- Beranda
- Stories from the Heart
Pelangi Diatas Laut
...
TS
.raffertha
Pelangi Diatas Laut
Quote:
Aku duduk didepan jendela kamarku.
Melihat langit yang biru dan awan putih yang menghiasi.
Hari ini cukup cerah.
Membuatku ingin sekali pergi keluar hanya untuk berkunjung ke tempat-tempat yang menyenangkan.
Namaku Andrea Raffertha.
Aku biasa dipanggil Rea.
Aku lahir dikeluarga yang berkecukupan, walaupun teman-temanku selalu mengatakan bahwa aku adalah anak orang kaya.
Ya memang ayahku seorang pegawai negeri sipil yang golongannya sudah tinggi dengan jabatan menjanjikan.
Apa lagi ibuku.
Ibuku seorang Sekretaris Direksi Utama disebuah perusahaan milik negara.
Aku duduk dibangku Sekolah Menegah Atas kelas 10.
Dan dari sinilah kisahku dimulai.
Quote:
Spoiler for Sambutan:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Polling
0 suara
Siapakah sosok yang abadi dalam hati Andrea Raffertha ?
Diubah oleh .raffertha 14-08-2017 05:52
Arsana277 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
838K
4.5K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
.raffertha
#435
Part 19
Satu bulan setelah kejadian kemarin, hidupku berjalan seperti biasa tanpa adanya masalah.
Bukannya tidak ada masalah, tetapi belum ada.
Karena Nia dan Nando masih mengancamku dan Vania.
Sesuai dengan pesan mama, aku harus jaga Vania.
Hubunganku dengan Vania juga masih tetap terjaga.
Pagi itu, setelah aku shalat shubuh, mama mengetuk pintu kamarku.
Mama : "Re.."
Rea : "Ya, Ma.."
Mama : "Udah shalat ?"
Rea : "Udah, Ma.."
Mama : "Ya udah, kamu siap-siap sekolah. Hari ini mama berangkat ke Balikpapan.."
Rea : "Iya, Ma.."
Aku keluar kamarku untuk mandi dan bersiap menuju sekolah.
Setelah selesai mandi, seperti biasa aku telepon Vania.
Ada yang aneh dengan Vania hari ini.
Tidak seperti biasanya dia menyuruhku untuk berangkat tanpa dia.
Aku segera turun kebawah untuk sarapan.
Disana sudah ada Papaku.
Rea : "Mama udah jalan, Pa ?"
Papa : "Iya.. Barusan.."
Rea : "Papa ga anterin ?"
Papa : "Mama dijemput sama supir kantor naik mobil.. Lo tau sendiri jabatan mama apa.."
Rea : "Iya sih.."
Papa : "Re.. Itu motor gw nganggur.. Lo pake aja.."
Rea : "Rea kan belum punya SIM.."
Papa : "Cuma dari sini kesekolahan mah ga apa-apa, Re.. Deket kan.. Daripada ngangkot mulu.. Nih STNK nya.. Motor kesayangan gw tuh.."
Rea : "Hhmm.. Iya deh, Pa.. Rea berangkat ya.. Assalamu 'alaikum.."
Papa : "Wa 'alaikum salam.."
Sebenarnya aku sudah bisa mengendarai motor milik papa yang besar ini.
Bukannya aku tidak mau membawanya, tetapi motor ini memang cocok untuk orang tua seperti papa.
Aku coba nyalakan motor Honda Phantom ini.
Jika dilihat sekilas memang seperti Harley, tetapi motor ini tidak mengeluarkan suara yang begitu berisik.
Aku baru saja melewati jalan dimana aku dan Vania biasa menunggu angkutan umum, tetapi aku tidak melihat kehadirannya.
Hanya butuh waktu 10 menit untuk sampai disekolah.
Aku parkirkan motor papa ku ditempat parkir dan segera menuju kekelasku.
"Vania dimana ya ?", pikirku saat itu.
Tak lama kemudian, murid-murid berdatangan.
Kemudian, Adrian menghampiriku.
Adrian : "Vania mana, Re ?"
Rea : "Ga tau gw juga.."
