- Beranda
- Stories from the Heart
Diary Si Jomblo Perak (Cerita Cinta, Komedi, Plus Horror)
...
TS
dylancalista
Diary Si Jomblo Perak (Cerita Cinta, Komedi, Plus Horror)
Hay agan dan aganwati, salam kenal. Ane new bie nih di kaskus, jadi mohon bantuannya untuk kasih saran atau kritik kalau cerita ane nnti rada mulai ngebosenin atau nggak nyambung.
Ane mau nulis cerita nih, tentang kehidupan jomblo yang ane lakoni, selama 25 tahun! Ceritanya nggak real 100%, tapi ada beberapa scene yang emang asli ane alami, Oo yah, Nama Ane Evan, keren ya nama ane? tapi sama teman-teman ane sering diplesetin jadi Epan, Yah, biar ga lama-lama berbasa basi, kita mulai aja ya gan? cekidot.
Quote:
Klik me!
Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14 (1)
Part 14 (2)
Part 15 (1)
Part 15 (2)
Part 16
Part 17 (1)
Part 17(2)
Part 17(2)
Part 18(1)
Part 18(2)
Part 19(1)
Part 19(2)
Part 19(3)
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 26(2)
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30(1)
Part 30(2)
Part 30(3)
Part 31(1)
Part 31(2)
Part 32(1)
Part 32(2)
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 36(2)
Part 36(3)
Part 37(1)
Part 37(2)
Part 38(1)
Part 38(2)
Part 39
Part 40(1)
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Diubah oleh dylancalista 27-03-2019 14:27
mrezapmrg97 dan 27 lainnya memberi reputasi
28
321.9K
1.1K
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.6KThread•42.3KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dylancalista
#165
Part 19 (2)
Gua menatap Myanca, setengah nggak percaya juga. Dunia emang kecil banget, bagaimana bisa sodara Leandra itu adalah Kakaknya Sandra Dewi, eh Myanca. Myanca menghampiri gua.
Myanca: Hai, kamuu ituu..
Gua: Supir online yang nganterin Mbak waktu itu.
Leandra: temen gua, Ca. Side job nya supir online juga. Kalian saling kenal?
Myanca mengangguk pelan, sambil tersenyum. Manis juga senyumnya, buat gua lupa dengan apa yang gua liat tadi di tempat tidur kakaknya.
Leandra: Ini loh yang aku ceritain ke kamu, Ca. Temen aku yang bisa lihat makhluk nggak kasat mata. Ni si epan, eh Evan.
Myanca : Jadi kamu beneran bisa lihat hal-hal yang...
Gua: Nggak terlalu juga, Myanca. Gua cuma kebetulan...
Myanca: Aku nggak percaya sih sama hal-hal mistis, tapi kemarin aku sempat dengar cerita dari Ci Lea, katanya kamu sempet bantuin dia dan aku juga udah kehabisan akal, cici aku ini sakit apa. Mereka bilang cici aku sepertinya trauma dan bahkan mengarah ke gangguan jiwa. Tapi aku khawatir, Van. Tiap malam jumat, dia suka menyakiti dirinya sendiri.
Gua melirik ke Kayla, Kayla juga lagi memandangi sosok yang berbaring bersama cicinya Myanca itu. Sosok itu masih saja tersenyum seolah menyambut kami berdua untuk hadir di tempat itu. Membuat gua bergidik ngeri.
Myanca: Van, van...
Gua jadi nggak sadar kalau gua lagi melamun sambil memandangi cicinya Myanca, lebih tepatnya sosok di sebelah cicinya Myanca. Yang tanpa mereka sadar, hadir di sana juga.
Gua: Heh?
Myanca: Kok melamun sih? Ada yang aneh yang kamu lihat? kok muka mu pucat begitu?
Gua menggeleng pelan, karna tanpa sadar keringat dingin membasahi wajah gua, Kayla berdiri di samping gua seolah berusaha menguatkan gua yang mulai ketakutan, wajar saja, walaupun gua sudah sering melihat hal-hal tersebut, tapi gua tetap aja masih takut kalau kadang harus bertatapan atau berhadapan lama dengan sosok yang terlihat mengerikan itu.
Leandra: Van, ada yang lu liat?
