- Beranda
- Stories from the Heart
(18+ Only) Trust My Voice [TAMAT]
...
TS
paycho.author
(18+ Only) Trust My Voice [TAMAT]
Quote:
Ane khusus bikin id cuma buat nulis cerita ane di sini

Ini cerita udah lama ane buat dan ini cerita berdasarkan dari obsesi ane

So, ane beneran pernah ketemu cowok di dalam cerita ini. Meski siapa dia, namanya siapa ane juga ga tau. Ada sedikit lah kebenaran dari si cowok yang ane gambarin di sini

Selebihnya, Only God Knows

Daripada engga ada yang naca dan ga mau diterbitin sama penerbit , ane lepas di SFTH aja ah.
Ceritanya hanya untuk hiburan dan fiksi belaka....
Enjoy GanSis.
Quote:
Buat para Sis (dan para Gan juga boleh)....menurut kalian......
lebih menarik Satya, Haikal, atau Bayu?

komen yah......
Quote:
SEPULUH RIBU VIEWERS!!! 

Quote:
PARTS
PART 1
PART 2/1
PART 2/2
PART 2/3
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
PART 28
PART 29
PART 30
PART 31
PART 32
PART 33
PART 34
PART 35
PART 36
PART 37
HILKA'S LETTER
EPILOGUE-SIX YEARS LATER
PART 1
PART 2/1
PART 2/2
PART 2/3
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
PART 28
PART 29
PART 30
PART 31
PART 32
PART 33
PART 34
PART 35
PART 36
PART 37
HILKA'S LETTER
EPILOGUE-SIX YEARS LATER
Quote:
Prolog
Bayu sebenarnya tidak pernah kepikiran kalau hubungannya dengan Hilka akan menjadi serumit ini. Setelah lebih dari empat tahun ia ditinggal oleh Hilka ke Perancis, sekarang ia hadir lagi dan mengatakan ingin Bayu kembali.
Emang gue cowok apaan? Kalau butuh aja lu datang. Kemarin waktu gue minta lu tinggal lu dimana?
Tapi Bayu menahan lidahnya dan menelan makian itu, mengingat Hilka dalam keadaan sedih dan putus asa, bisa-bisa ia makin depresi kalau mendengar Bayu menghina.
Diubah oleh paycho.author 20-11-2016 19:48
dhika_tonk dan 11 lainnya memberi reputasi
12
61.9K
Kutip
226
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
paycho.author
#14
Quote:
PART 3
"HILKA!!!" Inginnya Hilka loncat dari jendela kalau sudah dengar Si Ratu Lebay memanggil-manggil.
Pagi-pagi udah bikin ribut! Terpaksa Hilka bangun dari tempat tidurnya dan turun ke lantai bawah. Biasanya jam segini ibunya sudah ada di ruang makan sementara abahnya sedang ada urusan.
"Cepat sarapan, jam segini kok masih tidur. Perempuan apa yang kayak gitu?" Hilka menolak, dia cuma mengambil gelas tehnya dan pergi ke halaman belakang, duduk di ayunan.
Hari ini kuliahnya libur, tapi tugasnya yang tidak libur. Mau dikerjakan juga malas, kayanya sudah tidak moodsaja mengerjakan tugas-tugas kuliah. Segini dia kuliah di bidang yang dia mau, gimana kalau abahnya berhasil bikin Hilka kuliah ekonomi? Gantung diri bisa-bisa.
Bayu..... Akhirnya Hilka tahu juga namanya.
Sudah begini dia malah jadi tidak puas, ingin tahu lebih banyak lagi kalau bisa. Apa yah pendapat Bayu tentang Hilka?
Urgh, I came on to strong. He must be thinking I'm a freak.....
Menyesal juga sebenarnya Hilka kalau sudah begini, seharusnya dia tanya dulu pendapat teman-temannya, sebaiknya apa yang harus dia lakukan. Mungkin itu, yah gunanya teman. Jangankan sekadar kasih saran, bantu nembak saja ada kok yang mau. Kalau boleh jujur, ini pertama kalinya Hilka benar-benar suka sama seseorang, sebelumnya tidak pernah sekalipun. Kenapa, yah? Tidak tahu juga. Entah karena selama ini tidak ada cowok yang masuk hitungan menarik di mata Hilka atau memang Hilkanya saja yang aneh. Atau memang karena Hilka was made for that one guy only? Nope.....that can't be it....
