- Beranda
- Stories from the Heart
(Horror) Diary [TAMAT]
...
TS
ayanokouji
(Horror) Diary [TAMAT]
![(Horror) Diary [TAMAT]](https://s.kaskus.id/images/2016/08/12/8901141_20160812100754.jpg)
Illustration courtesy of Awayaye
Halo, dan salam kenal buat agan-agan semua.
Perkenalkan saya anggota lama kaskus tapi newbie di forum SFTH.
Nah, berhubung saya lihat banyak yang menceritakan pengalamannya terutama untuk yang berbau-bau mistis. kebetulan saya dekat dengan seseorang yang memang punya kemampuan lebih untuk melihat yang semacam itu.
Cerita ini adalah berdasarkan kisah nyata, yang memang diambil langsung dari Diary dia
Langsung saja dimulai lah ya
Untuk Postingan pertama saya langsung Posting 2 part deh, karena prologue blum masuk ke cerita
Spoiler for Rules:
Atas permintaan yang punya Diary, mohon dibaca RULESnya sebelum membaca Diary ini ya :
1. Diary ini adalah hasil convert dari catatan di kertas menjadi bentuk elektronik. Jadi ini adalah benar-benar berasal dari Diary asli, kalau sampai ada yang baca dan tidak percaya, it's OK, tidak masalah tapi mohon jangan coba2 menantang apapun 'mahluk' yang disebutkan di Diary ini. Apabila terjadi sesuatu kami tidak bisa menolong.
2. Ini memang bukan urusan TS, tapi usahakan kalau sampai merasakan sesuatu yang tidak beres setelah baca isi Diary teman saya, harap dekatkan diri ke Tuhan segera. Karena seberapa besar Tuhan menolong itu tergantung dari iman kita ketika meminta. Dan percayalah, meminta saat belum melihat apapun dan ketika 'mereka' ada di depanmu itu akan menyebabkan bedanya besar Iman bagi yang tidak terbiasa.
Terimakasih sebelumnya, dan ingat baik2, jangan bermain-main dengan sesuatu dari dunia lain
Part I - Prologue (tanggal Diary - 3 September 2010)
Spoiler for Part I:
3 September 2010
Hallo Diary..
Mulai hari ini aku akan sedikit merubah apa yang aku tulis di dalam lembarmu yach..
Sebenarnya aku sih berniat tidak pernah berkeinginan untuk mengungkapkan rahasia ini, karena aku pasti akan dicap sebagai orang aneh..
Hanya kamu yang mau mendengarkan semua cerita aku tanpa mengeluh, mulai dari aku menyukai siapapun sampai sendirian seperti sekarang (hiks..hiks.. yahh aku tau, trims anyway)
Okay, jadi aku akan menceritakan pengalaman hari ini.. yaah ini kesekian kalinya sudah terjadi padaku, dan untuk teman sejatiku yaitu kamu my Diary, aku akan menuliskan ini, rahasiakan ini yaah..
Ceritanya aku akan mulai dari pengalaman tadi pagi..
Oh ya, sebelumnya aku akan kasihtau sedikit rahasia kepada kamu..
Kamu tau.. ehm.. aku ini bisa melihat hantu atau semacamnya.. guru Agamaku berkata ini adalah anugrah, menurutku lebih seperti kutukan.
Kamu tau, Diary? Mungkin tidak banyak orang yang tau, tapi hantu itu berbeda dengan setan atau semacamnya. Kalau misalkan diumpamakan, hantu itu lebih ke arwah orang-orang yang meninggal atau dalam Bahasa Inggris disebut dengan Ghost. Sedangkan setan bukan arwah, atau mungkin saja tadinya mereka arwah, yang pasti setan itu sudah lebih melewati tingkat keseraman dari Hantu. Dan diatas itu, masih ada lagi yang aku namakan jejadian. Nah, apabila setan itu bentuknya tidak dapat dikatakan bentuk apakah itu, kalau jejadian ini setidaknya sebagian besar dari bentuknya adalah bagian dari hewan-hewan.
Dan diary, dari kesialanku mendapatkan kutukan kemampuan ini, syukurlah aku hanya bisa melihat hantu saja. Yaah, kadang memang ada sedikit pengecualian, yang membuatku enggak tau kenapa bisa melihat yang lebih aneh daripada hantu.
But I tell you my Diary, melihat hantu saja sudah cukup menakutkan lho. Jangan dikira penampilan mereka itu normal-normal saja.. yahh, memang ada yang normal dan tersamar tapi hampir disetiap kejadian mereka akan menunjukkan wujud asli mereka kalau mereka tau kita bisa melihat mereka, dan mereka selalu tau kalau aku bisa melihat mereka.
Upps… sudah jam 11 ternyata, tadinya aku mau menceritakan kejadian penglihatan yang kulihat hari ini, tapi sudah terlalu malam nih, besok aku janji pasti akan cerita padamu dehhh, jangan ngambek yahh
See you tomorrow my Diary, Mulai hari ini aku akan melaporkannya padamu kalau aku melihat sesuatu yang aneh itu, hehe.. Nite
Part II - Misteri Toilet Wanita di lantai 7 - catatan tanggal 4 September 2010
Spoiler for Part II:
4 September 2010
Hallo friend,
As my promise stated, aku bakal ceritain hal yang kemarin terjadi sama aku. Jangan takut yaah, karena aku sudah cukup takut untuk mengingat-ingat ini, jadi tolong semangati aku (he..he..)