Gua menggeleng seolah menyangkal pandangan gua, sosok itu kini berdiri di hadapan gua. seolah membenci kehadiran gua yang mengusik dirinya. Tapi gua diam saja, bukan hanya karna takut, tapi karna gua nggak mau berkomunikasi dan menganggu mereka.
Gua: Le, gua ada urusan nih. Gua mau pulang dulu ya.
Gua berjalan meninggalkan ruangan perawatan, gua udah nggak peduli apa kata Leandra dan Myanca dengan reaksi gua tadi. Gua takut, ntah mengapa gua takut. Kayla mengikuti gua dan sepertinya Kayla kesal melihat sikap gua. Gua berjalan ke lorong rumah sakit yang sepi dan jauh dari kamar perawatan cicinya Myanca, berusaha menenangkan diri gua.
Kayla: Aku nggak nyangka, kamu sepengecut itu
Gua menatap ke pemandangan luar dari jendela lorong rumah sakit, gua diam saja. seolah membenarkan ucapan Kayla.
Kayla: Kenapa sih kamu pengecut banget? Jujur aku kasian liat temenmu itu, sepertinya dia udah putus asa sampai dia mau minta bantuan kamu.
Gua masih diam aja, Kayla berdiri di samping gua. Poninya tertiup angin membuat gua bisa dengan jelas melihat wajahnya, wajah cantiknya lebih tepatnya. Tapi gua mencoba mengalihkan pandangan gua, gua nggak mau salah fokus lagi.
Kayla: Van, kenapa kamu nggak coba dulu? bantu sebisa kamu
Gua: Gua nggak bisa bantu mereka, gua cuma bisa lihat. Bukan berarti gua bisa melawan ataupun menantang mereka, gua mau hidup tenang. Gua nggak mau ganggu mereka, dan gua berharap gua nggak diganggu juga oleh mereka. Gua nggak punya kemampuan mengusir sosok-sosok itu dari orang, jadi gua bukan orang yang mereka cari.
Kayla menatap gua, gua nggak tahu apa yang dia pikirkan. Gua hanya berharap dia nggak berpikir betapa jeleknya gua. Oooh ya, sampai thread ini juga gua belum menjelaskan bagaimana wajah gua kan? Kulit gua kuning langsat, ikutin emak gua. Hidung gua agak pesek, nggak mancung, makanya gua butuh cewek yang hidungnya mancung, biar bisa memperbaiki keturunan #curhatcolongan. Untuk rambut, rambut gua kadang spike, kadang asal-asalan abis bangun tidur, kadang kelihatan klimis kalau belum keramas. Untuk lebih detail wajah? bisa kalian tebak, gua pingin tau gimana bayangan sosok Evan di mata kalian. Coment ya.
Lanjut ke cerita, Kayla masih natap gua. Bikin gua salting, kalian masih inget dengan kebiasaan gua kalo salting diliatin cewek? ya, gua keringetan ga jelas lagi.
Kayla: Aku nggak ngerti jalan pikiran kamu, Van.
Gua: Nggak ngerti di mana? Gua cuma mau hidup damai, nggak mau ngurus urusan orang. Hidup gua udah rumit, ngapain ngurus urusan orang lain?
xxxx: Kamu di sini rupanya
Gua menoleh, gua pikir Kayla yang bicara, tapi bukan. Gua melihat Myanca di belakang gua. Dia menghampiri gua dan berdiri di samping gua, tepat di samping Kayla.
Myanca: Kamu di sini rupanya, Van.
Gua: Mbak..
Myanca: Panggil aku Myanca.
Gua: I..iya, Myanca
Myanca: Maaf ya, Van.
Gua: Untuk apa, Ca?
Myanca: maaf ya kalo tadi setelah kamu lihat kondisi cici ku dan kamu mungkin jadi kurang nyaman
Gua: Gua yang minta maaf, Myanca. Gua langsung ninggalin kamar cici lu. Nggak sopan. Maaf ya.
Myanca ikut memandangi rimbun pohon di terlihat dari lantai dua, Dedauan di pohon beringin yang besar dan rindang itu tampak bergoyang-goyang di kibaskan angin siang itu.
Myanca: Kamu nggak jadi supir online lagi?
Gua: sambilan sih, karna jam gua flexible, jadi kalau mau narik, baru gua jalanin aplikasinya.