Adrian : "Biasanya lo berduaan terus ?"
Rea : "Iya.. Tumben banget tadi dia nyuruh gw duluan.."
Bel masuk akan segera berbunyi tetapi Vania belum datang juga.
Aku memutuskan untuk menelponnya.
Vania : "Nih aku udah dateng.."
Rea : "Tumben banget kamu ga mau dijemput.."
Vania : "Iya.. Lagi mau berangkat sendiri.."
Rea : "Kamu kenapa tadi ?"
Vania : "Aku.. Ga apa-apa.."
Rea : "Bohong.. Jujur sama aku, Van.."
Vania : "Aku ga bohong, Re.. Ga ada apa-apa, kok.."
Rea : "Ah ya udah lah.."
Dia bilang tidak ada apa-apa.
Tapi firasatku mengatakan ada sesuatu yang terjadi.
Bel masuk berbunyi dan kami belajar seperti biasa.
Aku melihat Vania seperti sedang gelisah dan memikirkan sesuatu.
Rea : "Van, jangan bohong sama aku.."
Vania : "Apa sih, Re ?"
Rea : "Kamu kenapa ? Kamu ga kayak biasanya.."
Vania : "Aku ga apa-apa, beneran.. Perasaan kamu aja kali.."
Rea : "Hhmm.. Iya kali, ya.."
Mungkin dia benar.
Aku terlalu berlebihan menanggapinya.
Mudah-mudahan hanya perasaanku saja.
Bel istirahat berbunyi.
Karena aku tak begitu lapar, aku tidak pergi kekantin.
Vania : "Re.. Kamu ke kantin ga ?"
Rea : "Ngga.. Nanti aja pas istirahat siang.."
Vania : "Ya udah.. Aku ke kantin ya.."
Rea : "Iya.."
Vania pergi meninggalkanku dikelas ini.
Lalu, Adrian menemaniku.
Adrian : "Lo ga ribut sama dia kan ?"
Rea : "Ngga.."
Adrian : "Tumben.. Biasanya dia nemenin lo disini.."
Rea : "Ga tau gw juga.. Gimana lo sama Velina ?"
Adrian : "Masih gitu-gitu aja.. Gw udah lumayan deket lah sama dia.."
Rea : "Bagus deh.."
Adrian : "Lo bawa motor bokap ya ?"
Rea : "Iya.."
Adrian : "Hahahahahaha.. Tumben.. Pada diomongin tadi pagi sama anak-anak.. Itu moge siapa.."
Rea : "Moge apaan.. Tampang doang moge.. Motor tua itu.."
Adrian : "Ntar main ga ?"
Rea : "Iya lah.. kayak biasa.."
Tak lama kemudian, datang seorang perempuan yang kehadirannya tak pernah aku harapkan.
Nia ?
Bukan, dia Dina..
Dina : "Rea.."
Rea : "Aduh ada apa lagi sih.. Sampe kapanpun gw ga mau balikan lagi sama temen lo.."
Dina : "Bukan itu.."
Rea : "Apa ?"
Dina : "Gw pikir juga Nia udah keterlaluan.."
Rea : "Maksud lo ?"
Dina : "Gw ada dipihak lo sekarang.."
Rea : "Aneh lo.."
Dina : "Ikut gw sekarang !", sambil menarik tanganku.
Rea : "Oi, apaan sih.. Dri ayo ikut.."
Tanganku ditarik oleh Dina.
Adrian juga mengikutiku dibelakang.
Aku dibawa oleh Dina kebelakang sekolah.
Disana ada Vania yang sudah menjadi bulan-bulanan Nia dan kawan-kawannya.
Rea : "Nia !! Apa-apaan sih ini.."
Nia : "Eh, Rea.."
Aku melihat Vania sudah basah seluruh tubuhnya karena disiram oleh Nia dan kawan-kawannya menggunakan minuman yang mereka beli dikantin.
Vania hanya bisa menangis tak bisa melawan karena badannya lebih kecil dari mereka.
Aku hampiri Vania dan memeluknya.
Nia : "Kamu masih aja sih belain dia !!"
Rea : "Ya jelas !! Kamu yang salah.."
