- Beranda
- Stories from the Heart
CEREBRO : KUMPULAN CERITA CINTA PAKAI OTAK
...
TS
reloaded0101
CEREBRO : KUMPULAN CERITA CINTA PAKAI OTAK
Judul thread ini ane ganti, sekarang tidak semua cerpennya mengisahkan cinta. Tetapi temanya lebih umum, ada detektif,sci-fi,horor,thriller,drama dan lain-lain yang tidak selalu melibatkan percintaan antar karakternya.
INDEX BARU:
CERITA 2020
AZAB ILMU PELET
MUDIK 2020
Terima kasih untuk Agan Gauq yang sudah membuatkan index cerita ini.
Index by Gauq:
INDEX
INDEX lanjutan
Cerita baru 2019:
KISAH-KISAH MANTAN DETEKTIF CILIK di postingan terakhir halaman terakhir
INDEX PART 3
INDEX PART 4-new
Langsung saja cerpen pertama
Apa yang akan kau lakukan ketika dia yang kaucinta meminta syarat berupa rumah dengan 1000 jendela sebelum menerima cintamu?
Leo merogoh saku belakang celana hitam barunya. Sebuah sisir kecil diambilnya dari kantong itu. Sambil melihat spion, ia merapikan kembali rambut yang sempat dipermainkan angin selama dalam perjalanan, maklum saja kaca pintu depan mobilnya rusak dan hanya bisa ditutup setengahnya saja. Setelah dirasa sudah rapi, Leo dan rambutnya keluar dari roda empatnya kemudian berjalan dengan jantung berdegup kencang menuju rumah nomor 2011 dan menekan belnya. Sang pembantu rumah keluar dan menyapanya
“Oh Mas Leo ”
“Riska-nyaada Bi?”
“Oh ada, sebentar saya panggilkan.”
Beberapa menit kemudian seorang wanita muda cantik berusia 20 tahunan awal keluar, mendapati Leo yang sedang menghirup teh celup panas buatan Bibi.
“Mau pergi ke pestanya siapa? Perasaan teman kita nggak ada yang ulang tahun atau nikah hari ini.”
Tanya Riska.
“Memang tidak ada.”
“Kalau nggak ke kondangan, mengapa pakai baju serapi ini? Sok formal banget. ”
“ Harus formal, kan mau melamar.”
“Ngelamar kerja?”
Leo menggeleng. Jantungnya berdegup makin kencang.
“Bukan.”
“Lalu melamar apa?”
“Kamu.”
Kata Leo sambil bersimpuh dan mengeluarkan sebuah kotak merah berisi cincin emas dengan sebuah berlian berukuran mini di tengahnya. Sementara itu Riska mundur beberapa langkah ke belakang.
“Aku? kita kan nggak pernah pacaran?”
“Tetapi kita sudah saling mengenal belasan tahun Ris. Aku tahu apa yang kamu suka, aku tahu apa yang kamu tidak suka, aku tahu bagaimana kamu selalu menghentakkan kaki kirimu ke tanah ketika mendengar kabar gembira,
aku tahu bagaimana kau selalu mencengkeram erat kertas tisu di tanganmu waktu kau sedang gugup, dan aku tahu aku mencintaimu. ”
“Tapi kamu kan nggak tahu apakah aku juga cinta kamu?
“Karena aku tidak tahu, bagaimana kalau kamu beritahukan padaku sekarang.”
“Mmm, gimana ya? Untuk urusan cinta, apalagi orientasinya nikah. Tentu aku maunya sama pria yang sungguh-sungguh.”
“Cintaku kepadamu sungguhan Ris, bukan bohongan atau tren musiman.”
“Sejak kapan lidah punya tulang?”
“Kau tidak percaya pada kata-kataku?”
“Aku butuh bukti Yo, bukan janji.”
“Baik, bukti seperti apa yang kauminta Ris?”
“Tidak ada yang mustahil untuk orang yang sungguh-sungguh. Demi cinta Shah Jehan mampu menciptakan Taj Mahal untuk istrinya.”
“Lalu apa yang kau inginkan agar mau menjadi istriku Ris?”
“Buatkan aku rumah dengan 1000 jendela.”
“Baik”
“Jika kau mampu menyelesaikannya dalam waktu 24 jam aku akan menerimamu tetapi jika tidak ya kita temenan saja ya Yo.”
