- Beranda
- Stories from the Heart
Novel : Kisah Para Keturunan Bajak Laut
...
TS
sun81
Novel : Kisah Para Keturunan Bajak Laut

Sejak dulu suka sekali menulis......membayangkan berbagai petualangan mulai yang manis, dramatis hingga romantis. Ini adalah karya novel pertamaku tentang petualangan. Sudah pernah kutulis di forum Lounge tapi banyak yang pada protes n pembacanya kurang

semoga di forum ini lebih banyak peminatnya
Baiklah, selamat menikmati ya! En bantu doanya supaya bisa diterbitkan dalam bentuk fisik.
Spoiler for :
Bila Petualangan penyihir cilik di belahan dunia Eropa dan kisah romantis manusia dan vampir dari Amerika bisa menembus pasar dunia, maka kisah pirates cilik pun seharusnya bisa juga kan?
Untuk updatenya dipastikan sebulan sekali tapi tergantung kuota ya.......maklum penulis modal pas-pasan

Untuk updatenya dipastikan sebulan sekali tapi tergantung kuota ya.......maklum penulis modal pas-pasan
Spoiler for Prolog:
Selama berabad-abad yang lampau, laut merupakan tempat terkaya di muka bumi. Ketika Laut menjadi jalan untuk mencapai penjuru dunia, menukar sutra dan rempah, menjadikan setiap tetes anggur berubah ke setiap keping emas dan perak, laut adalah surga bagi para penguasanya.
Hingga lahirlah para penguasa yang lebih besar lagi. Para penguasa yang serakah yang ingin menguasai semua kekayaan laut dan mencicipi sedikit banyak kenikmatan daratan. Bajak Laut. Nama-nama mereka dibisikkan dengan ketakutan di setiap deburan ombak dan setiap mendekati pantai, diteriakkan dengan jeritan yang takkan pernah dilupakan oleh semua tempat yang pernah disinggahinya.
Mereka mengambil semua yang dapat disentuh, menenggak semua yang dapat dinikmati lidah dan menghancurkan semua yang dapat diratakan.
Lebih dari tiga abad laut dan darat mereka jadikan sarang. Dan ketika puncaknya dunia semakin terasa sempit, mereka, para bajak laut mulai merasa tidak puas. Mereka mulai melirik bagian dari para bajak laut lainnya. Mereka mulai berperang antar sesama mereka. Mulai saling menghancurkan. Tidak lagi menghormati peraturan yang dulu mereka tegakkan dan mencari kepuasan sendiri dengan lebih serakah lagi.
Hingga terbelahlah laut dan kekuasaannya. Kelompok-kelompok yang merasa ketakutan mencoba berlindung di kubu-kubu yang lebih kuat. Kubu-kubu yang masih memegang prinsip dengan bayaran yang setimpal.
Tapi itu tak berlangsung lama. Ketika bulan pernama datang, di tengah ketenangan laut, terjadilah perang besar memecahkan kesunyian lautan. Dua kubu yang berbeda prinsip, berbeda pemimpin, berbeda tujuan dengan bantuan sekutu masing-masing saling menghancurkan. Pertempuran yang terjadi tujuh belas hari tujuh belas malam itu merusak kehidupan banyak pihak, sehingga pemerintahan beberapa kerajaan memutuskan untuk terlibat.
Son of Sea, kubu penguasa Timur dan Barat, di tengah tekanan kematian dan kekalahan melakukan kesepakatan dengan Kerajaan Inggris yang memiliki armada laut terbesar. Dengan menyerahkan lebih dari seribu peta tempat penyimpanan harta kekayaan miliknya dan para sekutunya, Son Of Sea diselamatkan dan dipulihkan seluruh kekuasaannya sebagai rakyat.
Dark Seas, kubu Utara dan Selatan, yang memiliki armada dua kali lipat daripada Son of Sea, akhirnya takluk di hadapan armada Inggris dan para sekutunya. Lebih dari seribu pengikut Dark Seas dihukum mati, sedangkan ratusan lainnya berhasil melarikan diri dan lenyap di telan kegelapan malam. Yang tertinggal hanyalah kapal induk Dark Starship bersama lebih dari tiga ribu peta harta karun.
Selama berabad-abad lamanya kekayaan-kekayaan yang tersimpan mulai ditemukan. Ujung Utara Selatan, Barat ke Timur, semua tempat diaduk-aduk sekutu pemenang. Tapi, ternyata para sekutu hanya mampu memperoleh sebagian kecil dari seluruh peta yang ada. Dan di luar sana masih menanti kekayaan-kekayaan berlimpah untuk ditemukan. Berpacu dengan waktu dan para keturunan pengikut Dark Seas, Pemerintah, dan sekutunya membentuk kembali kubu Son of Sea.
