- Beranda
- Stories from the Heart
Ibu [SHORT HORROR SCI-FI]
...
TS
orbitalthoughts
Ibu [SHORT HORROR SCI-FI]
Quote:
![Ibu [SHORT HORROR SCI-FI]](https://s.kaskus.id/images/2016/12/12/9457159_20161212085548.png)
Halo semuanya!
Ini trit pertama ane dikaskus juga story pertama yg gua coba iseng2 bikin. padahal sebelumnya
gapernah ada hobi nulis samsek juga gasuka baca bacaan yang panjang panjang

Tujuan ane posting di SFTH buat minta feedback juga masukan dari agan-sista semuanya
kalo misalnya responnya bagus, ntar ane update begitu ada waktu kosong.
cerpen/novelet/cerita (?) judul ibu ini sebenernya lebih ke psychological horror sci-fi ya menurut gua. yang pasti bukan true story

i would appreciate any feedback and suggestion, jadi bebas buat komen ya gansis semua!
Part 1 sama part 2 itu isinya tentang theme cerita kedepannya, biar gansis lebih familiar sama vibes-vibes cerita ini, Insyaallah diupdate seminggu dua kali

Without further ado, let's enjoy the ride
Spoiler for INDEX:
Spoiler for WARNING:
Beberapa konten dicerpen ini mungkin tidak pantas dibaca oleh anak dibawah umur.
Spoiler for I. PROLOG:
“Neng, pulang ibu kangen”
---
Jalan Braga pada kamis malam itu terlihat sepi, walaupun masih banyak para pemuda dan gadis remaja yang menikmati malam dengan mengobrol bersama temannya di sebuah convenience storepinggiran dan beberapa memilih untuk minum minum di bar. Beberapa kios dan toko tampak sudah bersiap-siap untuk tutup karena jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam.
Jalanan yang basah juga hembusan udara yang dingin sehabis hujan menambah kenyamanan Jalan Braga, Entah kenapa, Suasana lampu remang remang dan suara diskotik yang terpedam itu cukup menenangkan bagi Lula. Tiap malam sehabis kerja, jika ada waktu lenggang, Lula lebih memilih menghabiskan waktunya untuk minum di Bar Ocean bersama teman-temannya, atau sendiri jika dia sedang merasa beruntung dan merasa berkesempatan mendapatkan seseorang untuk menghabiskan malam bersama.
Gadis berumur dua puluh lima tahun yang kurus, tidak terlalu kurus, tetapi cukup ideal. Walaupun begitu ia terkadang merasa insecure dengan postur tubuhnya, ia terlalu peduli akan apa yang orang pikirkan terhadapnya. Rambutnya lurus sebahu berwarna abu-abu. Rambutnya merupakan hal yang paling ia suka darinya, setelah payudaranya.
Lula sedang duduk sendirian di kursi bar itu, mengenakan kaos hitam dan celana jeans pensil berwarna biru muda yang terlihat indah dikakinya. dua sloki vodka kosong terlihat didepannya. Lagu cigarettes after sex – dreaming of you mengalun di keramaian Bar Ocean. Lagu ini mengingatkannya tentang masa lalunya di SMA dulu, tentang teman-temannya, cinta pertamanya, sahabatnya. Dia rindu akan masa mudanya, dia pikir sepertinya dulu hidupnya tidak sesulit dan serumit sekarang, dan yang paling ia rindukan adalah Ibunya, Sudah hampir setahun ia tidak bertemu dengan Ibunya karena kesibukannya.
Ia terlihat murung kali ini, seperti ada sesuatu yang dia pikirkan. Memang Lula pada dasarnya bukan orang yang ceria dan penuh energi. Tetapi tidak biasanya ia murung seperti hari ini.
Lula meraih totebag hitamnya dan mengeluarkan sebungkus Camel Black yang telah ia buka, dan menyulut batang rokok itu. Tidak lama kemudian, Datang pemuda berperawakan tinggi mengenakan parka hijau muda dan celana jeans hitam robek dengan sling bag etnis berwana merah marun. Duduk disamping Lula seraya menepuk pundaknya.