Oookay, cerita ini bermulai waktu aku bersama cindy sedang ada ditoilet di lantai 7 kampus kemarin siang setelah kuliah pak Zainul.
Ingatkan aku untuk memarahi Cindy nanti karena dia meninggalkan aku sendirian di toilet itu..
Kau dengar? Meninggalkan aku!
Berkat dia aku jadi melihat.. yahh, sesuatu yang jauh dari menyenangkan..
Sewaktu aku keluar dari bilik toilet dan mencari-cari Cindy, aku tidak menemukannya dimana-mana, aku rasa sih dia pergi buru-buru menemui pacarnya.. ya Tuhan, persahabatan kita hanya sebatas selama pacar tidak mengganggu.
Lalu aku berpikir, ya sudahlah, aku akan membetulkan make-up sebentar dan akan pergi ke food court, sepertinya #### belum datang menjemputku deh, setidaknya aku harus terlihat cantik kaan (he-he-he)
Tiba-tiba aku merasakan udara menjadi dingin, cukup untuk membuat bibirmu bergetar secara reflek.
Dan itu jelas-jelas tidak benar, toilet ini kan jelas-jelas pengap dan tanpa AC dimanapun. Dan otakku baru saja berpikir kalau ada yang tidak beres nih..
Tiba-tiba sudah berdiri seorang wanita dibelakangku, rambutnya panjang dan menutupi separuh mukanya, dia memakai baju kaus berwarna merah menyala dan celana jeans.
Aku langsung berbalik dan reflek berkata kalau dia membuatku kaget. Dan hal berikutnya yang terjadi membuatku hampir saja mengompol
Dia menempelkan mukanya tepat didepan mukaku, kulitnya benar-benar mengerikan, kau tau karpet yang ada tonjolan-tonjolannya begitu? Mukanya dan seluruh kulitnya penuh dengan seperti itu. Dan warna kulitnya sangat pucat, seperti warna krem kekuningan. Dan yang paling mengerikan dari semuanya adalah bola matanya, warna urat darah dibola matanya berwarna coklat kekuningan dan pupil matanya hitam dan bebercak merah.
Dari situ aku langsung tau kalau aku sedang bertemu dengan hantu, dan kali ini bukan hantu yang baik.
Perlahan-lahan dia mendekati aku, tapi tidak pernah menempel pada badanku, mukanya sangat dekat pada mukaku, dan tangannya yang dipenuhi dengan tonjolan-tonjolan itu juga menggapai tubuhku seakan ingin menyentuhku, tapi sentuhan itu tidak pernah terjadi.
Aku merasakan bahwa sekitar 1 jam dia hanya memandangiku saja, berkali-kali berusaha menempelkan dirinya pada badanku, tapi tidak pernah berhasil. Jujur Diary, aku tidak tau kenapa dia tidak bisa menyentuhku, tapi syukurlah karena disaat itu, aku sama sekali tidak bisa bergerak.
Setelah sekitar 1 jam itu, dia akhirnya mundur, kemudian matanya membelalak. Lebih besar dari lebar mata yang bisa dibuka oleh manusia normal, sepertinya seakan-akan semua kelopak matanya tertelan ke dalam rongga matanya. Kemudian warnanya bola matanya perlahan-lahan menjadi merah tua dan kemudian akhirnya menjadi hitam.
Kemudian dia berteriak sambil melompat kehadapanku, dan menghilang tepat didepan mukaku. Aku yakin aku mengompol sedikit kemarin.
Setelah itu suhu di toilet itu kembali pengap. Kakiku terasa kehilangan tulangnya dan aku terduduk di lantai toilet tanpa tenaga.
Kemudian suara handphoneku berbunyi mengagetkan aku, aku mengangkatnya dan #### ternyata menelponku. Dia mengatakan bahwa sudah 5 menit dia mencoba menelponku dan tidak diangkat-angkat. Aku meminta maaf dan berkata mungkin aku tidak mendengarnya tadi.
Ngomong-ngomong… waktu yang berlalu hanya 15 menit, tapi terasa seperti satu jam saat kejadian tadi..
Lain kali ingatkan aku jangan pernah lagi masuk di toilet lantai 7 sendirian ya.
UPDATED!!! PART XLV - "Serangan yang disengaja - II"
Spoiler for INDEX:
part III- Melayat
Part IV - Siapa yang mengikuti aku?