Hingga lahirlah para penguasa yang lebih besar lagi. Para penguasa yang serakah yang ingin menguasai semua kekayaan laut dan mencicipi sedikit banyak kenikmatan daratan. Bajak Laut. Nama-nama mereka dibisikkan dengan ketakutan di setiap deburan ombak dan setiap mendekati pantai, diteriakkan dengan jeritan yang takkan pernah dilupakan oleh semua tempat yang pernah disinggahinya.
Mereka mengambil semua yang dapat disentuh, menenggak semua yang dapat dinikmati lidah dan menghancurkan semua yang dapat diratakan.
Lebih dari tiga abad laut dan darat mereka jadikan sarang. Dan ketika puncaknya dunia semakin terasa sempit, mereka, para bajak laut mulai merasa tidak puas. Mereka mulai melirik bagian dari para bajak laut lainnya. Mereka mulai berperang antar sesama mereka. Mulai saling menghancurkan. Tidak lagi menghormati peraturan yang dulu mereka tegakkan dan mencari kepuasan sendiri dengan lebih serakah lagi.
Hingga terbelahlah laut dan kekuasaannya. Kelompok-kelompok yang merasa ketakutan mencoba berlindung di kubu-kubu yang lebih kuat. Kubu-kubu yang masih memegang prinsip dengan bayaran yang setimpal.
Tapi itu tak berlangsung lama. Ketika bulan pernama datang, di tengah ketenangan laut, terjadilah perang besar memecahkan kesunyian lautan. Dua kubu yang berbeda prinsip, berbeda pemimpin, berbeda tujuan dengan bantuan sekutu masing-masing saling menghancurkan. Pertempuran yang terjadi tujuh belas hari tujuh belas malam itu merusak kehidupan banyak pihak, sehingga pemerintahan beberapa kerajaan memutuskan untuk terlibat.
Son of Sea, kubu penguasa Timur dan Barat, di tengah tekanan kematian dan kekalahan melakukan kesepakatan dengan Kerajaan Inggris yang memiliki armada laut terbesar. Dengan menyerahkan lebih dari seribu peta tempat penyimpanan harta kekayaan miliknya dan para sekutunya, Son Of Sea diselamatkan dan dipulihkan seluruh kekuasaannya sebagai rakyat.
Dark Seas, kubu Utara dan Selatan, yang memiliki armada dua kali lipat daripada Son of Sea, akhirnya takluk di hadapan armada Inggris dan para sekutunya. Lebih dari seribu pengikut Dark Seas dihukum mati, sedangkan ratusan lainnya berhasil melarikan diri dan lenyap di telan kegelapan malam. Yang tertinggal hanyalah kapal induk Dark Starship bersama lebih dari tiga ribu peta harta karun.
Selama berabad-abad lamanya kekayaan-kekayaan yang tersimpan mulai ditemukan. Ujung Utara Selatan, Barat ke Timur, semua tempat diaduk-aduk sekutu pemenang. Tapi, ternyata para sekutu hanya mampu memperoleh sebagian kecil dari seluruh peta yang ada. Dan di luar sana masih menanti kekayaan-kekayaan berlimpah untuk ditemukan. Berpacu dengan waktu dan para keturunan pengikut Dark Seas, Pemerintah, dan sekutunya membentuk kembali kubu Son of Sea.

❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Suka dengan petualangan Aramos dkk......silahkan preorder langsung dgn dm ig @littlesun81
**Beberapa bagian dan bab telah saya edit/blur ya.......Mohon maaf untuk yang baru mulai membaca dan belum selesai 🙏🙏
Silahkan hilangkan rasa penasaran dengan memesan bukunya👍👍GBUs
#winddoghss
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Bab 1 A - B
Bab 2 A - C
Bab 3 A - B
Bab 3 C
Bab 4 A - C
Bab 5 A - B
Bab 6
Bab 7 A - B
Bab 8 A - B
Bab 9 A - B
Bab 10 A - B
Bab 10 C - D
Bab 10 E - F
Bab 11 A - B
Bab 11 C - D
Bab 12 A - B
Bab 13 A - B
Bab 13 C
Bab 14 A - B
Bab 15 A
Bab 15 B
Bab 15 C
Bab 16 A - B
Bab 16 C
Bab 17
Bab 18 A - B
Bab 18 C
Bab 19 A
Bab 19 B
Bab 20 A - B
Bab 21 A - B
Bab 21 C - D
Bab 21 E - F
Bab 21 G
Ane mau nanya
(Mohon berkenan di jawab)
Bab 22 A - B
Bab 22 C
Bab 23 A
Bab 23 B
Bab 24 A
Bab 24 B
Bab 25 A
Bab 25 B (Tamat)
Spoiler for KaryaQu yang lain...... (mampir ya!):
Diubah oleh sun81 29-06-2025 00:18
2
33.6K
Kutip
216
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
sun81
#118
Maaf........Bulan ini agak terlambat.......Terima kasih udah tetap nungguin. Gbu all.
