan dimakan, tidak pasti menu makan keluargaku kala itu. Jika kurang beruntung kami tidak makan sama sekali, dan memilih berpuasa.. jika sedikit beruntung kami bisa makan singkong, ubi ataupun talas yang kami temukan di hutan, dan jika keberuntungan kami berlebih maka ayam hutan yang biasa kami lihat di antara pepohonan juga kami bisa tertangkap untuk di panggang dirumah.

Aku sedang duduk dilincak bersama bapak, lincak adalah sebuah kursi panjang yang terbuat dari bambu. Hari itu sudah malam, angin berhembus membuat pepohonan disekitar rumah kami yang sebenarnya lebih mirip gubug itu ikut bergoyang seirama gerakan angin.

Sebuah pijaran cahaya dari senthir yang disulut bapak membuat pelita ini menerangi rumah kami yang alakadarnya. Pelajaran membaca ya.. bapaku adalah orang yang melek huruf.. mungkin bapaku adalah orang yang paling pintar didaerahku waktu itu, dia tau huruf latin, dia tau huruf arab, entah dimana dia belajar tapi apa yang sudah dia pelajari dia mau tularkan padaku.

Dengan telaten satu persatu alfabet itu diajarkan padaku, bagaimana bunyi dan pengucapanya, bagaimana cara merangkai beberapa huruf untuk menjadi kata, bagaimana membuat beberapa kata untuk menjadi paragraf, tanda baca apa yang digunakan agar layak huruf itu dibaca semuanya diajarkan oleh bapak dengan sabar dan telaten....
--
Semua berjalan begitu cepat, lintasan takdir kulalui, kuingat saat pelajaran bilangan dan dan tanggal belum diajarkan padaku, aku bahkan tidakmengenal konsep tahun, tapi kuketahui semuanya ternyata saatlatar itu kulihat adalah di tahun 1902.. semakin hari aku semakin paham apa yang diajarkan bapak membuat mataku selama ini seolah tertutup. Kini kutahu ada dunia diluar sana, ada pemandangan lain selain pohon, hutan dan binatang buas.
Aku sangat suka bilangan, bapak mengajariku apa itu angka dan bagaimana mengolahnya, seperti berhasil meraih sesuatu saat bapak memberikan pertanyaan 20 + 17 dan aku bisa jawab itu dengan benar, aku tertarik sekali, setiap hari selepas bekerja kutarik tangan bapak untuk mengajari hal baru yang belum kuketahui. Tapi malam itu bapak menggeleng...

“nak,Cuma itu yang bisa bapak ajarkan kekamu, selain itu kamu harus cari tau sendiri”
Seolah kalimat itu membuatku kecewa, begitu banyak hal yang ingin aku tau, tapi apa daya.. aku bukan anak bupati, aku bukan anak pejabat pemerintahan, aku bukan anak mandor.. hanya anak kuli, anak dari kuli yang bisa membaca dan menghitung sampa dari 1- 100.

Kulalui hari dengan biasa, jika musim cengkeh maka kupertik cengkeh, jika tidak musim maka menjadi penyadap getah karet adalah pilihan lain, biasa kudapatkan beberapa sen dari uang upahku. Sesekali kupergi kekota, membeli beberapa buku untuk kubaca. Dan semakin banyak yang kubaca semakin bingung aku, bahwa sekarang dunia sedang perang, bahwa peluru dan rudal sedang memenuhi angkasa eropa dan asia raya.. apa yang terjadi? Kupikir hanya disini peluru-peluru itu menembus tubuh para pemberontak yang melawan penguasa..aku bingung, dan kutanyakan kepada bapak saat semua adikku sedang tidur..

Dan tidak kusangka apa yang kudengar ini, tidak mungkin.. ternyata kami sedang dipermainkan, pemonopolian kulit putih yang membuatku tidak bisa belajar, mereka sengaja membuat kami bodoh agar mau dan selalu menjadi kuli angkut dan kuli petik..
Aku mengepal tangan dengan geram setelah mendengar cerita dari bapak.bukankah itu sebuah ketidak adilan?
Bapak hanya mengangguk, tubuhnya yang tidak kuat karena sakit membuatnya mengurungkan niat ikut melawan, dia lebih memilih melindungiku,melindungi emak, dan ketiga adiku...
“pak, aku mau melawan mereka pak!” begitu kataku dengan yakin kepada bapak..

“Angkat bukumu nak” hanya itu yang dikatakan bapak.
Kuturuti perintah bapak, dengan mengambil buku usang yang terbuat dari kertas merang itu. Disitu sering kuhabiskan jelaga untuk menulis kegundahanku...

