- Beranda
- Stories from the Heart
Dunia Yang Sempurna [TAMAT]
...
TS
carienne
Dunia Yang Sempurna [TAMAT]
PROLOG :
Gue selalu percaya, apapun yang kita alami di dunia ini selalu memiliki alasan tersendiri. Ga terkecuali dengan kehadiran orang-orang di kehidupan kita. Setiap orang, setiap hal, memiliki perannya masing-masing di kehidupan kita ini. Ada yang datang untuk sekedar menguji kesabaran kita, ada yang datang untuk menyadarkan kita akan mimpi dan harapan yang selalu mengiringi kita.
Gue menulis cerita ini, sebagai wujud rasa cinta gue terhadap segala yang pernah terjadi kepada gue. Ada yang ingin gue lupakan, dan ada yang ingin gue kenang selamanya. Tapi pada satu titik gue menyadari, bahwa ga ada yang harus gue lupakan, melainkan gue ambil pelajarannya. Dan untuk segala yang pernah hadir di hidup gue, ataupun yang akan hadir, gue mengucapkan terima kasih dari hati gue yang terdalam.
Cerita ini berawal pada tahun 2006, pada saat gue masih culun-culunnya menjalani kehidupan. Gue baru saja lulus SMA, dan memutuskan untuk merantau, meskipun ga jauh-jauh amat, ke ibukota untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi lagi. Gue masih mengingat dengan jelas momen ketika gue mencium tangan ibu, dan elusan kepala dari bapak, yang mengantarkan gue ke gerbang rumah, sebelum gue menaiki angkutan umum yang akan membawa gue ke ibukota.
Ketika angkutan umum yang membawa gue ke ibukota itu mulai berjalan, gue sama sekali ga bisa membayangkan apa yang akan terjadi di hidup gue selanjutnya. Tentu saja gue ga bisa membayangkan kehadiran seseorang, yang dengan segala keunikan dan keistimewaannya, memberikan warna tersendiri di hati gue.
Nama gue Gilang, dan semoga sekelumit cerita gue ini bisa berkenan bagi kalian semua.
Gue menulis cerita ini, sebagai wujud rasa cinta gue terhadap segala yang pernah terjadi kepada gue. Ada yang ingin gue lupakan, dan ada yang ingin gue kenang selamanya. Tapi pada satu titik gue menyadari, bahwa ga ada yang harus gue lupakan, melainkan gue ambil pelajarannya. Dan untuk segala yang pernah hadir di hidup gue, ataupun yang akan hadir, gue mengucapkan terima kasih dari hati gue yang terdalam.
Cerita ini berawal pada tahun 2006, pada saat gue masih culun-culunnya menjalani kehidupan. Gue baru saja lulus SMA, dan memutuskan untuk merantau, meskipun ga jauh-jauh amat, ke ibukota untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi lagi. Gue masih mengingat dengan jelas momen ketika gue mencium tangan ibu, dan elusan kepala dari bapak, yang mengantarkan gue ke gerbang rumah, sebelum gue menaiki angkutan umum yang akan membawa gue ke ibukota.
Ketika angkutan umum yang membawa gue ke ibukota itu mulai berjalan, gue sama sekali ga bisa membayangkan apa yang akan terjadi di hidup gue selanjutnya. Tentu saja gue ga bisa membayangkan kehadiran seseorang, yang dengan segala keunikan dan keistimewaannya, memberikan warna tersendiri di hati gue.
Nama gue Gilang, dan semoga sekelumit cerita gue ini bisa berkenan bagi kalian semua.
Quote:
Diubah oleh carienne 27-03-2017 21:48
elbe94 dan 51 lainnya memberi reputasi
52
2M
5.4K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
carienne
#2497
PART 57
Gw mengambil tas ransel, menggendongnya di punggung sambil menunggu seorang cewek yang tinggal di samping gw ini bersiap-siap. Gw memandanginya berdandan, dan merapikan kertas-kertas catatan kuliahnya. Tiba-tiba pikiran gw melayang, kembali ke dua tahun lalu ketika gw dan dia berkenalan secara ga sengaja di acara ospek kampus. Sapaannya ketika gw sedang kelelahan di sore itu, hingga perjalanan pulang bersama ketika ternyata kami tinggal di kos-kosan yang sama. Dari situ gw mengenal sosok Soraya, wanita yang tangguh, dan unik, sekaligus wanita yang menghuni hati gw.
Gerakannya semakin melambat, dan dia selalu berhati-hati sebelum melakukan sesuatu. Terkadang dia diam sebentar, berpikir, sebelum akhirnya gw menyadarkannya lagi dengan satu panggilan.