“Udah lama, lul?” ucap pemuda itu. Sedikit kesal, Lula menjawab. “Ada kali sejam, darimana sih lo, Zed?” “Urusan kantor. Klien gua rada gasuka grafis yang gua kirim kemaren, minta diganti typefacenya. Sori yaa.” Balas Zedi memelas, sambil menambahkan “Yaudah, gimana kalo sekarang gua bayarin tapi lo jangan ngambek lagi.” “gausah. gua masih ada duit, eh tapi kalo maksa yaa gapapa lah” jawab Lula sambil tersenyum, menandakan moodnya yang sudah pulih, tetapi seperti masih ada yang mengganggu dibenaknya.
---
“Ada apa lul? Kok kayaknya lagi bete?” Tanya Zedi, sambil menenggak sesloki whiskey Jack Daniels yang sudah ditambah es dan soda. “Engga, cuman kangen ibu aja. Udah lama gua ga pulang sih.” Responnya. “Emang udah berapa lama lo ga pulang?” “Adalah setahun, gua sibuk banget zed. Kemaren sempet nelpon gua sih, terus bilang ‘neng, pulang ibu kangen’. Kayanya gua besok mau ambil cuti terus subuh langsung pulang.” Jawab Lula. “Emang kampung lo dimana lul? Mau gua temenin ga? Gua besok ga akan ngantor soalnya.” Ucap Zedi, tangannya sibuk menyletingkan jaketnya. “di Indramayu, kalo ga ganggu sih mau Zed. Males nyetir sendiri juga gua.” “Yaudah sekarang gua nginep ditempat lo aja biar besok langsung berangkat ya, tapi gua ambil baju dulu dirumah.” Jawab Zedi antusias.
“Boleh, pulang sekarang aja yuk, gua gamau terlalu hangover besok.” Jawab Lula, sambil membereskan bawaanya. “Gua bayar dulu.” Balasnya sambil memberikan kartu debitnya ke bartender.
---
Jalan Braga pada kamis malam itu terlihat sepi, walaupun masih banyak para pemuda dan gadis remaja yang menikmati malam dengan mengobrol bersama temannya di sebuah convenience storepinggiran dan beberapa memilih untuk minum minum di bar. Beberapa kios dan toko tampak sudah bersiap-siap untuk tutup karena jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam.
Jalanan yang basah juga hembusan udara yang dingin sehabis hujan menambah kenyamanan Jalan Braga, Entah kenapa, Suasana lampu remang remang dan suara diskotik yang terpedam itu cukup menenangkan bagi Lula. Tiap malam sehabis kerja, jika ada waktu lenggang, Lula lebih memilih menghabiskan waktunya untuk minum di Bar Ocean bersama teman-temannya, atau sendiri jika dia sedang merasa beruntung dan merasa berkesempatan mendapatkan seseorang untuk menghabiskan malam bersama.
Gadis berumur dua puluh lima tahun yang kurus, tidak terlalu kurus, tetapi cukup ideal. Walaupun begitu ia terkadang merasa insecure dengan postur tubuhnya, ia terlalu peduli akan apa yang orang pikirkan terhadapnya. Rambutnya lurus sebahu berwarna abu-abu. Rambutnya merupakan hal yang paling ia suka darinya, setelah payudaranya.
Lula sedang duduk sendirian di kursi bar itu, mengenakan kaos hitam dan celana jeans pensil berwarna biru muda yang terlihat indah dikakinya. dua sloki vodka kosong terlihat didepannya. Lagu cigarettes after sex – dreaming of you mengalun di keramaian Bar Ocean. Lagu ini mengingatkannya tentang masa lalunya di SMA dulu, tentang teman-temannya, cinta pertamanya, sahabatnya. Dia rindu akan masa mudanya, dia pikir sepertinya dulu hidupnya tidak sesulit dan serumit sekarang, dan yang paling ia rindukan adalah Ibunya, Sudah hampir setahun ia tidak bertemu dengan Ibunya karena kesibukannya.
Ia terlihat murung kali ini, seperti ada sesuatu yang dia pikirkan. Memang Lula pada dasarnya bukan orang yang ceria dan penuh energi. Tetapi tidak biasanya ia murung seperti hari ini.
