- Beranda
- Stories from the Heart
KEBERUNTUNGAN ITU KUTEBUS DENGAN DARAH
...
TS
riegazendra
KEBERUNTUNGAN ITU KUTEBUS DENGAN DARAH

Cover by Pandamania80
Salam Kenal
Setelah sekian lama jadi pembaca disini akhirnya saya mutusin untuk berbagi sepenggal kisah hidup saya.
Disini saya masih newbi banget
jadi mohon maaf dan mohon bantuan juga sarannya kalau sekiranya ada kesalahan dalam penulisan atau dalam cerita yang saya buat ini saya melakukan pelanggaran-pelanggaran yang ditetapkan dalam SFTH (semoga ngga di Close atau di Baned..Piss
Momod)Sebut aja saya Riendi saya seorang istri dengan satu anak laki-laki (Macan nieh hehehe
), saya juga seorang Guru di dua sekolah. Orang bilang saya pendiam Cuma jika sudah bertemu dengan orang-orang yang klop saya bisa jadi cerewet, apalagi kalau sedang bareng-bareng dengan sahabat-sahabat saya bisa kambuh koplaknya
Kisah ini berdasarkan kisah nyata saya dengan ada sedikit penambahan pada tiap alur dan percakapan antar tokoh tanpa mengurangi atau menambahkan kejadian real nya. Demi menjaga privasi untuk setiap tokoh dalam kisah ini akan saya samarkan, begitu pula tempat kejadian.
Saya menulis kisah ini murni hanya ingin menjadikan thread ini sebagai diary saya dan sebagai pengingat saya dikala saya kehilangan semangat karena kisah ini adalah sepenggal dari jalan hidup saya yang menjadi titik balik pencapaian saya saat ini, jika kisah ini dapat dijadikan hikmah oleh para reader saya sangat bersukur. Dan sekali lagi mohon maaf jika dalam alur penulisan kurang bagus karena sebenarnya saya tidak punya basic dalam tulis menulis.
Spoiler for INDEX:
Spoiler for POV SUAMI:
Spoiler for SIDE STORY SEBELUM MENIKAH:
Spoiler for TAHAPAN PROSES BAYI TABUNG:
PART 1 Tahun 2013
Aku keluar dari kamar bercat putih dengan mata berkaca-kaca sambil meringis menahan sakit “kenapa?” tanya suamiku yang menungguku diruang tunggu karna dilarang masuk oleh bidan yang tadi menanganiku “bidannya kasar banget aku berasa dirudapaksa” bisikku pelan tepat ditelinga suamiku karena khawatir ada petugas rumah sakit yang mendengar lalu tersinggung. Setelah mengambil obat yang diresepkan dan membayarnya kami segera pulang.
Kami pasangan suami-istri yang menikah dari tahun 2004 dan kami memiliki seorang anak laki-laki yang gagah dan ganteng berusia 5tahun. Ditahun 2010 lalu aku divonis kista oleh dokter dan harus menjalani operasi, padahal saat itu aku dan suami sudah berniat untuk nambah jumlah anggota keluarga. Pasca operasi aku dinyatakan sembuh walaupun tetap aku harus jaga pola makan, aku pun mulai hidup sehat dengan konsumsi obat-obatan herbal. Tapi entah kenapa memasuki bulan Agustus tahun 2013 aku mengalami pendarahan, selalu ada bercak cokelat di celana dalamku inilah yang membuat aku akhirnya mengalami kejadian tidak enak dirumah sakit tadi “pokoknya aku ga mau lanjutin pengobatan di rumah sakit itu, cukup sekali aja tadi aku kesitu ga mau lagi-lagi” gerutuku saat aku dan suami tiba dirumah, memang aku dan suami baru pertama berobat ke rumah sakit tersebut pertimbangan kami jarak rumah sakit yang tidak begitu jauh dengan rumah kami karena masih satu kota “terus maunya gimana? Aku kan udah usulin untuk berobat kerumah sakit tempat kamu operasi dulu” sahut suamiku sambil mengelus lembut rambutku berusaha meredam emosiku, aku hanya terdiam mendengar komentarnya, memang dari awal aku mengalami pendarahan suami sudah menyarankan aku untuk check up ke rumah sakit yang dulu menanganiku saat operasi kista tapi karena rumah sakit itu letaknya cukup jauh berbeda kota dengan rumah kami yang pastinya akan memakan banyak waktu kalau harus bolak balik belum lagi waktu prakteknya terbentur dengan waktu kerjaku makanya aku coba alternatif untuk cari rumah sakit yang dekat.
