Part 102


Aku hamil duluan, sudah tiga bulan. Gara gara pacaran suka gelap gelapan.


Anjrit !!


Suara ringtone hape sialan ini terdengar begitu Cumiakan telinga. Membuat gua yang baru beberapa jam tertidur ini sedikit terganggu dengan suaranya. "Siapa sih pagi pagi gini gangguin orang molor ? kalo kangen kan bisa entar aja." ucap gua dalam hati. Dengan malas gua mencoba meraba tempat dimana gua menaruh hape. Terlihat dilayar tertera nama Alisha, mau ngapain nih anak bangunin gua pagi pagi ?


Masih terkantuk kantuk, gua mencoba menjawab panggilan teleponnya.


" Whhooaa..halo Al.." sembari menguap gua membuka obrolan.


" Irfaaan, biasain jawab salam dulu. Jangan langsung nyerocos aja." kata suara diseberang.


" Waalaikumsalam Al... eh tapi kayaknya tadi lo gak bilang salam deh." kata gua dengan nada bingung.


" yee gua ngucapin salam tauu, sebelum lo ngangkat telponnya."


Lah, jawaban macem apa ini ? Kalo dia ngucapin salamnya sebelum gua ngangkat telpon ya mana kedengeran dari sini, aneh. Alisha... Alisha, sejak kapan sih lo jadi oon gini ?


" yaudah deh, serah lo aja. Eh, ini ada apaan lo nelpon gua pagi pagi begini ?" tanya gua


" wah udah lupa ya mas ini hari apa ? Katanya mau kesini."


Mampuss, gua baru sadar kalo sekarang hari minggu.


" aduh, iya gua lupa Al. Yaudah gua kesana sekarang."


" yaudah fan, buruan. Jangan lupa usapin dulu tuh iler yang masih nempel."


" Iya iya, tenang aja. Nyampe sana gua udah ganteng kok. Yaudah ya, bye Alishaa.." ucap gua berniat menutup telepon.


" Eh eh, jangan lupa ucapin salam dulu fa.."


TUUTT !


Belum sempat dia melanjutkan kata katanya, gua sudah terlanjur menekan tombol 'end call'.





Sekitar setengah jam kemudian gua sudah ada didepan gerbang rumah Alisha. Terlihat ia sedang duduk disebuah ayunan yang ada dihalaman samping rumahnya. Dia langsung melambaikan tangannya begitu menyadari kehadiran gua. "Irfaan, sinii !" begitu mungkin arti dari lambaian tangannya.


"Dorongin fan." ucapnya begitu gua sampai dihadapannya.


Gua menarik ayunan itu, lalu melepaskannya. Terlihat Alisha begitu senang saat gua melepas ayunan itu dan membiarkannya berayun beberapa kali.


"Lebih tinggi fan." pintanya lagi.


Gua menarik ayunannya lebih tinggi dari sebelumnya, lalu melepasnya ketika gua rasa ketinggiannya sudah cukup. Kali ini tawanya lebih lebar dari sebelumnya. Senyumnya begitu merekah.


"ayaaahh aku terbaangg !"


dia terus meneriakkan kalimat yang sama selama beberapa kali. Sampai akhirnya dia merasa lelah juga bermain ayunan itu. Ia mengatur nafas, nampak tetesan keringat mulai membasahi tubuhnya. Dia masih duduk di ayunan itu, sementara gua duduk dibangku kayu yang letaknya tak jauh dari tempatnya berada.


"Dulu waktu kecil bokap gua sering banget fan ngajak gua main ayunan disini." ucapnya, kini dengan nada yang agak berbeda.


"..."


"Sama seperti sekarang, dulu gua juga selalu minta bokap untuk narik ayunannya makin tinggi. Dan entah kenapa, semakin tinggi ayunannya gua makin senang, gua merasa terbang faan."


"..." gua masih diam mendengarkan semua kata katanya.


"Bahkan saking tingginya, gua pernah jatuh dari ayunan ini fan. Waktu itu gua langsung nangis kejer gara gara tangan gua yang baru dikasih kutek harus diplester. Gua langsung nangis waktu itu, kan kalo diplester jadi gak keliatan tuh kuteknya. ahaha." dia tertawa mengenang masa kecilnya.