Myanca: Aku sering mikir, kok lucu ya, kita udah ketemu lebih dari dua kali. Kebetulan yang unik, ya?
Gua: Iya, unik.
Myanca: Kamu di jakarta sendirian, Van?
Gua: iya, orang tua gua di luar kota
Myanca: Ooogh, kamu punya kakak atau adik?
Gua menggeleng pelan: Gua anak tunggal
Myanca tersenyum kecil sambil mengangguk: Ooogh, asyik dong, kasih sayang orang tua kamu semua ke kamu.
Gua: Nggak juga. Emak sama bapak gua nggak pernah manjain gua, mungkin gua anak cowok kali ya. Jadi selalu dituntut untuk mandiri dan nggak boleh cengeng jadi cowok. Emak gua orangnya nggak mau kalah gitu, jadinya gua selalu dididik biar nggak kalah sama anak-anak lain. Tapi kadang gua cape dan bapak gua bakal selalu nenangin gua kalau nggak pa-pa kalau kalah dalam beberapa hal, gua bukan anak super.
Myanca: Seneng ya, masih punya keluarga utuh
Gua: Memangnya lu nggak?
Myanca mengeleng pelan: Papa menceraikan mama waktu umur gua 5 tahun. Papa nikah lagi dengan cewek yang masih muda, usia cewek ini sekitar 18 tahun saat itu. Dan Mama stress banget, Mamaku cinta banget sama papaku, tiap malam dia nangisin nasib pernikahannya yang berujung perceraian. Aku dan Ciciku yang saat itu masih kecil, suka ikutan nangis liat kondisi mama. Sebulan setelah cerai, mamaku bunuh diri karna depresi. Aku dan ciciku akhirnya di rawat oleh Tanteku, yang tak lain adalah adik mamaku. Papa nggak berani membawa kami ke rumah, karna istri barunya menolak kami. Mereka juga sudah punya anak, jadi istri baru papaku nggak mau menampung kami. Aku dan ciciku saat itu di didik cukup keras oleh Tanteku yang saat itu belum menikah, kami harus bekerja sambil sekolah, entah itu jualan makanan kecil, jualan alat tulis atau apapun, Tante mendidik kami untuk jadi anak yang nggak manja. Aku masih ingat, ketika cici aku menabung khusus untuk membelikan aku kado, dia sampai harus jualan pensil di sekolahnya. Di umur ciciku yang ke-19 tahun, ciciku menikah, dengan seorang pria yang dikenalkan oleh sahabatnya, pria yang baik. Jadi dia mengajak aku untuk tinggal bareng dengan mereka. Tanteku yang masih sendiri menolak ikut pindah, tak lama setelah itu baru aku ketahui, tante mengidap kanker dan dia meninggal. Sejak itu, aku tinggal dengan ciciku dan suaminya yang sangat baik pada kami, aku yang saat itu umur 17 tahun, berusaha untuk dapat beasiswa agar nggak repotin kakak iparku, jadi aku pun ke Jepang nerusin kuliahku melalui jalur beasiswa. Dan ternyata selama di jepang, aku melewatkan banyak hal. Papaku meninggal karna kecelakaan sebulan setelah aku ke Jepang, harta kami semua diambil oleh istri barunya. Ciciku dan suaminya kecelakaan di jalan tol, sehingga suaminya meninggal dan ciciku yang lagi hamil kehilangan bayinya.
Gua tertegun mendengar cerita Myanca, gua melihat tetesan air mata mulai membanjiri pipinya yang mulus. Gua merogoh sapu tangan yang sering gua bawa, kebiasaan dari emak, kalau bawa sapu tangan. Entah untuk apa, gua nggak pernah make tiap hari. Gua berikan ke Myanca.
Gua: Myanca, ini..
Myanca menerima sapu tangan biru muda kepunyaan gua untuk menghapus airmatanya.
Myanca: maaf ya aku jadi nangis gini di depan kamu, maaf udah cerita panjang lebar gini jadinya
Gua memegangi pundaknya, berusaha menguatkan Myanca: Nggak pa-pa, kalau mau cerita ya cerita aja. biar lebih plong.
