Part 105


"Maakk, Irfan keluar dulu yaa. Mau nyari udara seger."


Sesuai permintaan nyokap ditelepon waktu itu, liburan kenaikan kelas ini gua habisin dikampung halaman, Paris van East Java. Kota dingin dengan sejuta pesona yang membuat setiap orang betah berlama lama disana. Setahun mengembara dikampung orang membuat gua seneng banget bisa balik kesini lagi, bisa ngeliat kendaraan berplat N lagi, dan bisa ngeliat lagi kodew kodew Malang yang sinamnya tanpa pemanis buatan. Menurut gua, bahagianya seorang perantau adalah saat ia kembali ketempat dimana ia dilahirkan. Bertemu orang orang yang dulu selalu menemani hari harinya dan bercerita tentang semua hal yang terjadi selama ia pergi.


Meskipun disini nggak banyak cewek yang bisa gua modusin, tapi gua seneng karena seenggaknya selama disini kebutuhan gizi gua bakalan tercukupi. Walau bukan makanan mewah, tapi menurut gua masakan emak jelas yang paling enak. Disini gak akan ada ceritanya gua cuma makan mie instan seharian gara gara keabisan duit, gak akan ada cerita gua ngutang diwarung sam inot lagi, dan gak akan ada cerita gua make s*mpak yang belum kering gara gara gak sempet nyuci baju.


"eeh main pergi aja, gentengnya udah dibenerin belum fan ?" teriak nyokap dari dalam rumah.


"udah mak, tenang aja. Selama ada Irfan mau ada ujan deres, ujan angin, ujan batu sampe ujan meteor juga gak bakalan bocor kok mak." ucap gua sembari terus berjalan.


Gua melangkahkan kaki menuju sebuah telaga kecil yang letaknya tak jauh dari rumah. Sore yang cerah gini emang enak kalo dihabisin sambil mancing. Menikmati semilir angin sore yang tenang sembari berharap ada ciwi ciwi yang lagi mandi disungai. Kalo ada kan lumayan, bisa segerin mata sama sekalian nyembunyiin selendangnya.


"faan.. Irfaaaann..!"


Langkah kaki gua kembali terhenti saat gua mendengar suara seseorang yang sepertinya sedang memanggil nama gua. Gua menoleh, dan melihat seorang cewek sedang melambaikan tangannya. Gua membalas lambaiannya, yang kemudian membuatnya berjalan menghampiri gua.


"hai faan, apa kabar ?" sapanya saat sosoknya sudah semakin dekat. "kamu kapan pulangnya ?."


"halo Firdaa... baru kemarin fir nyampe sini." balas gua sembari merentangkan tangan, mencoba mengajaknya berpelukan. Namun reflek dia menolak dengan mundur beberapa langkah.


"ehh, sekarang udah berani main peluk yaa.." ujarnya sambil berkacak pinggang, membuat gua mengurungkan niat untuk memeluknya dan kembali mengambil joran pancing yang tadi sempat gua jatuhkan.


"hehe sori fir, tadi reflek karena udah lama nggak ketemu." jawab gua membela diri. "aku baik kok, kamu sendiri gimana ?"


"seperti yang kamu lihat fan, aku juga baik kok." jawabnya.


"wah setahun nggak ketemu makin sinam aja kamu fir, kayak janji janji calon pejabat." ucap gua mencoba menggodanya.


"ahaha baru setahun nggak ketemu sekarang udah jago ngegombal yaa." dia tertawa. "oh iya kamu mau kemana fan ?"


Kadang gua bingung, kenapa kebanyakan cewek yang gua kenal rada pinter sih ? pinter banget malah sampai pertanyaan yang udah jelas jawabannya tapi masih ditanyain lagi. Mungkin niatnya mau basa basi, tapi kok kayak aneh banget gitu ngeliat orang yang udah jelas jelas mau ngapain tapi masih ditanyain mau kemana. Mungkin juga karena bawaan orang Indonesia yang terkenal ramah, tapi nggak segitunya juga sih. Gua nggak pernah tuh nemuin orang yang udah nenteng joran pancing tapi mau pergi main billiard.


"oh ini fir, aku mau main futsal." jawab gua nggak kalah ngaco.