“Buat rumah 1000 jendela dalam waktu 24 jam. Sudah itu saja?”
“Memangnya kamu bisa?”
“Akan kucoba semampuku.”
“Baik aku tunggu hasilnya besok. Good luck.”
Leo pun pergi dari halaman rumah itu dan menuju mobilnya sambil mengambil nafas panjang. Ia memacu kendaraannya dan pergi ke beberapa toko kelontong dan toko bangunan. Banyak hal yang dibelinya. Setelah selesai berbelanja, benda-benda itu dibungkus dalam beberapa kantong kresek dan kardus yang dijejalkan ke bagasi mobil.
Pulang ke rumah Ia langsung menuju ke halaman belakang yang luas dan masih berupa lahan kosong yang hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
Leo mengambil nafas panjang lalu menghelanya dan mulai bekerja. Ia menurunkan semua barang yang ia beli. Tak lama kemudian suara gaduh dari palu bertemu paku terdengar berulang-ulang hingga malam tiba.
Malam harinya halilintar menyambar, disusul hujan yang turun sederas-derasnya. Air membanjiri halaman belakang yang masih tetap kosong dan hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
“Ris bisa mampir kerumah sekarang? ada sesuatu yang mau kuperlihatkan padamu.”
Kata Leo keesokan harinya lewat ponsel yang dijawab dengan gugup oleh Riska.
“I...iya.”
Dalam hati gadis itu berpikir, bagaimana ini? Apa Leo bisa menyelesaikan permintaan yang mustahil itu? Memang sih dia itu baik, cerdas dan tidak sombong tapi Riska tidak mencintainya. Ia memberikan syarat itu dengan tujuan agar Leo gagal dan mereka berdua bisa kembali happily everafter...meskipun hanya di friend zone saja.
Riska sampai di depan rumah Leo dan heran mendapati mobil ayahnya terparkir di halaman. Ketika masuk ke dalam ia mendapati ayahnya sednag bercakap-cakap di beranda bersama Leo.
“Kok Papi bisa ada di sini?”
“Aneh kamu ini Ris, Masak Papi nggak boleh sowan ke rumah calon suamimu?”
“Calon suami? Calon suami apa?”
“Kan kamu sendiri yang mengajukan syarat, kalau Nak Leo bisa membuat rumah yang memiliki 1000 jendela dalam waktu 24 jam, kau akan menikahinya?”
“Memangnya bisa?”
“Nak Leo tunjukkan!”
Leo masuk ke dalam dan mengambil sebuah benda yang ditutup taplak meja.
“Apaan nih?”
Tanya Riska dengan tanda tanya menggantung di atas kepalanya.
“Yang kau minta.”
Kata Leo sambil membuka taplak meja itu dan memperlihatkan sebuah rumah berukuran sedikit lebih besar dari telapak tangan yang terbuat dari ribuan tusuk gigi.
“Papi sudah hitung sendiri jendelanya ada 1000 pas.”
“Tapi ini kan kecil sekali.”
“Di syaratmu tidak disebutkan ukurannya harus besar.”
“Tapi ini...definisi rumah kan tempat tinggal, siapa yang bisa tinggal di rumah sekecil ini. Paling-paling juga semut.”
“Di syarat yang kamu ajukan tidak ada keterangan kalau harus rumah manusia. Rumah semut kan juga termasuk dalam kategori rumah.”
Riska serasa disambar geledek. Ia menyesal mengapa tidak jelas dan detail ketika meminta syarat itu kemarin.
“Papi say something dong, belain Riska?”
“Menurut Papi rumah buatan Nak leo ini sudah memenuhi syarat.”
“Jadi Papi setuju punya menantu seperti dia ini?”
“Tentu saja setuju, kalian sudah kenal dari kecil, Papi juga kenal Nak Leo dari kecil. dia juga cerdas dan pernah magang di kantor kita jadi tahu kultur organisasi kita kayak gimana. Nanti kan bisa bantuin kamu waktu gantiin Papi megang perusahaan.”
“Tidaaaaak!!!!”
Riska pun pingsan karena shock. Otak kanannya seolah mengejek, melakukan bullying bawah sadar terhadapnya sambil terus-menerus berkata.
“Makanya Ris, kalau minta sesuatu itu yang jelas.”
INDEX BARU:
CERITA 2020
AZAB ILMU PELET
MUDIK 2020
Terima kasih untuk Agan Gauq yang sudah membuatkan index cerita ini.
