- Beranda
- Stories from the Heart
Kubawa Mawar ke Negeri Oranje
...
TS
allesgoed
Kubawa Mawar ke Negeri Oranje
INDEX
PROLOG
Kubuka kedua mataku dengan perlahan, masih dalam summer yang tak sepanas kota Surabaya dan selimut jepangku yang hangat itu masih terlipat sempurna diujung kiri ranjangku. Tapi, dadaku masih terasa sesak bahkan lebih sesak dari Minggu lalu.
Kulihat di sekitarku tanpa beranjak, masih dalam room yang sama. Mama Moona, Papa, Mama Elsa, Dio, dan si cantik Nirmala. Mereka masih disana menatapku lekat tersenyum dalam bingkai yang berbeda.
Aku menarik senyum kecil ketika aku melihat sebuket mawar merah yang kelopaknya mulai lemas itu disamping bingkai foto Sven yang konyol itu yang sudah kubilang berulang kali kepadanya untuk jangan memajang fotonya diatas meja laptopku. Dan entah mengapa aku malas mengindahkan fotonya beberapa hari ini.
"Hoi, Alfred!" Sven datang tanpa mengetuk pintu membuyarkan lamunanku.
"Hey mengapa kau diam saja?"
"Ah... Bukan apa-apa. Sejak kapan kau ada disini?"
"Pintumu tak terkunci, kau begitu teledor akhir-akhir ini. Umm.. Semalam aku menginap di tempat Kazuko." Katanya dengan bangga setengah berbisik ke arahku.
Sven mengangguk mantab bagai aktor JAV. Aku melihatnya namun tak menghiraukannya, aku hanya memberinya sebuah senyum palsu untuk menghargainya. Entah mengapa segalanya terasa datar. Mungkin aku sedikit anti-social akhir-akhir ini.
"Hey, kau mau ramen? Kazuko membuatkannya dibawah untuk kita."
"Ah.. Ummm.. Aku akan menyusulmu."
Ajakannya tidak membuatku bersemangat walau kutahu ramen buatan Kazuko jauh dan sangat lebih baik daripada sepiring stamppot buatan Sven tiga hari yang lalu yang berakhir di tempat sampah. Rasanya lebih mirip bubur ayam dengan kentang tanpa bumbu.
Sesekali aku mengintip sebuket mawar merah itu dibelakang punggung Sven. Sven sepertinya mengetahui hal itu.
"Ohayo Gozaimasu..." Kazuko membuka setengah pintu kamarku memperlihatkan setengah wajahnya.
"Sayang, bisa kah kau menggunakan bahasa Inggris, Belanda, atau Jerman saja? Semalaman aku pusing mencerna semua racauanmu, Sayang.."
Sven dan Kazuko tertawa tergelitik. Tidak denganku. Ternyata aku masih memperhatikan sebuket mawar merah itu.
"Alfred, yang kukhawatirkan kau bisa mengalami psikosomatis." Kazuko mendekat kepada kami.
Aku mengarahkan pandanganku kepada Kazuko dan Sven. Kazuko memandangku dengan iba sementara Sven dengan wajah konyolnya mengangkat-angkat alisnya ke arahku.
"Alfred, di Jepang aku mengambil jurusan psikologi dan kau tahu itu kan? Sejak aku melihatmu, aku tahu ada sesuatu yang salah denganmu. Dan Sven, sahabatmu ini sudah memberitahuku semuanya."
"Memberitahu? Memberitahu apa?" Kataku dengan sedikit panik.
Kazuko berjalan perlahan menuju mejaku dan menggenggam buket berisi mawar merah yang sedikit layu itu. Ia membalikkan badannya dan duduk di ujung ranjangku sementara Sven yang duduk diatas single sofaku yang menjadi favoritnya mengubah mimiknya menjadi serius.
"Alfred, jika kau ingin berbagi, berbagilah. Nampaknya kau sedikit depresi. Lihat dirimu, kau nampak berantakan. Sudah berpa lama kau disini dan tak membasuh tubuhmu? Tirai itu, sejak kapan kau tak membuka tiraimu?" Katanya dengan menunjuk ke tirai yang menutup cahaya kamarku sejak hari kedatanganku di bandara Schipol, Amsterdam tujuh hari yang lalu.
Oh aku membenci pembicaraan ini!
"Kawan-kawan, nampaknya ramenku mulai dingin! Aku akan meninggalkan kalian berdua disini."