“memang kamu harus melawan, tapi jangan buat nyawamu melayang. Kamu harus rela berkorban, tapi jangan mau jadi korban, makanya kamu tidak boleh bodoh. Tidak hanya bedil yang bisa membebaskan kita, tapi ilmu dan sumberdaya pikirmu bisa membuat semua bebas.. jika mau melawan pergilah dari sini, dan jangan biarkan anak ayam mati dalam lumbung”

Begitu kata bapak sambil memegang pundaku, semua dia ucapkan dengan yakin. Di remang api kecil dari senthir yang membuat suasana dirumahku terterangi dengan redup...
---
Semua kulalui tanpa terasa, sebelum ini aku adalah pemuda kampung pemetik cengkeh, tapi setelah malam itu berbekal beberapa gulden dan sedikit sen dari uang bekal tabungan bapak aku berangkat.. aku di Soerabaja. Di sebuah kantor pemerintahan aku bekerja, mulanya sebagai pekathik, atau tukang rawat kuda, beberapa tahun disana dan beberapa mengenalku dan tau bahwa aku bisa baca tulis membuatku beralih menjadi salah satu juru tulis disana..
Bukan main senangnya aku mendapat kesempatan memainkan jariku diatas mesin mekanik yang membuatku tidak perlu repot mencari jelaga untuk menulis. Disitu aku mempelajari mereka, tingkah mereka, maksudku mereka si kulit putih yang sudah memeras kami cukup lama. sesekali kucuri waktu untuk membuat tulisan protes atas ketidak adilan mereka, kusebar tulisan itu ke jalan dan dinding kota ini...

Lambat laun tulisanku mulai dibaca banyak orang, publik mengenalku dengan nama Volk yang kutulis diakhir paragraf.
Para orang kulit putih mulai geram menganggap tulisanku menyulut pemberontakan kaum pribumi yanglebih masif..
Mereka mencari siapa si volk yang sudah kurang ajar menurut mereka, kucuri dengar saat petinggi-petinggi itu hendak melakukan penyergapan di malam hari dibeberapa sudut kota, dari situ aku tau waktu yang tepat dan aman untuk beraksi.. kukorbankan uangku untuk membeli kertas, karena jika kugunakan kertas kantor secara berlebih mereka akan curiga, kuamati apa yang menjadi rencana mereka dan kutulis dengan tulisan kapital agar semua orang jangan mau dibodohi..

Aku tertawa puas melihat mereka mulai menghadapi gempuran demi gempuran dan membuat sistem politik mereka tidak stabil di suoerabaja. Mereka tidak sadar jika akulah Volk yang merongrong mereka dari dalam...
---
Seperti bajing yang pintar melompat, akhirnya jatuh juga.. dan seperti aku yang kupikir sudah cukup lihai bersembunyi di sarang mereka sendiri. akhirnya tertangkap setelah seluruh pekerja digeledah dan mereka menemukan tulisanku yang sudah tercetak dan siap disebar..
Pukulan dan cacian mereka lancarkan setelah mengetahui siapa aku,orang yang dipercaya mereka untuk menulis surat ternyata adalah musuh dalam selimut bagi mereka.
Aku adalah volk yang berarti rakyat. Aku adalah rakyat yang ingin berdaulat untuk memanen padi ditanahku sendiri, aku adalah vlok si rakyat yang tidak ingin tersegmentasi kebijakan licik mereka, aku adalah volk si rakyat yang ingin pulang setelah mereka pergi dari sini, aku adalah volk biasa, rakyat biasa yang ingin belajar tanpa sistem kasta dari mereka..

Dan aku adalah volk si rakyat kurang ajar yang akan mereka asingkan dan penjarakan di pulau sebrang...

Mereka tidak berani menembak mati aku, kematianku hanya akan menyulut kemarahan pribumi lain yang mengetahui kejadian ini,meskipun tidak tau siapa volk itu sendiri.

Aku tidak akan menarik pelatuk bedil, meskipun aku mempunyainya aku tidak akan melakukanya, itu bukan gaya bertarungku.. aku dipenjarakan dalam penjara paling menjijikan yang mereka punya, lantai kotor tanpa kakus, tanpa penerangan, tanpa jendela, hanyasekotak lubang dengan jeruji baja tempatku membuang nafas karena bau menyengat seperti tinja yang menggangguku.. kadang makanan tidak sampai kesini.
Aku meringkuk kedinginan, hanya celana pendek dan pakaian lusuh tipis yang kukenakan untuk menahan hawa ini... tanpa kasur dan tanpa alas lain hanya lantai dingin yang menemaniku menghitung hari...

Tapi bukan frans si Volk jiga tidak memutar otak, kutunggu hari itu, hari dimana aku akan dibuang. Sudah kutulis pesan melalui morse yang kupelajari selama di soerabaja. Dengan memukul jeruji itu aku buat pesan untuk temanku yang mendengarnya dibalikdinding ini..

Hari itu tiba, ikatan ditanganku membuat aku tidak bisa banyak bergerak, tidak ada pengawalan. Karena memang aku yang berjuang dalam sunyi tidak banyak dikenal orang, selain tulisan yang kubuat.

Membuat penjajah itu melenggang santai untuk mengasingkanku...
Tapi.. aku tersenyum saat ada dilam mobil yang mengangkutku...

“sudah siap?” tanya dia yang menjadi sopir.
“sudah... aku sudah tidak sabar pulang” jawabku sambil melepas ikatan borgol..

