- Beranda
- Stories from the Heart
Yaudah, gue mati aja
...
TS
dasadharma10
Yaudah, gue mati aja
Cover By: kakeksegalatahu
Thank for your read, and 1000 shares. I hope my writing skill will never fade.
Gue enggak tau tulisan di atas bener apa enggak, yang penting kalian tau maksud gue


----------
----------
PERLU DIKETAHUI INI BUKAN KISAH DESPERATE, JUDULNYA EMANG ADA KATA MATI, TAPI BUKAN BERARTI DI AKHIR CERITA GUE BAKALAN MATI.
----------
Spoiler for QandA:
WARNING! SIDE STORY KHUSUS 17+
NOTE! SIDE STORY HANYA MEMPERJELAS DAN BUKAN BAGIAN DARI MAIN STORY
Spoiler for Ilustrasi:
Cerita gue ini sepenuhnya REAL bagi orang-orang yang mengalaminya. Maka, demi melindungi privasi, gue bakalan pake nama asli orang-orang itu. Nggak, gue bercanda, gue bakal mengganti nama mereka dengan yang lebih bagus. Dengan begitu tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kecuali mata kalian.
Spoiler for INDEX:
Diubah oleh dasadharma10 06-01-2017 18:49
xue.shan dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.1M
3.5K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dasadharma10
#2718
PART 84
“Pagi sayang. Buruan mandi gih, ini udah hampir jam enam.”
“Duh, Ma, masih ngantuk banget nih.”
Mama mencium keningnya, “Selamat ulang tahun ya sayang.”
“Hehe, Mama inget aja.”
Hari ini adalah hari ulang tahunnya, seorang cewek yang pernah mengisi kehidupan gue dan mengajarkan gue hal-hal penting dalam kehidupan. Bukan, dia bukan nyokap gue. Dia juga bukan adek gue, atau bahkan kakak atau bokap gue, dialah Masayu.
“Pagi, Pa!”
“Pagi, sayang.” Papa memeluknya erat, “Duh, anak papa udah sebesar ini ternyata, udah tujuh belas tahun aja ya. Bentar lagi punya pacar, terus kuliah, terus nikah, papa cuma kebagian cucunya aja.”
“Apa sih Papa nih,” gerutunya sambil malu-malu.
“Iya, apa sih papa nih,” timpal mamanya. “Orang Masayu udah punya pacar, ya kan, Yu?”
“Sekarang kamu harus bisa jaga diri, Yu. Perempuan kayak kamu bakalan jadi lirikan setiap laki-laki di luar sana, lebih-lebih mereka bakalan nyakitin kamu. Pokoknya kamu harus hati-hati, laki-laki semua sama aja, berpotensi buat menyakiti kamu!”
“Lhah, Papa kan juga laki-laki,” kata Masayu lirih.
Keadaan sunyi mulai menyerang, papanya sadar salah ngomong, dan mama juga bingung mau benerin kalimat papanya kayak gimana.
“jangan - jangan papa… besarin aku cuma buat disakitin?” tanya Masayu spontan.
“Papa kayaknya salah ngomong,” ucap papanya tanpa berkedip. “Pokoknya yang jelas kamu harus hati-hati, jangan gampang percaya sama laki-laki.”
TIIN! TINN!
Masayu segera bangkit dari meja makan dan berpamitan sama papa-mamanya.
“Ma, Pa, Ayu berangkat dulu.”
“Sarapannya dihabisin dulu, sayang!” seru mamanya.
“Enggak bisa, Ma! Udah terlambat!”
Masayu berlari keluar rumah, menemui orang yang beberapa bulan terakhir dekat dengan dia.
“Happy birthday, Sayang!”
“Ih… kok datengnya pagi banget sih!”
“Oh, jadi gara-gara aku datengnya kepagian, ucapanku enggak diterima, nih?”
Masayu mencium pipi orang itu, “Makasih, Sayang!”
Siapa yang tau kalo hari ulang tahun ke tujuh belas cewek ini adalah hari dimana cobaan berat dimulai buat dia. Siapa yang tau kalo cobaan dia bakalan seberat ini.
“Yu, kamu harus sabar,” kata teman sebangkunya.
“Sabar kenapa lagi sih, Beb?”
“Kemarin aku ketemu Alee jalan sama Sasha kelas dua F!”
“Alee? Cowokku? Bercandanya jelek ih, kayak oom-oom.”
Temannya menarik tangan Masayu keluar dari kelas, “Sekarang kamu temuin Alee, kamu ambil hapenya, terus kamu bacain semua inobxnya. Kalo emang enggak kebukti, temenan kita sampe disini juga gapapa. Aku temenmu, Yu. Aku enggak mau kamu kenapa-napa.”