Sven beranjak dan meninggalkanku dengan Kazuko. Nampaknya Sven sudah tahu bahwa pembicaraan ini dapat berjalan lancar tanpa dirinya yang dapat mengganggu memoriku yang akan dikuras oleh Kazuko.
"Kazuko, aku hanya sedikit ummm.. hanya sedikit ya.. kau tahu.." Kataku dengan memandang mawar-mawar itu dalam genggaman Kazuko.
"Tentang ini, tentang mawar-mawar yang kau bawa dari Indonesia sejak kepulanganmu seminggu yang lalu." Kazuko menatapku penuh tanya beberapa detik.
"Kau mencintai dia, lihat mawar-mawar ini, membuangnya saja kau tak sanggup bukan!?"
*******
Diubah oleh allesgoed 30-10-2016 18:28
anasabila memberi reputasi
1
10.6K
89
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
allesgoed
#79
Mr. Gerrard's House (2)
Part 13 : Mr. Gerrard's House (2)
"Al, kayaknya belok sini!" Rose membuka kaca helmnya dan menepuk-nepuk bahuku saat berada di sebuah pertigaan.
"Menurutku bukan. Belok sini." Aku mengarahkan laju skuterku ke arah yang berlawanan dengan yang Rose tunjuk.
Sedari tadi aku dan Rose berdebat mencari rumah Mr. Gerrard. Kami tidak menemui satpam seorangpun yang berjaga di dalam posnya atau yang sedang bermain catur dibawah pohon.
"Enggak Al, kamu itu dibilangin kok nggak percaya s...."
Diujung sana seorang bule melambaikan tangannya di sebuah teras rumah minimalis tipe 90. Mr. Gerrard Smith.
"Al, maafin aku yah! Hehehe..."
Aku bisa mendengar tawa kecilnya dibelakangku.
"Hello, Rose and the Pinnocchio!" Suara besar Mr. Gerrard menyambut kami bak presenter musik.
"The Pinnocchio brings the Rose!" Suara Rose mengikuti nada Mr. Gerrard.
Pria bule berumur 34 tahun itu tertawa bersama Rose. Aku yang menjadi bulan-bulanan lagi.
"Sorry Sir, we're late about a quarter because me, off course... and Alfred a quite hard to find your house because we couldn't see any security."
"Oh, it's okay, Rose."
Rose menjelaskan kepada Mr. Gerrard bahwa kami terlambat 15 menit dikarenakan kami tidak melihat satpam seorangpun. Padahal menurutku suara cumiakkannya dibelakang sana yang membuat insting Global Positioning System-ku selalu down.
Seorang wanita bule berambut blonde yang tidak lebih tinggi dariku menyambut kami di sebuah ruang tamu yang juga bergaya minimalis. Di dindingnya banyak dihiasi foto-foto Mr. Gerrard bersama wanita ini dan beberapa foto dengan seorang gadis kecil yang wajahnya lebih mengadaptasi Mr. Gerard.
"Rose, Alfred, this is my wife, Helena." Wanita itu tersenyum ramah.
Kukira sosok Helena adalah sosok menyeramkan yang bangun dari tidurnya. Seperti yang kulihat dalam video clip My Chemical Romance - Helena. Dimana sang gadis yang telah menjadi mayat (baca : orang mati) terbangun dari petinya dan menari di altar gereja pas di melodi intro-nya.
"So, here is the Mr. & Mrs. Smith in real life! I've watched that movie. Old but gold!"
Kami semua tertawa di ambang pintu karena gurauan Rose mengenai film yang dibintangi oleh Jolie dan Pitt itu.
"Nice to meet you.. Gerrard talked a lot about you, Rose! How are you, guys?"
"I'm pretty fine!"
"Ya, I'm good." Jawabku.
Kami tidak bersalaman semestinya seperti orang Indonesia yang baru saja berkenalan. Hanya tebar senyum hangat, ugh atau karena cuaca sangat panas hari ini.
Kami berempat bercakap-cakap di dalam ruang tamu. Sesekali kami tertawa mendengar cerita Mr. Gerrard yang baru pertama kali ke Indonesia empat tahun yang lalu yang pernah berdiri berdiam diri di sebuah warteg nasi uduk di Jakarta mengira dia perlu antri untuk makan disitu. Tawa Rose dan Mrs. Helena meledak seiring dengan peragaan dan mimik Mr. Gerrard bak pemain ludruk.
"Honey, I promised them what if I asked you to make some burritos!"
"I can remember that, Honey.." Sebuah kecupan mesra mendarat di bibir Mr. Gerrard kemudian Mrs. Helena melesat menuju dapurnya.