“Cha, ayo...” kata gw pelan.
Dia tersadar lagi, kemudian tersenyum ke gw, sebelum melanjutkan lagi apa yang sedang dikerjakannya. Gw memandanginya dengan perasaan campur aduk. Hati gw terasa tersayat-sayat, tapi gw tahu gw harus tegar. Demi dia, demi gw, demi kami berdua.
“gw pake tas yang mana yah?” tanyanya sambil mengangkat dua ransel.
gw berpikir sejenak.
“ga usah pake ransel, masukin aja buku lo ke tas gw. lo ga usah bawa apa-apa, Cha.”
“ih kok gitu, gamau ah.”
“ya udah bawa tas kecil aja buat dompet sama hape. Buku lo biar gw yang bawa.”
“tas kecilnya yang mana?” dia menunjuk ke setumpuk tas di sudut.
“lo sukanya yang mana?” tanya gw sambil tertawa.
“lo suka yang mana? pilihin lah.”
“kok gw? kan yang pake elo...”
dia cemberut. Gw tertawa pelan.
“ya udah ya udah pake yang coklat tua tuh, cocok sama baju lo soalnya...”
“ya udah yang coklat yaah...” ucapnya riang.
Selama perkuliahan itu gw memperhatikannya lekat-lekat. Sesekali dia memejamkan mata, menyandarkan tubuh ke belakang. Kalau sudah begitu, waktu gw tanyakan kenapa, dia selalu menjawab ga kenapa-kenapa. Sehabis kuliah pun kami sengaja menjauh dari teman-teman, karena Ara ga mau kondisinya diketahui banyak orang. Gw mengajaknya ke sebuah warung makan di sudut kampus yang jarang ada teman-teman kami kesitu.
Dia duduk bersandar di dinding, sambil memandangi lansekap kampus, beserta mahasiswa-mahasiswi yang berlalu lalang di kejauhan. Dia tersenyum.
“gw bakal kangen sama kampus ini...” ucapnya pelan.
hati gw mencelos.
“lo jangan ngomong gitu lah, Cha...”
“iya gw tahu. Cuma cepat atau lambat semua bakal ninggalin kampus ini kan. Lo pun juga bakal lulus dan keluar dari sini...”
“iya si, tapi konotasi dari kata-kata lo itu yang gw takutin...”
“apa yang lo takutin?”
gw terdiam beberapa saat.
“gw takut kehilangan lo, Cha.”
dia tersenyum lemah ke gw sambil bersandar di dinding. “gw ga kemana-mana, Gil. Gw masih disini...” dia kemudian mencondongkan badannya ke depan, dan memegang dada gw, “....dan gw harap gw juga tetap ada disini...”
gw memegang tangannya yang menempel di dada gw. “selalu, Cha.”
dia menghela napas panjang, pandangannya menerawang, tapi raut wajahnya sangat tenang. Sepertinya dia sudah mulai mengikhlaskan segala sesuatu yang telah maupun yang akan terjadi selanjutnya. Sesekali gw melihat bibirnya bergerak-gerak sedikit, mengucapkan kata-kata tanpa suara. Kata-kata yang hanya diketahui oleh Tuhan dan dia sendiri.
“Cha...” panggil gw.
“ya?”
“apa yang bisa gw lakukan untuk lo?” gw bertanya dengan segenap perasaan gw.
Ara terdiam, dan berpikir. Cukup lama.
“gw mau main-main ke panti asuhan. Lo bisa temenin gw?”
“lo sebut aja waktunya, gw selalu ada buat lo, Cha.”
dia tersenyum mendengar jawaban gw. “terima kasih...” katanya pelan.
“ada lagi, Cha?”
“lo punya satu janji ke gw, Gil...” dia tertawa pelan.
“apa, Cha?”
“katanya lo mau ajak gw main ke rumah lo? gw mau kenalan sama keluarga lo. Boleh?”
gw terdiam, perasaan gw bercampur aduk, dan mencelos. Iya, memang gw berjanji untuk mengajaknya main kerumah gw di kampung. Berkenalan dengan kedua orang tua gw, dan adik-adik gw. Melihat dimana tempat asal gw tumbuh. Tapi gw ga tega membawanya kesana dalam kondisinya yang seperti ini. Gw ga tega untuknya, dan untuk diri gw sendiri. Tapi demi alasan apapun itu, gw sudah berjanji kepadanya.
