Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

a112adityaAvatar border
TS
a112aditya
Siluet Kebebasan Raka
Hai gan/sis.. Balik lagi nih dilapak lama.. Setelah hiatus 2 tahun lamanya.. Eh selama itu? Maapkeun ya gaes.. Ane bakal lanjut lapak ini.. Cerita sebelumnya telah mendapat revisi yang agak banyak.. Umm banyak banget deh.. Dari pengurangan beberapa tokoh.. Pemadatan cerita.. Dan juga ending yang jelas.. Ini apaan sih?

Untuk sementara masih agak berantakan.. Tapi ane usahain dalam waktu dekat ane rapihin lapaknya.. Makasih banyak buat mod dipretelin udah buka gemboknya lagi.. Habis ini ane minta ganti judul.. Ngerepotin amat yak.. Makasih yak mom mod radheka udah mau direpotin..

Cerita ini juga dipublish di wattpad dan blog pribadi.. Kalo emang ada keterlambatan di lapak ini cek aja platform lain.. Tapi tetep buat agan sista ane utamakan post di mari..

Last but not last.. Makasih buat kalian semua..


Everything you need to know before start reading.
Quote:


Quote:


Temukan chapter yang ingin kalian baca di sjni
Ch 1 : Tanda Tanya

Ch 2 : Wanita Berbahaya

Ch 3 : Nona Kesepian

Ch 4 : Janggal

Ch 5 : rilis 18/5/19
Diubah oleh a112aditya 12-05-2019 08:00
0
63.8K
606
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.5KAnggota
Tampilkan semua post
a112adityaAvatar border
TS
a112aditya
#19
Ch 2 : Wanita Berbahaya
÷÷


Sebuah mobil 4WDputih berhenti tepat di depan pagar rumah bernomor 48L. Dengan berat hati Raka menjejak tanah pekarangan menuju pintu depan rumah itu. Sesaat ia terdiam memandangi gagang pintu, lalu memalingkan lagi pandangannya pada mobil yang masih belum beranjak di depan pagar. Di kursi pengemudi Wahyu masih memandanginya.

"Aku harus memastikan kau pulang, kawan. Kalau belum di dalam rumah, kau masih bisa pergi ke tempat lain." Senyum Wahyu terasa begitu pahit saat Raka tatap. Ia bahkan sampai menghembuskan nafas panjang. Ketika Raka mulai membuka pintu depan, barulah Wahyu melambaikan tangan pamit.

Belum sampai pintu tertutup sempurna, tubuh Raka mengejang. Ia menyadari kehadiran lain di dekatnya. Memang benar firasatnya. Di kusen pintu kamar yang terbuka sedang bersandar Ela dengan kedua tangannya tersilang di dada. Raut wajahnya tidak terlihat bersahabat. Kepulangan Raka yang telat penyebabnya.

Dengan agak tergesa-gesa ia menghampiri Raka dan menunjuk-menunjuk dadanya hingga sesekali Raka terdorong mundur sedikit. "Kebiasaanmu ini menyebalkan, kau tahu. Harus berapa kali kuingatkan kalau ibumu akan marah besar jika tahu kau terus-terusan meninggalkan rumah berhari-hari? Kau pikir aku bisa mengurus rumah ini sendiri? Belum lagi Lisa mencarimu terus. Aku lelah mendengar tangisnya."

Raka hanya bisa tertunduk. Sepatah kata maaf terdengar begitu lemah keluar dari mulutnya. Namun hal itu malah membuat Ela makin geram. Ia pun meninggalkan Raka menuju kamar tamu. Ela meluapkan emosinya dengan membanting pintunya hingga tertutup. Suaranya yang keras membuat Lisa terkejut dan menjerit. Raka spontan berlari ke kamar utama dan langsung menggendong Lisa, mencoba menenangkannya.

"Maafkan ayah, sayang. Maaf. Ayah selalu buat salah. Maaf."

x


Hujan deras yang turun seharian ini meredam tangis Fitri kala itu. Ia memohon pada ibunya agar memaafkan tindakan kakaknya yang memancing emosi sang ibu. Dian sendiri hanya bisa meringkuk di lantai keramik yang dingin seraya berusaha melindungi kepalanya dari pukulan kemoceng yang dilayangkan ibunya. Jeritannya bukan meredam emosi sang ibu, malah semakin menyulutnya hingga batas tertinggi. Semua itu dikarenakan alasan yang sepele.