Mr. Gerrard mempersilakan kami masuk menuju dapurnya. Dapurnya begitu modern dan kami tidak menemukan meja makan dengan kursi yang mengitarinya ala orang Indonesia. Ada sebuah bar disana.
"Do you wanna see how making the burrito, Rose?"
"Off course!"
Aku melihat Rose berjibaku dengan pisau, daging cincang, kacang merah dan yang lainnya bersama Mrs. Helena. Sayup-sayup kudengar ia tertawa, terkikik atau terkekeh. Hmm.. Tapi aku bisa mencium aroma daging cincangnya begitu menggugah selera. Sementara aku duduk di kursi bar bersama Mr. Gerrard.
"Voila! Our burritos are ready to serve!"
Rose membawa dua piring besar berisi burrito dan Mrs. Helena juga membawa dua piring besar berisi burrito ke hadapan kami. Oh, ini bentuk burrito. Tidak jauh beda dengan kebab hanya ukurannya lebih besar dari ukuran normal yang kubeli di doner kebab.
"Rose, kamu udah nanya ini dagingnya apa?" Aku berbisik ke telinga Rose.
"Ah, nggak tahu, Al. Ngapain sih?"
"Sorry, Sir but which one that isn't pork?"
"Oh, u don't need to sorry. It's my fault anyway. I forgot about that! Yesterday we bought pork. Luckily, we have a burrito within rice and red bean here."
(Pork : daging babi)
Mr. Gerrard memutar piring kami. Dihadapanku dan Rose kini sebuah piring berisi burrito besar dengan isi nasi dan kacang merah beserta selada dan teman-temannya.
"You can split it to each other, right? So, Alfred and Rose, in western you should say anything you wanna say such as, I don't think so, I don't drink hot chocolate, or maybe I don't eat rice. It's just normal."
"... I'm sorry maybe I haven't gone local yet!" Kami terkekeh mendengar kalimat terakhir Mr. Gerrard.
Jadi, budaya barat lebih blak-blakan daripada orang Indonesia dengan adat ketimurannya yang cenderung sungkan dan sedikit "manipulasi", seperti berkata "ya" padahal "tidak", dan sebaliknya. Kami bertoleransi terhadap Mr. Gerrard mungkin ia belum terbiasa. Jadi, katakanlah apa yang ingin kamu katakan, sebelum kami mencicipi burrito ini!
Akhirnya Rose dengan sigap memotong burrito kami dengan pisau yang disediakan oleh Mrs. Helena. Jadi, aku makan satu piring dengan Rose. Seperti sebuah set telenovela "Carita de Angel" dengan burrito-nya.
Hmmm... Rasanya seperti bukan di Indonesia. Makan burrito yang terasa aneh di lidah Indonesia yang terbiasa dengan rempah-rempahnya dan dua orang asing dihadapanku. Belum lagi gaya interior rumahnya yang ke barat-baratan.
"Mommy... Daddy..." Suara mungil dari arah belakang kami.
Seorang gadis kecil nampaknya terbangun dari tidurnya. Dengan lugunya ia mengucek kedua matanya. Dia pasti...
"My little angel.. Have you got enough power of your power nap?"
Mr. Gerrard menggendong gadis kecil yang menggemaskan itu layaknya sebuah boneka teddy bear. Bahkan ia lebih menggemaskan dari foto layar ponsel milik Mr. Gerrard waktu itu.
"Rose, Alfred this is Linda.."
Suara Mrs. Helena dari belakang kami. Aku dan Rose tidak sadar terpana melihat kedekatan ayah dan anak di hadapan kami.
"Hi Linda... I'm Rose."
Rose duduk bersila mendekati Linda meninggalkan potongan burrito nya yang tertanggal di garpunya. Sementara aku masih duduk diatas kursi bar yang bisa berputar ini.
"Hi I'm Linda Mandy Smith.. My mom said.. that.. rose is beautiful.. but it has thorn. The thorn hurts me when I touch it." Suara mungilnya menggemaskan menatap lekat Rose.
"Owh.. Can you show me your hands?"
Linda mengulurkan tangannya kepada Rose kemudian Rose menempelkan tangan mungil Linda ke kedua pipinya.
"I love you Rose.." Linda memeluk Rose dengan tubuh mungilnya.
".... Yes, my mom true, Rose is beautiful." Lanjut Linda dalam pelukan Rose.