“iya, nanti gw anter lo ke rumah gw...” ucap gw tersenyum sambil memegangi tangannya. “makanya lo sehat-sehat yaaa... hehehe...” kata gw dengan tawa dipaksakan.
dia mengangguk-angguk, sambil menerawang ke arah kampus. “impian gw itu bisa wisuda, dan menikah....” dia kemudian menunduk, dan memainkan jemarinya sendiri, “tapi sekarang gw ga tahu lagi, apakah gw masih punya kesempatan untuk itu...” katanya pelan, dengan senyum sedih.
gw memegang tangannya sangat erat.
“Cha, lo harus yakin, bahwa lo bisa meraih semua impian lo itu. Lo pasti akan wisuda kok, dan lo akan menikah dengan pria pilihan lo. Dan lo akan hidup bahagia. Gw yakin itu. Jangan menyerah ya, Cha. Lo ga boleh menyerah.” kata gw tegas.
“iya, Gil, semoga...” sahutnya dengan senyum lemah.
“berjanjilah sama gw, lo ga boleh menyerah. Ya?”
Ara terdiam. Dia memejamkan matanya.
“Cha?” gw mengguncangkan tangannya. Dia membuka matanya kembali.
“iya, gw janji, Gil.”
Setelah itu dia kembali memejamkan matanya, dan bersandar pada dinding. Gw masih memegang tangannya, dan merasakan aliran darahnya di tangan gw. Dalam hati, gw berjanji pada Tuhan dan pada diri gw sendiri, bahwa gw ga akan meninggalkan Ara sedikitpun. Gw akan terus menemaninya, mengulurkan tangan gw ketika dia membutuhkan bantuan gw, mendoakannya di setiap sujud gw, dan menyemangatinya di setiap hela napas gw.
Gw berdoa, semoga gw dan Ara memang tercipta satu sama lain. Dan suatu hari nanti, gw akan menunjukkan padanya kalau dia adalah segalanya buat gw.
Semoga.
Gw mengambil tas ransel, menggendongnya di punggung sambil menunggu seorang cewek yang tinggal di samping gw ini bersiap-siap. Gw memandanginya berdandan, dan merapikan kertas-kertas catatan kuliahnya. Tiba-tiba pikiran gw melayang, kembali ke dua tahun lalu ketika gw dan dia berkenalan secara ga sengaja di acara ospek kampus. Sapaannya ketika gw sedang kelelahan di sore itu, hingga perjalanan pulang bersama ketika ternyata kami tinggal di kos-kosan yang sama. Dari situ gw mengenal sosok Soraya, wanita yang tangguh, dan unik, sekaligus wanita yang menghuni hati gw.
Gerakannya semakin melambat, dan dia selalu berhati-hati sebelum melakukan sesuatu. Terkadang dia diam sebentar, berpikir, sebelum akhirnya gw menyadarkannya lagi dengan satu panggilan.
“Cha, ayo...” kata gw pelan.
Dia tersadar lagi, kemudian tersenyum ke gw, sebelum melanjutkan lagi apa yang sedang dikerjakannya. Gw memandanginya dengan perasaan campur aduk. Hati gw terasa tersayat-sayat, tapi gw tahu gw harus tegar. Demi dia, demi gw, demi kami berdua.
“gw pake tas yang mana yah?” tanyanya sambil mengangkat dua ransel.
gw berpikir sejenak.
“ga usah pake ransel, masukin aja buku lo ke tas gw. lo ga usah bawa apa-apa, Cha.”
“ih kok gitu, gamau ah.”
“ya udah bawa tas kecil aja buat dompet sama hape. Buku lo biar gw yang bawa.”
“tas kecilnya yang mana?” dia menunjuk ke setumpuk tas di sudut.
“lo sukanya yang mana?” tanya gw sambil tertawa.
“lo suka yang mana? pilihin lah.”
“kok gw? kan yang pake elo...”
dia cemberut. Gw tertawa pelan.
“ya udah ya udah pake yang coklat tua tuh, cocok sama baju lo soalnya...”
“ya udah yang coklat yaah...” ucapnya riang.
Selama perkuliahan itu gw memperhatikannya lekat-lekat. Sesekali dia memejamkan mata, menyandarkan tubuh ke belakang. Kalau sudah begitu, waktu gw tanyakan kenapa, dia selalu menjawab ga kenapa-kenapa. Sehabis kuliah pun kami sengaja menjauh dari teman-teman, karena Ara ga mau kondisinya diketahui banyak orang. Gw mengajaknya ke sebuah warung makan di sudut kampus yang jarang ada teman-teman kami kesitu.
Dia duduk bersandar di dinding, sambil memandangi lansekap kampus, beserta mahasiswa-mahasiswi yang berlalu lalang di kejauhan. Dia tersenyum.
“gw bakal kangen sama kampus ini...” ucapnya pelan.
hati gw mencelos.
“lo jangan ngomong gitu lah, Cha...”