Nia : "Dia udah rebut kamu dari aku, Re.."
Rea : "Terbalik !! Kamu yang udah rebut aku dari dia !!"
Nia dan kawan-kawannya pergi.
Disini hanya ada aku, Adrian, Vania dan Dina.
Aku terus memeluknya dan mencoba menangkan dirinya.
Dina : "Van.."
Vania : "...."
Rea : "Din, mendingan lo samperin tuh temen lo.. Biar Vania jadi urusan gw.."
Dina : "Hhmm, ya udah deh.."
Rea : "Makasih ya, Din.."
Dina : "Ya.. Sama-sama, Re..", sambil pergi meninggalkanku.
Rea : "Dri.. Panggil Bu Kania dong.."
Adrian : "Aduh.. Nanti tambah panjang masalahnya.."
Rea : "Ngga.. Percaya sama gw.."
Adrian pergi menuju ruang guru untuk memanggil wali kelasku.
Rea : "Maafin aku, Van.."
Vania : "....", dia menggelengkan kepalanya.
Rea : "Harusnya aku ikut kamu tadi.. Aku malah ga jagain kamu.."
Vania : "Ini.. Bukan salah kamu, Re.."
Rea : "Maafin aku, Van.. Pokoknya aku ga akan biarin kamu sendirian lagi.."
Vania : "Re.."
Rea : "Ya ?"
Vania : "Maaf.."
Rea : "Maaf kenapa ?"
Vania : "Tadi pagi.. Aku bohong sama kamu.."
Suasana hening seketika.
Aku sudah duga pasti ada yang dia sembunyikan.
Tak lama kemudian, Bu Kania dan Adrian datang.
Bu Kania : "Kenapa bisa begini ?"
Adrian : "Ga tau, Bu.. Tadi saya dateng udah kejadian.."
Bu Kania : "Vania.. Coba cerita sama ibu.."
Vania : "....", dia menggelengkan kepalanya.
Rea : "Biar saya aja yang cerita bu.. Tadi Vania jadi bulan-bulanan Nia dan temen-temennya.."
Bu Kania : "Benar, Van ?"
Vania : "....", dia menganggukkan kepalanya.
Bu Kania : "Ya udah, ibu antar kamu pulang sekarang.. Andrea nanti kamu bawakan barang-barangnya Vania pas jam pulang sekolah nanti.."
Rea : "Baik, Bu.."
Bu Kania : "Sekarang kalian berdua kembali ke kelas, biar Vania ibu yang urus ya.."
Rea : "Terima kasih, Bu.."
Aku dan Adrian kembali ke kelasku.
Vania sudah diantar pulang oleh Bu Kania dengan selamat.
Waktu pulang sekolah tiba, dengan segera aku pergi kerumah Vania untuk mengantarkan barang-barangnya yang ditinggal dikelas.
Sesampainya disana, aku parkirkan motor papaku dan masuk kedalam.
Rea : "Vania mana mbak ?"
Mbak Lastri : "Ada diatas, Mas Re.. Samperin aja.. Mbak mau kedepan sebentar.."
Rea : "Oh.. ya udah.."
Aku melangkahkan kakiku menuju anak tangga rumahnya.
Dengan perlahan, aku masuk kedalam kamarnya.
Aku melihat Vania sedang duduk diatas tempat tidurnya dan masih dalam keadaan menangis.
Rea : "Van.."
Vania : "Eh.. Rea.."
Rea : "Kamu ga apa-apa, kan ?"
Vania : "....", dia menggelengkan kepalanya lalu memelukku.
Vania : "Maafin aku. Re.. Aku udah bohongin kamu.."
Rea : "Bohong gimana ?"
Vania : "Aku nyuruh kamu berangkat duluan karena Nando mau jemput aku.."
Rea : "...."
Vania : "Dia bilang, kalau aku tolak tawarannya, dia bakal apa-apain kamu.."
Rea : "...."
Vania : "Maafin aku.. Aku ga mau kamu kenapa-napa.. Aku sayang kamu, Re.. Aku sayang kamu..", dia memelukku semakin erat.
