Part 100



"bro, lo Irfan kan ?" ucap seseorang sambil menepuk pelan bahu gua.


Suara yang baru saja terdengar itu seolah menyadarkan gua yang sedari tadi sedang melamun dikantin sambil menikmati segelas kopi hitam dan beberapa potong gorengan.


Gua mendongakkan kepala, mencoba melihat siapa yang baru saja datang. Dan kemudian mendapati Ilham sedang mencoba duduk dibangku yang ada didepan gua.


"Iya, gua Irfan." jawab gua singkat, lalu kembali meminum kopi gua yang sudah mulai dingin.


"oh iya, kita belum kenalan men." Dia mengulurkan tangannya. "kenalin, gua Ilham."


"Irfan." jawab gua sembari menyambut uluran tangannya.


Perasaan gua mulai gak enak, nggak biasanya Ilham nyamperin gua kayak gini. Jangankan buat ngobrol bareng, sekedar saling sapa pun nggak pernah kita lakukan sebelumnya. Bahkan meskipun hampir tiap hari kita ketemu, secara 'resmi' gua baru berkenalan dengannya hari ini. Dan sekarang dia tiba tiba duduk didepan gua dengan mimik muka yang terlihat serius. Mau ngapain ? Itu pertanyaan yang pertama kali muncul dibenak gua. Gua ngerasa gak pernah ada dan bikin masalah sama dia sebelumnya. Kecuali masalah Alisha yang makin nempel sama gua setelah dia nolak Ilham.


"gua perhatiin akhir akhir ini Alisha makin deket sama elo deh." ucapnya tanpa basa basi, dan hampir saja membuat gua menyemburkan kopi yang masih ada dimulut.


Gua diam sejenak, mencoba mencari kata kata yang pas dan aman untuk diucapkan. Pandangan gua menyapu seluruh ruangan kantin. Diseberang meja gua ada komplotan geng Ilham yang sedang asik menggoda cewek cewek yang lewat. Dan mungkin sedang bersiap juga kalau seandainya sebentar lagi dimeja sebelah terjadi baku hantam. Membuat gua sedikit bergidik ngeri membayangkan seberapa sakit dan perihnya pukulan pukulan yang akan gua terima nantinya.


"iya, kita emang deket. Tapi gua sama Alisha cuma temen biasa kok ham, gak lebih." jawab gua. Gua mengigit sepotong pisang goreng yang masih tersisa. "dan gua gak ada maksud buat ngerebut dia dari lo. Gua gak tau kalo lo suka sama dia ham" kata gua dengan nada tenang yang dibuat buat. Padahal keringat dingin udah mengucur, takut kalau jawaban yang gua berikan nggak bisa bikin dia puas dan membuat komplotannya ikut turun tangan.


Dia tersenyum, lalu kembali menepuk pundak gua. "Hahaha, tenang aja fan, serius amat muka lo. Gua kesini bukan mau habisin elo kok. Kalo gua niat mau habisin lo sih udah dari kemarin kemarin gua lakuin. Justru gua kesini malah mau minta maaf karena udah berniat nggak baik dengan ngerebut Alisha dari lo fan."


Gua sedikit mengerutkan kening mendengar jawabannya. "Maksud lo gimana sih ham ?"


"gini fan.." Dia mencomot bakwan yang ada dihadapannya. Dan kampretnya yang diambil itu bakwan gua satu satunya. "Setelah Alisha nolak gua, gua baru sadar kalau Alisha itu sukanya sama elo fan, bukan sama gua. Dan gua juga tau kalo sebenarnya lo juga suka sama dia, tapi lo masih ngerasa gak enak sama gua gara gara insiden penolakan itu." Dia mengusap bibirnya dengan tisu. "dan gua kesini cuma mau bilang, kejar dia. Jangan lo sia siain kesempatan buat dapetin cewek kaya dia. Gak usah takut sama gua, gua gak akan halangin lo buat pacaran sama dia kok."