“iya gw tahu. Cuma cepat atau lambat semua bakal ninggalin kampus ini kan. Lo pun juga bakal lulus dan keluar dari sini...”
“iya si, tapi konotasi dari kata-kata lo itu yang gw takutin...”
“apa yang lo takutin?”
gw terdiam beberapa saat.
“gw takut kehilangan lo, Cha.”
dia tersenyum lemah ke gw sambil bersandar di dinding. “gw ga kemana-mana, Gil. Gw masih disini...” dia kemudian mencondongkan badannya ke depan, dan memegang dada gw, “....dan gw harap gw juga tetap ada disini...”
gw memegang tangannya yang menempel di dada gw. “selalu, Cha.”
dia menghela napas panjang, pandangannya menerawang, tapi raut wajahnya sangat tenang. Sepertinya dia sudah mulai mengikhlaskan segala sesuatu yang telah maupun yang akan terjadi selanjutnya. Sesekali gw melihat bibirnya bergerak-gerak sedikit, mengucapkan kata-kata tanpa suara. Kata-kata yang hanya diketahui oleh Tuhan dan dia sendiri.
“Cha...” panggil gw.
“ya?”
“apa yang bisa gw lakukan untuk lo?” gw bertanya dengan segenap perasaan gw.
Ara terdiam, dan berpikir. Cukup lama.
“gw mau main-main ke panti asuhan. Lo bisa temenin gw?”
“lo sebut aja waktunya, gw selalu ada buat lo, Cha.”
dia tersenyum mendengar jawaban gw. “terima kasih...” katanya pelan.
“ada lagi, Cha?”
“lo punya satu janji ke gw, Gil...” dia tertawa pelan.
“apa, Cha?”
“katanya lo mau ajak gw main ke rumah lo? gw mau kenalan sama keluarga lo. Boleh?”
gw terdiam, perasaan gw bercampur aduk, dan mencelos. Iya, memang gw berjanji untuk mengajaknya main kerumah gw di kampung. Berkenalan dengan kedua orang tua gw, dan adik-adik gw. Melihat dimana tempat asal gw tumbuh. Tapi gw ga tega membawanya kesana dalam kondisinya yang seperti ini. Gw ga tega untuknya, dan untuk diri gw sendiri. Tapi demi alasan apapun itu, gw sudah berjanji kepadanya.
“iya, nanti gw anter lo ke rumah gw...” ucap gw tersenyum sambil memegangi tangannya. “makanya lo sehat-sehat yaaa... hehehe...” kata gw dengan tawa dipaksakan.
dia mengangguk-angguk, sambil menerawang ke arah kampus. “impian gw itu bisa wisuda, dan menikah....” dia kemudian menunduk, dan memainkan jemarinya sendiri, “tapi sekarang gw ga tahu lagi, apakah gw masih punya kesempatan untuk itu...” katanya pelan, dengan senyum sedih.
gw memegang tangannya sangat erat.
“Cha, lo harus yakin, bahwa lo bisa meraih semua impian lo itu. Lo pasti akan wisuda kok, dan lo akan menikah dengan pria pilihan lo. Dan lo akan hidup bahagia. Gw yakin itu. Jangan menyerah ya, Cha. Lo ga boleh menyerah.” kata gw tegas.
“iya, Gil, semoga...” sahutnya dengan senyum lemah.
“berjanjilah sama gw, lo ga boleh menyerah. Ya?”
Ara terdiam. Dia memejamkan matanya.
“Cha?” gw mengguncangkan tangannya. Dia membuka matanya kembali.
“iya, gw janji, Gil.”
Setelah itu dia kembali memejamkan matanya, dan bersandar pada dinding. Gw masih memegang tangannya, dan merasakan aliran darahnya di tangan gw. Dalam hati, gw berjanji pada Tuhan dan pada diri gw sendiri, bahwa gw ga akan meninggalkan Ara sedikitpun. Gw akan terus menemaninya, mengulurkan tangan gw ketika dia membutuhkan bantuan gw, mendoakannya di setiap sujud gw, dan menyemangatinya di setiap hela napas gw.
Gw berdoa, semoga gw dan Ara memang tercipta satu sama lain. Dan suatu hari nanti, gw akan menunjukkan padanya kalau dia adalah segalanya buat gw.
Semoga.
jenggalasunyi dan 7 lainnya memberi reputasi
8
![Dunia Yang Sempurna [TAMAT]](https://s.kaskus.id/images/2016/04/29/2515115_201604290417120444.png)
![Dunia Yang Sempurna [TAMAT]](https://s.kaskus.id/images/2017/01/24/9166190_201701240731110238.jpg)