Gua merasa bersalah sama Myanca, Myanca kelihatan sangat mengharapkan bantuan gua tadi. tapi gua malah meninggalkan dia tadi, cowok macam apa gua. Myanca benar-benar butuh pertolongan sepertinya, tapi pertolongan seperti apa yang bisa gua berikan?
Gua: Jadi lu benar-benar mengharapkan kesembuhan cici lu?
Myanca: Cuma dia yang aku punya sekarang. Aku nggak punya siapa-siapa lagi
Gua: Maafin gua ya ca, tadi gua...
Myanca: Aku ngerti posisi kamu, Van. dan aku juga nggak bakal maksa kamu untuk bantu aku, karna aku juga tahu kalau...
Gua: Gua bakal bantu sebisa mungkin, Ca.
Mampus lu pan, mampus. Emang lu bisa bantuin? gimana caranya? dasar sok jagoan, janji-janji manis sama cewek cakep. #bisikguadalamhati.
Gua menatap Myanca, setengah nggak percaya juga. Dunia emang kecil banget, bagaimana bisa sodara Leandra itu adalah Kakaknya Sandra Dewi, eh Myanca. Myanca menghampiri gua.
Myanca: Hai, kamuu ituu..
Gua: Supir online yang nganterin Mbak waktu itu.
Leandra: temen gua, Ca. Side job nya supir online juga. Kalian saling kenal?
Myanca mengangguk pelan, sambil tersenyum. Manis juga senyumnya, buat gua lupa dengan apa yang gua liat tadi di tempat tidur kakaknya.
Leandra: Ini loh yang aku ceritain ke kamu, Ca. Temen aku yang bisa lihat makhluk nggak kasat mata. Ni si epan, eh Evan.
Myanca : Jadi kamu beneran bisa lihat hal-hal yang...
Gua: Nggak terlalu juga, Myanca. Gua cuma kebetulan...
Myanca: Aku nggak percaya sih sama hal-hal mistis, tapi kemarin aku sempat dengar cerita dari Ci Lea, katanya kamu sempet bantuin dia dan aku juga udah kehabisan akal, cici aku ini sakit apa. Mereka bilang cici aku sepertinya trauma dan bahkan mengarah ke gangguan jiwa. Tapi aku khawatir, Van. Tiap malam jumat, dia suka menyakiti dirinya sendiri.
Gua melirik ke Kayla, Kayla juga lagi memandangi sosok yang berbaring bersama cicinya Myanca itu. Sosok itu masih saja tersenyum seolah menyambut kami berdua untuk hadir di tempat itu. Membuat gua bergidik ngeri.
Myanca: Van, van...
Gua jadi nggak sadar kalau gua lagi melamun sambil memandangi cicinya Myanca, lebih tepatnya sosok di sebelah cicinya Myanca. Yang tanpa mereka sadar, hadir di sana juga.
Gua: Heh?
Myanca: Kok melamun sih? Ada yang aneh yang kamu lihat? kok muka mu pucat begitu?
Gua menggeleng pelan, karna tanpa sadar keringat dingin membasahi wajah gua, Kayla berdiri di samping gua seolah berusaha menguatkan gua yang mulai ketakutan, wajar saja, walaupun gua sudah sering melihat hal-hal tersebut, tapi gua tetap aja masih takut kalau kadang harus bertatapan atau berhadapan lama dengan sosok yang terlihat mengerikan itu.
Leandra: Van, ada yang lu liat?
Gua menggeleng seolah menyangkal pandangan gua, sosok itu kini berdiri di hadapan gua. seolah membenci kehadiran gua yang mengusik dirinya. Tapi gua diam saja, bukan hanya karna takut, tapi karna gua nggak mau berkomunikasi dan menganggu mereka.
Gua: Le, gua ada urusan nih. Gua mau pulang dulu ya.
Gua berjalan meninggalkan ruangan perawatan, gua udah nggak peduli apa kata Leandra dan Myanca dengan reaksi gua tadi. Gua takut, ntah mengapa gua takut. Kayla mengikuti gua dan sepertinya Kayla kesal melihat sikap gua. Gua berjalan ke lorong rumah sakit yang sepi dan jauh dari kamar perawatan cicinya Myanca, berusaha menenangkan diri gua.
Kayla: Aku nggak nyangka, kamu sepengecut itu
Gua menatap ke pemandangan luar dari jendela lorong rumah sakit, gua diam saja. seolah membenarkan ucapan Kayla.