Index by Gauq:
INDEX
INDEX lanjutan
Cerita baru 2019:
KISAH-KISAH MANTAN DETEKTIF CILIK di postingan terakhir halaman terakhir
Spoiler for :
Quote:
INDEX
RUMAH SERIBU JENDELA DI POST INI
SETIA
DEAD OR ALIVE
MAKAN TUH CINTA
KALAU JODOH TAK LARI KEMANA
OUTLIER
MAKAN BATU
TA'ARUF
SETIA
DEAD OR ALIVE
MAKAN TUH CINTA
KALAU JODOH TAK LARI KEMANA
OUTLIER
MAKAN BATU
TA'ARUF
INDEX PART 3
INDEX PART 4-new
Langsung saja cerpen pertama
Apa yang akan kau lakukan ketika dia yang kaucinta meminta syarat berupa rumah dengan 1000 jendela sebelum menerima cintamu?
Spoiler for :
RUMAH SERIBU JENDELA
Leo merogoh saku belakang celana hitam barunya. Sebuah sisir kecil diambilnya dari kantong itu. Sambil melihat spion, ia merapikan kembali rambut yang sempat dipermainkan angin selama dalam perjalanan, maklum saja kaca pintu depan mobilnya rusak dan hanya bisa ditutup setengahnya saja. Setelah dirasa sudah rapi, Leo dan rambutnya keluar dari roda empatnya kemudian berjalan dengan jantung berdegup kencang menuju rumah nomor 2011 dan menekan belnya. Sang pembantu rumah keluar dan menyapanya
“Oh Mas Leo ”
“Riska-nyaada Bi?”
“Oh ada, sebentar saya panggilkan.”
Beberapa menit kemudian seorang wanita muda cantik berusia 20 tahunan awal keluar, mendapati Leo yang sedang menghirup teh celup panas buatan Bibi.
“Mau pergi ke pestanya siapa? Perasaan teman kita nggak ada yang ulang tahun atau nikah hari ini.”
Tanya Riska.
“Memang tidak ada.”
“Kalau nggak ke kondangan, mengapa pakai baju serapi ini? Sok formal banget. ”
“ Harus formal, kan mau melamar.”
“Ngelamar kerja?”
Leo menggeleng. Jantungnya berdegup makin kencang.
“Bukan.”
“Lalu melamar apa?”
“Kamu.”
Kata Leo sambil bersimpuh dan mengeluarkan sebuah kotak merah berisi cincin emas dengan sebuah berlian berukuran mini di tengahnya. Sementara itu Riska mundur beberapa langkah ke belakang.
“Aku? kita kan nggak pernah pacaran?”
“Tetapi kita sudah saling mengenal belasan tahun Ris. Aku tahu apa yang kamu suka, aku tahu apa yang kamu tidak suka, aku tahu bagaimana kamu selalu menghentakkan kaki kirimu ke tanah ketika mendengar kabar gembira,
aku tahu bagaimana kau selalu mencengkeram erat kertas tisu di tanganmu waktu kau sedang gugup, dan aku tahu aku mencintaimu. ”
“Tapi kamu kan nggak tahu apakah aku juga cinta kamu?
“Karena aku tidak tahu, bagaimana kalau kamu beritahukan padaku sekarang.”
“Mmm, gimana ya? Untuk urusan cinta, apalagi orientasinya nikah. Tentu aku maunya sama pria yang sungguh-sungguh.”
“Cintaku kepadamu sungguhan Ris, bukan bohongan atau tren musiman.”
“Sejak kapan lidah punya tulang?”
“Kau tidak percaya pada kata-kataku?”
“Aku butuh bukti Yo, bukan janji.”
“Baik, bukti seperti apa yang kauminta Ris?”
“Tidak ada yang mustahil untuk orang yang sungguh-sungguh. Demi cinta Shah Jehan mampu menciptakan Taj Mahal untuk istrinya.”
“Lalu apa yang kau inginkan agar mau menjadi istriku Ris?”
“Buatkan aku rumah dengan 1000 jendela.”
“Baik”
“Jika kau mampu menyelesaikannya dalam waktu 24 jam aku akan menerimamu tetapi jika tidak ya kita temenan saja ya Yo.”
“Buat rumah 1000 jendela dalam waktu 24 jam. Sudah itu saja?”