Part V - Bagaimana kutukan ini dimulai
Part VI - Perkemahan SMP
Part VII - Jurit Malam 1
Part VIII - Jurit Malam 2
Part IX - Penghuni Kampusku
Part X - Wanita dress putih
Part X (Final) - Wanita dress putih (lanjutan)
Part XI - Mereka ada di sekeliling kita
Part XII - Kalau kau jahat
Part XIII - Lauren dan ketiga anaknya
Part XIV- WARNING!! Baca catatan saya sebelum lanjut baca - Si Nenek dan Cucunya 1
Part XV - Si Nenek dan Cucunya 2
Part XVI - Wanita Dress Putih is back
Part XVII - Lift kampusku
Part XVIII - Tiga anak lauren kembali
Part XIX - Mahluk aneh
Part XX - Kampus sarang Kunti
Part XXI - Sang "dewa" jahat
Part XXII - Curiousity Kills the Cat
Part XXII - Bagian 2 - Robert and the Devil 1
Part XXII - Bagian 3 - Robert and the Devil 2
Part XXIII - Kembalinya si mahluk aneh
Part XXIV - Part I - si "dewa" jahat kembali 1
Part XXIV - Part II - si "dewa" jahat kembali 2
Part XXV - Robert
Part XXVI - aku dan kegelapan
part XXVII - Wewe Hitam
Part XXVIII - Wewe Hitam dan Wewe Putih
Part XXIX (bagian pertama) - He and Me (bag 1)
Part XXX (Bagian kedua) - He and Me (bag 2)
Part XXXI - sang pelindung
Part XXXII - Villa di gunung 1
Part XXXIII - Villa di gunung 2
Part XXXIV - Villa di gunung 3
Part XXXV - Villa di gunung (tamat) bag awal
Part XXXV - bagian akhir - Villa di gunung (tamat) bag akhir
Part XXXVI - Kutukan baru
Part XXXVI - Tambahan - Kutukan baru (tambahan)
Part XXXVII - Bagian Pertama - Iblis bag 1 -(Ketika dia terluka)
Part XXXVIII - bagian kedua - Iblis bag 2 - (si pemilik mata)
Part XXXIX - Cermin
Part XL - Ketika Ayano sakit
Part XLI - Goodbye
PART XLII - Mahluk di Jendela
PART XLIII - Akhir si "dewa" jahat
PART XLIII (lanjutan) - Akhir si "dewa" jahat (bag Akhir)
Part XLIV - Serangan yang disengaja - I
PART XLV - Serangan yang disengaja - 2 UPDATE
Bonus Story : Pengalaman TS dan yang punya Diary
Pengalaman bersama dia yang menulis Diary I
Bonus Story II Ketika yang tidak biasa melihat diperlihatkan
BONUS STORY III - Pengalaman Horror ketika main game
BONUS STORY IV : Kejadian di Malam Jumat Kliwon[
*SPECIAL* Bonus Story IV - part 2 - Elisa's POV
Bonus Story V - Part I
Bonus Story V - Part 2
Bonus Story V - part 3
Bonus Story VI
Bonus Story VII #awasbebehplusplus
Bonus Story VIII
Bonus Story IX
Bonus Story X
Bonus Story XI
BONUS PART XII - Bagian ketiga (Elisa POV)
Kiriman cerita dari para pembaca :
Kiriman cerita dari agan Gent4r - 1 (Gent4r, Romi vs Miss K)
Pengalaman agan Gent4r kedua
Kiriman cerita dari pembaca
Thread lainnya tentang saya dan Elisa
Saya dan Gadis bermata Indigo
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 39 suara
Berhubung banyak yang nyaranin Untuk ganti judul Thread, mohon masukan terkait itu :
Judul Thread tetap, soalnya daripada ribet nyari Threadnya lagi
56%
Judul Thread diganti ke judul Thread yang di dalem
33%
Judul Thread kudu diganti ke judul Thread yang beda dan lebih menarik
10%
Diubah oleh ayanokouji 19-11-2016 12:18
radorada dan 23 lainnya memberi reputasi
24
1.1M
Kutip
2.2K
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ayanokouji
#1288
hai, ini Elisa.
Maaf ya, ternyata aku belum sekuat yang aku pikirkan sebelumnya. Tapi aku sudah berhasil menulis Bonus part XII sebagai bagian ketiga dari cerita Ayano. Kali ini ceritanya tapi dari sudut pandang aku.
mohon maaf kalau ada kesalahan kalimat ya.
BONUS STORY PART XII – Bagian ketiga
Sudut pandang dari Elisa
Ketika aku terbangun karena silau oleh cahaya matahari, aku mendapati langit-langit suram yang berbeda dengan langit-langit yang biasa kulihat.
Rasa sakit di tanganku membuatku secara reflek mengangkatnya dan menemukan jarum infus sedang terpasang rapih di tanganku yang terhubung melalui selang dengan botol infus yang menetes berirama. Otakku mulai berkerja dengan perlahan, dan dengan perlahan juga membuatku menyadari kalau saat ini aku sudah berada di rumah sakit.
Aku melihat ke sisi satunya dan kulihat Ayano sedang tertidur dengan bersandar pada tempat tidurku sambil menggenggam tanganku yang tidak diinfus.
Entah berapa waktu yang sudah berlalu semenjak aku berada di sini? Terakhir kali yang kuingat adalah ketika Ayano menjagaiku ketika aku tumbang karena demam tinggi di rumah kontrakanku.
Bagaimana cara dia membawaku kesini.
Aku menatap Ayano, dan perlahan aku menyadari sesuatu yang aneh.