Julio berhasil membawa mereka keluar dari ruang data kurang dari lima menit. Bogo yang tertidur di atas sofa tampak begitu lelap. Rampo tertidur di atas peti dekat perapian. Walaupun kelihatan kurang nyaman, tapi pria kerdil itu juga terlelap sambil mendengkur pelan.
Mereka berhasil mencapai ruangan tempat Miss Rynbou dan Andrea langsung melepaskan kait penahan pintu, menutup dan mengunci pintu dengan pelan.
Ruangan yang mereka masuki ternyata perabotannya sangat sedikit. Hanya ada sebuah meja, tiga kursi kayu, sebuah peti kecil dan lemari kecil tempat makanan dan minuman.
Bill mengambil inisistif pertama untuk minum, disusul ketiga sahabatnya. Mereka baru sadar ternyata mereka benar-benar sudah sangat kehausan.
“Kita tidak boleh lama-lama. Kuperiksa dulu jendela itu.” Julio menunjuk ke sebuah jendela yang hanya ditutupi gorden.
Angin memang masuk leluasa ke ruangan itu, tapi tidak terlalu keras. Karena jendela itu menghadap dan hanya semeter dari dinding batu. Tapi itu juga menjelaskan kenapa tidak ada kertas, buku atau apapun di ruangan itu yang sifatnya ringan. Angin yang masuk akan cukup membuat tempat itu berantakan.
“Masukkan lagi semua ini ke lemari, Bill. Kalau tidak mereka akan jatuh dan bunyinya pasti cukup membangunkan mereka” Andrea menyerahkan dua gelas perunggu ke Bill yang disambutnya dengan cepat.
Bill mengunci lemari sementara Aramos memeriksa peti kecil di dekat pintu dan Andrea menahan kursi yang dinaiki Julio.
“Baiklah. Jendela ini akan jadi jalan keluar kita. Apa itu Aramos?”
Aramos memandang Julio dan kembali ke dalam tas kulit yang ditemukannya di dalam peti. Ada dua buah tas yang ukuran dan warnanya sama. Tapi bukan itu yang membuat Aramos terpana.
“Apakah menurut kalian ini panah Vajer?” Aramos mengangkat sebuah tabung kaca transparan yang tebal dan terlihat berat.
Tabung itu berisi empat anak panah. Panah besi dengan bentuk tapal kuda di ujungnya dan di ujung lain, bagian tajamnya seperti jarum, terbenam di antara kapas yang berwarna kekuning-kuningan di dasar tabung
“Sialan. Mereka berhasil membuatnya” Julio mengangkat tas lain dan melihat isinya. Sama seperti yang digenggam Aramos “Kita bawa ini”
Segera saja masing-masing dari mereka memiliki tas untuk dibawa dan dijaga. Bill dan Andrea memegang tas kapten Bombersfish Junior sedangkan Julio dan Aramos memegang tas berisi panah Vajer.
Mereka segera keluar dari jendela yang tadi diperiksa oleh Julio. Sungguh menakjubkan mereka mampu keluar dari jendela itu dengan cukup cepat. Bahkan Bill hanya mengalami sedikit kesulitan. Tampaknya adrenalin mereka bekerja dengan baik di saat yang tepat.
Mereka memutar dan menemukan pintu depan. Angin dan hujan masih cukup keras, bahkan sebuah petir tampak menyambar di tengah lautan. Tapi mereka harus nekat pergi. Mereka tidak punya waktu menunggu badai mereda.
Dengan serempak mereka memandang ke arah lubang mereka keluar tadi. Tapi pemandangan yang mereka lihat membuat mereka pucat. Sebuah pohon sangat besar telah tumbang dan jatuh menutupi lubang tadi. Tampaknya pohon itu tadinya berdiri di atas lubang itu, tapi dinding batu yang longsor membuatnya jatuh walaupun akar-akarnya yang besar sebagian masih tergantung di tanah yang jaraknya lima meter di atas pasir pantai.
“Kita harus mencari jalan lain” Bill mencoba mengontrol teriakannya agar tidak lebih kuat dari suara badai tapi masih bisa di dengar yang lain.
Julio memberi kode agar mereka menuju ke arah pohon tumbang itu. Selain jaraknya yang jauh akan membuat komunikasi mereka tidak terdengar, juga setidaknya untuk sementara menjauhkan mereka dari para penculik.
Mereka mencapai pohon tumbang dengan susah payah. Andrea yang badannya paling kecil mencoba masuk diantara dahan-dahan, tapi hasilnya nihil. Dahan pohon itu tidak beraturan, sangat rapat dan banyak yang patah.
“Lihat, ada tangga” seru Bill menunjuk sebuah tangga besi yang melekat di dinding batu dan letaknya sekitar dua puluh meter dari mereka berdiri.
Tapi saat yang bersamaan sebuah halilintar menyambar tangga itu membuat mereka berempat serentak mundur beberapa langkah.