Rea : "Udah udah.. Tenang dulu Van.. Aku ngerti kok.."
Vania : "...."
Rea : "Aku ga akan kenapa-napa.. Aku bisa jaga diriku.. Lebih baik tubuhku hancur sekalian daripada kamu harus jauh sama aku.."
Kami saling bertatapan.
Wajahku dan wajahnya saling berdekatan.
Lalu, kamipun saling berciuman antara bibirku dengan bibirnya.
Jantungku berdebar kencang.
Ini kali pertama aku berciuman dengan seorang perempuan.
Rea : "Aku sayang kamu, Vania.."
Vania : "Aku juga sayang kamu, Andrea.."
Bukannya tidak ada masalah, tetapi belum ada.
Karena Nia dan Nando masih mengancamku dan Vania.
Sesuai dengan pesan mama, aku harus jaga Vania.
Hubunganku dengan Vania juga masih tetap terjaga.
Pagi itu, setelah aku shalat shubuh, mama mengetuk pintu kamarku.
Mama : "Re.."
Rea : "Ya, Ma.."
Mama : "Udah shalat ?"
Rea : "Udah, Ma.."
Mama : "Ya udah, kamu siap-siap sekolah. Hari ini mama berangkat ke Balikpapan.."
Rea : "Iya, Ma.."
Aku keluar kamarku untuk mandi dan bersiap menuju sekolah.
Setelah selesai mandi, seperti biasa aku telepon Vania.
Quote:
Ada yang aneh dengan Vania hari ini.
Tidak seperti biasanya dia menyuruhku untuk berangkat tanpa dia.
Aku segera turun kebawah untuk sarapan.
Disana sudah ada Papaku.
Rea : "Mama udah jalan, Pa ?"
Papa : "Iya.. Barusan.."
Rea : "Papa ga anterin ?"
Papa : "Mama dijemput sama supir kantor naik mobil.. Lo tau sendiri jabatan mama apa.."
Rea : "Iya sih.."
Papa : "Re.. Itu motor gw nganggur.. Lo pake aja.."
Rea : "Rea kan belum punya SIM.."
Papa : "Cuma dari sini kesekolahan mah ga apa-apa, Re.. Deket kan.. Daripada ngangkot mulu.. Nih STNK nya.. Motor kesayangan gw tuh.."
Rea : "Hhmm.. Iya deh, Pa.. Rea berangkat ya.. Assalamu 'alaikum.."
Papa : "Wa 'alaikum salam.."
Sebenarnya aku sudah bisa mengendarai motor milik papa yang besar ini.
Bukannya aku tidak mau membawanya, tetapi motor ini memang cocok untuk orang tua seperti papa.
Aku coba nyalakan motor Honda Phantom ini.
Jika dilihat sekilas memang seperti Harley, tetapi motor ini tidak mengeluarkan suara yang begitu berisik.
Aku baru saja melewati jalan dimana aku dan Vania biasa menunggu angkutan umum, tetapi aku tidak melihat kehadirannya.
Hanya butuh waktu 10 menit untuk sampai disekolah.
Aku parkirkan motor papa ku ditempat parkir dan segera menuju kekelasku.
"Vania dimana ya ?", pikirku saat itu.
Tak lama kemudian, murid-murid berdatangan.
Kemudian, Adrian menghampiriku.
Adrian : "Vania mana, Re ?"
Rea : "Ga tau gw juga.."
Adrian : "Biasanya lo berduaan terus ?"
Rea : "Iya.. Tumben banget tadi dia nyuruh gw duluan.."
Bel masuk akan segera berbunyi tetapi Vania belum datang juga.
Aku memutuskan untuk menelponnya.
Quote:
Vania : "Nih aku udah dateng.."
Rea : "Tumben banget kamu ga mau dijemput.."
Vania : "Iya.. Lagi mau berangkat sendiri.."
Rea : "Kamu kenapa tadi ?"
Vania : "Aku.. Ga apa-apa.."
Rea : "Bohong.. Jujur sama aku, Van.."
Vania : "Aku ga bohong, Re.. Ga ada apa-apa, kok.."
Rea : "Ah ya udah lah.."