Tangannya sangat dingin, dinginnya sangat menusuk bagaikan es.
Dan itu adalah hal yang sangat aneh, karena Ayano yang biasanya memiliki telapak tangan yang hangat.
Aku menggenggam tangannya dengan kondisi yang masih lemas. Dan memanggil namanya pelan “Ayano..”
“Ayano…” bisikku sekali lagi.
Aku merasakan genggaman tangannya pada tanganku menguat sebentar. Dan perlahan kepalanya terangkat dan matanya menatap ke arahku.
“Elisa…” katanya, matanya masih belum terlihat fokus pada awalnya. Setelah itu Mister-terlalu-sering-khawatir mengerjap-ngerjapkan matanya dan seakan baru tersadar dan melihat fokus padaku. “Elisa!! Kamu sudah sadar? Bagaimana keadaan kamu? Masih lemas?” tanyanya secara beruntun.
“Sabar dong, nanyanya satu-satu” jawabku sambil tertawa melihat gayanya yang selalu khawatir berlebihan.
“Ah.. iya-iya” katanya sambil bersender kembali di kursinya.
“Aku.. masih lemas sih sedikit, tapi udah nggak pusing kok” jawabku. “Udah berapa lama aku di sini?”
“Baru dua malam kok” jawab Ayano.
“Hmm.. dua malam ya..” pikirku.
Aku memperhatikan Ayano dengan lebih saksama. Sangat jelas sekali wajahnya memucat dan terlihat seperti menahan sakit.
Ada yang tidak beres. Pikirku.
“Kamu kenapa?” aku bertanya. “Jujur!” lanjutku.
Ayano masih ragu untuk menjawab pertanyaanku, tapi memang dia tidak pernah bisa berbohong. Setidaknya, tidak denganku.
“Diganggu kan? Berapa banyak ‘mereka’ yang ada di sini?” selidikku.
“Lumayan banyak..” jawabnya.
“Bahaya?” tanyaku lagi.
Ayano mengangguk. “Seberapa parah?” tanyaku.
Dia tidak menjawab, alih-alih, Ayano berdiri membelakangiku dan membuka kaosnya supaya aku bisa melihat punggungnya.
“Aku belum periksa sih, tapi sepertinya lumayan parah ya?” tanyanya sambil tetap membelakangiku.
Kondisinya? Parah mungkin masih belum cukup untuk menggambarkannya.
Punggung Ayano bagaikan di-tattoo oleh gambar mengerikan. Gambar yang menunjukkan seakan-akan suatu mahluk sedang merangkak naik dari pinggang Ayano menuju punggungnya. Lebih parahnya lagi, gambar itu berwarna merah darah sehingga pada awalnya aku mengira gambar itu adalah darah atau luka.
Aku berusaha bangun dari tempat tidur “Aduh!!” keluhku ketika selang infus menghalangi aku untuk beranjak lebih jauh dari tempat tidurku.
Mendengar keluhanku itu, Ayano langsung berbalik sekedipan mata dan langsung separuh memelukku untuk membaringkanku kembali di tempat tidur.
Aku menurut saja, tidak ada gunanya melawan Ayano kalau sudah khawatiran. Tapi ketika Ayano membantuku untuk kembali tidur, aku merasakan tubuh Ayano benar-benar dingin, seperti es.
Hal itu sangat mengkhawatirkanku.
“Aku mau pulang saja…” kataku.
Ayano mendongak dari apel yang sedang dikupasnya. Dia terdiam sejenak kemudian berkata dengan sabar “Kamu belum sembuh sayang” katanya.
Aku paling sebal kalau Ayano sudah memakai kata-kata itu deh.. masalahnya aku jadi tidak bisa melawan kata-katanya kalau ‘kata mujarab’ itu keluar.
“Ceritakan ke aku kalau begitu tentang ‘mereka’ yang ada di sini” kataku akhirnya.
Ayano menceritakan mengenai sang kakek yang ditemuinya pada saat awal datang di rumah sakit ini hingga sampai sosok ‘tangan’ yang berjumlah banyak yang sepertinya menjadi penyebab munculnya bekas di punggung Ayano.
“Jadi kakek itu meminta kamu jaga aku?” tanyaku.
Ayano mengangguk “Oh iya, aku lupa kasihtau. Kakek itu juga kasih lihat ke aku lingkaran blackhole jadi-jadian”
“Hah? Apaan tuh” tanyaku.
“Entah, dia berkata soal lubang tumbal atau apalah” kata Ayano lagi.
Entah kenapa badanku merinding ketika mendengar kata tumbal itu. Firasatku mengatakan sesuatu yang cukup besar sedang mempengaruhi rumah sakit ini.
Tidak berapa lama kemudian, dokter datang untuk memeriksaku. Setelah memberikanku obat dan setelah aku melalui dipaksa-makan-oleh-Ayano (baca : disuapi paksa), akhirnya aku tertidur dan begitu terbangun pemandangan pertama yang kulihat adalah Ayano yang sedang bersender di dinding dengan kedua tangannya sedang memegang lehernya dan ruangan yang sudah gelap, dengan cahaya satu-satunya berasal dari lampu dinding yang agak redup.