"Ibu.. Ampun ibu.. Ampun..."

"Maafkan kak Dian bu.. Kak Dian hanya membantu mengambilkan bola bekel Fitri.. Jangan pukul kak Dian bu..."

Telinga Bu Ani sudah ditulikan emosi. Matanya juga dibutakan dari kenyataan. Hanya karena tenaganya habis setelah mengayunkan kemoceng sepuluh menit lamanya barulah ia berhenti. Nafasnya terengah-engah. Tapi tidak butuh waktu lama untuknya menyadari memar di sekujur tubuh putranya. Ia menjatuhkan kemoceng dari genggamannya lalu mendekap mulutnya. Matanya yang tadi terasa panas karena emosi, kini menitikkan air mata.

Bu Ani menyadari perbuatannya yang salah. Ia pun meninggalkan Fitri yang berusaha menjadi tameng hidup untuk kakaknya. Di dalam kamar, bu Ani meneriakkan kebodohannya ditutupi bantal demi meredam suaranya.

"Jangan menangis lagi kak. Jangan menangis lagi. Fitri sayang kakak," ucap Fitri berusaha menenangkan kakaknya meski ia masih berlinang air mata.

÷÷÷


Pagi itu tadinya tenang. Raka sibuk memotong rumput yang mulai meninggi, menyapu dedaunan yang gugur, dan memupuki kebun sayuran kecilnya tanpa gangguan apapun. Sampai tiba-tiba Ela meneriakkan namanya dari dalam rumah.

"Raka!"

Mendengar namanya dipanggil, Raka pun langsung bergegas menghampiri. Belum sampai di depan Ela, sebuah pakaian setengah basah sudah melayang ke arah wajahnya dan mendarat tepat di tangannya yang spontan terbuka. Dilihatnya Ela sedang menggendong Lisa sambil menyusuinya tak jauh dari mesin cuci.

"Kamu tuh bagaimana sih? Kerjaan di dalam rumah belum beres sudah mengurusi yang di luar. Itu cucian di mesin cuci mau didiamkan sampai bau apak?" Saking kesalnya Ela, ia sampai menghentakkan kaki kanannya ke lantai.

"Tapi bukannya...." Belum Raka menyelesaikan kalimatnya, Ela langsung memotong.

"Tapi apa?! Aku ada janji di salon jam 10. Ini sudah jam 9 dan aku harus bersiap. Kalau bukan karena Lisa haus, cuciannya sudah kujemur. Perjanjiannya setiap waktu libur aku bisa bersantai. Kau lupa?" Dengan kasar Ela menabrak bahu Raka saat melewatinya menuju kamar untuk membaeingkan Lisa yang mulai pulas.

Raka memang tidak lupa. Ia mengingat dengan jelas saat mereka mulai memeriksakan kehamilan Ela di bulan kedua. Raka tidak lupa betapa sulitya ia meladeni permintaan gila Ela selama masa-masa itu. Di saat ia memiliki tujuan sendiri yang harus ia capai.

Satu jam setelah Ela berangkat, semua pekerjaan rumah sudah Raka selesaikan. Saat ia bersantai di taman belakang seraya membaca buku, terdengar sebuah panggilan masuk di gawai pintarnya. Nama Wahyu tertera di layar sentuh. Tanpa pikir panjang Raka pun mengusapkan jarinya menerima panggilan itu.

"Halo Ra. Di rumah? Sibuk? Bisa keluar sebentar?" Belum juga Raka menjawab sapaannya, Wahyu langsung menembaknya dengan segudang pertanyaan.

"Apaan sih Yu? Pelan-pelan kalau bicara. Jangan kayak Sembrani." Raka hanya mendengar ringkihan tawa Wahyu di gawainya.

"Iya lagi di rumah. Santai sih. Tapi aku lagi jagain Lisa. Ela masih keluar. Ada apaan sih?" jawab Raka lagi disambung tanya.

"Aku ke sana deh." Tanpa permisi, Wahyu memutus panggilan mereka. Raka sampai heran dengan tingkah temannya itu.