Wajahnya langsung merah, memang benar yah ada yang namanya destiny? Kok bisa Hilka langsung naksir gitu sama orang yang entah siapa? Dari zaman SD-SMA Hilka berpindah- pindah dan tidak ada satupun yang bisa bikin Hilka luluh. Dari SD yang naksir Hilka banyak, habisnya dari kecil memang dia terkenal sudah manis wajahnya, pipinya tembem, putih, matanya besar, rambutnya keriting-keriting persis mie goreng. Mulai SD kelas 3, Hilka sudah tinggal di London. Zaman SMP, di saat yang lain mulai belajar pacaran, Hilka malah sibuk sembunyi di kelas sambil latihan biola atau menggambar. Mulai kelas 1 SMP Hilka pindah ke Perancis, otomatis demografi cowok yang naksir Hilka pun berubah, dari mulai bule sampai keturunan Afrika Utara. Kurang bervariasi apa coba, tapi tetap Hilka said no, sampai pernah abahnya bawa-bawa senjata untuk mengusir kakak kelas Hilka
yang teriak-teriak 'Hilka, je t'aime. Je ne veux pas vivre sans toi' di depan rumahnya sambil bawa-bawa buket mawar dan cokelat. Hilka sih kalem saja melihat abahnya, toh Hilka juga tidak suka. Mulai SMA sampai kelas 2 Hilka pindah ke Singapura, kelas tiga baru mulai sekolah di Bogor tapi mundur lagi ke kelas dua untuk membiasakan diri dengan kurikulum Indonesia yang luar biasa ribetnya. Baru sekarang kuliah di Jakarta.
Tapi kalau mau dicari penyebabnya, Hilka rasa itu juga karena orangtuanya yang selalu mengajarkan Hilka untuk selektif, sama teman apalagi sama pacar. Namanya juga orangtua zaman dulu, inginnya mereka Hilka punya pacar yang idaman calon mertua, kalau masih kecil dilihat orangtuanya, agak dewasa dilihat potensinya di masa depan. Beberapa kali Hilka dikenalkan dengan anak rekan orangtuanya, tidak ada yang menarik. Jatuhnya memang Hilka suka curiga sama orang, dia punya trust issue yang parah pada siapapun. Susah buat Hilka percaya kalau masih ada orang yang tulus, maklum, turunan dari abahnya yang pengusaha dan mamahnya yang politikus. Semua anak-anak mereka diajarkan supaya jangan gampang percaya sama orang, maksudnya sih supaya hati-hati.
"Hilka!!!"
"Astaga ini mak lampir...." Hilka membuang sisa tehnya ke kolam dan masuk ke dalam.
"Ka, mama hari ini ada rapat sampai malam. Kamu makan sendiri, yah. Ada uang buat makan?"
"Ada, Ma."
"Jaga rumah, yah...." Setelah memberikan ciuman pipi kilat. Hilka menghapus bekas lipstik yang nempel di pipinya. Sudah biasa Hilka sendiri di rumah, malah aneh kalau rumahnya ramai. Biasanya kalau sepi begini Hilka latihan main biola atau menggambar, dan harusnya sih Hilka menyelesaikan tugas buat besok. Tapi hari ini Hilka punya agenda lain. Setelah mandi, jarang-jarang Hilka mau dandan. Sedikit bersolek lah, sekali-kali, namanya juga perempuan, apalagi Hilka seperti perempuan baru beger, baru kenal yang namanya cowok dan baru tahu kalo naksir orang tuh bagaimana rasanya.
"Pak, antar ke Cibubur Square, yah." Kata Hilka pada supirnya. Hilka memang tidak diizinkan bawa mobil sendiri entah apa alasannya. Kenapa yah nyokapnya paranoid banget Hilka bakal kabur, sampai-sampai bawa mobil sendiri saja enggak boleh. Tidak lupa bersama dengannya, Hilka membawa biolanya.
"Pak, pulang duluan saja, yah. Nanti saya pulang naik bus saja."
"Wah, jangan, Neng. Nanti saya dimarahi ibu kalau ninggalin Neng di sini."
"Kan Ibu lagi rapat."
"Iya, Neng. Tapi suka dibilangin sama Si Bibi kalau saya pulang sendiri."