“Kurasa kini kita tahu kenapa para DST itu tidak memaksakan diri melanjutkan perjalanan” Bill mengusap wajahnya yang basah dengan cepat.
Mereka berempat segera menengok ke kiri dan kanan. Melihat sudut-sudut garis pantai yang lebarnya hanya beberapa puluh meter mencari jalan keluar lain. Tidak ada. Kedua sisi pantai dibatasi dinding karang yang menjulang tinggi.
“Kurasa ini dapat menjadi tangga kita” Aramos memandang pohon yang tumbang dan menatap ketiga sahabatnya menunggu persetujuan.
Pohon yang tumbang itu terlihat basah dan pasti batang-batang besarnya sedikit licin. Tapi melihat posisi jatuhnya dan masih begitu banyak akar tunggang berukuran besar yang terhubung dengan tanah tempat berdirinya tadi, pohon itu dapat dikatakan sebagai alat meloloskan diri terbaik mereka saat ini, apalagi dibandingkan dengan tangga besi tadi.
“Yup, kurasa benar. Ini adalah tangga kita” Julio mengangguk dan langsung mulai memanjat pohon tumbang itu dengan hati-hati.
Aramos menunggu beberapa saat lalu menyusulnya dengan pelan. Batang-batang itu memang licin.
“Tunggu. Tunggu dulu. Ini bukan tangga. Dia bahkan tidak memiliki anak tangga. Ini adalah pohon, pohon yang tumbang. Dia hanya memiliki batang yang licin dan ratusan dahan patah.” Bill berseru panik.
Andrea mendorong Bill “ Aramos benar. Ini adalah tangga kita, Bill. Ayo mulailah memanjat”
Bill hendak protes lagi, tapi melihat tatapan Andrea dia pun mengerti. Mereka tidak memiliki pilihan lain.
Julio hampir jatuh karena tergelincir tapi Aramos dengan sigap menahan salah satu sisi pinggang celananya. Akhirnya mereka berdua setelah beberapa menit saling menopang dan menarik satu sama lain dapat tiba di atas dengan selamat walaupun beberapa bagian baju mereka sudah robek tersangkut dahan-dahan patah.
Bill dan Andrea pun melakukan hal yang sama setelah memperhatikan yang dilakukan Julio dan Aramos. Tapi mereka berdua mengalami kelelahan sehingga beberapa meter sebelum mencapai bagian akar yang berlumpur, mereka perlu dibantu oleh Aramos dan Julio.
Dengan kekuatan yang tersisa, Aramos dan Julio menarik Bill dan Andrea bersamaan tepat sebelum mereka jatuh karena terpeleset.
Beberapa menit mereka duduk berdiam diri sambil memandang pantai dan melihat ke bangunan tempat mereka di sekap. Hujan dan angin sudah mulai mereda, tapi tampaknya para penghuni bangunan belum ada yang bangun apalagi mengetahui mereka telah melarikan diri.
“Kita harus bergerak” Julio membantu Bill berdiri dan menatap sekitar mereka.
Mereka kini berada di hutan dengan pohon-pohon besar dan banyak sekali tumbuhan liar. Ada satu jalan setapak terlihat. Jalan yang berasal dari tangga yang ditunjuk Bill tadi hingga menembus ke balik pohon.
Tanpa dikomando mereka bergerak dalam diam mengikuti jalan setapak itu. Jalan itu berlumpur dan beberapa tanaman liar menghambat laju jalan mereka. Tapi dari beberapa patahan ranting dan rumput, jelas sekali jalan setapak itu akhir-akhir ini sering dilewati. Dan tanpa bertanya mereka berempat tahu para keturunan DST adalah orang-orang yang melewatinya.
Hampir lima menit mereka berjalan mengikuti jalan setapak hingga sampai di jalan yang lebih lebar. Sama-sama jalan tanah, hanya saja tampak sering dilewati kendaraan atau setidaknya jalan itu memang sengaja di buat untuk itu.
Spoiler for Bab 20 A:
Julio berhasil membawa mereka keluar dari ruang data kurang dari lima menit. Bogo yang tertidur di atas sofa tampak begitu lelap. Rampo tertidur di atas peti dekat perapian. Walaupun kelihatan kurang nyaman, tapi pria kerdil itu juga terlelap sambil mendengkur pelan.
Mereka berhasil mencapai ruangan tempat Miss Rynbou dan Andrea langsung melepaskan kait penahan pintu, menutup dan mengunci pintu dengan pelan.
Ruangan yang mereka masuki ternyata perabotannya sangat sedikit. Hanya ada sebuah meja, tiga kursi kayu, sebuah peti kecil dan lemari kecil tempat makanan dan minuman.
Bill mengambil inisistif pertama untuk minum, disusul ketiga sahabatnya. Mereka baru sadar ternyata mereka benar-benar sudah sangat kehausan.