Gua sedikit terkejut mendengar kata katanya. Lebih tepatnya terkejut sekaligus seneng karena ternyata dia gak marah atau nyimpen dendam sama gua gara gara peristiwa waktu itu.


"lo serius ham ? jadi lo gak marah dan gak akan ngerahin anak buah lo buat ngeroyok gua kan ?" tanya gua, masih tak percaya. Dan lagi lagi hanya dibalas dengan tawanya yang semakin menjadi.


"Ya enggaklah setan, kebanyakan nonton sinetron lo, hahaha. Kalau ditolak ya tinggal cari cewek lain fan, kayak di Tenggarong cuma ada satu cewek cakep aja." Dia menghentikan sejenak kata katanya, mencoba meredakan tawanya terlebih dahulu. "Justru gua malah heran sama Alisha, waras nggak sih tuh cewek ? Masak malah lebih milih deket sama lo yang gak jelas gini daripada jadi pacar gua. hahaha." tawanya kembali pecah.


"hahaha Anjing lo ham !" Gua melemparnya dengan puntung rokok yang gua gak tau darimana datangnya. Ternyata Ilham anaknya asik juga. Gua gak nyangka obrolan yang tadinya kaku banget bisa jadi akrab gini, dan sekarang obrolan kita tak ubahnya seperti dua orang maling yang sedang berbagi hasil curian.


Hari ini adalah hari dimana raport belajar gua selama semester dua dibagikan. Hari yang sudah ditunggu tunggu oleh kebanyakan siswa, tak terkecuali gua. Sesuai saran dari Dhara, hari ini gua akan mengungkapkan semua perasaan ini pada Alisha, tak peduli apa jawaban yang akan ia berikan nantinya. Keyakinan gua semakin bertambah berkat kata kata yang diucapkan Ilham tadi. Bahkan seandainya tadi dia benar benar bikin gua babak belur karena mau ngerebut Alisha darinya, gua akan tetap maju.


Raport sudah dibagikan, gua berhasil memenuhi target, bahkan juga mendapat bonus dari raport yang baru saja gua terima. Target gua hanya sekedar 'naik kelas', sementara bonus yang gua terima adalah peringkat yang masih berada di level sepuluh besar. Sementara Alisha jelas peringkat pertama dikelas, sekaligus dihati gua


Setelah raport dibagikan, Alisha malah langsung berjalan keluar kelas. Gua langsung mencoba menyusulnya, khawatir kalau dia sudah pulang duluan sebelum gua sempat berkata apa apa.


Ternyata dia berjalan menuju lantai dua gedung sekolah, gua terus berjalan mengikutinya dari belakang. Hingga akhirnya ia berhenti dan duduk disebuah meja yang terletak diluar kelas. Pandangannya lurus kedepan, matanya menerawang jauh. Hingga tak menyadari kehadiran gua disana.


Gua mengambil kursi yang letaknya tak jauh dari meja itu, dan langsung ikut duduk disebelahnya menghadap kejauhan.


"ternyata disini suasananya enak juga ya Al, anginnya adem." kata gua membuka pembicaraan.


Dia tak bergeming, jangankan untuk membalas ucapan gua. Menengok kearah gua pun enggak. Dia masih terus diam menatap lurus kedepan, matanya menerawang jauh. Sementara gua juga ikut terdiam sambil menikmati semilir angin yang menerpa wajah gua.


"gak terasa ya fan, udah setahun kita disini." akhirnya dia bersuara, namun pandangannya tetap tak berubah. Masih memandang jauh entah kemana.


"rasanya baru kemarin gua kenalan sama cowok gak jelas yang nekat cari ribut sama ketua panitia mos dihari pertamanya jadi anak sma." lanjutnya.


Gua tersenyum mendengar kata katanya, ternyata dia masih ingat semuanya. Bahkan gua sendiri pun sudah mulai lupa kalau Rama itu ketua panitia mos disekolah gua.


"waktu memang berputar begitu cepat ya Al, rasanya juga baru kemarin gua kenalan sama cewek cantik yang suka minum kopi dengan gula cuma seujung sendok."