"Hm....yaudah tungguin saya di Baranangsiang aja gimana, Pak? Atau, Bapak ikut nunggu sama saya di sini, tapi saya pulang pakai bus. Bapak ikutin aja busnya dari belakang." Supir Hilka kelihatannya bingung mencerna instruksi dari Hilka. Kenapa enggak sekalian aja pulang sih? Harus banget pulang naik bus? Tapi akhirnya si Bapak mengikuti keinginan Hilka. Ia menunggu sementara Hilka masuk ke kedai kopi. Sambil duduk,
Hilka mengamati tempat duduk yang ada di dekat checker bus yang kebetulan tempatnya di depan kedai kopi yang dikunjungi Hilka. Biasanya orang yang menunggu bus naik di sini, termasuk pengamen yang baru masuk dari Cibubur. Agak lama Hilka menunggu, yang dicari tidak datang juga. Kalau sudah terlalu sore baiknya Hilka pulang saja ke rumah. Agak sedih juga, perjuangan Hilka jadi sia-sia. Mau pulang pun Hilka merasa berat karena ia sudah sampai di sini dan pulang tanpa membawa hasil itu tidak nikmat rasanya, mungkin sebaiknya Hilka menunggu sebentar lagi. Setengah jam paling lama.
Emang kalau ketemu, what are you gonna do, Hilka? He's gonna see you as a freak.... or a psycho..... Sejak dulu, Hilka selalu punya sesuatu yang disebut sebagai inner voice dan kalau kebanyakan orang tidak bisa mendengar dengan jelas inner voice mereka, buat Hilka inner voicenya sangat jelas, seperti teman bicara. Mungkin karena Hilka biasa sendirian dan yang bisa dia ajak bicara hanya inner voicenya itu.
You're looking hopeless....
"Shut up!" Rupanya Hilka bicara terlalu keras, sampai orang di sekitarnya melihat ke arah dia. Hilka malu sedikit, tapi setelah itu dia mulai konsentrasi lagi ke objek semula. There you are! Hilka keluar dari kedai kopi sambil berlari sedikit dan menenteng biolanya, mengejar bus yang sebentar lagi berangkat. Ia membuka pintu belakang bus dan segara naik dan duduk di bangku paling belakang yang kebetulan kosong.
"Hai...." Oke, mungkin Bayu sudah lupa dengan Hilka, karena itu, biar Hilka yakin 100% Bayu melihat dia naik ke bus, Bayu tidak menyapa sama sekali. Akhirnya Hilka menyapa duluan, mending begitu daripada Hilka kehilangan kesempatan emas lagi.
Do you still remember my name?
"Eh....Hil....ka, yah?" "Yup...." kata Hilka sambil tersenyum manis.
"Habis darimana?"
"Rehearsal....." Hilka menunjuk ke arah case biolanya.
"Itu.....biola, yah? Lu main biola?"
"Iyalah. Ngapain bawa-bawa biola kalau enggak main?"
"Lu ada perkumpulan gitu? Atau lagi les?"
"Gue gabung di chamber orchestra kampus. Ini gue lagi ada latihan, dua minggu lagi ada tampil."
"Oh....udah jago banget yah pasti?"
"Enggak juga...."
Niatnya Hilka mau lanjut ngobrol, tapi obrolannya dipotong oleh kenek yang menagih ongkos dan menegur Bayu. "Pacaran aja lu, Bay. Ngamennya kapan? Kalau enggak ngamen bayar ongkos lu...."
Bayu memohon diri dan bangun dari tempat duduknya. Ternyata suara bicara enggak beda jauh dengan suara nyanyinya. Cewek memang paling sensitif kupingnya, karena itu suara Bayu lebih berpengaruh buat Hilka daripada yang lain. Hampir Hilka lupa memberitahu supirnya kalau dia sudah ada di dalam bus.
If only I can listen to your voice everyday.....
"Sorry ditinggal, yah tadi."
"Eh, kok tumben ngebut?"
"Enggak apa-apa.....lagi bentar lagi juga suara gue habis."
Did you do it for me?
"Boleh.....lihat biolanya?" Hilka mengangguk kemudian membuka kunci casenya. Biasanya Hilka tidak mau ada orang lain yang menyentuh biolanya. "Beludru, yah?"
"Iya."
"Kalau biolanya buatan mana?"
"Cecilio, dari California."
"Kalau peralatannya udah secanggih ini pasti yang mainnya juga udah canggih, kan?" Hilka bingung harus jawab apa. Jago? Lumayan, Hilka sudah belajar biola sejak umur 7 tahun. Tapi gaya permainannya kaku, susah kalau dia harus improvisasi, karena itu Hilka sangat bergantung pada sheet dan latihan karena sebagian besar permainnya itu hasil dari ingatannya ketika latihan. Kalau lupa, yah habis sudah. Makanya Hilka lebih cocok dengan aliran klasik yang strict mengikuti panutan dari lembar musiknya. Masih jauh kalau mau jadi Lindsey Stirling.
"Won't say I'm good......"
"Enggak mungkin lah. Orang juga mikir pasti, kalau enggak bisa main enggak bakal beli instrumen mahal. Minimal, sudah bisa tampil di publik....."