“Kita tidak boleh lama-lama. Kuperiksa dulu jendela itu.” Julio menunjuk ke sebuah jendela yang hanya ditutupi gorden.
Angin memang masuk leluasa ke ruangan itu, tapi tidak terlalu keras. Karena jendela itu menghadap dan hanya semeter dari dinding batu. Tapi itu juga menjelaskan kenapa tidak ada kertas, buku atau apapun di ruangan itu yang sifatnya ringan. Angin yang masuk akan cukup membuat tempat itu berantakan.
“Masukkan lagi semua ini ke lemari, Bill. Kalau tidak mereka akan jatuh dan bunyinya pasti cukup membangunkan mereka” Andrea menyerahkan dua gelas perunggu ke Bill yang disambutnya dengan cepat.
Bill mengunci lemari sementara Aramos memeriksa peti kecil di dekat pintu dan Andrea menahan kursi yang dinaiki Julio.
“Baiklah. Jendela ini akan jadi jalan keluar kita. Apa itu Aramos?”
Aramos memandang Julio dan kembali ke dalam tas kulit yang ditemukannya di dalam peti. Ada dua buah tas yang ukuran dan warnanya sama. Tapi bukan itu yang membuat Aramos terpana.
“Apakah menurut kalian ini panah Vajer?” Aramos mengangkat sebuah tabung kaca transparan yang tebal dan terlihat berat.
Tabung itu berisi empat anak panah. Panah besi dengan bentuk tapal kuda di ujungnya dan di ujung lain, bagian tajamnya seperti jarum, terbenam di antara kapas yang berwarna kekuning-kuningan di dasar tabung
“Sialan. Mereka berhasil membuatnya” Julio mengangkat tas lain dan melihat isinya. Sama seperti yang digenggam Aramos “Kita bawa ini”
Segera saja masing-masing dari mereka memiliki tas untuk dibawa dan dijaga. Bill dan Andrea memegang tas kapten Bombersfish Junior sedangkan Julio dan Aramos memegang tas berisi panah Vajer.
Mereka segera keluar dari jendela yang tadi diperiksa oleh Julio. Sungguh menakjubkan mereka mampu keluar dari jendela itu dengan cukup cepat. Bahkan Bill hanya mengalami sedikit kesulitan. Tampaknya adrenalin mereka bekerja dengan baik di saat yang tepat.
Mereka memutar dan menemukan pintu depan. Angin dan hujan masih cukup keras, bahkan sebuah petir tampak menyambar di tengah lautan. Tapi mereka harus nekat pergi. Mereka tidak punya waktu menunggu badai mereda.
Dengan serempak mereka memandang ke arah lubang mereka keluar tadi. Tapi pemandangan yang mereka lihat membuat mereka pucat. Sebuah pohon sangat besar telah tumbang dan jatuh menutupi lubang tadi. Tampaknya pohon itu tadinya berdiri di atas lubang itu, tapi dinding batu yang longsor membuatnya jatuh walaupun akar-akarnya yang besar sebagian masih tergantung di tanah yang jaraknya lima meter di atas pasir pantai.
“Kita harus mencari jalan lain” Bill mencoba mengontrol teriakannya agar tidak lebih kuat dari suara badai tapi masih bisa di dengar yang lain.
Julio memberi kode agar mereka menuju ke arah pohon tumbang itu. Selain jaraknya yang jauh akan membuat komunikasi mereka tidak terdengar, juga setidaknya untuk sementara menjauhkan mereka dari para penculik.
Mereka mencapai pohon tumbang dengan susah payah. Andrea yang badannya paling kecil mencoba masuk diantara dahan-dahan, tapi hasilnya nihil. Dahan pohon itu tidak beraturan, sangat rapat dan banyak yang patah.
“Lihat, ada tangga” seru Bill menunjuk sebuah tangga besi yang melekat di dinding batu dan letaknya sekitar dua puluh meter dari mereka berdiri.
Tapi saat yang bersamaan sebuah halilintar menyambar tangga itu membuat mereka berempat serentak mundur beberapa langkah.
“Kurasa kini kita tahu kenapa para DST itu tidak memaksakan diri melanjutkan perjalanan” Bill mengusap wajahnya yang basah dengan cepat.
Mereka berempat segera menengok ke kiri dan kanan. Melihat sudut-sudut garis pantai yang lebarnya hanya beberapa puluh meter mencari jalan keluar lain. Tidak ada. Kedua sisi pantai dibatasi dinding karang yang menjulang tinggi.
“Kurasa ini dapat menjadi tangga kita” Aramos memandang pohon yang tumbang dan menatap ketiga sahabatnya menunggu persetujuan.
Pohon yang tumbang itu terlihat basah dan pasti batang-batang besarnya sedikit licin. Tapi melihat posisi jatuhnya dan masih begitu banyak akar tunggang berukuran besar yang terhubung dengan tanah tempat berdirinya tadi, pohon itu dapat dikatakan sebagai alat meloloskan diri terbaik mereka saat ini, apalagi dibandingkan dengan tangga besi tadi.