Aku memutar kursiku lagi. Memotong burritoku dan memasukkannya ke dalam mulutku bersama dengan Mr. Gerrard dan Mrs. Helena di hadapanku. Sementara di belakang punggungku aku masih mendengar celotehnya bersama Linda.
"Linda, I want you to meet someone. He's kind and he's a nice friend. His name is Alfred.."
"????"
Aku berhenti mengunyah burrito-ku.
Bersamaan dengan itu ponselku bergetar singkat dalam saku celana jeansku.
*******
"Al, kayaknya belok sini!" Rose membuka kaca helmnya dan menepuk-nepuk bahuku saat berada di sebuah pertigaan.
"Menurutku bukan. Belok sini." Aku mengarahkan laju skuterku ke arah yang berlawanan dengan yang Rose tunjuk.
Sedari tadi aku dan Rose berdebat mencari rumah Mr. Gerrard. Kami tidak menemui satpam seorangpun yang berjaga di dalam posnya atau yang sedang bermain catur dibawah pohon.
"Enggak Al, kamu itu dibilangin kok nggak percaya s...."
Diujung sana seorang bule melambaikan tangannya di sebuah teras rumah minimalis tipe 90. Mr. Gerrard Smith.
"Al, maafin aku yah! Hehehe..."
Aku bisa mendengar tawa kecilnya dibelakangku.
"Hello, Rose and the Pinnocchio!" Suara besar Mr. Gerrard menyambut kami bak presenter musik.
"The Pinnocchio brings the Rose!" Suara Rose mengikuti nada Mr. Gerrard.
Pria bule berumur 34 tahun itu tertawa bersama Rose. Aku yang menjadi bulan-bulanan lagi.
"Sorry Sir, we're late about a quarter because me, off course... and Alfred a quite hard to find your house because we couldn't see any security."
"Oh, it's okay, Rose."
Rose menjelaskan kepada Mr. Gerrard bahwa kami terlambat 15 menit dikarenakan kami tidak melihat satpam seorangpun. Padahal menurutku suara cumiakkannya dibelakang sana yang membuat insting Global Positioning System-ku selalu down.
Seorang wanita bule berambut blonde yang tidak lebih tinggi dariku menyambut kami di sebuah ruang tamu yang juga bergaya minimalis. Di dindingnya banyak dihiasi foto-foto Mr. Gerrard bersama wanita ini dan beberapa foto dengan seorang gadis kecil yang wajahnya lebih mengadaptasi Mr. Gerard.
"Rose, Alfred, this is my wife, Helena." Wanita itu tersenyum ramah.
Kukira sosok Helena adalah sosok menyeramkan yang bangun dari tidurnya. Seperti yang kulihat dalam video clip My Chemical Romance - Helena. Dimana sang gadis yang telah menjadi mayat (baca : orang mati) terbangun dari petinya dan menari di altar gereja pas di melodi intro-nya.
"So, here is the Mr. & Mrs. Smith in real life! I've watched that movie. Old but gold!"
Kami semua tertawa di ambang pintu karena gurauan Rose mengenai film yang dibintangi oleh Jolie dan Pitt itu.
"Nice to meet you.. Gerrard talked a lot about you, Rose! How are you, guys?"
"I'm pretty fine!"
"Ya, I'm good." Jawabku.
Kami tidak bersalaman semestinya seperti orang Indonesia yang baru saja berkenalan. Hanya tebar senyum hangat, ugh atau karena cuaca sangat panas hari ini.
Kami berempat bercakap-cakap di dalam ruang tamu. Sesekali kami tertawa mendengar cerita Mr. Gerrard yang baru pertama kali ke Indonesia empat tahun yang lalu yang pernah berdiri berdiam diri di sebuah warteg nasi uduk di Jakarta mengira dia perlu antri untuk makan disitu. Tawa Rose dan Mrs. Helena meledak seiring dengan peragaan dan mimik Mr. Gerrard bak pemain ludruk.
"Honey, I promised them what if I asked you to make some burritos!"
"I can remember that, Honey.." Sebuah kecupan mesra mendarat di bibir Mr. Gerrard kemudian Mrs. Helena melesat menuju dapurnya.
Mr. Gerrard mempersilakan kami masuk menuju dapurnya. Dapurnya begitu modern dan kami tidak menemukan meja makan dengan kursi yang mengitarinya ala orang Indonesia. Ada sebuah bar disana.
"Do you wanna see how making the burrito, Rose?"
"Off course!"