Tidak hanya aku yang berjuang dalam bisu tulisan, dia adalah teman sejawatku yang membantuku selama ini. Orang pribumi kepercayaan mereka ternyata juga musuh selain aku yang sudah tertangkap..

Dan aku bisa pulang dengan tenang. Sedangkan mereka si kulit putih? Aku hanya bisa bilang..”Rasakan!!” saat mereka harus kehilangan satu mobil pemerintahan untuk digunakan temanku sebagai rampasan..
--
Aku kembali ke rumah, gubug reyot ini membuatku rindu, kupeluk bapak,emak dan ketiga adiku yang mulai jejaka..
Aku berada di pedalaman jawa timur, mereka akan sulit menemukanku ketika menyadari aku tidak akan sampai di tanjung perak...
Tapi semua kemungkinan buruk aku hindari, aku putuskan pindah menuju sunda bersama keluarga...
Dan semua berjalan dengan baiik, volk si rakyat sudah tidak ada, tapi kala itu volk masih hidup, dan bersiap beraksi lagi...

Aku hidup dipelarianku menjadi pedagang di pagi hari dan mengangkat pena di malam hari.
Seperti kebiasaanku dulu.. kusebar tulisan itu selama bertahun-tahun tanpa imbuhan julukan volk seperti dulu. aku hidup berpindah agar mereka tidak bisa mendapatkanku.. agar aku bisa terus berjuang dengan caraku ini.
---

Aku pikir aku sudah menang.. tapi ternyata.. aku salah.
Ketika aku pulang dari berdagang, kubawa hasil jualanku dan beberapa bahan seperti kertas dan tinta untuk aku menulis, tapi begitu masuk rumah .... ternyata aku sudah kalah..

Kulihat bapak, emak, dan ketiga adiku terlentang dilantai, darah mengalir membuat genangan darah yang sangat banyak.. keranjang jualanku jatuh karena aku yang tertegun dengan pemandangan itu
Sebutir kesemek dari keranjangku menggelinding dan tercelup di genangan darah itu...
Kumelangkah mendekati mereka, terdengar suara nafas bapak, ahhh bapak masih hidup.. kudekati dia untuk menolongnya.. tapi kusadari satu hal.. jika bapak masih hidup artinya orang yang melakukan ini belum jauh dari sini, baru sedetik.. baru sedetik pikiran itu terlintas.. kurdengar bunyi dorrr seperti guntur..
Diiringi suara brukkkk dari aku yang jatuh ke lantai... kalian pernah tertembak peluru?, kuberitahu rasanya.. awalnya adalah kamu tidak tau apa yang terjadi, karena begitu cepatnya, kemudian kamu akan jatuh.. akan ada rasa dingin... dingiinnn sekali ditubuhmu, lalu seiring darah mengucur dari lubang tembakan akan muncul rasa sakit yang luar biasa.. sangat ngilu dan tidak tertahan sampai kamu tidak sadar kamu sudah tidak bisa merasakan apapun lagi .....
---

Aku sedang kembali melihat masa itu, masa dimana Frans si Volk yang asli sudah mati, ruhnya sudah pergi ke alam seharusnya tapi aku ingin tinggal, karena penasaran. Dengan apa yang menjadi cita-citanya yang sederhana. Yaitu belajar dan bebas...
Aku kemabli di masa seorang yang berusaha untuk sebuah kebebasan, agar anak ayam tidak mati dalam lumbung..

Ironis adalah kalimatnya saat dia melihat adiknya kelaparan di tanah gemah ripah loh jinawi ini, tanah subur ini seolah tidak bisa ditanami saat orang asing itu menggerus sumber daya yang ada.
Dia berjuang dalam bisu dan tanpa sepatah kata terucap, dia sudah berhasil berhasil membuat perubahan walaupun tidak seberapa dengan ilmu yang tanpa dia pelajari disekolah dia menggerakan inisiatif beberapa orang untuk lebih masif.
Tapi lonjakan takdir begitu cepat dan anak ayam itu mati dalam lumbung pada akhirnya...

---
Aku kembali, ke masa sekarang,. Masa dimana kamu masih hidup, dan membaca tulisan ini. Aku bisa dimana saja, mungkin aku sedang ikut membaca ini disampingmu.kalian tau kan hobiku adalah membaca...
Aku tidak punya alasan lagi untuk disini, sebenarnya aku mau pergi ke tempatku yang seharusnya, setelah melihat anak-anak bisa belajar, anak-anak tidak kelaparan, tidak ada orang yang membunuh tanpa dihukum. Aku sudah cukup puas, walaupun sebagian dari generasi ini mengecewakanku, tapi aku percaya pada harapanku sendiri untuk kalian....

Waktu itu aku sudah ingin kembali, aku bersiap untuk pulang.. tapi tanpa sengaja kulihat seorang anak yang mengingatkanku kepada aku..
Kuamati beberapa hari dan ya tidak salah lagi....
Kuputuskan untuk pulang nanti, sekedar melihat dia tumbuh dewasa dari kejauhan ruang dan waktu...


-Anak Ayam Mati dalam Lumbung-
TAMAT

0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.