“Yup, kurasa benar. Ini adalah tangga kita” Julio mengangguk dan langsung mulai memanjat pohon tumbang itu dengan hati-hati.
Aramos menunggu beberapa saat lalu menyusulnya dengan pelan. Batang-batang itu memang licin.
“Tunggu. Tunggu dulu. Ini bukan tangga. Dia bahkan tidak memiliki anak tangga. Ini adalah pohon, pohon yang tumbang. Dia hanya memiliki batang yang licin dan ratusan dahan patah.” Bill berseru panik.
Andrea mendorong Bill “ Aramos benar. Ini adalah tangga kita, Bill. Ayo mulailah memanjat”
Bill hendak protes lagi, tapi melihat tatapan Andrea dia pun mengerti. Mereka tidak memiliki pilihan lain.
Julio hampir jatuh karena tergelincir tapi Aramos dengan sigap menahan salah satu sisi pinggang celananya. Akhirnya mereka berdua setelah beberapa menit saling menopang dan menarik satu sama lain dapat tiba di atas dengan selamat walaupun beberapa bagian baju mereka sudah robek tersangkut dahan-dahan patah.
Bill dan Andrea pun melakukan hal yang sama setelah memperhatikan yang dilakukan Julio dan Aramos. Tapi mereka berdua mengalami kelelahan sehingga beberapa meter sebelum mencapai bagian akar yang berlumpur, mereka perlu dibantu oleh Aramos dan Julio.
Dengan kekuatan yang tersisa, Aramos dan Julio menarik Bill dan Andrea bersamaan tepat sebelum mereka jatuh karena terpeleset.
Beberapa menit mereka duduk berdiam diri sambil memandang pantai dan melihat ke bangunan tempat mereka di sekap. Hujan dan angin sudah mulai mereda, tapi tampaknya para penghuni bangunan belum ada yang bangun apalagi mengetahui mereka telah melarikan diri.
“Kita harus bergerak” Julio membantu Bill berdiri dan menatap sekitar mereka.
Mereka kini berada di hutan dengan pohon-pohon besar dan banyak sekali tumbuhan liar. Ada satu jalan setapak terlihat. Jalan yang berasal dari tangga yang ditunjuk Bill tadi hingga menembus ke balik pohon.
Tanpa dikomando mereka bergerak dalam diam mengikuti jalan setapak itu. Jalan itu berlumpur dan beberapa tanaman liar menghambat laju jalan mereka. Tapi dari beberapa patahan ranting dan rumput, jelas sekali jalan setapak itu akhir-akhir ini sering dilewati. Dan tanpa bertanya mereka berempat tahu para keturunan DST adalah orang-orang yang melewatinya.
Hampir lima menit mereka berjalan mengikuti jalan setapak hingga sampai di jalan yang lebih lebar. Sama-sama jalan tanah, hanya saja tampak sering dilewati kendaraan atau setidaknya jalan itu memang sengaja di buat untuk itu.
Spoiler for Bab 20 B:
Diseberang jalan ada jalan setapak lain sama seperti yang mereka lewati tadi, tapi Julio menunjuk arah yang berbeda.
“Kita ikuti jalan lebar ini. Mungkin saja kita menemukan rumah salah satu pejabat sekutu, petinggi Dolphin atau para petinggi SOS”
Sekali lagi mereka berjalan dalam diam. Tapi kali ini jalan mereka jauh lebih lambat. Akhirnya setelah lebih dari sepuluh menit mereka tiba di persimpangan. Julio yang berjalan di depan memilih arah kanan dan beberapa ratus meter kemudian mereka tiba lagi di persimpangan.
“Kau tahu tidak arah pilihanmu?” Andrea berseru keras dengan kesal.
Hujan kembali mengguyur mereka dengan keras, tapi untunglah tidak diikuti angin.
“Kalau kau mau, silahkan memimpin!” Julio berkacak pinggang tidak kalah kesal.
Mereka semua sudah sangat kelelahan dan cuaca yang tidak bersahabat membuat emosi mereka menjadi tidak stabil.
Andrea mendengus dan berjalan ke sisi jalan sambil menyepak rumput dengan gusar. Tiba-tiba seekor kodok melompat ke dada Andrea membuatnya terkejut. Dia berusaha mengusirnya sambil tanpa sadar mundur ke semak-semak. Detik berikutnya dia terjatuh dan terguling.
Bill berteriak dan berlari hendak menggapai Andrea. Tapi dia pun jatuh terguling. Aramos dan Julio serempak menyusul kedua sahabat mereka. Awalnya mereka masih dapat menjaga keseimbangan di kemiringan tanah yang cukup curam, tapi karena lumpur dan hujan mereka pun ikut-ikutan terguling.