Gua sedikit terharu mendengar ceritanya. Ternyata ayunan ini jadi salah satu tempat yang tak terlupakan baginya. Berat memang ketika kita harus berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya selalu ada untuk kita. Tapi itulah hidup, setiap awal pasti ada akhir. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan.


"ayunan ini penting banget buat lo ya Al ?"


"Ya begitulah fan, tapi nggak cuma ayunan ini yang penting buat gua. Semua yang ada disini juga penting fan. Ditempat inilah gua hidup selama 16 tahun. Susah, senang, semua gua habiskan disini, ditempat ini, dirumah ini. Dan sekarang gua harus ninggalin ini semua ? jelas itu berat fan." kini buliran air matanya kembali menetes.


Gua mendekatinya, bersimpuh direrumputan yang ada dibawah ayunan itu. Mencoba menguatkannya agar bisa menerima semua ini.


"Lo tenang ya Al, semua yang lo rasain sekarang ini udah pernah gua rasain kok. Tempat baru juga nggak akan semengerikan yang lo bayangin."


"hikss, maksud lo gimana fan ?"


"Dengerin gua ya Al.." gua mencoba mencari posisi duduk yang pas. "Setahun lalu, yang lo alami ini hampir mirip sama gua. Dirumah, gua juga punya tempat favorit Al. Gua punya sebuah bangunan dari kayu, hampir mirip seperti gubuk gitu sih. Biasa gua sebut rumah pohon, karena emang letaknya diatas pohon. Dulu gua sering banget main disana, bahkan sampai ngabisin lebih banyak waktu disana daripada dirumah sendiri. Gua juga punya nyokap yang sayang banget sama gua. Meskipun kadang kadang suka galak, gua yakin kok kalau nyokap gua sayang banget sama anaknya. Gua punya seorang Adik, walaupun dia lebih sering gangguin gua, tapi gua juga ngerasa kesepian tiap kali dia tidur dirumah nenek."


Gua menghentikan sejenak kata kata gua, mendadak gua juga teringat akan orang orang dirumah. Sedang apa mereka sekarang ? sedang tersenyum bahagia atau sedang menangis ? duh niat ngebantuin Alisha kenapa malah gua sendiri yang baper.


Gua mencoba melanjutkan cerita gua. "gua bahagia dirumah Al, seperti penggalan sebuah lagu. Lebih baik disini, dirumah kita sendiri. Walau rumah gua nggak sebesar atau sebagus rumah lo, tapi gua bahagia disana, bahagia dengan semua yang ada disana. Dan ditengah kebahagiaan itu, tiba tiba gua harus pindah kesini Al, gua harus pindah ketempat yang jauh dari rumah gua. Dimana gua harus menyeberang lautan terlebih dahulu jika ingin bertemu mereka. Dan yang harus lo tau, gua disini sendirian Al. Bokap gua sibuk sama pekerjaannya. Dan sekarang lo dihadapin dengan situasi yang sama kayak gua. Tapi seenggaknya lo lebih beruntung Al, karena keluarga lo masih ada disamping lo. Lo nggak perlu hidup sendiri kayak gua Al."


"...." dia masih mendengarkan gua dengan seksama.


"Satu lagi, jangan beranggapan bahwa tempat yang nantinya lo tuju itu nggak akan bikin lo bahagia. Lo harus yakin, akan selalu ada kebahagiaan baru ditempat yang baru. Gua pernah berfikir seperti itu, tapi ternyata gua salah. Ternyata kota kecil ini nggak senyeremin yang gua bayangin kok. Justru kalo gua nggak kesini, gua nggak mungkin ketemu dan jatuh cinta sama lo, Al.. Semua hanya masalah waktu, awalnya emang sulit. Tapi sulit bukan berarti nggak bisa dilakuin."


Gua memegang kedua bahunya, kembali mencoba membuatnya semangat menghadapi semua ini.


"sekarang hapus air mata lo, percayalah bahwa ditempat baru nanti, secara perlahan semua yang ada disini akan terganti. Semua hanya masalah waktu Al. Kalau gua bisa, kenapa elo enggak ?"


Gua mengakhiri ocehan gua setelah melihat senyum yang secara perlahan mulai mengembang dari wajahnya. Kemudian dia balas menepuk pundak gua.


"Ternyata gua nggak salah buat suka sama lo fan, ternyata omongan lo kayak om om ya. Tua ahaha."