Lula meraih totebag hitamnya dan mengeluarkan sebungkus Camel Black yang telah ia buka, dan menyulut batang rokok itu. Tidak lama kemudian, Datang pemuda berperawakan tinggi mengenakan parka hijau muda dan celana jeans hitam robek dengan sling bag etnis berwana merah marun. Duduk disamping Lula seraya menepuk pundaknya.
“Udah lama, lul?” ucap pemuda itu. Sedikit kesal, Lula menjawab. “Ada kali sejam, darimana sih lo, Zed?” “Urusan kantor. Klien gua rada gasuka grafis yang gua kirim kemaren, minta diganti typefacenya. Sori yaa.” Balas Zedi memelas, sambil menambahkan “Yaudah, gimana kalo sekarang gua bayarin tapi lo jangan ngambek lagi.” “gausah. gua masih ada duit, eh tapi kalo maksa yaa gapapa lah” jawab Lula sambil tersenyum, menandakan moodnya yang sudah pulih, tetapi seperti masih ada yang mengganggu dibenaknya.
---
“Ada apa lul? Kok kayaknya lagi bete?” Tanya Zedi, sambil menenggak sesloki whiskey Jack Daniels yang sudah ditambah es dan soda. “Engga, cuman kangen ibu aja. Udah lama gua ga pulang sih.” Responnya. “Emang udah berapa lama lo ga pulang?” “Adalah setahun, gua sibuk banget zed. Kemaren sempet nelpon gua sih, terus bilang ‘neng, pulang ibu kangen’. Kayanya gua besok mau ambil cuti terus subuh langsung pulang.” Jawab Lula. “Emang kampung lo dimana lul? Mau gua temenin ga? Gua besok ga akan ngantor soalnya.” Ucap Zedi, tangannya sibuk menyletingkan jaketnya. “di Indramayu, kalo ga ganggu sih mau Zed. Males nyetir sendiri juga gua.” “Yaudah sekarang gua nginep ditempat lo aja biar besok langsung berangkat ya, tapi gua ambil baju dulu dirumah.” Jawab Zedi antusias.
“Boleh, pulang sekarang aja yuk, gua gamau terlalu hangover besok.” Jawab Lula, sambil membereskan bawaanya. “Gua bayar dulu.” Balasnya sambil memberikan kartu debitnya ke bartender.
Spoiler for II. VISIONS:
“Akhirnya kamu pulang.”
--
Aku terbangun di tempat yang familiar bagiku, tempat dimana aku menghabiskan waktu kecilku sampai lulus SMA. Rumah belanda tua dengan interior berisikan furnitur vintage yang masih bagus walaupun sudah berumur. “Ini pasti mimpi.” Ucapku dalam hati.
Aku sekarang berada di ruang makan rumahku, suasananya masih sama seperti saat aku masih tinggal disini, karpet merah tua, lampu gantung dengan bohlam berwarna kekuningan, Jam besar milik kakek yang berdenting tiap jam 12 malam. Sebuah tv kuno yang berada diatas bupet jati tua, semuanya masih sama. Yang beda hanya suasana tempat ini, rasanya aneh. Mencekam dan terasa penuh kesedihan. Akupun tidak melihat ibuku disana.
“Ibu, Aku pulang.” Sahutku, tapi tidak ada yang menjawab. Aku naik keatas untuk mencari ibuku, suara derit tangga tua ikut berbunyi mengikuti langkahku. Cahaya bulan dan kilat petir menyorot jendela diujung lorong atas. Akupun berjalan kepintu kamar ibuku yang berada diujung lorong, tepat setelah pintu kekamarku dan kamar adikku, Intan.
Bersamaan saat aku memegang engsel pintu kamar ibuku, Aku mendengar ibuku memanggil dengan suara yang tidak asing dan lirih “Neng?” ucapnya, akupun langsung membuka pintu kamar Ibuku.
“Akhirnya kamu pulang.” Ucapnya, dia duduk disamping kasurnya tanpa ekspresi, dengan air mata yang menetesi pipinya, kantung matanya tampak jelas dibawah kelopak matanya. Tv dikamarnya hanya menunjukan layar statis dan memberi cahaya keputihan dikamarnya.