“Memangnya kamu bisa?”
“Akan kucoba semampuku.”
“Baik aku tunggu hasilnya besok. Good luck.”
Leo pun pergi dari halaman rumah itu dan menuju mobilnya sambil mengambil nafas panjang. Ia memacu kendaraannya dan pergi ke beberapa toko kelontong dan toko bangunan. Banyak hal yang dibelinya. Setelah selesai berbelanja, benda-benda itu dibungkus dalam beberapa kantong kresek dan kardus yang dijejalkan ke bagasi mobil.
Pulang ke rumah Ia langsung menuju ke halaman belakang yang luas dan masih berupa lahan kosong yang hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
Leo mengambil nafas panjang lalu menghelanya dan mulai bekerja. Ia menurunkan semua barang yang ia beli. Tak lama kemudian suara gaduh dari palu bertemu paku terdengar berulang-ulang hingga malam tiba.
Malam harinya halilintar menyambar, disusul hujan yang turun sederas-derasnya. Air membanjiri halaman belakang yang masih tetap kosong dan hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
“Ris bisa mampir kerumah sekarang? ada sesuatu yang mau kuperlihatkan padamu.”
Kata Leo keesokan harinya lewat ponsel yang dijawab dengan gugup oleh Riska.
“I...iya.”
Dalam hati gadis itu berpikir, bagaimana ini? Apa Leo bisa menyelesaikan permintaan yang mustahil itu? Memang sih dia itu baik, cerdas dan tidak sombong tapi Riska tidak mencintainya. Ia memberikan syarat itu dengan tujuan agar Leo gagal dan mereka berdua bisa kembali happily everafter...meskipun hanya di friend zone saja.
Riska sampai di depan rumah Leo dan heran mendapati mobil ayahnya terparkir di halaman. Ketika masuk ke dalam ia mendapati ayahnya sednag bercakap-cakap di beranda bersama Leo.
“Kok Papi bisa ada di sini?”
“Aneh kamu ini Ris, Masak Papi nggak boleh sowan ke rumah calon suamimu?”
“Calon suami? Calon suami apa?”
“Kan kamu sendiri yang mengajukan syarat, kalau Nak Leo bisa membuat rumah yang memiliki 1000 jendela dalam waktu 24 jam, kau akan menikahinya?”
“Memangnya bisa?”
“Nak Leo tunjukkan!”
Leo masuk ke dalam dan mengambil sebuah benda yang ditutup taplak meja.
“Apaan nih?”
Tanya Riska dengan tanda tanya menggantung di atas kepalanya.
“Yang kau minta.”
Kata Leo sambil membuka taplak meja itu dan memperlihatkan sebuah rumah berukuran sedikit lebih besar dari telapak tangan yang terbuat dari ribuan tusuk gigi.
“Papi sudah hitung sendiri jendelanya ada 1000 pas.”
“Tapi ini kan kecil sekali.”
“Di syaratmu tidak disebutkan ukurannya harus besar.”
“Tapi ini...definisi rumah kan tempat tinggal, siapa yang bisa tinggal di rumah sekecil ini. Paling-paling juga semut.”
“Di syarat yang kamu ajukan tidak ada keterangan kalau harus rumah manusia. Rumah semut kan juga termasuk dalam kategori rumah.”
Riska serasa disambar geledek. Ia menyesal mengapa tidak jelas dan detail ketika meminta syarat itu kemarin.
“Papi say something dong, belain Riska?”
“Menurut Papi rumah buatan Nak leo ini sudah memenuhi syarat.”
“Jadi Papi setuju punya menantu seperti dia ini?”
“Tentu saja setuju, kalian sudah kenal dari kecil, Papi juga kenal Nak Leo dari kecil. dia juga cerdas dan pernah magang di kantor kita jadi tahu kultur organisasi kita kayak gimana. Nanti kan bisa bantuin kamu waktu gantiin Papi megang perusahaan.”
“Tidaaaaak!!!!”
Riska pun pingsan karena shock. Otak kanannya seolah mengejek, melakukan bullying bawah sadar terhadapnya sambil terus-menerus berkata.
“Makanya Ris, kalau minta sesuatu itu yang jelas.”
end
Diubah oleh reloaded0101 15-05-2020 14:17
indrag057 dan 37 lainnya memberi reputasi
34
190.6K
Kutip
1.1K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
reloaded0101
#838
A DRAGON TO BE KILLED
Spoiler for :
Raymond menghitung lagi uang dalam kantung belanja dari kertas sebelum turun dari kursi pengemudi. Ia membuang rokok lalu berjalan menjumpai sesosok pria di ujung gang.