Kayla: Kenapa sih kamu pengecut banget? Jujur aku kasian liat temenmu itu, sepertinya dia udah putus asa sampai dia mau minta bantuan kamu.
Gua masih diam aja, Kayla berdiri di samping gua. Poninya tertiup angin membuat gua bisa dengan jelas melihat wajahnya, wajah cantiknya lebih tepatnya. Tapi gua mencoba mengalihkan pandangan gua, gua nggak mau salah fokus lagi.
Kayla: Van, kenapa kamu nggak coba dulu? bantu sebisa kamu
Gua: Gua nggak bisa bantu mereka, gua cuma bisa lihat. Bukan berarti gua bisa melawan ataupun menantang mereka, gua mau hidup tenang. Gua nggak mau ganggu mereka, dan gua berharap gua nggak diganggu juga oleh mereka. Gua nggak punya kemampuan mengusir sosok-sosok itu dari orang, jadi gua bukan orang yang mereka cari.
Kayla menatap gua, gua nggak tahu apa yang dia pikirkan. Gua hanya berharap dia nggak berpikir betapa jeleknya gua. Oooh ya, sampai thread ini juga gua belum menjelaskan bagaimana wajah gua kan? Kulit gua kuning langsat, ikutin emak gua. Hidung gua agak pesek, nggak mancung, makanya gua butuh cewek yang hidungnya mancung, biar bisa memperbaiki keturunan #curhatcolongan. Untuk rambut, rambut gua kadang spike, kadang asal-asalan abis bangun tidur, kadang kelihatan klimis kalau belum keramas. Untuk lebih detail wajah? bisa kalian tebak, gua pingin tau gimana bayangan sosok Evan di mata kalian. Coment ya.
Lanjut ke cerita, Kayla masih natap gua. Bikin gua salting, kalian masih inget dengan kebiasaan gua kalo salting diliatin cewek? ya, gua keringetan ga jelas lagi.
Kayla: Aku nggak ngerti jalan pikiran kamu, Van.
Gua: Nggak ngerti di mana? Gua cuma mau hidup damai, nggak mau ngurus urusan orang. Hidup gua udah rumit, ngapain ngurus urusan orang lain?
xxxx: Kamu di sini rupanya
Gua menoleh, gua pikir Kayla yang bicara, tapi bukan. Gua melihat Myanca di belakang gua. Dia menghampiri gua dan berdiri di samping gua, tepat di samping Kayla.
Myanca: Kamu di sini rupanya, Van.
Gua: Mbak..
Myanca: Panggil aku Myanca.
Gua: I..iya, Myanca
Myanca: Maaf ya, Van.
Gua: Untuk apa, Ca?
Myanca: maaf ya kalo tadi setelah kamu lihat kondisi cici ku dan kamu mungkin jadi kurang nyaman
Gua: Gua yang minta maaf, Myanca. Gua langsung ninggalin kamar cici lu. Nggak sopan. Maaf ya.
Myanca ikut memandangi rimbun pohon di terlihat dari lantai dua, Dedauan di pohon beringin yang besar dan rindang itu tampak bergoyang-goyang di kibaskan angin siang itu.
Myanca: Kamu nggak jadi supir online lagi?
Gua: sambilan sih, karna jam gua flexible, jadi kalau mau narik, baru gua jalanin aplikasinya.
Myanca: Aku sering mikir, kok lucu ya, kita udah ketemu lebih dari dua kali. Kebetulan yang unik, ya?
Gua: Iya, unik.
Myanca: Kamu di jakarta sendirian, Van?
Gua: iya, orang tua gua di luar kota
Myanca: Ooogh, kamu punya kakak atau adik?
Gua menggeleng pelan: Gua anak tunggal
Myanca tersenyum kecil sambil mengangguk: Ooogh, asyik dong, kasih sayang orang tua kamu semua ke kamu.
Gua: Nggak juga. Emak sama bapak gua nggak pernah manjain gua, mungkin gua anak cowok kali ya. Jadi selalu dituntut untuk mandiri dan nggak boleh cengeng jadi cowok. Emak gua orangnya nggak mau kalah gitu, jadinya gua selalu dididik biar nggak kalah sama anak-anak lain. Tapi kadang gua cape dan bapak gua bakal selalu nenangin gua kalau nggak pa-pa kalau kalah dalam beberapa hal, gua bukan anak super.