“Ibu..” Ucapku, aku tidak bisa menahan kesedihan dan mataku mulai berat oleh air. Pada saat dimana aku hendak menghampirinya, untuk memeluknya. Sebuah cairan lengket kental berwarna hitam mulai keluar dari dinding kamar ibuku, dan perlahan merayapi lantai dan dinding. Sehingga semuanya menjadi gelap juga lembab. Dan kemudian bergerak merayapi kaki ibuku, menuju tubuhnya, menjalar kekepala juga wajahnya. Lalu ibuku pun terbalut dengan cairan itu sepenuhnya. Aku tidak bisa bergerak, tubuhku kaku, kulihat cairan itu mulai menjalar kepadaku. Ibuku membuka mulutnya, yang sekarang terlihat seperti lubang berwarna merah diwajah sosok hitam yang tidak kukenali lagi, ia berteriak.
“JANGAN PULANG!!”
Aku terhentak jatuh kebelakang.
Akupun merasakan perasaan yang amat intens. Takut, Sedih semua campur aduk menjadi satu. Cairan lengket itu mulai menjalar keseluruh badanku, dan berakhir diwajahku. Perlahan lahan mulai menutupi pandanganku sehingga pandanganku mulai kabur.
“Maafkan aku ibu.”
--
Aku terbangun di tempat yang familiar bagiku, tempat dimana aku menghabiskan waktu kecilku sampai lulus SMA. Rumah belanda tua dengan interior berisikan furnitur vintage yang masih bagus walaupun sudah berumur. “Ini pasti mimpi.” Ucapku dalam hati.
Aku sekarang berada di ruang makan rumahku, suasananya masih sama seperti saat aku masih tinggal disini, karpet merah tua, lampu gantung dengan bohlam berwarna kekuningan, Jam besar milik kakek yang berdenting tiap jam 12 malam. Sebuah tv kuno yang berada diatas bupet jati tua, semuanya masih sama. Yang beda hanya suasana tempat ini, rasanya aneh. Mencekam dan terasa penuh kesedihan. Akupun tidak melihat ibuku disana.
“Ibu, Aku pulang.” Sahutku, tapi tidak ada yang menjawab. Aku naik keatas untuk mencari ibuku, suara derit tangga tua ikut berbunyi mengikuti langkahku. Cahaya bulan dan kilat petir menyorot jendela diujung lorong atas. Akupun berjalan kepintu kamar ibuku yang berada diujung lorong, tepat setelah pintu kekamarku dan kamar adikku, Intan.
Bersamaan saat aku memegang engsel pintu kamar ibuku, Aku mendengar ibuku memanggil dengan suara yang tidak asing dan lirih “Neng?” ucapnya, akupun langsung membuka pintu kamar Ibuku.
“Akhirnya kamu pulang.” Ucapnya, dia duduk disamping kasurnya tanpa ekspresi, dengan air mata yang menetesi pipinya, kantung matanya tampak jelas dibawah kelopak matanya. Tv dikamarnya hanya menunjukan layar statis dan memberi cahaya keputihan dikamarnya.
“Ibu..” Ucapku, aku tidak bisa menahan kesedihan dan mataku mulai berat oleh air. Pada saat dimana aku hendak menghampirinya, untuk memeluknya. Sebuah cairan lengket kental berwarna hitam mulai keluar dari dinding kamar ibuku, dan perlahan merayapi lantai dan dinding. Sehingga semuanya menjadi gelap juga lembab. Dan kemudian bergerak merayapi kaki ibuku, menuju tubuhnya, menjalar kekepala juga wajahnya. Lalu ibuku pun terbalut dengan cairan itu sepenuhnya. Aku tidak bisa bergerak, tubuhku kaku, kulihat cairan itu mulai menjalar kepadaku. Ibuku membuka mulutnya, yang sekarang terlihat seperti lubang berwarna merah diwajah sosok hitam yang tidak kukenali lagi, ia berteriak.
“JANGAN PULANG!!”
Aku terhentak jatuh kebelakang.
Akupun merasakan perasaan yang amat intens. Takut, Sedih semua campur aduk menjadi satu. Cairan lengket itu mulai menjalar keseluruh badanku, dan berakhir diwajahku. Perlahan lahan mulai menutupi pandanganku sehingga pandanganku mulai kabur.