“Uang lo.” Katanya sambil menunjukkan kantung belanja.
“Siniin, biar gua hitung dulu.” Kata orang itu sambil mengulurkan tangan.
“Eits nanti dulu. Barangnya mana?” Tiba-tiba Raymond memasukkan kembali kantong uang itu.
“Begini saja njing. Lo periksa beceng lo gue periksa uang gue. Bersamaan. Kalau lo nipu gue lo mati. Jelas.”
“Lo juga mati kalau bohongin gue.”
“Berarti kita setuju.”
Pria itu mengeluarkan sepucuk pistol dari pinggangnya ditambah sebuah magasin berwarna hitam yang terisi penuh lalu meletakkannya di atas meja. Raymond juga meletakkan uang yang dibawanya di meja. Lawan transaksi menghitung, si pembeli memeriksa apa yang dibelinya komponen per komponen.
“Itu pelurunya lapis teflon. Target lo pakai rompi juga gak ngaruh.”
“Hmm, menarik.”
“Gue nggak mau tahu lo mau beresin siapa, yang jelas kalau lo gagal jangan bawa-bawa gue. Ngerti lo.”
“Beres Bang.”
Raymond memang butuh pistol. Untuk apa? Tentu saja untuk membunuh orang. Ia tidak bisa pakai senjata tajam karena baik itu terlalu tangguh untuk diserang dari jarak dekat. Mau beli peledak atau senapan jarak jauh, harganya terlalu mahal. Selain itu ia tak punya keahlian dan pengalaman yang cukup untuk mengoperasikannya. Pilihannya tinggal pakai racun atau pistol genggam. Racun bukan pilihan yang bagus, karena orang itu sudah berkali-kali diracuni tapi tetap hidup sampai sekarang. Akhirnya melalui kenalan di deep web, Raymond memutuskan untuk membeli pistol.
Mengapa melakukan ini? Bukankah lebih enak kalau malam ini ia pulang ke kontrakan menyeduh mi rebus lalu memakannya dalam gelas sambil mengerjakan makalah ekonomi makro? Esoknya terbayang bagaimana ia menyerahkan makalah itu kepada Rahma sang asisten dosen cantik yang sudah sebulan ini sering messenger-andengannya.
Tidak...
Terbayang kembali masa lalu dalam ingatan.
“Bedebah ! Kamu lebih haram dari anak haram!”
“Ampun Yah.”
“Apa? Nggak denger.”
“Ampun yah.”
“Apa?”
CTAR
“hahaha hahaha hahaha...ha culun.”
"HEI SIAPA YANG BILANG ITU? SIAPA YANG NGATAIN ANAK GUE CULUN."
"Ampun bang."
"Matiinnya di luar saja."
"Ampun Bang...ampun!"
Pukulan kursi mendarat di punggun Raymond, sementara sang ayah yang memegang botol miras tertawa bersama teman-temannya di ruang tamu. Orang ini sakit jiwa. Kadang sifatnya baik seperti malaikat, minta maaf sambil memberikan permen coklat kepada Raymond kecil tapi kadang, apalagi kalau sedang bersama kawan-kawannya yang mabuk sifatnya bisa lebih keji dari setan kuburan.
Kepribadian gandakah? Atau penyakit lainnya? Entahlah Raymond bukan ahli psikologi yang bisa tetap sabar untuk menerima siksaan belasan tahun. Demikian juga dengan ibunya. Ayahnya Wanita kurus itu setiap hari selalu menangis tanpa bisa berkata-kata. Durjana itu membawa neraka membara ke dalam rumah mereka.
Ini harus diakhiri, kata Raymond sambil mengokang pistol.
“A...air.”
Suatu malam tanpa sengaja Raymond terbangun karena mendengar bunyi gaduh dari gudang. Ia mengendap-endap dan menyaksikan seorang pria diikat dengan kepala di bawah. Badannya kurus kering sepertti tak pernah makan minum berhari-hari.
“Boleh, kebetulan ini ada air kencing.”
“Kasih bos.”