Dia bilang tidak ada apa-apa.
Tapi firasatku mengatakan ada sesuatu yang terjadi.
Bel masuk berbunyi dan kami belajar seperti biasa.
Aku melihat Vania seperti sedang gelisah dan memikirkan sesuatu.
Rea : "Van, jangan bohong sama aku.."
Vania : "Apa sih, Re ?"
Rea : "Kamu kenapa ? Kamu ga kayak biasanya.."
Vania : "Aku ga apa-apa, beneran.. Perasaan kamu aja kali.."
Rea : "Hhmm.. Iya kali, ya.."
Mungkin dia benar.
Aku terlalu berlebihan menanggapinya.
Mudah-mudahan hanya perasaanku saja.
Bel istirahat berbunyi.
Karena aku tak begitu lapar, aku tidak pergi kekantin.
Vania : "Re.. Kamu ke kantin ga ?"
Rea : "Ngga.. Nanti aja pas istirahat siang.."
Vania : "Ya udah.. Aku ke kantin ya.."
Rea : "Iya.."
Vania pergi meninggalkanku dikelas ini.
Lalu, Adrian menemaniku.
Adrian : "Lo ga ribut sama dia kan ?"
Rea : "Ngga.."
Adrian : "Tumben.. Biasanya dia nemenin lo disini.."
Rea : "Ga tau gw juga.. Gimana lo sama Velina ?"
Adrian : "Masih gitu-gitu aja.. Gw udah lumayan deket lah sama dia.."
Rea : "Bagus deh.."
Adrian : "Lo bawa motor bokap ya ?"
Rea : "Iya.."
Adrian : "Hahahahahaha.. Tumben.. Pada diomongin tadi pagi sama anak-anak.. Itu moge siapa.."
Rea : "Moge apaan.. Tampang doang moge.. Motor tua itu.."
Adrian : "Ntar main ga ?"
Rea : "Iya lah.. kayak biasa.."
Tak lama kemudian, datang seorang perempuan yang kehadirannya tak pernah aku harapkan.
Nia ?
Bukan, dia Dina..
Dina : "Rea.."
Rea : "Aduh ada apa lagi sih.. Sampe kapanpun gw ga mau balikan lagi sama temen lo.."
Dina : "Bukan itu.."
Rea : "Apa ?"
Dina : "Gw pikir juga Nia udah keterlaluan.."
Rea : "Maksud lo ?"
Dina : "Gw ada dipihak lo sekarang.."
Rea : "Aneh lo.."
Dina : "Ikut gw sekarang !", sambil menarik tanganku.
Rea : "Oi, apaan sih.. Dri ayo ikut.."
Tanganku ditarik oleh Dina.
Adrian juga mengikutiku dibelakang.
Aku dibawa oleh Dina kebelakang sekolah.
Disana ada Vania yang sudah menjadi bulan-bulanan Nia dan kawan-kawannya.
Rea : "Nia !! Apa-apaan sih ini.."
Nia : "Eh, Rea.."
Aku melihat Vania sudah basah seluruh tubuhnya karena disiram oleh Nia dan kawan-kawannya menggunakan minuman yang mereka beli dikantin.
Vania hanya bisa menangis tak bisa melawan karena badannya lebih kecil dari mereka.
Aku hampiri Vania dan memeluknya.
Nia : "Kamu masih aja sih belain dia !!"
Rea : "Ya jelas !! Kamu yang salah.."
Nia : "Dia udah rebut kamu dari aku, Re.."
Rea : "Terbalik !! Kamu yang udah rebut aku dari dia !!"
Nia dan kawan-kawannya pergi.
Disini hanya ada aku, Adrian, Vania dan Dina.
Aku terus memeluknya dan mencoba menangkan dirinya.
Dina : "Van.."
Vania : "...."
Rea : "Din, mendingan lo samperin tuh temen lo.. Biar Vania jadi urusan gw.."
Dina : "Hhmm, ya udah deh.."
Rea : "Makasih ya, Din.."
Dina : "Ya.. Sama-sama, Re..", sambil pergi meninggalkanku.