“Maafkan aku ibu.”
Diubah oleh orbitalthoughts 25-12-2016 13:48
anasabila memberi reputasi
1
2.5K
Kutip
20
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
orbitalthoughts
#6
Spoiler for IV. DEPARTURE PART 2:
"I don't want to leave, Zed."
--
Mereka berempat duduk diruang makan, suasananya masih sama seperti terakhir kalinya Lula singgah dirumah ini, Karpet merah berwarna merah tua, Lampu gantung berbohlam kuning yang memberikan suasana hangat diseluruh ruangan, Jam tua dari kakek. Semuanya masih sama.
Zedi memakan hidangan yang telah disiapkan Ibu dengan lahap, sangat lahap. Seperti singa yang belum mendapat mangsa berbulan bulan.
“Dek Zedi, makannya pelan pelan toh, ntar keselek.” Tegur Ibu, sambil menuangkan teh hangat ke cangkirnya.
“Iya bu, soalnya enak sih. Sama dijalan juga belum makan hehe.” Responnya sambil tertawa kecil.
Lula dan Intan terlihat sedang mengobrol, Ibu pun ikut bercakap-cakap sesekali.
Rumah bereksterior belanda itu mempunyai empat kamar tidur dan dua kamar mandi. Tiga kamar tidur dan satu kamar mandi diatas, dan kamar yang lainnya berada dibawah, dimana biasanya dipergunakan untuk tamu yang bermalam. Interiornya memang sudah butuh renovasi, tapi masih terawat. Piano besar peninggalan Ayah Lula masih terpampang rapi di ruang perpustakaan, Tempat ayahnya bekerja dulu.
“Intan, sekolah gimana?” ucap Lula basa basi.
“Sekolah? Ya gede, ada kelas kelasnya. Plis teh kalo mau basa basi rada kreatif dikit.” Sanggahnya, sambil tersenyum kecil.
“Haha iya deh, ibu gimana selama ditinggal teteh? Gapernah sakit atau gimana kan?” Tanya Lula sambil memajang wajah serius.
“Engga sih, tapi pernah ditabrak beca, udah lama juga. Tapi ga kenapa napa.” Jawab Intan.
Intan sekarang berumur 16 tahun, Bertubuh langsing dengan rambut panjang diikat. Sekarang sedang menjalani SMA didekat sini. Ia rencana melanjutkan studi di Jatinangor, mengikuti kakaknya. Tidak seperti Lula, Intan lebih ceria.
--
Mereka menghabiskan waktu bersama diruang tengah, sambil bercerita. Lula menceritakan kesibukannya di Bandung, Intan tentang sekolahnya, Ibu serius mendengarkan, Dan Zedi berguyon, walaupun guyonannya sedikit tidak lucu.
Lula merindukan waktu bersama seperti ini, rasanya ia kembali ke masa lalu
--
Waktu telah menunjukkan pukul 11 malam, Intan dan Ibu sudah masuk kamar. Lula dan Zedi masih diruang tengah.
“Zed.” Ucap Lula.
“Apa?” Jawabnya.
“Lets go on an adventure.” Jawab Lula sambil menyeringai.
“Where to?” Tanya Zedi penasaran.
“The lighthouse near the beach. I used to spent time with my sister there. You’ll love it.” Jawabnya antusias.
“Bilang aja kalo mau ngerokok.” Respon Zedi bernada Sarkas.
“You know me so welllah beb.”
---
Pantai Muaratanjung terlihat indah dimalam hari, Walaupun tidak ada penerangan yang berarti, Cahaya bulan purnama pada saat itu cukup terang, menambah keindahan Muaratanjung yang tidak begitu indah pada siang hari. Remang remang lampu kota dari kabupaten indramayu disebrang pantai menambah keindahan pantai itu.
“Wah ini sih keren lul.” Ucap Zedi terkesima.
“I told you kan.” Jawab Lula, Sambil terus berjalan di pasir putih.
“So, where’s the lighthouse?” Tanya Zedi.