Aku melihat Rose berjibaku dengan pisau, daging cincang, kacang merah dan yang lainnya bersama Mrs. Helena. Sayup-sayup kudengar ia tertawa, terkikik atau terkekeh. Hmm.. Tapi aku bisa mencium aroma daging cincangnya begitu menggugah selera. Sementara aku duduk di kursi bar bersama Mr. Gerrard.
"Voila! Our burritos are ready to serve!"
Rose membawa dua piring besar berisi burrito dan Mrs. Helena juga membawa dua piring besar berisi burrito ke hadapan kami. Oh, ini bentuk burrito. Tidak jauh beda dengan kebab hanya ukurannya lebih besar dari ukuran normal yang kubeli di doner kebab.
"Rose, kamu udah nanya ini dagingnya apa?" Aku berbisik ke telinga Rose.
"Ah, nggak tahu, Al. Ngapain sih?"
"Sorry, Sir but which one that isn't pork?"
"Oh, u don't need to sorry. It's my fault anyway. I forgot about that! Yesterday we bought pork. Luckily, we have a burrito within rice and red bean here."
(Pork : daging babi)
Mr. Gerrard memutar piring kami. Dihadapanku dan Rose kini sebuah piring berisi burrito besar dengan isi nasi dan kacang merah beserta selada dan teman-temannya.
"You can split it to each other, right? So, Alfred and Rose, in western you should say anything you wanna say such as, I don't think so, I don't drink hot chocolate, or maybe I don't eat rice. It's just normal."
"... I'm sorry maybe I haven't gone local yet!" Kami terkekeh mendengar kalimat terakhir Mr. Gerrard.
Jadi, budaya barat lebih blak-blakan daripada orang Indonesia dengan adat ketimurannya yang cenderung sungkan dan sedikit "manipulasi", seperti berkata "ya" padahal "tidak", dan sebaliknya. Kami bertoleransi terhadap Mr. Gerrard mungkin ia belum terbiasa. Jadi, katakanlah apa yang ingin kamu katakan, sebelum kami mencicipi burrito ini!
Akhirnya Rose dengan sigap memotong burrito kami dengan pisau yang disediakan oleh Mrs. Helena. Jadi, aku makan satu piring dengan Rose. Seperti sebuah set telenovela "Carita de Angel" dengan burrito-nya.
Hmmm... Rasanya seperti bukan di Indonesia. Makan burrito yang terasa aneh di lidah Indonesia yang terbiasa dengan rempah-rempahnya dan dua orang asing dihadapanku. Belum lagi gaya interior rumahnya yang ke barat-baratan.
"Mommy... Daddy..." Suara mungil dari arah belakang kami.
Seorang gadis kecil nampaknya terbangun dari tidurnya. Dengan lugunya ia mengucek kedua matanya. Dia pasti...
"My little angel.. Have you got enough power of your power nap?"
Mr. Gerrard menggendong gadis kecil yang menggemaskan itu layaknya sebuah boneka teddy bear. Bahkan ia lebih menggemaskan dari foto layar ponsel milik Mr. Gerrard waktu itu.
"Rose, Alfred this is Linda.."
Suara Mrs. Helena dari belakang kami. Aku dan Rose tidak sadar terpana melihat kedekatan ayah dan anak di hadapan kami.
"Hi Linda... I'm Rose."
Rose duduk bersila mendekati Linda meninggalkan potongan burrito nya yang tertanggal di garpunya. Sementara aku masih duduk diatas kursi bar yang bisa berputar ini.
"Hi I'm Linda Mandy Smith.. My mom said.. that.. rose is beautiful.. but it has thorn. The thorn hurts me when I touch it." Suara mungilnya menggemaskan menatap lekat Rose.
"Owh.. Can you show me your hands?"
Linda mengulurkan tangannya kepada Rose kemudian Rose menempelkan tangan mungil Linda ke kedua pipinya.
"I love you Rose.." Linda memeluk Rose dengan tubuh mungilnya.
".... Yes, my mom true, Rose is beautiful." Lanjut Linda dalam pelukan Rose.
Aku memutar kursiku lagi. Memotong burritoku dan memasukkannya ke dalam mulutku bersama dengan Mr. Gerrard dan Mrs. Helena di hadapanku. Sementara di belakang punggungku aku masih mendengar celotehnya bersama Linda.
"Linda, I want you to meet someone. He's kind and he's a nice friend. His name is Alfred.."
"????"
Aku berhenti mengunyah burrito-ku.
Bersamaan dengan itu ponselku bergetar singkat dalam saku celana jeansku.
*******
0