"Arrrgh...arggh"
Kekejian orang itu sudah melampaui batas. Bukan hanya kepada Raymond dan ibunya. Tetapi juga kepada orang-orang lain di luar sana. Ini bukan hanya soal dendam pribadi, tetapi aksi main hakim sendiri untuk menolong masyarakat. Tindakannya bisa dibenarkan.
Raymond menghidupkan mobil dan melaju menuju tempat orang itu berada. Dalam perjalanan ia melihat seorang ayah memanggul putranya yang berusia lima tahun di atas pundak. Keduanya tampak berbahagia malam itu. Apa benar tindakannya bisa dibenarkan? Membunuh ayah sendiri?
Persetan dengan itu semua, moral dan aturan terkait hubungan darah cuma berlaku kalau kau meyakininya. Kalau kau mengabaikan semua itu menghabisi nyawa anggota keluarga sendiri sama mudah nya dengan menghabisi nyawa anggota keluarga orang lain. Lagipula kalau ayahnya dibiarkan hidup berapa banyak anak yang harus menyandang predikat yatim, piatu atau keduanya sekaligus.
CIT
Mobil direm. Jendela penumpang depan diturunkan dan Raymond menembakkan tiga butir peluru. Yang ditembak roboh ke tanah dan mobil Raymond langsung melaju ke kantor polisi. DI belakangnya anak buah ayahnya mengejar sambil memaki dan balas menembak.
“Saya menyerahkan diri Pak.”
“Apa yang anda lakukan.”
“Membunuh gembong kriminal sekaligus ayah saya sendiri.”
“Siapa nama ayah Saudara?”
“Bejo Subowo alias Rocky.”
“Bang Rocky Martil merah? “
“Benar Pak. Dia.”
Tiba-tiba seorang petugas keluar dari sebuah ruangan dan membisikkan sesuatu kepada interogator.
“Baik saudara kami tangkap atas pembunuhan berencana terhadap penegak hukum.”
“Penegak hukum. Maksudnya?”
“Sudah dua puluh tahun ini tidak ada orang kami yang bisa masuk sedalam itu ke sarang organisasi kriminal penguasa ibu kota selain Pak Bejo Subowo. Sayang sekali sebelum tugasnya selesai beliau gugur di tangan anak sendiri.”
“Tidak...ini mustahil...Tidak mungkin...!” Teriak Raymond tak percaya.
“Uang lo.” Katanya sambil menunjukkan kantung belanja.
“Siniin, biar gua hitung dulu.” Kata orang itu sambil mengulurkan tangan.
“Eits nanti dulu. Barangnya mana?” Tiba-tiba Raymond memasukkan kembali kantong uang itu.
“Begini saja njing. Lo periksa beceng lo gue periksa uang gue. Bersamaan. Kalau lo nipu gue lo mati. Jelas.”
“Lo juga mati kalau bohongin gue.”
“Berarti kita setuju.”
Pria itu mengeluarkan sepucuk pistol dari pinggangnya ditambah sebuah magasin berwarna hitam yang terisi penuh lalu meletakkannya di atas meja. Raymond juga meletakkan uang yang dibawanya di meja. Lawan transaksi menghitung, si pembeli memeriksa apa yang dibelinya komponen per komponen.
“Itu pelurunya lapis teflon. Target lo pakai rompi juga gak ngaruh.”
“Hmm, menarik.”
“Gue nggak mau tahu lo mau beresin siapa, yang jelas kalau lo gagal jangan bawa-bawa gue. Ngerti lo.”
“Beres Bang.”
Raymond memang butuh pistol. Untuk apa? Tentu saja untuk membunuh orang. Ia tidak bisa pakai senjata tajam karena baik itu terlalu tangguh untuk diserang dari jarak dekat. Mau beli peledak atau senapan jarak jauh, harganya terlalu mahal. Selain itu ia tak punya keahlian dan pengalaman yang cukup untuk mengoperasikannya. Pilihannya tinggal pakai racun atau pistol genggam. Racun bukan pilihan yang bagus, karena orang itu sudah berkali-kali diracuni tapi tetap hidup sampai sekarang. Akhirnya melalui kenalan di deep web, Raymond memutuskan untuk membeli pistol.
Mengapa melakukan ini? Bukankah lebih enak kalau malam ini ia pulang ke kontrakan menyeduh mi rebus lalu memakannya dalam gelas sambil mengerjakan makalah ekonomi makro? Esoknya terbayang bagaimana ia menyerahkan makalah itu kepada Rahma sang asisten dosen cantik yang sudah sebulan ini sering messenger-andengannya.