“NGGKKHHH!!!!” geram Ayano. Wajahnya terlihat sangat kesakitan dan seluruh otot di tangannya tampak mengeras. Aku duduk dan melihatnya dengan lebih jelas. Sesosok tangan berwarna hitam mencengkram keras leher Ayano dan menahan tubuhnya merapat pada dinding.
“AYANO!!!” teriakku sembari berusaha berdiri.
Ayano melihat ke arahku dan menggelengkan kepalanya. Sebelah tangannya mengacung ke arahku dengan isyarat “jangan kemari!”.
“Ayano!!” teriakku lagi namun masih menuruti permintaannya untuk tidak beranjak.
“NGGKKHHH!!!” geram Ayano lagi.
Aku melihat cengkraman ‘tangan’ di leher Ayano semakin menguat. Aku sudah tidak perduli lagi. Dengan tanganku yang bebas aku mencabut jarum infus yang masih terpasang di punggung tangan kiriku.
Ketika kakiku menginjak lantai dan mencoba untuk berdiri, aku merasakan rasa pusing yang amat sangat sehingga kepalaku terasa bagaikan berputar, sehingga aku terduduk kembali.
“NGGHHHKK!!” Ayano menggeram lagi. Kali ini sebelah kakinya sudah menggelepar. Cengkraman tangan itu semakin kuat pada leher Ayano. Aku bahkan sudah bisa melihat wajah Ayano mulai membiru.
“AYANO!!!” aku menggigit bibirku dan berusaha bangkit.
Aku langsung menuju ke Ayano dan berusaha menarik tangan yang mencekik lehernya.
Dengan sekuat tenagaku aku menarik tangan yang mencekik leher Ayano itu. Aku menariknya sekuat tenaga sehingga tanpa sadar beberapa kuku jariku melukai leher Ayano. Tapi cekikan itu sedikit melonggar.
Mendapat peluang, Ayano dengan cepat menarik nafas dalam dan menyelipkan jari-jarinya pada rongga tangan yang mencekiknya itu.
Kemudian aku mendengar Ayano berbisik, mengatakan doa yang akhir-akhir ini sering sekali dia gunakan. Doa yang diajarkan oleh seorang guru yang bisa mengusir roh jahat. Semenjak dia diajari oleh guru itu, Ayano sering sekali menggunakannya setiap kali bertemu atau berurusan dengan ‘mereka’.
Tiba-tiba ‘tangan’ yang mencekik Ayano melonggar dan melepaskan dia tiba-tiba.
“UHUKK!! UHUKKK!!” Ayano terduduk dan terbatuk-batuk sambil memegang lehernya.
‘Tangan’ itu mundur menjadi bayangan dan menarik diri mundur. ‘Bayangan’ itu merayap di lantai ruangan itu dan menghilang di bawah ranjang kosong di seberang ranjangku.
‘SREKK’
Gorden di ranjang seberang menarik sendiri dan menutupi ranjang itu.
‘SREKKKK’
Bayangan dari sebuah sosok yang terhalang oleh gorden tampak sedang duduk di ranjang seberangku itu. Bayangan itu tampak duduk di atas ranjang itu dengan diam.
Kemudian, dengan cepat, ranjang itu bergerak menuju ke tempatku dan Ayano berada.
Dengan cepat Ayano mendorong tubuhku hingga berada di belakangnya. Dan dengan sigap menahan ranjang yang hendak menabrak kami.
Sosok yang tadinya terlihat duduk di atas ranjang itu telah menghilang. Aku mengintip dari belakang punggung Ayano dan melihat sosok bayangan itu masih berdiri di balik gorden yang tadinya menutupi ranjang yang kini sedang berusaha menjepit kami.
Sosok itu seakan menyusut dan menghilang dari balik gorden itu.
Dan dari bawah ranjang rumah sakit itu, kini terlihat jelas bentuk dari sosok itu.
Seluruh tubuh dan kulitnya berwarna hitam pekat. Lebih hitam dari kulit manusia manapun yang pernah kulihat. Tapi yang lebih mengerikan lagi adalah karena wajahnya adalah wajah seorang anak-anak. Sekitar seumuran balita namun berkulit hitam legam.
Sosok itu merangkak dari bawah ranjang dan menjulurkan tangannya yang lebih panjang dari tangan manusia normal ke arah leher Ayano.
Ayano menangkap kedua tangan itu dan menahannya dalam genggamannya.
Namun sepertinya tenaga mahluk itu lebih kuat karena semakin lama tangan itu semakin bergerak lebih dekat ke arah leher Ayano.
“TUMBAL!! HUTANG!! KORBAN!!” jerit mahluk hitam itu. Suaranya melengking bagaikan suara anak kecil yang histeris.
“RRGHH!!!” tangan mahluk itu semakin dekat untuk mencekik leher Ayano. Namun sesaat sebelum jari-jari mahluk itu berhasil menyentuh leher Ayano, tiba-tiba terjadi kericuhan dari luar ruangan kami. Beberapa suster dan dokter berlarian di lorong.
Mahluk itu berhenti dan menatap kosong ke lorong. Kemudian dengan cepat mundur kembali dan menghilang di bawah ranjang.