Beruntung tanah yang curam hanya beberapa meter, sehingga beberapa detik kemudian mereka telah terduduk di kubangan lumpur di bagian tanah yang datar.
“Ada yang terluka?” Aramos memandang khawatir ke yang lain.
Bill menggeleng diikuti Andrea. Julio tidak berkata apa-apa tapi wajahnya yang kesal menunjukkan bahwa dia baik-baik saja secara fisik.
“Maaf” Andrea berbisik pelan.
“Sudah biasa” Julio berdiri dan memeriksa tasnya.
“Aku benar-benar tidak bermaksud mencelakakan kalian. Aku juga tidak tahu kalau di situ tanahnya curam”
“Ya, tentu saja kamu tidak tahu. Tapi apa susahnya sekali-kali mengikuti instruksi. Dengan demikian resiko bisa kita minimalisir. Bahkan resikonya nol bila kita tidak gegabah. Kali ini kita sungguh beruntung hanya jatuh dari ketinggian tidak seberapa. Tapi coba bayangkan jika ini jurang. Jangankan menolong SOS, kita bahkan mungkin sudah mati karena kebodohanmu”
“Tuan Bobroch, Gopac dan Daniel Broom” Bill berseru tiba-tiba membuat Julio yang dipuncak kemarahan hanya ternganga.
Aramos dan Andrea pun tidak kalah terkejut.
“Bill? Kau baik-baik saja?”
“Tentu saja, Aramos. Aku hanya teringat kembali kejadian ketika kita mendengar Daniel Broom dipaksa oleh orang-orang yang tidak kita ketahui beberapa waktu lalu. Pantas saja suara Tuan Bobroch dan Gopac seakan-akan pernah kudengar” Bill tertawa lebar “Mereka berdua adalah orang-orang yang memaksa Daniel Broom saat itu”
Julio menarik Bill berdiri, sementara Andrea dan Aramos sudah melakukannya lebih dulu.
“Kurasa kau benar, Bill. Setelah kuingat-ingat lagi, Tuan Bobroch memang suaranya sangat khas” Aramos mengangguk yakin “Tapi, kenapa Daniel Broom bisa berhubungan dengan orang-orang seperti mereka?”
“Karena Daniel Broom adalah juga DST” Andrea menggumam kasar.
“Dan itu menjelaskan mengapa kita sudah di tunggu di gua. Kita sejak awal sudah diarahkan melalui buku The State yang kalian temukan dan kemudian terus diawasi. DST merencanakan semua ini dan mereka melibatkan Nytes. Entah berapa Nytes, tapi salah satunya pastilah Daniel Broom” Julio mengibaskan rambutnya dengan kasar “Kita dan semua rasa penasaran kita karena berdarah Bajak Laut membuat rencana mereka dipastikan berhasil cepat atau lambat”
Mereka berempat membiarkan air hujan memukul seluruh bagian tubuh mereka selama beberapa menit. Setengah berharap rasa dingin yang menyerang dapat menghapuskan sedikit rasa marah dan putus asa yang kini mulai menyerang dan berkecamuk di masing-masing diri mereka.
“Jangan bergerak! Aku punya senjata. Angkat tangan! Siapa kalian?” Suara serak memecah gerimis hujan dengan kasar dan penuh ancaman.
Tanpa dikomando mereka berempat langsung mengangkat tangan. Dan Aramos berbalik perlahan melihat asal suara. Dari tirai gerimis, walaupun dalam kegelapan malam, terlihat jelas sebuah moncong senjata laras panjang hanya beberapa meter dari wajahnya. Dibalik senjata itu, seorang pria tua agak bungkuk berwajah masam sedang melotot ke arah mereka dengan sebelah matanya yang berkeriput dan sebelah mata yang terdapat bekas luka parah namun tidak ditutupi apapun. Aramos langsung mengenalinya sebagai pria tua yang bertabrakan dengannya pada hari pertama dia di Eightlyst State Ship.
“Nytes? Kalian para Nytes….. Sedang apa kalian di sini?” bentaknya lebih kasar lagi.
“Kita ikuti jalan lebar ini. Mungkin saja kita menemukan rumah salah satu pejabat sekutu, petinggi Dolphin atau para petinggi SOS”
Sekali lagi mereka berjalan dalam diam. Tapi kali ini jalan mereka jauh lebih lambat. Akhirnya setelah lebih dari sepuluh menit mereka tiba di persimpangan. Julio yang berjalan di depan memilih arah kanan dan beberapa ratus meter kemudian mereka tiba lagi di persimpangan.
“Kau tahu tidak arah pilihanmu?” Andrea berseru keras dengan kesal.
Hujan kembali mengguyur mereka dengan keras, tapi untunglah tidak diikuti angin.
“Kalau kau mau, silahkan memimpin!” Julio berkacak pinggang tidak kalah kesal.