"yee dasar.." gua membetot hidungnya. "kemarin kemarin bilang suka sama gua itu kutukan. Eh sekarang bilang gak salah buat suka sama gua, dasar labil !"


"ahaha biariin, weeek.." dia memeletkan lidahnya. "ayunin lebih tinggi lagi fan."


Kita kembali bermain ayunan, lebih tepatnya dia yang bermain ayunan sendirian. Sementara gua hanya kebagian tugas buat dorong. Gua melihat tawanya, begitu lepas. Seolah semua beban yang sempat menggelayut dipundaknya kini hilang tak berbekas. Gua pun tersenyum melihat wajahnya.


"Alishaa, kamu siap siap dulu gih. Sama sekalian temennya diajak kesini." Teriak seseorang dari dalam rumah, sepertinya itu suara nyokapnya Alisha.


"Iyaa bun." balasnya. "ayo fan kita kesana." dia menarik tangan gua menuju rumahnya.


"nih bun, kenalin temen aku. Namanya Irfan."


Dia memperkenalkan gua pada nyokapnya. Sementara gua cuma tersenyum sembari mencium tangannya.


"oh kamu ya yang namanya Irfan ? Alisha sering lho cerita soal kamu." katanya.


"aah masa sih tan." gua tersipu malu.


Selagi Alisha bersiap siap, gua berbincang bincang dengan nyokapnya. Banyak yang beliau ceritain waktu itu, sementara gua cuma manggut manggut doang mendengar semua kata katanya.


"ati ati bun, jangan deket deket sama dia. Ntar dimodusin juga loh." Ucap Alisha yang tiba tiba datang sambil membawa segelas es jeruk.


"hahaha, emang kamu suka modus ya fan ?" tanya nyokapnya Alisha. "Tante mau dong sekali sekali dimodusin." tambahnya sembari tersenyum.


"wah enggak deh tan, takut dicincang sama yang lagi bawa koper tuh hahaha."


Kita bertiga kembali larut dalam obrolan yang menyenangkan. Gua juga ikut tertawa meskipun selama itu Alisha lebih sering nyeritain kejelekan gua doang. Tapi its fine, kapan lagi gua bisa bikin dia tertawa disaat saat menyedihkan seperti ini ?


Kita masih terus tertawa, hingga tak sadar bahwa kini gua harus benar benar melepasnya.


"jangan sedih dong Al, masa mau naik pesawat malah sedih sih ?" kata gua saat dia mulai berjalan kearah mobilnya. "dulu waktu kecil, gua seneng banget loh bisa liat pesawat terbang. Bahkan sampai ikutan teriak teriak minta uang ke pesawat itu haha."


Dia menghentikan langkahnya sejenak. Lalu ikut tersenyum simpul.


"gua udah nggak sedih kok fan, justru gua bahagia karena lo mau nemenin gua disini." dia melanjutkan kata katanya. "Lo baik baik ya disini, jangan lupa sholat, jangan lupa belajar, jangan lupa ngerjain tugas biar nggak nyontek terus, sama jangan suka modusin cewek lagi."


"Iya Al, siap boss !" gua menghormat padanya. "gua akan inget semua kata kata lo Al. Kecuali yang terakhir, haha." balas gua, masih mencoba tertawa.


"ish dasar lo, tukang modus." dia menyikut gua. "yaudah deh, gua berangkat ya fan." ucapnya seraya kembali berjalan.


"emm, Faan.." belum terlalu jauh berjalan, dia berbalik menghampiri gua.


"Ada apa lagi Al ?"


CUUPP !


"Gua pergi ya fan, dadaahh.." dia kembali berjalan memasuki mobil dan melambaikan tangannya.


Setelah Alisha masuk, klakson mobil itu langsung berbunyi. Seolah memberi isyarat pamit pada gua yang sedang berdiri menatapnya. Perlahan mobil itu pun melaju, membawa seseorang yang gua cintai menuju tempat baru. Gua melambaikan tangan, tak berhenti memandangnya hingga mobilnya menghilang dari pandangan.


Gua merogoh saku celana jeans yang gua kenakan. Mengambil handphone dan mendapati sebuah pesan singkat yang baru saja dikirim oleh Alisha.






Leaving California - Maroon 5