Ranjang itupun mundur ke tempatnya semula. Dan sesaat kemudian sesosok bayangan merayap dari bawah ranjang itu dan keluar menembus jendela kamar.
Sesudah itu suasana hening.
Selang sekitar setengah jam setelah kepergian ‘mahluk’ itu, Ayano mengangkatku (penjelasan : menggendongku) kembali ke ranjang. Dan menelpon ke ruang suster untuk meminta memasangkan kembali infusku yang kulepas.
Setelah menelpon beberapa saat, Ayano berbalik kepadaku dan mengatakan “Katanya suster lagi sibuk semua, karena ada 3 pasien ICU gawat darurat bersamaan, jadi baru bisa datang nanti setelah ada yang spare” katanya dengan wajah bingung.
Melihat wajahnya, aku mengetahui Ayano sedang berpikir apakah hal ini berkaitan dengan menghilangnya mahluk hitam itu? Aku tau, karena akupun berpikir seperti itu. Apalagi karena kata-kata jeritan dari mahluk itu tadi.
Tumbal.. hutang…. Dan korban….
Tidak berapa lama setelah itu aku tertidur sementara Ayano berjaga semalaman. Dan keesokan paginya, Ayano mengatakan padaku kalau sebaiknya dia mengurus perpindahanku ke rumah sakit lain. Aku menyetujui usulannya dan siang itu juga, Ayano sudah mengurus keluarnya aku dari rumah sakit ini. Kami memutuskan untuk memasukkan aku pada rumah sakit yang lebih dekat dari rumah kami.
Sebagai catatan tambahan, untungnya rumah sakit berikutnya, walaupun banyak ‘penghuni’ seperti biasanya, tidak ada yang melakukan serangan frontal kepada kami.
Maaf ya, ternyata aku belum sekuat yang aku pikirkan sebelumnya. Tapi aku sudah berhasil menulis Bonus part XII sebagai bagian ketiga dari cerita Ayano. Kali ini ceritanya tapi dari sudut pandang aku.
mohon maaf kalau ada kesalahan kalimat ya.
Spoiler for BONUS PART XII:
BONUS STORY PART XII – Bagian ketiga
Sudut pandang dari Elisa
Ketika aku terbangun karena silau oleh cahaya matahari, aku mendapati langit-langit suram yang berbeda dengan langit-langit yang biasa kulihat.
Rasa sakit di tanganku membuatku secara reflek mengangkatnya dan menemukan jarum infus sedang terpasang rapih di tanganku yang terhubung melalui selang dengan botol infus yang menetes berirama. Otakku mulai berkerja dengan perlahan, dan dengan perlahan juga membuatku menyadari kalau saat ini aku sudah berada di rumah sakit.
Aku melihat ke sisi satunya dan kulihat Ayano sedang tertidur dengan bersandar pada tempat tidurku sambil menggenggam tanganku yang tidak diinfus.
Entah berapa waktu yang sudah berlalu semenjak aku berada di sini? Terakhir kali yang kuingat adalah ketika Ayano menjagaiku ketika aku tumbang karena demam tinggi di rumah kontrakanku.
Bagaimana cara dia membawaku kesini.
Aku menatap Ayano, dan perlahan aku menyadari sesuatu yang aneh.
Tangannya sangat dingin, dinginnya sangat menusuk bagaikan es.
Dan itu adalah hal yang sangat aneh, karena Ayano yang biasanya memiliki telapak tangan yang hangat.
Aku menggenggam tangannya dengan kondisi yang masih lemas. Dan memanggil namanya pelan “Ayano..”
“Ayano…” bisikku sekali lagi.
Aku merasakan genggaman tangannya pada tanganku menguat sebentar. Dan perlahan kepalanya terangkat dan matanya menatap ke arahku.
“Elisa…” katanya, matanya masih belum terlihat fokus pada awalnya. Setelah itu Mister-terlalu-sering-khawatir mengerjap-ngerjapkan matanya dan seakan baru tersadar dan melihat fokus padaku. “Elisa!! Kamu sudah sadar? Bagaimana keadaan kamu? Masih lemas?” tanyanya secara beruntun.
“Sabar dong, nanyanya satu-satu” jawabku sambil tertawa melihat gayanya yang selalu khawatir berlebihan.
“Ah.. iya-iya” katanya sambil bersender kembali di kursinya.
“Aku.. masih lemas sih sedikit, tapi udah nggak pusing kok” jawabku. “Udah berapa lama aku di sini?”
“Baru dua malam kok” jawab Ayano.
“Hmm.. dua malam ya..” pikirku.
Aku memperhatikan Ayano dengan lebih saksama. Sangat jelas sekali wajahnya memucat dan terlihat seperti menahan sakit.
Ada yang tidak beres. Pikirku.
“Kamu kenapa?” aku bertanya. “Jujur!” lanjutku.
Ayano masih ragu untuk menjawab pertanyaanku, tapi memang dia tidak pernah bisa berbohong. Setidaknya, tidak denganku.
“Diganggu kan? Berapa banyak ‘mereka’ yang ada di sini?” selidikku.