“Cha, kamu tau kan ini hari ulang tahunku?” air mata Masayu mulai mengalir. “Enggak ada orang lain yang lebih aku percaya daripada kamu. Kalo kamu udah bilang kayak gini, udah pasti Alee selingkuh.”
Icha memeluk Masayu yang mulai menangis, “Udah, kamu temuin dia dulu.”
Masayu menggeleng, “Enggak, aku sms aja udah cukup.”
‘Jadi kamu selingkuh sama Sasha? Dari kapan? Di depan baik-baikin, di belakang malah main sama cewek lain. Itu muka apa biji? kok ada dua?’ tulis Masayu.
‘Yu, aku bisa jelasin. Aku ke kelas kamu sekarang, ya?’
‘Enggak perlu, Icha udah lihat. Dia enggak mungkin bohongin aku, dan itu berarti kamu yang bohongin aku.’
‘Yaudah, aku ngaku. Aku kemarin jalan sama Sasha. Jujur, aku masih sayang sama kamu, tapi aku juga sayang sama dia. Aku juga enggak tau kenapa aku bisa tertarik sama dia sampe ngajakin dia jalan kemarin.’
‘Pas di malem hari ulang tahun aku? Hebat! Pantesan enggak kasih surprise.’
‘Aku enggak maksud gitu, Yu.’ Terdengar suara menghela nafas, ‘Yaudah, kalo kamu enggak mau ngertiin posisi aku, kita putus aja.’
‘Dasar BIJI…!’
Selama kegiatan belajar sampe istirahat dan bahkan sampe pulang, Masayu cuma diem di kelas ditemenin sama Icha. Dia lagi bener-bener kacau hari ini, moodnya di hari ulang tahun buruk seburuk-buruknya.
“Papa aku bener, Cha. Laki-laki ngelirik aku cuma mau nyakitin.”
Icha cuma diem. Dia tau kalo temennya cuma butuh didengerin, bukan dijawab.
“Dah, pulang yuk! Cowok diluar sana masih banyak, enggak perlu sampe kayak gini.”
“Tapi cowok diluar pasti juga sama aja, Cha! Mereka semua sama aja! Biji semua!” teriak Masayu.
Icha menyeka air mata di pipi Masayu, “Suatu saat kamu bakal ketemu cowok yang bakal setia nemenin kamu selama-lamanya. Enggak perlu kayak gini.”
“Cowok yang nemenin aku selama-lamanya? Kayak di film-film? Emang ada cowok sebego itu?”
Icha cuma diem.
Masayu menunggu mamanya menjemput di kantin ditemani Icha. Satu-satunya orang lain yang peduli sama Masayu selain orangtunya cuma Icha. Menurut dia, teman cowok lainnya deketin dia cuma mau modus, sedangkan yang cewek cuma mau kelihatan popular.
Gue enggak mengatakan semua itu bener, tapi gue juga enggak bisa mengatakan kalo itu semua salah. Pada kenyataannya tingkatan rasa sosial setiap orang berbeda-beda, dan hanya orang itu sendiri yang tau.
Begitu mamanya kelihatan, Masayu dan Icha berjalan menghampiri. Dan nasib buruk mulai menghampiri, dia jatuh di tengah jalan menghampiri mamanya.
“Yu? Kenapa, Yu?” tanya Icha.
“Ayu?! Kamu kenapa?” ucap mamanya sambil berlari.
“Kaki Ayu enggak bisa digerakin, Ma!” Ayu mencubit kakinya sendiri, “Ma, enggak kerasa sama sekali kaki Ayu!”
“Cha, Ayu kenapa?”
“Diputusin sama Alee, Tan!”
“Bukan itu, kenapa kaki Masayu enggak bisa digerakin?”
Icha saling pandang sama Masayu, “Ya, mana Icha tau, Tan.”
Mama dan Icha segera membawa Masayu ke rumah sakit terdekat. Dokter umum yang menangani Masayu kurang yakin dengan diagnosanya sendiri, dia memberi rujukan agar berobat dengan dokter bedah yang ada di rumah sakit yang sama. Dan setelah menunggu cukup lama, dokter bedah itu meminta mama untuk berbicara empat mata. Tapi berhubung Masayu juga penasaran, permintaan itu langsung ditolak oleh Masayu. Disitulah awal mulanya Masayu tau kalo selama ini dia memiliki kanker.
“Kamu tau enggak sih, Wi. Hari ulang tahun ke tujuh belas aku tuh buruk banget. Paling buruk dari semua hari-hari ulang tahun aku yang lainnya,” kata Masayu di tengah ceritanya.