“Up there.” Lula menunjuk ke sebuah mercusuar tua diatas bukit. Yang sudah tidak terlalu jauh dari tempat mereka berdua.
Mercusuar itu berwarna putih, dengan cahaya yang menyorot lautan diatasnya. Entah kenapa, Walaupun sudah berumur, masih terlihat sangat megah. Merekapun terus berjalan menuju Mercusuar ini.
--
Sesampainya di pintu mercusuar, Lula terlihat kecewa melihat pintunya yang dikunci.
“Goddamnit it’s locked” Keluh Lula.
“Well, it looks rusty enough” Jawab Zedi, memang gembok yang menahan pintu kayu itu sudah berkarat.
“Bisa lo buka emang?” Jawab Lula bernada meremehkan.
“Watch and learn.” Jawab Zedi sombong.
Zedi mundur beberapa langkah, dan kemudian menendang gembok berkarat itu dengan keras.
*BRAKK*
Gembok itupun jatuh dari tempatnya, Tendangan Zedi cukup keras sampai pintu itupun ikut terbuka.
“See?” Jawab Zedi puas.
--
Mereka berduapun berdiri melihat pemandangan di Puncak Mercusuar. Zedi masih terkesima atas keindahan Muaratanjung. Lula terfokus akan Bulan yang terlihat sangat besar malam ini.
“Zed liat deh bulannya. Gede banget gila.” Kata Lula, dengan nada terkejut.
“Lagi supermoon sekarang lul, gua baca barusan. Tapi kok bisa keliatan disini ya.” Jawabnya.
“Ga tau, tapi keren sih.” Respon Lula, sambil menghisap rokoknya.
“Gua suka banget tempat ini Zed, Dulu waktu gua masih kecil, gua suka bawa Intan kesini. Main bareng. Walaupun di sukawening ga ada apa apa, gua suka aja disini. I feel safe here.” Tambah Lula.
“I can see why you like it here. Pisah dari ibu sama adik pasti susah ya lul.” Kata Zedi bersimpati.
“Iya, kadang nyesel juga sih gua pindah kebandung” Jawabnya.
--
Mereka berdua hanyut dalam pesona Muaratanjung pada malam hari, Suara gelombang air yang sedang pasang menambah kenyamanan mereka. Tidak terasa mereka sudah menghabiskan waktu berjam-jam disana.
“I don’t want to leave, Zed.” Ucap Lula.
“Well, you have work to do in Bandung. Also your boss will get batshit crazy if you don’t show up to office.” Respon Zedi.
“You’re right sih.” Jawabnya.
“Pulang yuk lul. Gua cape. Udah jam setengah 2 juga.” Keluh Zedi, ia sudah terlihat lelah.
“Bentar lagi yaa ganteng. Sebatang lagi deh.” Rayu Lula. Ia kembali menyulut rokok miliknya.
“Terserah bos deh.” Ucap Zedi mengalah.
----
Aku kembali terbangun ditempat itu, Memang tempat ini tampak seperti rumahku. Persis seperti rumahku, Hanya saja suasana yang dibawa tempat ini, mencekam dan udaranya terasa berat juga lembab.
“Jangan lagi.” Ucapku dalam hati.
Kali ini, lampu diruang tengah berkedip mati nyala seperti akan menemui akhirnya. TV kuno yang ada diatas bupet yang tadinya rusak, sekarang hidup kembali. Layarnya menampilkan layar putih statis. Karpet merah yang berada di ruang tengah tampak ternoda oleh bercak bercak hitam yang bocor dari lantai atas, dan kaca di jam milik kakek sekarang pecah, Jarum jamnya pun berputar tanpa henti. Akupun berteriak memanggil ibuku, tetapi seperti yang sudah kuduga. Tidak ada yang menjawab.
Aku naik keatas tangga yang sudah usang itu. Suara derit kayu tua kembali mengikuti langkahku.
Sesampainya diatas. Diujung lorong depan pintu kamar Ibuku sudah penuh dengan suatu cairan hitam yang terus menjalar dengan kecepatan konstan, seperti organisme hidup yang harus diberi makan. Yang pertama kali aku pikirkan yaitu pergi ke kamar Intan. Akupun melangkah menuju kamarnya.