Beberapa hari setelah kejadian dirumah sakit tersebut aku memutuskan untuk melakukan check up ke rumah sakit yang dulu menangani operasi kista ku “Untuk kasus ibu harapan untuk bisa hamil lagi sangat tipis makanya kami menyarankan untuk ibu melakukan bayi tabung” penjelasan dokter membuatku sangat kaget, jujur saja dari 2010 aku dan suami sudah ingin memiliki anak lagi akan tetapi karena teridentifikasi adanya kista dirahimku dan mengharuskan aku untuk operasi pembersihan kista makanya kami mundurkan niat kami untuk memiliki anak “ada baiknya saat check up kedua nanti ibu usahakan diantar suami, agar nanti suami pun paham kondisi ibu” lanjut dokter itu aku berpaling dan menatap perempuan disebelahku dia tersenyum sambil meremas jemari tanganku mungkin untuk memberi suport padaku “kebetulan hari ini suami saya sedang kerja Dok, makanya saya minta antar kakak saya” jawabku pelan mungkin hampir tidak terdengar. Memang saat itu aku meminta sahabat yang sudah sangat dekat denganku untuk menemaniku check up karena suamiku sedang berhalangan. Dia adalah sahabat yang sudah seperti kakak ku sendiri kami selalu berbagi dalam segala hal bahkan saking dekatnya kami teman-teman kerja selalu menjuluki kami Soulmate Double R atau Soulmate Renata dan Rienda “baiklah usahakan check up kedua nanti suami ibu bisa datang” ucap dokter lagi “iya terima kasih Dok” seruku seraya berdiri dari tempat duduk dan keluar dari ruang pemeriksaan, serasa tak ingin lebih lama lagi berbicara dengan dokter itu, karena kupikir semakin banyak dokter menjelaskan tentang kondisiku semakin membuat aku sesak. Ya sesak perasaan itu yang aku rasakan saat mendengar vonis dokter tadi, bayangkan perempuan mana yang tidak sedih jika divonis tidak bisa memiliki anak, walaupun saat itu dokter mengatakan masih bisa untuk aku memiliki anak walaupun harapan itu tipis “tenang Rie Lillahita’ala aja semua vonis dokter belum tentu benar, pasrah sama Allah” hibur Renata saat kami didalam mobil Trans menuju pulang aku hanya mengangguk lemah masih syok dengan vonis dokter tadi karena aku dan suami memang sangat menginginkan hadirnya seorang anak ditengah-tengah rumah tangga kami
Diubah oleh riegazendra 28-07-2019 17:11
jiyanq dan 20 lainnya memberi reputasi
19
100K
793
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
riegazendra
#78
Part 36 Kutebus dengan Darah
Setelah mendapatkan satu ciuman dari anak sulungku aku pun mau disuapi sandwich oleh suami walau tetap aku masih tak mau berkomunikasi dengan suamiku.
Sikapku memang aneh, kadang jika aku mengalami suatu hal yang buruk pasti aku akan kesal dan marah pada suamiku seolah dia lah penyebab hal buruk yang aku alami. Padahal belum tentu hal buruk itu disebabkan oleh suamiku, tapi untungnya suamiku selalu sabar menghadapi sikap anehku ini..Makasih Kaka
Seperti saat ini aku diam seribu bahasa pada suamiku, aku kesal dan marah padanya seolah dia lah penyebab stres dan pendarahan yang aku alami.
Kemudian seorang Suster menghampiri kami
“Gimana keadaannya Bu?” sapanya
“Pendarahannya ngga berenti-berenti Sus” jawabku lirih
“Darah yang keluar banyak atau sedikit?” tanya suster lagi
“Kayanya sekarang lumayan banyak Sus” jawabku
“Injeksi penguatnya udah di suntikkan?” tanya suster sekali lagi
“sudah Sus” kali ini suamiku yang menjawab
“Ya sudah istirahat dulu sambil nunggu Dokter datang” pesan Suster sambil berlalu meninggalkan kami
Kebisuan kembali menyelimuti aku dan suami, aku pura-pura sibuk dengan HP padahal saat itu tidak ada pesan yang masuk sama sekali, akhirnya suamiku bermain dengan anak sulung kami mungkin untuk mengusir kejenuhannya.