Rea : "Dri.. Panggil Bu Kania dong.."
Adrian : "Aduh.. Nanti tambah panjang masalahnya.."
Rea : "Ngga.. Percaya sama gw.."
Adrian pergi menuju ruang guru untuk memanggil wali kelasku.
Rea : "Maafin aku, Van.."
Vania : "....", dia menggelengkan kepalanya.
Rea : "Harusnya aku ikut kamu tadi.. Aku malah ga jagain kamu.."
Vania : "Ini.. Bukan salah kamu, Re.."
Rea : "Maafin aku, Van.. Pokoknya aku ga akan biarin kamu sendirian lagi.."
Vania : "Re.."
Rea : "Ya ?"
Vania : "Maaf.."
Rea : "Maaf kenapa ?"
Vania : "Tadi pagi.. Aku bohong sama kamu.."
Suasana hening seketika.
Aku sudah duga pasti ada yang dia sembunyikan.
Tak lama kemudian, Bu Kania dan Adrian datang.
Bu Kania : "Kenapa bisa begini ?"
Adrian : "Ga tau, Bu.. Tadi saya dateng udah kejadian.."
Bu Kania : "Vania.. Coba cerita sama ibu.."
Vania : "....", dia menggelengkan kepalanya.
Rea : "Biar saya aja yang cerita bu.. Tadi Vania jadi bulan-bulanan Nia dan temen-temennya.."
Bu Kania : "Benar, Van ?"
Vania : "....", dia menganggukkan kepalanya.
Bu Kania : "Ya udah, ibu antar kamu pulang sekarang.. Andrea nanti kamu bawakan barang-barangnya Vania pas jam pulang sekolah nanti.."
Rea : "Baik, Bu.."
Bu Kania : "Sekarang kalian berdua kembali ke kelas, biar Vania ibu yang urus ya.."
Rea : "Terima kasih, Bu.."
Aku dan Adrian kembali ke kelasku.
Vania sudah diantar pulang oleh Bu Kania dengan selamat.
Waktu pulang sekolah tiba, dengan segera aku pergi kerumah Vania untuk mengantarkan barang-barangnya yang ditinggal dikelas.
Sesampainya disana, aku parkirkan motor papaku dan masuk kedalam.
Rea : "Vania mana mbak ?"
Mbak Lastri : "Ada diatas, Mas Re.. Samperin aja.. Mbak mau kedepan sebentar.."
Rea : "Oh.. ya udah.."
Aku melangkahkan kakiku menuju anak tangga rumahnya.
Dengan perlahan, aku masuk kedalam kamarnya.
Aku melihat Vania sedang duduk diatas tempat tidurnya dan masih dalam keadaan menangis.
Rea : "Van.."
Vania : "Eh.. Rea.."
Rea : "Kamu ga apa-apa, kan ?"
Vania : "....", dia menggelengkan kepalanya lalu memelukku.
Vania : "Maafin aku. Re.. Aku udah bohongin kamu.."
Rea : "Bohong gimana ?"
Vania : "Aku nyuruh kamu berangkat duluan karena Nando mau jemput aku.."
Rea : "...."
Vania : "Dia bilang, kalau aku tolak tawarannya, dia bakal apa-apain kamu.."
Rea : "...."
Vania : "Maafin aku.. Aku ga mau kamu kenapa-napa.. Aku sayang kamu, Re.. Aku sayang kamu..", dia memelukku semakin erat.
Rea : "Udah udah.. Tenang dulu Van.. Aku ngerti kok.."
Vania : "...."
Rea : "Aku ga akan kenapa-napa.. Aku bisa jaga diriku.. Lebih baik tubuhku hancur sekalian daripada kamu harus jauh sama aku.."
Kami saling bertatapan.
Wajahku dan wajahnya saling berdekatan.
Lalu, kamipun saling berciuman antara bibirku dengan bibirnya.
Jantungku berdebar kencang.
Ini kali pertama aku berciuman dengan seorang perempuan.
Rea : "Aku sayang kamu, Vania.."
Vania : "Aku juga sayang kamu, Andrea.."
JabLai cOY dan Arsana277 memberi reputasi
3