"Mmm....coba lu nilai, yah. Kalo jelek jangan tutup kuping. Geser dikit, nanti kena bownya." Hilka menaruh biola di pundaknya, tapi kemudian diturunkan lagi. "Enggak ganggu emang?"
"Gue ngamen aja masih ada yang mau ngasih duit. Santai aja, Non."
Hilka menarik nafas, berbarengan dengan hembusan nafasnya, ia menarik gesekan biolanya. Satu-satunya lagu yang bisa ia mainkan secara spontan saat ini adalah The Dying Swan dari Camille Saint-Saëns. Lagu pertama yang dibawakan solo oleh Hilka ketika mengiringi sepupunya menari balet. Lagunya tidak terlalu panjang, jadi bus baru bebas dari macet, lagu sudah selesai. Penumpang bus menengok ke belakang, penasaran siapa yang main biola dalam bus, karena pengamen yang tadi kan bawa gitar, bukan biola.
"Keren, Ka."
"Makasih...."
"Eh main lagi, dong. Sedikit aja. Bagian depannya."
"Bentar...." Hilka menunggu sampai busnya berhenti lagi, baru dia bisa main.
Kali ini Hilka tidak main solo, tapi diiringi dentingan gitar. Spontan saja Bayu mengikuti permainan biola Hilka. Yang kepo makin banyak, bahkan sampai ada yang terang-terangan balik badan.
"That was amazing!"
"Iya. Ternyata bisa juga gue main lagu klasik." Kata Bayu ambil tertawa.
"Gue baru tahu ternyata bisa juga The Swan dimainin duet sama gitar. And you were awesome too....lu pernah denger lagunya?"
"Baru tadi....."
"Wow....." Hilka speechlees. Kata gurunya, kalau mau duet, harus ada koneksi antara dua orang yang mau duet, jadi tanpa bicara pun mereka sudah paham, bisa saling menutupi kesalahan, tanpa merasa paling benar. Dan Hilka tidak pernah mengira kalau duetnya dengan orang yang baru kenal bisa dia anggap sempurna. Kalau mentor orkesnya dengar, pasti mereka berdua bakalan dikasih kesempatan duet buat konser mini kampus bulan depan. Dan karena duet yang sempurna itu Hilka langsung gemetaran. Saking gemetararannya ia hampir menjatuhkan biolanya. Untung Bayu sigap dan memegang biola Hilka.
Sebelum benar-benar jatuh, Hilka memasukan biolanya dan mengunci casenya. "Lu beneran musisi, yah Bay? I mean, there are musicians who do musics for money. Tapi ada orang kaya lu, yang memang bermusik emang buat musik."
"Yah, emang pengennya sih dapet uang banyak dari musik. Tapi susah buat jadi pemusik idealis. Dan gue enggak punya duit buat indie-indiean. Ya udah, tempat yang mau nerima gue cuma jalanan. Bebas gue mau nyanyi apa aja di jalan."
"Wow...." Hilka tertawa sedikit, dia ingat betul kalau Bayu selalu bilang, lagu yang dia mainkan mungkin bukan lagu selera sejuta umat, bukan lagu-lagu cinta-cintaan. Kebanyakan berbau politis dan pesan moral.
"Lu kalau mau sekali-kali ikut ketemu teman-teman gue. Mereka sama kayak gue kurang lebih, kita semua musisi. Idealis, anti mainstream. Sekali-kali bikin lagu cinta-cintaan bolehlah. Tapi kebanyakan bikin lagunya.....perjuangan, politik. Macem gitulah."
"I'd love to! Gini deh, kalau kita ketemu lagi, dan lu percaya gue, langsung lu bawa gue ketemu kumpulan lu itu. Gue pengen tahu, musisi idealis itu kayak apa." "Oke gue bakal bawa lu. Gue rasa lu bisa ikut jadi musisi idealis. Lu turun di Baranangsiang?"
"Iya. Kenapa?"
"Nanya aja. Rumah lu dimana?"
"Villa Duta."
"Oh, oke lah...." Sisa perjalanan dihabiskan dalam diam, Bayu masih duduk di sebelah Hilka yang sepertinya bakal kena penyakit jantung setelah turun dari bus. Daritadi jantungnya deg-degan terus, tangannya juga sakit, untung dia bisa menguasai diri waktu main biola. Sampai di rumah, Hilka langsung membanting dirinya ke kasur. Oke positif, ini namanya jatuh cinta.
"Bay.....I'll make you mine..."
sormin180 memberi reputasi
1
Kutip
Balas