Ada keheningan yang terjadi setelah itu. Gua mencoba mengenggam tangannya, tak ada penolakan. Justru kini tangannya juga ikut menggenggam erat tangan gua.


"Waktu memang berputar begitu cepat Al, hingga membuat gua tak sadar akan keberadaan seseorang yang begitu penting bagi gua. Gua terlalu sibuk dengan hidup gua sendiri Al, terlalu sibuk mengejar sesuatu yang semu. Hingga mata dan hati gua buta, buta untuk menyadari bahwa kebahagiaan gua sebenarnya ada disini. Kebahagiaan gua adalah saat bisa memandang wajah lo, melihat senyum lo, dan melihat lo tertawa manis saat mendengar lawakan gua yang tak jarang terdengar garing."


gua memandang Alisha yang kini sudah mulai menatap wajah gua. Mata kita saling bertemu, gua menatap matanya lekat lekat. Belum pernah gua seserius ini sebelumnya.


"dan kini gua berharap, masih belum ada kata terlambat untuk menyadari segala kebodohan gua. Masih ada kesempatan buat gua memulai semuanya dari awal Masih belum ada kata terlambat untuk menyadari bahwa..."

"..." dia diam, menanti apa yang akan gua katakan selanjutnya.


"bahwa kini gua sudah jatuh hati sama cewek yang suka minum kopi nyaris tanpa gula itu." kata gua akhirnya.


Dia terasenyum manis, wajahnya semakin terlihat sempurna dimata gua.


"Akhirnya kalimat yang sedari dulu gua tunggu tunggu lo ucapin juga fan." Dia melepas genggaman tangannya, lalu turun dari meja dan berjalan hingga ke pagar pembatas bangunan. Matanya kembali memandang jauh kedepan.


"gua juga suka sama lo kok fan, bahkan jauh sebelum lo menyadari perasaan lo sendiri."


"...."


"gua gak bisa gambarin gimana rasanya, tapi berada didekat lo adalah keadaan ternyaman yang pernah gua rasain. Gua selalu merasa aman saat didekat lo meskipun banyak kakak kelas yang sering godain gua. gua selalu merasa senang berada diboncengan vespa lo meskipun tak jarang gua juga harus ikut bantuin dorong gara gara vespa lo suka mogok. Gua juga selalu tertawa mendengar ocehan lo, padahal kan banyakan yang garing daripada yang lucu. haha"


Gua menghampirinya, tak pernah menyangka jika ia juga punya perasaan yang sama seperti yang gua rasakan.


"Gua selalu mencoba menolak setiap laki laki yang berusaha deketin gua fan, semata mata hanya untuk nungguin lo sadar bahwa gua masih berharap sama lo, gua menolak kak Ilham. Itu juga karena gua masih mau nungguin lo sekali lagi fan. Dan hari ini, penantian gua akhirnya terbayar. Akhirnya lo nembak gua, jujur gua masih gak percaya ini nyata atau cuma mimpi. Tapi apapun itu, gua tetep bahagia bisa mengetahui kalo lo juga suka sama gua. Bahkan jika ini hanya mimpi sekalipun." ucapnya, dan kini nampak matanya mulai berkaca kaca.


"Aal, maafin gua ya. Maafin atas semua kebodohan gua." gua mencoba menenangkannya, menggenggam tangannya dan mengusap rambutnya secara perlahan.


"gua seneng fan, bahagia banget mendengar kata kata yang baru saja lo ucapin. Kata kata yang mampu membuat gua melayang dibuatnya. Terimakasih udah jujur buat nyatain semua perasaan lo, terima kasih udah bikin hidup gua jadi lebih berwarna, terima kasih atas semua yang udah lo berikan..." dia menghentikan ucapannya. Nampak butiran air mata sudah membasahi wajahnya, dengan terisak dia masih mencoba untuk melanjutkan kata katanya.


"Tapi maaf, setelah ini kita udah gak bisa sama sama lagi fan."