Mendengar kata kata gua, keningnya kontan berkerut. "mau main futsal tapi kok bawa bawa pancing sih fan ?"


"hahaha kamu lucu ah.." ucap gua sambil tertawa. "ya aku mau mancing lah fir, kamu mau ikut ?"


"ahaha namanya juga basa basi fan.." balasnya. "emm enggak deh, aku masih ada kerjaan dirumah. Tadi keluar karena ngeliat kamu lewat aja kok fan."


"oh gitu, yaudah deh. Aku duluan ya fir." kata gua, lalu berbalik dan berjalan meninggalkannya.


Oh iya, cewek yang barusan gua temuin ini namanya Firda. Nama lengkapnya Firdaus, bodinya keker sama kumisnya lebat kayak tukang pukul. Enggak, gua bercanda. Namanya Firda Amalia, dia cewek tulen. Waktu kecil sering mandi sama gua disungai, dan waktu sd kita sering main bertiga sama Dhara juga. Tapi bukan threesome ya, dulu gua mana ngerti gituan.


Gua memperhatikan sosoknya yang mulai beranjak menjauh, nggak begitu banyak perubahan yang gua liat dari dirinya semenjak terakhir kita bertemu tahun lalu. Masih sama seperti Firda yang gua kenal, kecuali ukuran (you know what I mean) nya yang sedikit bertambah besar.


Gua langsung mencari posisi yang pas begitu sampai ditempat yang gua tuju. Menyandarkan tubuh pada batang pohon kelapa yang letaknya tak jauh dari pinggiran telaga. Lalu melempar kail yang sudah gua pasang cacing ke telaga yang airnya masih cukup jernih itu. Sambil menunggu umpan disambar gua pun mulai bernostalgia ditempat ini, mengenang saat saat dimana gua bisa dengan bebas berenang tanpa rasa malu.


1 menit.. 2 menit.. bahkan sampai setengah jam berlalu tapi belum ada satupun ikan yang membuat joran gua bergetar. Padahal kalo gua mancing di Mahakam paling lama sepuluh menit udah ada ikan yang nyantol. Gua mulai curiga, jangan jangan ikan disini udah pada berevolusi. Sekarang jadi nggak doyan cacing tapi makannya junkfood, nggak doyan lumut tapi makannya hamburger. Ah, kalo bener yakali gua bawa ayam kaepci cuma buat umpan mancing doang. Gua sendiri aja nggak rutin sebulan sekali makan di kaepci.



Aku hamil duluan, sudah tiga bulan. Gara gara pacaran suka gelap gelapan.


Suara ringtone sialan ini kembali terdengar dari saku celana gua, membuat gua semakin merasa jengkel. Siapa sih yang nelpon gua ? gangguin orang mancing aja. Udah mancing gak dapet dapet eh ada aja gangguannya.





Waduh ternyata emak yang nelpon, ada apaan lagi nih. Tumben gegayaan pake nelpon segala, padahal biasanya kalo nyariin gua tinggal teriak. Dan kalo teriak juga satu kampung denger semua.


" Haloo mak, tenang aja gentengnya udah Irfan benerin kok." gua membuka obrolan.


" Halo fan, emak bukan mau nanyain genteng. Ini lho ada temenmu yang nungguin disini."


" Siapa mak ? cewek apa cowok ?"


" ya cowok lah, kamu mana pernah bawa cewek kerumah fan."


" waktu itu kan pernah mak.."


" Iya, sekalinya bawa cewek eh malah sales panci, kan emak juga yang rugi. Katanya dia temen smp kamu fan. Nih biar dia sendiri aja yang ngomong." kata emak yang sepertinya sedang memberikan hapenya kepada seseorang.


" Woi panjul, lo lupa sekarang hari apa ?" ucap suara diseberang dengan nada tengil. "bukannya siap siap malah ngelayap lo."


" Eh lutung ngomongnya biasa aja dong, pengeng nih kuping gua." balas gua tak kalah tengil. "lo siapa sih ? emang sekarang ada apaan ?"


" Yee, lo amnesia apa otak lo emang ketinggalan di Kalimantan sih ?" suaranya masih terdengar songong. "gua fery, udah sekarang lo buruan balik. Kan hari ini ada reunian anak anak smp nyet."


" wah iya gua lupa men, yaudah lo tungguin dulu. Gua pulang sekarang."