Tidak...
Terbayang kembali masa lalu dalam ingatan.
“Bedebah ! Kamu lebih haram dari anak haram!”
“Ampun Yah.”
“Apa? Nggak denger.”
“Ampun yah.”
“Apa?”
CTAR
“hahaha hahaha hahaha...ha culun.”
"HEI SIAPA YANG BILANG ITU? SIAPA YANG NGATAIN ANAK GUE CULUN."
"Ampun bang."
"Matiinnya di luar saja."
"Ampun Bang...ampun!"
Pukulan kursi mendarat di punggun Raymond, sementara sang ayah yang memegang botol miras tertawa bersama teman-temannya di ruang tamu. Orang ini sakit jiwa. Kadang sifatnya baik seperti malaikat, minta maaf sambil memberikan permen coklat kepada Raymond kecil tapi kadang, apalagi kalau sedang bersama kawan-kawannya yang mabuk sifatnya bisa lebih keji dari setan kuburan.
Kepribadian gandakah? Atau penyakit lainnya? Entahlah Raymond bukan ahli psikologi yang bisa tetap sabar untuk menerima siksaan belasan tahun. Demikian juga dengan ibunya. Ayahnya Wanita kurus itu setiap hari selalu menangis tanpa bisa berkata-kata. Durjana itu membawa neraka membara ke dalam rumah mereka.
Ini harus diakhiri, kata Raymond sambil mengokang pistol.
“A...air.”
Suatu malam tanpa sengaja Raymond terbangun karena mendengar bunyi gaduh dari gudang. Ia mengendap-endap dan menyaksikan seorang pria diikat dengan kepala di bawah. Badannya kurus kering sepertti tak pernah makan minum berhari-hari.
“Boleh, kebetulan ini ada air kencing.”
“Kasih bos.”
"Arrrgh...arggh"
Kekejian orang itu sudah melampaui batas. Bukan hanya kepada Raymond dan ibunya. Tetapi juga kepada orang-orang lain di luar sana. Ini bukan hanya soal dendam pribadi, tetapi aksi main hakim sendiri untuk menolong masyarakat. Tindakannya bisa dibenarkan.
Raymond menghidupkan mobil dan melaju menuju tempat orang itu berada. Dalam perjalanan ia melihat seorang ayah memanggul putranya yang berusia lima tahun di atas pundak. Keduanya tampak berbahagia malam itu. Apa benar tindakannya bisa dibenarkan? Membunuh ayah sendiri?
Persetan dengan itu semua, moral dan aturan terkait hubungan darah cuma berlaku kalau kau meyakininya. Kalau kau mengabaikan semua itu menghabisi nyawa anggota keluarga sendiri sama mudah nya dengan menghabisi nyawa anggota keluarga orang lain. Lagipula kalau ayahnya dibiarkan hidup berapa banyak anak yang harus menyandang predikat yatim, piatu atau keduanya sekaligus.
CIT
Mobil direm. Jendela penumpang depan diturunkan dan Raymond menembakkan tiga butir peluru. Yang ditembak roboh ke tanah dan mobil Raymond langsung melaju ke kantor polisi. DI belakangnya anak buah ayahnya mengejar sambil memaki dan balas menembak.
“Saya menyerahkan diri Pak.”
“Apa yang anda lakukan.”
“Membunuh gembong kriminal sekaligus ayah saya sendiri.”
“Siapa nama ayah Saudara?”
“Bejo Subowo alias Rocky.”
“Bang Rocky Martil merah? “
“Benar Pak. Dia.”
Tiba-tiba seorang petugas keluar dari sebuah ruangan dan membisikkan sesuatu kepada interogator.
“Baik saudara kami tangkap atas pembunuhan berencana terhadap penegak hukum.”
“Penegak hukum. Maksudnya?”
“Sudah dua puluh tahun ini tidak ada orang kami yang bisa masuk sedalam itu ke sarang organisasi kriminal penguasa ibu kota selain Pak Bejo Subowo. Sayang sekali sebelum tugasnya selesai beliau gugur di tangan anak sendiri.”
“Tidak...ini mustahil...Tidak mungkin...!” Teriak Raymond tak percaya.
THE END
Diubah oleh reloaded0101 11-11-2016 22:43
0
Kutip
Balas