Myanca: Seneng ya, masih punya keluarga utuh
Gua: Memangnya lu nggak?
Myanca mengeleng pelan: Papa menceraikan mama waktu umur gua 5 tahun. Papa nikah lagi dengan cewek yang masih muda, usia cewek ini sekitar 18 tahun saat itu. Dan Mama stress banget, Mamaku cinta banget sama papaku, tiap malam dia nangisin nasib pernikahannya yang berujung perceraian. Aku dan Ciciku yang saat itu masih kecil, suka ikutan nangis liat kondisi mama. Sebulan setelah cerai, mamaku bunuh diri karna depresi. Aku dan ciciku akhirnya di rawat oleh Tanteku, yang tak lain adalah adik mamaku. Papa nggak berani membawa kami ke rumah, karna istri barunya menolak kami. Mereka juga sudah punya anak, jadi istri baru papaku nggak mau menampung kami. Aku dan ciciku saat itu di didik cukup keras oleh Tanteku yang saat itu belum menikah, kami harus bekerja sambil sekolah, entah itu jualan makanan kecil, jualan alat tulis atau apapun, Tante mendidik kami untuk jadi anak yang nggak manja. Aku masih ingat, ketika cici aku menabung khusus untuk membelikan aku kado, dia sampai harus jualan pensil di sekolahnya. Di umur ciciku yang ke-19 tahun, ciciku menikah, dengan seorang pria yang dikenalkan oleh sahabatnya, pria yang baik. Jadi dia mengajak aku untuk tinggal bareng dengan mereka. Tanteku yang masih sendiri menolak ikut pindah, tak lama setelah itu baru aku ketahui, tante mengidap kanker dan dia meninggal. Sejak itu, aku tinggal dengan ciciku dan suaminya yang sangat baik pada kami, aku yang saat itu umur 17 tahun, berusaha untuk dapat beasiswa agar nggak repotin kakak iparku, jadi aku pun ke Jepang nerusin kuliahku melalui jalur beasiswa. Dan ternyata selama di jepang, aku melewatkan banyak hal. Papaku meninggal karna kecelakaan sebulan setelah aku ke Jepang, harta kami semua diambil oleh istri barunya. Ciciku dan suaminya kecelakaan di jalan tol, sehingga suaminya meninggal dan ciciku yang lagi hamil kehilangan bayinya.
Gua tertegun mendengar cerita Myanca, gua melihat tetesan air mata mulai membanjiri pipinya yang mulus. Gua merogoh sapu tangan yang sering gua bawa, kebiasaan dari emak, kalau bawa sapu tangan. Entah untuk apa, gua nggak pernah make tiap hari. Gua berikan ke Myanca.
Gua: Myanca, ini..
Myanca menerima sapu tangan biru muda kepunyaan gua untuk menghapus airmatanya.
Myanca: maaf ya aku jadi nangis gini di depan kamu, maaf udah cerita panjang lebar gini jadinya
Gua memegangi pundaknya, berusaha menguatkan Myanca: Nggak pa-pa, kalau mau cerita ya cerita aja. biar lebih plong.
Gua merasa bersalah sama Myanca, Myanca kelihatan sangat mengharapkan bantuan gua tadi. tapi gua malah meninggalkan dia tadi, cowok macam apa gua. Myanca benar-benar butuh pertolongan sepertinya, tapi pertolongan seperti apa yang bisa gua berikan?
Gua: Jadi lu benar-benar mengharapkan kesembuhan cici lu?
Myanca: Cuma dia yang aku punya sekarang. Aku nggak punya siapa-siapa lagi
Gua: Maafin gua ya ca, tadi gua...
Myanca: Aku ngerti posisi kamu, Van. dan aku juga nggak bakal maksa kamu untuk bantu aku, karna aku juga tahu kalau...
Gua: Gua bakal bantu sebisa mungkin, Ca.
Mampus lu pan, mampus. Emang lu bisa bantuin? gimana caranya? dasar sok jagoan, janji-janji manis sama cewek cakep. #bisikguadalamhati.
Diubah oleh dylancalista 05-01-2017 04:53
adityazafrans dan 4 lainnya memberi reputasi
5