“Ayo, satu per satu. Pelan-pelan saja” Julio berteriak diantara kedua tangannya yang sengaja dibentuk seperti corong.

Bill menggeleng cepat “Aku belum siap”

Aramos menyentuh pundak Andrea dan tersenyum kecil “Kau pasti bisa”

Andrea mengangguk pelan. Setelah menghirup dan menghembuskan nafas beberapa kali, gadis itu mulai bergantungan dan merayap pelan di jembatan tali. Dan tanpa sadar Aramos kembali memegang ujung tali dengan tegang.

Andrea jelas memiliki waktu lebih lama dari Julio. Tapi dia berhasil cukup mulus dan berteriak kegirangan ketika menginjak pasir.
Bill menatap Aramos dengan bingung, takut dan gelisah. “Kau duluan saja, Aramos”

Aramos menggeleng cepat “Tidak, kau lebih dulu. Aku takkan membiarkan kamu sendirian di sini.” Aramos menyentuh tangan gempal Bill yang gemetaran dan tersenyum sabar “Ayolah, Bill. Kau pasti bisa. Anggaplah ini salah satu latihan Flytes”

Bill menelan ludah dengan gugup. “Kau benar…..ini seperti latihan Flytes. Aku pasti bisa. Aku adalah keturunan Reycht pertama yang menjadi anggota Pasukan Flytes. Aku pasti bisa. Pasti bisa”




Bill perlahan-lahan menggerakkan kepala menatap Julio dan Andrea yang sangat bersusah payah memegang ujung tali, dia berpaling dan menatap Aramos yang juga melakukan hal yang sama di seberang.

“Aku pasti bisa……aku pasti bisa” Bill menutup matanya dan mengulang kata-kata itu entah berapa puluh kali di antara doanya, dan akhirnya mulai bergerak.

Gerakannya jauh lebih lambat dari awal ketika menyeberang, bahkan tangan Julio, Andrea dan Aramos sudah lecet karena menahan ayunan tali yang menggila, tapi tak ada satu pun dari mereka mengeluh atau berteriak kesal. Mereka terus memberi semangat hingga sesaat sebelum Bill menginjak pasir.

Aramos berteriak kegirangan begitu Bill menjatuhkan diri di pasir. Andrea segera berlari memeluknya, dan Julio mendekat perlahan kemudian menepuk bahunya yang sudah basah kuyup oleh keringat dengan lembut.

Bill terduduk lesu semenit penuh. Dia seperti mencoba meresapi kembali aura kehidupan disekelilingnya.

“Ayo, teman-teman…… Kita masih belum terkumpul semuanya” Julio berdiri dan menatap Aramos.

Bill dan Andrea segera sadar maksud Julio. Mereka menatap gugup ke arah Aramos yang masih tersenyum dan mengacungkan jempolnya ke Bill.

“Kau hebat, Bill” teriak Aramos.

“Terima kasih” Bill berteriak “Sekarang giliranmu. Tapi mungkin harus tunggu angin sedikit mereda lagi”

Aramos memandang langit yang bercahaya menakutkan di mulut gua, diikuti ketiga temannya. Mereka sadar puncak badai sudah sangat dekat.

“Tidak, aku akan mencoba sekarang saja” Kata Aramos mantap.

Bill, Julio dan Andrea saling berpandangan. Masing-masing dapat melihat ketakutan dan kekhawatiran yang sama di wajah yang lain, tapi mereka juga tahu Aramos benar. Aramos harus menyeberang sekarang atau akhirnya harus menunggu. Masalahnya mereka tidak tahu harus menunggu berapa lama.

Mereka bertiga berlari ke ujung tali dan mulai menahannya bersama-sama ketika Aramos mulai menjejakkan kaki ke jembatan tali. Gerakan jembatan tali saat itu sudah benar-benar kacau, apalagi ditambah satu sisi yang lain tidak di pegangi oleh siapa pun.

Aramos bergerak pelan, dan sesekali diam tak bergerak ketika angin yang sangat besar menyerbu. Akhirnya setelah lebih dari lima menit dan telah sangat kelelahan karena takut dan tegang, Aramos berhasil mendarat di atas pasir di sambut sahabat-sahabatnya dengan penuh sukacita.