“Lumayan banyak..” jawabnya.
“Bahaya?” tanyaku lagi.
Ayano mengangguk. “Seberapa parah?” tanyaku.
Dia tidak menjawab, alih-alih, Ayano berdiri membelakangiku dan membuka kaosnya supaya aku bisa melihat punggungnya.
“Aku belum periksa sih, tapi sepertinya lumayan parah ya?” tanyanya sambil tetap membelakangiku.
Kondisinya? Parah mungkin masih belum cukup untuk menggambarkannya.
Punggung Ayano bagaikan di-tattoo oleh gambar mengerikan. Gambar yang menunjukkan seakan-akan suatu mahluk sedang merangkak naik dari pinggang Ayano menuju punggungnya. Lebih parahnya lagi, gambar itu berwarna merah darah sehingga pada awalnya aku mengira gambar itu adalah darah atau luka.
Aku berusaha bangun dari tempat tidur “Aduh!!” keluhku ketika selang infus menghalangi aku untuk beranjak lebih jauh dari tempat tidurku.
Mendengar keluhanku itu, Ayano langsung berbalik sekedipan mata dan langsung separuh memelukku untuk membaringkanku kembali di tempat tidur.
Aku menurut saja, tidak ada gunanya melawan Ayano kalau sudah khawatiran. Tapi ketika Ayano membantuku untuk kembali tidur, aku merasakan tubuh Ayano benar-benar dingin, seperti es.
Hal itu sangat mengkhawatirkanku.
“Aku mau pulang saja…” kataku.
Ayano mendongak dari apel yang sedang dikupasnya. Dia terdiam sejenak kemudian berkata dengan sabar “Kamu belum sembuh sayang” katanya.
Aku paling sebal kalau Ayano sudah memakai kata-kata itu deh.. masalahnya aku jadi tidak bisa melawan kata-katanya kalau ‘kata mujarab’ itu keluar.
“Ceritakan ke aku kalau begitu tentang ‘mereka’ yang ada di sini” kataku akhirnya.
Ayano menceritakan mengenai sang kakek yang ditemuinya pada saat awal datang di rumah sakit ini hingga sampai sosok ‘tangan’ yang berjumlah banyak yang sepertinya menjadi penyebab munculnya bekas di punggung Ayano.
“Jadi kakek itu meminta kamu jaga aku?” tanyaku.
Ayano mengangguk “Oh iya, aku lupa kasihtau. Kakek itu juga kasih lihat ke aku lingkaran blackhole jadi-jadian”
“Hah? Apaan tuh” tanyaku.
“Entah, dia berkata soal lubang tumbal atau apalah” kata Ayano lagi.
Entah kenapa badanku merinding ketika mendengar kata tumbal itu. Firasatku mengatakan sesuatu yang cukup besar sedang mempengaruhi rumah sakit ini.
Tidak berapa lama kemudian, dokter datang untuk memeriksaku. Setelah memberikanku obat dan setelah aku melalui dipaksa-makan-oleh-Ayano (baca : disuapi paksa), akhirnya aku tertidur dan begitu terbangun pemandangan pertama yang kulihat adalah Ayano yang sedang bersender di dinding dengan kedua tangannya sedang memegang lehernya dan ruangan yang sudah gelap, dengan cahaya satu-satunya berasal dari lampu dinding yang agak redup.
“NGGKKHHH!!!!” geram Ayano. Wajahnya terlihat sangat kesakitan dan seluruh otot di tangannya tampak mengeras. Aku duduk dan melihatnya dengan lebih jelas. Sesosok tangan berwarna hitam mencengkram keras leher Ayano dan menahan tubuhnya merapat pada dinding.
“AYANO!!!” teriakku sembari berusaha berdiri.
Ayano melihat ke arahku dan menggelengkan kepalanya. Sebelah tangannya mengacung ke arahku dengan isyarat “jangan kemari!”.
“Ayano!!” teriakku lagi namun masih menuruti permintaannya untuk tidak beranjak.
“NGGKKHHH!!!” geram Ayano lagi.
Aku melihat cengkraman ‘tangan’ di leher Ayano semakin menguat. Aku sudah tidak perduli lagi. Dengan tanganku yang bebas aku mencabut jarum infus yang masih terpasang di punggung tangan kiriku.
Ketika kakiku menginjak lantai dan mencoba untuk berdiri, aku merasakan rasa pusing yang amat sangat sehingga kepalaku terasa bagaikan berputar, sehingga aku terduduk kembali.
“NGGHHHKK!!” Ayano menggeram lagi. Kali ini sebelah kakinya sudah menggelepar. Cengkraman tangan itu semakin kuat pada leher Ayano. Aku bahkan sudah bisa melihat wajah Ayano mulai membiru.
“AYANO!!!” aku menggigit bibirku dan berusaha bangkit.
Aku langsung menuju ke Ayano dan berusaha menarik tangan yang mencekik lehernya.
Dengan sekuat tenagaku aku menarik tangan yang mencekik leher Ayano itu. Aku menariknya sekuat tenaga sehingga tanpa sadar beberapa kuku jariku melukai leher Ayano. Tapi cekikan itu sedikit melonggar.