Begitu kubuka pintu kamarnya. Aku melihat intan sedang berdiri ditengah kamar, mengenakan kebaya berwarna merah, dengan rambut disanggul. Juga dengan wajah yang penuh dengan riasan. Ia tersenyum sinis kepadaku.
“Intan!” Sahutku.
“Hai teh. Gimana rasanya jadi anak yang gagal?” Katanya menyindirku.
“Sebenernya ibu sama ayah benci sama teteh. Bayangin aja gimana perasaan orang tua kalo tau anaknya suka ng*ntot sana sini, minum miras, ngerokok.” Tambah Intan menyeringai, Aku baru lihat ia seperti ini, ia menyeringai sangat besar, itu hampir tidak masuk akal.
“Udah kaya pramuria aja ya teh. Hahahahaha!” Suaranya, suaranya berganti dari suara intan yang aku kenal menjadi suara bernada rendah sekali. Ini tidak masuk akal. Apakah aku mulai gila?
“Kayanya ibu mending mati daripada punya anak kaya teteh.” Ucapnya, dengan suara rendah yang tidak mungkin manusia bisa menirunya.
“Cukup!” Kataku, aku coba menghampirinya. Tapi akupun kembali kaku, aku tidak bisa melakukan apa apa selain diam.
“Ayah juga pasti bangga punya anak kaya teteh.” Tambahnya.
Aku mulai meneteskan air mata. Perasaan ini lebih intens dari sebelumnya, aku sulit bernafas. Jantungku berdegup kencang.
Matanya, Mata Intan berubah jadi putih, kebayanya jatuh kebawah, memperlihatkan sosoknya terlanjang, kemudian keluar binatang seperti cacing, juga cairan hitam kental dari perutnya, yang keluar secara deras dan konstan, memenuhi kamarnya.
“SAMPAI KETEMU LAGI DI NERAKA, TEH! HAHAHAHAHA!!!” Teriaknya. Suara tertawaan Intan yang berubah nada dari sangat rendah, berubah menjadi sangat tinggi, Suaranya meme kikan telinga.
Dan ia terus tertawa.
Dan terus tertawa. Cairan itu mulai memenuhi ruangan, dan pada akhirnya menenggelamkanku.
--
“INTAN!” Teriak Lula.
Ia terbangun di ruang tengah rumahnya, Hanya saja sekarang rumahnya kosong, tidak ada apapun didalamnya. Sama sekali tidak ada apa apa.
Ia diselimuti oleh kegelapan disekitarnya hanya cahaya matahari subuh saja yang membantu pengelihatannya. Keringat kembali membasahi seluruh tubuhnya.
Setelah ia terdiam beberapa saat untuk mencerna apa yang baru saja terjadi, Ia mencoba untuk berdiri, Tapi tubuhnya terasa sangat lemas, butuh beberapa kali usaha sehingga ia benar benar berdiri.
Ia berlari kelantai atas, hanya untuk menemukan tidak ada siapa siapa disana. Tidak ada Ibunya, Intan, Zedi. Semuanya kosong. Ia terus memanggil Ibunya tanpa henti. Tetapi tidak ada yang menjawab.
Lula pun berlari kebawah, kehalaman belakang. Tidak ada apa apa, Tidak ada ayunan, Tidak ada Ibunya. Semuanya benar benar kosong.
Setelah menelusuri rumah tanpa henti. Ia menyerah, Lula duduk dibekas perpustakaan ayahnya, dan menangis kencang. Menangis tanpa henti. Melepas semua emosinya.
“Apa yang terjadi ya tuhan! Mengapa ini terjadi kepadaku!” Teriaknya dalam hati. Ia ingin berteriak tetapi ia sudah tidak kuat, Ia merasa sangat lemas.
Tidak lama kemudian, Seseorang mencoba mendobrak pintu depan rumah. Dan ia berhasil masuk.
“LULA!” teriak orang itu. Suaranya tidak asing bagi Lula, ia mencoba untuk menghampirinya tetapi ia sudah tidak kuat, pandangannya mulai kabur, dan ia pun jatuh dalam kegelapan.
Diubah oleh orbitalthoughts 12-12-2016 21:50
0
Kutip
Balas