“Bukannya abis itu juga semua sama aja?”
Masayu menggeleng, “Kamu belum denger bagian ketemu mas Roni sama Mama, sih!”
“Yaudah buruan cerita,” kata gue sambil menyedot susu kotak.
“Kamu tau? Emil bener tentang satu hal.”
“Apaan?”
Masayu bersembunyi di balik selimutnya, “Kamu tuh emang pendengar yang buruk!”
“Udahan ceritanya? Kalo udah aku balik nih?”
“Jangan!” ucap Masayu membuka selimutnya lagi. “Bantuin aku lipat kaki dulu.”
“Pagi sayang. Buruan mandi gih, ini udah hampir jam enam.”
“Duh, Ma, masih ngantuk banget nih.”
Mama mencium keningnya, “Selamat ulang tahun ya sayang.”
“Hehe, Mama inget aja.”
Hari ini adalah hari ulang tahunnya, seorang cewek yang pernah mengisi kehidupan gue dan mengajarkan gue hal-hal penting dalam kehidupan. Bukan, dia bukan nyokap gue. Dia juga bukan adek gue, atau bahkan kakak atau bokap gue, dialah Masayu.
“Pagi, Pa!”
“Pagi, sayang.” Papa memeluknya erat, “Duh, anak papa udah sebesar ini ternyata, udah tujuh belas tahun aja ya. Bentar lagi punya pacar, terus kuliah, terus nikah, papa cuma kebagian cucunya aja.”
“Apa sih Papa nih,” gerutunya sambil malu-malu.
“Iya, apa sih papa nih,” timpal mamanya. “Orang Masayu udah punya pacar, ya kan, Yu?”
“Sekarang kamu harus bisa jaga diri, Yu. Perempuan kayak kamu bakalan jadi lirikan setiap laki-laki di luar sana, lebih-lebih mereka bakalan nyakitin kamu. Pokoknya kamu harus hati-hati, laki-laki semua sama aja, berpotensi buat menyakiti kamu!”
“Lhah, Papa kan juga laki-laki,” kata Masayu lirih.
Keadaan sunyi mulai menyerang, papanya sadar salah ngomong, dan mama juga bingung mau benerin kalimat papanya kayak gimana.
“jangan - jangan papa… besarin aku cuma buat disakitin?” tanya Masayu spontan.
“Papa kayaknya salah ngomong,” ucap papanya tanpa berkedip. “Pokoknya yang jelas kamu harus hati-hati, jangan gampang percaya sama laki-laki.”
TIIN! TINN!
Masayu segera bangkit dari meja makan dan berpamitan sama papa-mamanya.
“Ma, Pa, Ayu berangkat dulu.”
“Sarapannya dihabisin dulu, sayang!” seru mamanya.
“Enggak bisa, Ma! Udah terlambat!”
Masayu berlari keluar rumah, menemui orang yang beberapa bulan terakhir dekat dengan dia.
“Happy birthday, Sayang!”
“Ih… kok datengnya pagi banget sih!”
“Oh, jadi gara-gara aku datengnya kepagian, ucapanku enggak diterima, nih?”
Masayu mencium pipi orang itu, “Makasih, Sayang!”
Siapa yang tau kalo hari ulang tahun ke tujuh belas cewek ini adalah hari dimana cobaan berat dimulai buat dia. Siapa yang tau kalo cobaan dia bakalan seberat ini.
“Yu, kamu harus sabar,” kata teman sebangkunya.
“Sabar kenapa lagi sih, Beb?”
“Kemarin aku ketemu Alee jalan sama Sasha kelas dua F!”
“Alee? Cowokku? Bercandanya jelek ih, kayak oom-oom.”
Temannya menarik tangan Masayu keluar dari kelas, “Sekarang kamu temuin Alee, kamu ambil hapenya, terus kamu bacain semua inobxnya. Kalo emang enggak kebukti, temenan kita sampe disini juga gapapa. Aku temenmu, Yu. Aku enggak mau kamu kenapa-napa.”
“Cha, kamu tau kan ini hari ulang tahunku?” air mata Masayu mulai mengalir. “Enggak ada orang lain yang lebih aku percaya daripada kamu. Kalo kamu udah bilang kayak gini, udah pasti Alee selingkuh.”
Icha memeluk Masayu yang mulai menangis, “Udah, kamu temuin dia dulu.”
Masayu menggeleng, “Enggak, aku sms aja udah cukup.”
‘Jadi kamu selingkuh sama Sasha? Dari kapan? Di depan baik-baikin, di belakang malah main sama cewek lain. Itu muka apa biji? kok ada dua?’ tulis Masayu.