Mendapat peluang, Ayano dengan cepat menarik nafas dalam dan menyelipkan jari-jarinya pada rongga tangan yang mencekiknya itu.
Kemudian aku mendengar Ayano berbisik, mengatakan doa yang akhir-akhir ini sering sekali dia gunakan. Doa yang diajarkan oleh seorang guru yang bisa mengusir roh jahat. Semenjak dia diajari oleh guru itu, Ayano sering sekali menggunakannya setiap kali bertemu atau berurusan dengan ‘mereka’.
Tiba-tiba ‘tangan’ yang mencekik Ayano melonggar dan melepaskan dia tiba-tiba.
“UHUKK!! UHUKKK!!” Ayano terduduk dan terbatuk-batuk sambil memegang lehernya.
‘Tangan’ itu mundur menjadi bayangan dan menarik diri mundur. ‘Bayangan’ itu merayap di lantai ruangan itu dan menghilang di bawah ranjang kosong di seberang ranjangku.
‘SREKK’
Gorden di ranjang seberang menarik sendiri dan menutupi ranjang itu.
‘SREKKKK’
Bayangan dari sebuah sosok yang terhalang oleh gorden tampak sedang duduk di ranjang seberangku itu. Bayangan itu tampak duduk di atas ranjang itu dengan diam.
Kemudian, dengan cepat, ranjang itu bergerak menuju ke tempatku dan Ayano berada.
Dengan cepat Ayano mendorong tubuhku hingga berada di belakangnya. Dan dengan sigap menahan ranjang yang hendak menabrak kami.
Sosok yang tadinya terlihat duduk di atas ranjang itu telah menghilang. Aku mengintip dari belakang punggung Ayano dan melihat sosok bayangan itu masih berdiri di balik gorden yang tadinya menutupi ranjang yang kini sedang berusaha menjepit kami.
Sosok itu seakan menyusut dan menghilang dari balik gorden itu.
Dan dari bawah ranjang rumah sakit itu, kini terlihat jelas bentuk dari sosok itu.
Seluruh tubuh dan kulitnya berwarna hitam pekat. Lebih hitam dari kulit manusia manapun yang pernah kulihat. Tapi yang lebih mengerikan lagi adalah karena wajahnya adalah wajah seorang anak-anak. Sekitar seumuran balita namun berkulit hitam legam.
Sosok itu merangkak dari bawah ranjang dan menjulurkan tangannya yang lebih panjang dari tangan manusia normal ke arah leher Ayano.
Ayano menangkap kedua tangan itu dan menahannya dalam genggamannya.
Namun sepertinya tenaga mahluk itu lebih kuat karena semakin lama tangan itu semakin bergerak lebih dekat ke arah leher Ayano.
“TUMBAL!! HUTANG!! KORBAN!!” jerit mahluk hitam itu. Suaranya melengking bagaikan suara anak kecil yang histeris.
“RRGHH!!!” tangan mahluk itu semakin dekat untuk mencekik leher Ayano. Namun sesaat sebelum jari-jari mahluk itu berhasil menyentuh leher Ayano, tiba-tiba terjadi kericuhan dari luar ruangan kami. Beberapa suster dan dokter berlarian di lorong.
Mahluk itu berhenti dan menatap kosong ke lorong. Kemudian dengan cepat mundur kembali dan menghilang di bawah ranjang.
Ranjang itupun mundur ke tempatnya semula. Dan sesaat kemudian sesosok bayangan merayap dari bawah ranjang itu dan keluar menembus jendela kamar.
Sesudah itu suasana hening.
Selang sekitar setengah jam setelah kepergian ‘mahluk’ itu, Ayano mengangkatku (penjelasan : menggendongku) kembali ke ranjang. Dan menelpon ke ruang suster untuk meminta memasangkan kembali infusku yang kulepas.
Setelah menelpon beberapa saat, Ayano berbalik kepadaku dan mengatakan “Katanya suster lagi sibuk semua, karena ada 3 pasien ICU gawat darurat bersamaan, jadi baru bisa datang nanti setelah ada yang spare” katanya dengan wajah bingung.
Melihat wajahnya, aku mengetahui Ayano sedang berpikir apakah hal ini berkaitan dengan menghilangnya mahluk hitam itu? Aku tau, karena akupun berpikir seperti itu. Apalagi karena kata-kata jeritan dari mahluk itu tadi.
Tumbal.. hutang…. Dan korban….
Tidak berapa lama setelah itu aku tertidur sementara Ayano berjaga semalaman. Dan keesokan paginya, Ayano mengatakan padaku kalau sebaiknya dia mengurus perpindahanku ke rumah sakit lain. Aku menyetujui usulannya dan siang itu juga, Ayano sudah mengurus keluarnya aku dari rumah sakit ini. Kami memutuskan untuk memasukkan aku pada rumah sakit yang lebih dekat dari rumah kami.
Sebagai catatan tambahan, untungnya rumah sakit berikutnya, walaupun banyak ‘penghuni’ seperti biasanya, tidak ada yang melakukan serangan frontal kepada kami.
marcellaal memberi reputasi
1
Kutip
Balas