Sesekali Raka menghampiri Lisa di kamar, memastikan putri tercintanya tidur dengan tenang. Di tatapnya lamat-lamat garis wajah bayi kecil itu. Tak terasa genap setahun umur anaknya. Semakin Raka pandangi wajah kecilnya, semakin ia larut dalam bayang-bayang seseorang yang ia harap menjadi ibu dari anaknya itu.

Lamunannya terpecah kala suara denting bel pintu depan berbunyi. Raka langsung menghampiri tamu yang menunggunya. Raka salah mengira tamunya itu adalah Wahyu ketika membuka pintu. Ia malah mendapati seorang wanita cantik berdiri di hadapannya.

"Eh? Siapa...."

"Yo! Kok lama buka pintunya? Si Lisa rewel?" Wahyu tiba-tiba muncul dari samping wanita itu, membuat Raka sedikit terkejut.

"Brengsek kamu Yu. Mau aku jantungan ya?" umpat Raka.

Sebagai tuan rumah yang baik, Raka mempersilahkan kedua tamunya masuk. Mereka ditinggal sementara di ruang tamu seraya Raka mengambilkan suguhan ala kadarnya. Setelah sekali lagi memastikan Lisa tenang, Raka langsung bergabung dengan para tamu.

"Kenalkan, ini Amanda. Panggil saja Manda." Wahyu memperkenalkan wanita yang ia bawa. Raka dan Manda pun berselaman. Ada senyuman manis yang diumbar Manda.

"Kamu ingat waktu tanya sama aku soal sesuatu yang bisa menjamin masa depan buat Lisa?" lanjut Wahyu.

"Iya. Tapi bukannya sudah kukatakan kalau aku tidak percaya sama yang namanya asuransi. Maaf ya mbak." Lagi-lagi Manda mengumbar senyum simpul dari bibir tipisnya itu.

"Karena itu Ra. Daripada kamu dapat penjelasan yang salah dari aku, ku bawa Manda ke sini. Biar Manda yang menjelaskan sampai kamu paham. Asal kamu tahu, dia ini manager. Memang bukan job descnya menjelaskan ke kamu. Tapi setidaknya, aku yakin kamu bisa tanya jawab lebih nyaman sama dia ketimbang sama csnya." Setelah menjelaskan panjang lebar, Wahyu langsung meneguk habis minuman yang tersaji di hadapannya.

"Maaf haus."

Pandangan Raka pun beralih pada Manda yang sedari awal dengan tenang memperhatikannya. Entah kenapa, Raka merasa risih dengan tatapan wanita itu. Ia sampai salah tingkah. Dengan anggun Manda mengeluarkan sebuah bundle dari dalam tas jinjingnya. Ia bahkan sempat merapikan anak rambutnya yang jatuh menutupi wajahnya kala menunduk. Setelah merasa siap dengan semua perlengkapannya, dia melirik Raka sekejap. Membuat Raka makin tak nyaman. Ada sesuatu yang salah dari wanita itu menurutnya.

"Sebelum saya mulai mas Raka, ada yang mau saya tanyakan terlebih dahulu." Suara Manda terdengar akrab di telinganya. Seolah mereka pernah memiliki hubungan sebelum ini.

Beberapa kilasan satu tahun lalu kembali terngiang di kepala Raka. Ketika ia terlibat adu mulut dengan seorang wanita di panggilan bantuan asuransi yang ia gunakan. Di saat itulah suara wanita lainnya menggantikan lawan bicara Raka sebelumnya. Wanita itu mengenalkan dirinya sebagai...

"Misa. Apa mas Raka mengingat nama tersebut?"



Entah kenapa setelah berjalan cukup lama Raka mulai lelah. Garis berkelok yang tak berujung itu mulai memupus harapannya. Di tengah keinginannya untuk kembali, keraguan terus muncul. Membisikkan kata-kata indah penuh tipu daya. Cahaya di matanya kian meredup. Nafasnya mulai berat. Saat itu seorang anak perempuan berdiri di garis berkelok yang tipis. Tampak ia berbicara pada Raka. Namun tidak ada suara yang terdengar. Hanya saja, hal itu cukup untuk seorang Raka melangkah sekali lagi.

...


Trivia Ch 3 :

Raka hanyalah murid biasa. Namun ia mencuri perhatian seantero sekolah karena hubungan tak langsungnya dengan senior yang cukup penting. Sany si pembawa masalah.
Diubah oleh a112aditya 21-04-2019 16:22
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.