Jam 09.00 Dokter memeriksa keadaanku, langsung dilakukan USG padaku dengan sangat teliti, setiap sudut dirahimku dilihatnya melalui alat USG tersebut.
“Maaf Ibu dan Bapak karena kemarin setelah dilakukan injeksi penguat kandungan tapi pendarahan tetap tidak berhenti juga jadi dengan berat hati saya katakan kemungkinan kehamilan Ibu tidak dapat dipertahankan tapi sebetulnya janinnya belum keluar makanya coba nanti dirumah bedrest lagi semoga ada keajaiban, tapi jika sampai nanti sore pendarahannya tidak berhenti juga Ibu harus minum obat peluruh kandungan untuk membersihkan rahim Ibu, nanti obatnya saya resepkan”
Penjelasan Dokter seperti pisau tumpul berkarat yang dipaksa dihujamkan ke hatiku, aku tidak bisa berkata apa-apa bahkan untuk menangis aku sudah tidak sanggup hampa hanya itu yang aku rasakan, hampa dan kosong seakan jiwaku ikut hilang.
“Yang sabar ya Bu” kata seorang Suster menyentuh pundakku
“Terima kasih Dokter, Suster” ucap suamiku seraya memapahku keluar ruang pemeriksaan
Diluar ruang pemeriksaan kami disambut oleh Anak sulung kami yang tadi kami titipkan pada Suster di Ruang tunggu
“Ayah...Bunda” seru anakku seraya menghampiri kami
“Bunda Dede bayi?” tanya Anak sulungku
“Dede bayinya udah sama Allah Sayang” jawab suamiku mencoba menjelaskan
“Ga mau!! Aku mau punya Dede Ayah!! Bunda Aku mau punya Dede” tangis Anak sulungku yang membuat hatiku semakin sakit
Suamiku lalu menggendong Anak sulung kami meninggalkan aku yang masih berdiri mematung di Ruang tunggu, entah kemana mereka pergi.
Dari awal aku dinyatakan hamil aku dan suami memang sudah menjelaskan pada Anak kami, tidak terlalu sulit menjelaskan pada Anak kami masalah kehamilanku dan tentang akan hadirnya anggota keluarga baru dirumah kami karena Anakku sudah melihat contoh anak-anak sepupuku yang seusia dengannya menerima kehadiran seorang adik, dan karena melihat anak-anak sepupuku memiliki adik maka membuat Anakku juga sangat ingin memiliki adik.
“Bu duduk dulu” kata seorang Suster membuyarkan lamunanku lalu membimbingku untuk duduk di sebuah kursi
“Yang sabar ya Bu, kita sudah berusaha, Allah yang menentukan semuanya” hibur Suster
Aku hanya menjawab dengan anggukkan kepala.
Sepuluh menit kemudian suami dan anakku kembali menemui aku, kali ini anakku sudah tidak menangis entah apa yang dilakukan oleh suamiku untuk menenangkannya.
“Bunda” seru anak sulungku seraya memelukku
“Udah sayang, ayo ajak bunda pulang” ujar suamiku lalu membimbing kami meninggalkan ruangan itu menuju tempat mobil kami terparkir berniat untuk langsung pulang kembali ke rumah.
Sepanjang jalan kami lalui dengan kebisuan, anakku tertidur lelap dikursi belakang.
Tiba di rumah kami disambut oleh Ibuku
“Gimana?” tanya ibuku
“Ga bisa bertahan Bu” jawab suamiku pelan seolah tidak ingin kalimatnya didengar olehku
“Ya udah sabar aja” hibur ibuku sepertinya Beliau pun bingung harus melakukan apa.
Aku berlalu menuju rumahku tanpa menghiraukan Ibuku dan meninggalkan Anak sulungku bersamanya. Hatiku benar-benar sakit menerima semua kenyataan yang aku hadapi saat ini, hal yang salama ini aku perjuangkan yang sebetulnya hampir aku dapatkan tiba-tiba harus hilang dengan sekejap mata, jika bunuh diri tidak dosa mungkin sudah aku lakukan pikirku saat itu.