‘Yu, aku bisa jelasin. Aku ke kelas kamu sekarang, ya?’
‘Enggak perlu, Icha udah lihat. Dia enggak mungkin bohongin aku, dan itu berarti kamu yang bohongin aku.’
‘Yaudah, aku ngaku. Aku kemarin jalan sama Sasha. Jujur, aku masih sayang sama kamu, tapi aku juga sayang sama dia. Aku juga enggak tau kenapa aku bisa tertarik sama dia sampe ngajakin dia jalan kemarin.’
‘Pas di malem hari ulang tahun aku? Hebat! Pantesan enggak kasih surprise.’
‘Aku enggak maksud gitu, Yu.’ Terdengar suara menghela nafas, ‘Yaudah, kalo kamu enggak mau ngertiin posisi aku, kita putus aja.’
‘Dasar BIJI…!’
Selama kegiatan belajar sampe istirahat dan bahkan sampe pulang, Masayu cuma diem di kelas ditemenin sama Icha. Dia lagi bener-bener kacau hari ini, moodnya di hari ulang tahun buruk seburuk-buruknya.
“Papa aku bener, Cha. Laki-laki ngelirik aku cuma mau nyakitin.”
Icha cuma diem. Dia tau kalo temennya cuma butuh didengerin, bukan dijawab.
“Dah, pulang yuk! Cowok diluar sana masih banyak, enggak perlu sampe kayak gini.”
“Tapi cowok diluar pasti juga sama aja, Cha! Mereka semua sama aja! Biji semua!” teriak Masayu.
Icha menyeka air mata di pipi Masayu, “Suatu saat kamu bakal ketemu cowok yang bakal setia nemenin kamu selama-lamanya. Enggak perlu kayak gini.”
“Cowok yang nemenin aku selama-lamanya? Kayak di film-film? Emang ada cowok sebego itu?”
Icha cuma diem.
Masayu menunggu mamanya menjemput di kantin ditemani Icha. Satu-satunya orang lain yang peduli sama Masayu selain orangtunya cuma Icha. Menurut dia, teman cowok lainnya deketin dia cuma mau modus, sedangkan yang cewek cuma mau kelihatan popular.
Gue enggak mengatakan semua itu bener, tapi gue juga enggak bisa mengatakan kalo itu semua salah. Pada kenyataannya tingkatan rasa sosial setiap orang berbeda-beda, dan hanya orang itu sendiri yang tau.
Begitu mamanya kelihatan, Masayu dan Icha berjalan menghampiri. Dan nasib buruk mulai menghampiri, dia jatuh di tengah jalan menghampiri mamanya.
“Yu? Kenapa, Yu?” tanya Icha.
“Ayu?! Kamu kenapa?” ucap mamanya sambil berlari.
“Kaki Ayu enggak bisa digerakin, Ma!” Ayu mencubit kakinya sendiri, “Ma, enggak kerasa sama sekali kaki Ayu!”
“Cha, Ayu kenapa?”
“Diputusin sama Alee, Tan!”
“Bukan itu, kenapa kaki Masayu enggak bisa digerakin?”
Icha saling pandang sama Masayu, “Ya, mana Icha tau, Tan.”
Mama dan Icha segera membawa Masayu ke rumah sakit terdekat. Dokter umum yang menangani Masayu kurang yakin dengan diagnosanya sendiri, dia memberi rujukan agar berobat dengan dokter bedah yang ada di rumah sakit yang sama. Dan setelah menunggu cukup lama, dokter bedah itu meminta mama untuk berbicara empat mata. Tapi berhubung Masayu juga penasaran, permintaan itu langsung ditolak oleh Masayu. Disitulah awal mulanya Masayu tau kalo selama ini dia memiliki kanker.
“Kamu tau enggak sih, Wi. Hari ulang tahun ke tujuh belas aku tuh buruk banget. Paling buruk dari semua hari-hari ulang tahun aku yang lainnya,” kata Masayu di tengah ceritanya.
“Bukannya abis itu juga semua sama aja?”
Masayu menggeleng, “Kamu belum denger bagian ketemu mas Roni sama Mama, sih!”
“Yaudah buruan cerita,” kata gue sambil menyedot susu kotak.
“Kamu tau? Emil bener tentang satu hal.”
“Apaan?”
Masayu bersembunyi di balik selimutnya, “Kamu tuh emang pendengar yang buruk!”
“Udahan ceritanya? Kalo udah aku balik nih?”
“Jangan!” ucap Masayu membuka selimutnya lagi. “Bantuin aku lipat kaki dulu.”
0