Setelah menutup telpon, gua pun segera bergegas kembali kerumah. Bodo amatlah sama mancing, lagian dari tadi sebiji pun nggak ada ikan yang gua dapet. Gua lupa kalau hari ini ada acara reunian yang diadain anak anak smp. Walau baru kepisah setahun tapi gua udah penasaran sama mereka. "Sekarang mereka tambah cakep apa malah makin blangsak ya ?"


"halo cukk, sori yak gua lupa kalo sekarang ada reunian." ucap gua sembari menjabat tangannya. "udah lama lo nunggunya ?"


"kadit fan, gua juga baru ngabisin dua gelas kopi kok." jawabnya enteng. "ini aja gua masih mau minta lagi sama emak lo." lanjutnya.


"eh bernard bear alias beruang kutub, lo kira rumah gua warkop ?" bentak gua. "kalo kupret ini minta kopi lagi jangan dibikinin mak, tar kebiasaan." kata gua sembari ngeloyor kekamar mandi.


"ya jangan gitu dong fan sama tamu, apalagi sama temen sendiri." ucap emak sembari membawa gelas berisi kopi hitam untuk Fery.


Sekitar dua puluh menit kemudian, kita berdua sudah siap berangkat menuju venue reunian. Baju udah rapi, rambut udah klimis kayak model pomade, sama muka juga udah mirip Andrew Garfield, saatnya meluncur.


"fer gua bareng elo aja yak, males ngeluarin motor." kata gua sebelum kita berangkat.


"yaudah ayo naik."


"eh, bentar. Nanti Elsa dateng nggak men ?"


"ya mana gua tau, tapi kayaknya di grup doi udah konfirm mau hadir kok." jawabnya. "lah, lo kok nanyain Elsa doang sih ? lo suka sama dia ya ?"


"kadit kok. Sotoy amat lo nyet, udah ah ayo buruan berangkat."


"yaudah, pegangan fan.."


"najiss fer."


Beberapa menit kemudian kita pun sampai ditempat reuni, terlihat beberapa teman smp gua sudah stand by disana. Mereka saling mengobrol satu sama lain, menceritakan semuanya dengan wajah penuh senyum. Seolah tak pernah terpisah meskipun setahun ini kita sekolah ditempat yang berbeda. Tapi dari sekian banyak temen cewek yang udah pada dateng, gua masih belum nemuin sosok Elsa disana. Kemana dia, masak sih di kahyangan lagi macet. Masih percaya kalau dia bakalan datang, gua pun kembali mencoba berbaur dengan teman teman yang lain sembari menunggu kedatangannya.


Ternyata mereka masih seperti yang dulu, masih seru saat diajak bercanda bareng. Walaupun masing masing sudah memilih jalannya sendiri setelah lulus, tapi mereka masih inget kalau kita pernah berjalan bersama, pernah berada di satu ruangan yang sama, pernah dimarahi oleh guru yang sama, dan pernah mengejar satu hal yang sama, sesuatu yang kita sebut mimpi.


Gua percaya, bestfriend has no end. Semoga kita masih terus tetap mengingat satu sama lain, meskipun terlalu banyak orang baru yang hadir selepas kita berpisah. Gua berharap, suatu hari saat kita bertemu lagi gua masih bisa manggil kalian dengan sebutan cukk, nyet, njing atau nyebut nama bapak kalian tanpa rasa canggung.


Gua masih terus larut dalam obrolan yang menyenangkan ini, hingga perhatian gua kembali teralihkan tatkala gua mendengar suara seorang wanita yang menyapa gua.


"Haii faan.."


Gua memandang sosoknya, seorang wanita dengan busana muslimah yang sedari tadi gua tunggu kedatangannya. Ingin sekali gua melompat kearahnya, lalu memeluknya dengan sangat erat. Namun entah kenapa mendadak gua merasa begitu gugup didepannya. Jangankan untuk melompat dan memeluknya, membalas sapaannya pun seakan begitu sulit gua ucapkan.


Gua mengatur nafas, mencoba bersikap setenang mungkin. Namun sayang, rasa gugup sudah menggerogoti seluruh tubuh. Shit, where's my fuckin confidence ?


"hh.. eh.. ha.. haii Elsaa..."