Aku berbaring ditempat tidur dengan tatapan kosong, sebetulnya aku sangat lelah karena semalam aku tidak tidur sama sekali, tapi rasa kecewa dan sedih membuatku tak bisa memejamkan mata
“De Aku keluar sebentar, mau nengok toko sekalian nanti aku belikan makan siang” pamit suamiku tapi tak kujawab sepatah kata pun.
Saat suamiku pergi aku langsung turun dari tempat tidurku, mengambil kantung plastik besar dan memasukkan semua hal yang berhubungan dengan Program Bayi Tabung dan Kehamilanku lalu ku taruh disamping tempat sampah
“Ngapain De?” tanya suamiku mengagetkan ku ternyata dia sudah datang kembali ke rumah, aku tak menjawab pertanyaannya hanya berlalu meninggalkannya dan kembali ketempat tidurku
“Makan dulu De, aku suapi, ini aku belikan sop biar badan kamu enakkan, dari kemarin kamu ngga makan apa-apa” kata suamiku seraya mengambil sesuap nasi hendak menyuapi aku tapi ku tolak dengan memalingkan wajahku
“Tolong De kamu makan dulu, nanti kamu malah sakit” bujuknya
Aku melihat wajahnya menatap matanya disana juga ada kesedihan dan kekecewaan yang coba dia pendam dalam-dalam. Apa yang aku rasakan pasti dirasakan juga oleh suamiku, tapi berbeda denganku dia mencoba kuat dan tegar tidak menunjukkan perasaannya mungkin itu dilakukannya demi aku, agar aku tidak semakin terpuruk.
Setelah mendapatkan satu ciuman dari anak sulungku aku pun mau disuapi sandwich oleh suami walau tetap aku masih tak mau berkomunikasi dengan suamiku.
Sikapku memang aneh, kadang jika aku mengalami suatu hal yang buruk pasti aku akan kesal dan marah pada suamiku seolah dia lah penyebab hal buruk yang aku alami. Padahal belum tentu hal buruk itu disebabkan oleh suamiku, tapi untungnya suamiku selalu sabar menghadapi sikap anehku ini..Makasih Kaka

Seperti saat ini aku diam seribu bahasa pada suamiku, aku kesal dan marah padanya seolah dia lah penyebab stres dan pendarahan yang aku alami.
Kemudian seorang Suster menghampiri kami
“Gimana keadaannya Bu?” sapanya
“Pendarahannya ngga berenti-berenti Sus” jawabku lirih

“Darah yang keluar banyak atau sedikit?” tanya suster lagi
“Kayanya sekarang lumayan banyak Sus” jawabku
“Injeksi penguatnya udah di suntikkan?” tanya suster sekali lagi
“sudah Sus” kali ini suamiku yang menjawab
“Ya sudah istirahat dulu sambil nunggu Dokter datang” pesan Suster sambil berlalu meninggalkan kami
Kebisuan kembali menyelimuti aku dan suami, aku pura-pura sibuk dengan HP padahal saat itu tidak ada pesan yang masuk sama sekali, akhirnya suamiku bermain dengan anak sulung kami mungkin untuk mengusir kejenuhannya.
Jam 09.00 Dokter memeriksa keadaanku, langsung dilakukan USG padaku dengan sangat teliti, setiap sudut dirahimku dilihatnya melalui alat USG tersebut.
“Maaf Ibu dan Bapak karena kemarin setelah dilakukan injeksi penguat kandungan tapi pendarahan tetap tidak berhenti juga jadi dengan berat hati saya katakan kemungkinan kehamilan Ibu tidak dapat dipertahankan tapi sebetulnya janinnya belum keluar makanya coba nanti dirumah bedrest lagi semoga ada keajaiban, tapi jika sampai nanti sore pendarahannya tidak berhenti juga Ibu harus minum obat peluruh kandungan untuk membersihkan rahim Ibu, nanti obatnya saya resepkan”
Penjelasan Dokter seperti pisau tumpul berkarat yang dipaksa dihujamkan ke hatiku, aku tidak bisa berkata apa-apa bahkan untuk menangis aku sudah tidak sanggup hampa hanya itu yang aku rasakan, hampa dan kosong seakan jiwaku ikut hilang.