Mereka semua sudah sangat kelelahan dan cuaca yang tidak bersahabat membuat emosi mereka menjadi tidak stabil.
Andrea mendengus dan berjalan ke sisi jalan sambil menyepak rumput dengan gusar. Tiba-tiba seekor kodok melompat ke dada Andrea membuatnya terkejut. Dia berusaha mengusirnya sambil tanpa sadar mundur ke semak-semak. Detik berikutnya dia terjatuh dan terguling.
Bill berteriak dan berlari hendak menggapai Andrea. Tapi dia pun jatuh terguling. Aramos dan Julio serempak menyusul kedua sahabat mereka. Awalnya mereka masih dapat menjaga keseimbangan di kemiringan tanah yang cukup curam, tapi karena lumpur dan hujan mereka pun ikut-ikutan terguling.
Beruntung tanah yang curam hanya beberapa meter, sehingga beberapa detik kemudian mereka telah terduduk di kubangan lumpur di bagian tanah yang datar.
“Ada yang terluka?” Aramos memandang khawatir ke yang lain.
Bill menggeleng diikuti Andrea. Julio tidak berkata apa-apa tapi wajahnya yang kesal menunjukkan bahwa dia baik-baik saja secara fisik.
“Maaf” Andrea berbisik pelan.
“Sudah biasa” Julio berdiri dan memeriksa tasnya.
“Aku benar-benar tidak bermaksud mencelakakan kalian. Aku juga tidak tahu kalau di situ tanahnya curam”
“Ya, tentu saja kamu tidak tahu. Tapi apa susahnya sekali-kali mengikuti instruksi. Dengan demikian resiko bisa kita minimalisir. Bahkan resikonya nol bila kita tidak gegabah. Kali ini kita sungguh beruntung hanya jatuh dari ketinggian tidak seberapa. Tapi coba bayangkan jika ini jurang. Jangankan menolong SOS, kita bahkan mungkin sudah mati karena kebodohanmu”
“Tuan Bobroch, Gopac dan Daniel Broom” Bill berseru tiba-tiba membuat Julio yang dipuncak kemarahan hanya ternganga.
Aramos dan Andrea pun tidak kalah terkejut.
“Bill? Kau baik-baik saja?”
“Tentu saja, Aramos. Aku hanya teringat kembali kejadian ketika kita mendengar Daniel Broom dipaksa oleh orang-orang yang tidak kita ketahui beberapa waktu lalu. Pantas saja suara Tuan Bobroch dan Gopac seakan-akan pernah kudengar” Bill tertawa lebar “Mereka berdua adalah orang-orang yang memaksa Daniel Broom saat itu”
Julio menarik Bill berdiri, sementara Andrea dan Aramos sudah melakukannya lebih dulu.
“Kurasa kau benar, Bill. Setelah kuingat-ingat lagi, Tuan Bobroch memang suaranya sangat khas” Aramos mengangguk yakin “Tapi, kenapa Daniel Broom bisa berhubungan dengan orang-orang seperti mereka?”
“Karena Daniel Broom adalah juga DST” Andrea menggumam kasar.
“Dan itu menjelaskan mengapa kita sudah di tunggu di gua. Kita sejak awal sudah diarahkan melalui buku The State yang kalian temukan dan kemudian terus diawasi. DST merencanakan semua ini dan mereka melibatkan Nytes. Entah berapa Nytes, tapi salah satunya pastilah Daniel Broom” Julio mengibaskan rambutnya dengan kasar “Kita dan semua rasa penasaran kita karena berdarah Bajak Laut membuat rencana mereka dipastikan berhasil cepat atau lambat”
Mereka berempat membiarkan air hujan memukul seluruh bagian tubuh mereka selama beberapa menit. Setengah berharap rasa dingin yang menyerang dapat menghapuskan sedikit rasa marah dan putus asa yang kini mulai menyerang dan berkecamuk di masing-masing diri mereka.
“Jangan bergerak! Aku punya senjata. Angkat tangan! Siapa kalian?” Suara serak memecah gerimis hujan dengan kasar dan penuh ancaman.
Tanpa dikomando mereka berempat langsung mengangkat tangan. Dan Aramos berbalik perlahan melihat asal suara. Dari tirai gerimis, walaupun dalam kegelapan malam, terlihat jelas sebuah moncong senjata laras panjang hanya beberapa meter dari wajahnya. Dibalik senjata itu, seorang pria tua agak bungkuk berwajah masam sedang melotot ke arah mereka dengan sebelah matanya yang berkeriput dan sebelah mata yang terdapat bekas luka parah namun tidak ditutupi apapun. Aramos langsung mengenalinya sebagai pria tua yang bertabrakan dengannya pada hari pertama dia di Eightlyst State Ship.
“Nytes? Kalian para Nytes….. Sedang apa kalian di sini?” bentaknya lebih kasar lagi.
Diubah oleh sun81 23-08-2019 22:39
0
Kutip
Balas