“Yang sabar ya Bu” kata seorang Suster menyentuh pundakku
“Terima kasih Dokter, Suster” ucap suamiku seraya memapahku keluar ruang pemeriksaan
Diluar ruang pemeriksaan kami disambut oleh Anak sulung kami yang tadi kami titipkan pada Suster di Ruang tunggu
“Ayah...Bunda” seru anakku seraya menghampiri kami
“Bunda Dede bayi?” tanya Anak sulungku
“Dede bayinya udah sama Allah Sayang” jawab suamiku mencoba menjelaskan
“Ga mau!! Aku mau punya Dede Ayah!! Bunda Aku mau punya Dede” tangis Anak sulungku yang membuat hatiku semakin sakit

Suamiku lalu menggendong Anak sulung kami meninggalkan aku yang masih berdiri mematung di Ruang tunggu, entah kemana mereka pergi.
Dari awal aku dinyatakan hamil aku dan suami memang sudah menjelaskan pada Anak kami, tidak terlalu sulit menjelaskan pada Anak kami masalah kehamilanku dan tentang akan hadirnya anggota keluarga baru dirumah kami karena Anakku sudah melihat contoh anak-anak sepupuku yang seusia dengannya menerima kehadiran seorang adik, dan karena melihat anak-anak sepupuku memiliki adik maka membuat Anakku juga sangat ingin memiliki adik.
“Bu duduk dulu” kata seorang Suster membuyarkan lamunanku lalu membimbingku untuk duduk di sebuah kursi
“Yang sabar ya Bu, kita sudah berusaha, Allah yang menentukan semuanya” hibur Suster
Aku hanya menjawab dengan anggukkan kepala.
Sepuluh menit kemudian suami dan anakku kembali menemui aku, kali ini anakku sudah tidak menangis entah apa yang dilakukan oleh suamiku untuk menenangkannya.
“Bunda” seru anak sulungku seraya memelukku
“Udah sayang, ayo ajak bunda pulang” ujar suamiku lalu membimbing kami meninggalkan ruangan itu menuju tempat mobil kami terparkir berniat untuk langsung pulang kembali ke rumah.
Sepanjang jalan kami lalui dengan kebisuan, anakku tertidur lelap dikursi belakang.
Tiba di rumah kami disambut oleh Ibuku
“Gimana?” tanya ibuku
“Ga bisa bertahan Bu” jawab suamiku pelan seolah tidak ingin kalimatnya didengar olehku
“Ya udah sabar aja” hibur ibuku sepertinya Beliau pun bingung harus melakukan apa.
Aku berlalu menuju rumahku tanpa menghiraukan Ibuku dan meninggalkan Anak sulungku bersamanya. Hatiku benar-benar sakit menerima semua kenyataan yang aku hadapi saat ini, hal yang salama ini aku perjuangkan yang sebetulnya hampir aku dapatkan tiba-tiba harus hilang dengan sekejap mata, jika bunuh diri tidak dosa mungkin sudah aku lakukan pikirku saat itu.
Aku berbaring ditempat tidur dengan tatapan kosong, sebetulnya aku sangat lelah karena semalam aku tidak tidur sama sekali, tapi rasa kecewa dan sedih membuatku tak bisa memejamkan mata
“De Aku keluar sebentar, mau nengok toko sekalian nanti aku belikan makan siang” pamit suamiku tapi tak kujawab sepatah kata pun.
Saat suamiku pergi aku langsung turun dari tempat tidurku, mengambil kantung plastik besar dan memasukkan semua hal yang berhubungan dengan Program Bayi Tabung dan Kehamilanku lalu ku taruh disamping tempat sampah
“Ngapain De?” tanya suamiku mengagetkan ku ternyata dia sudah datang kembali ke rumah, aku tak menjawab pertanyaannya hanya berlalu meninggalkannya dan kembali ketempat tidurku
“Makan dulu De, aku suapi, ini aku belikan sop biar badan kamu enakkan, dari kemarin kamu ngga makan apa-apa” kata suamiku seraya mengambil sesuap nasi hendak menyuapi aku tapi ku tolak dengan memalingkan wajahku
“Tolong De kamu makan dulu, nanti kamu malah sakit” bujuknya
Aku melihat wajahnya menatap matanya disana juga ada kesedihan dan kekecewaan yang coba dia pendam dalam-dalam. Apa yang aku rasakan pasti dirasakan juga oleh suamiku, tapi berbeda denganku dia mencoba kuat dan tegar tidak menunjukkan perasaannya mungkin itu dilakukannya demi aku, agar aku tidak semakin terpuruk.
jiyanq memberi reputasi
1