- Beranda
- Stories from the Heart
Novel : Lovelicious (Dulu pernah diikutin lomba tp kagak menang hehehehehe.......)
...
TS
sun81
Novel : Lovelicious (Dulu pernah diikutin lomba tp kagak menang hehehehehe.......)
Haiiii........Novel ane nih bergenre romantis bangeeettttssss 
Dulu pernah Ane ikutin lomba (thn 2009/2010 Lupa
) Tapi kagak menang.
Daripada hanya simpen di Laptop, mending bagi di sini siapa tau.......siapa tau ya......ada yang minat mo terbitin jadi Novel gitu
Oke, met membaca ya!! Jangan lupa tinggalin jejak n komen............(soalnya nggak langsung ane kasih satu kali semua, bab per bab spy nggak puyeng )

Dulu pernah Ane ikutin lomba (thn 2009/2010 Lupa
) Tapi kagak menang.Daripada hanya simpen di Laptop, mending bagi di sini siapa tau.......siapa tau ya......ada yang minat mo terbitin jadi Novel gitu
Oke, met membaca ya!! Jangan lupa tinggalin jejak n komen............(soalnya nggak langsung ane kasih satu kali semua, bab per bab spy nggak puyeng )
LOVELICIOUS

Bab 1 A
Bab 1 B
Bab 2 A
Bab 2 B
Bab 2 C
Bab 3 A
Bab 3 B
Bab 4 A
Bab 4 B
Bab 5 A
Bab 5 B
Bab 5 C
Bab 5 D
Bab 6 A
Bab 6 B
Bab 7 A
Bab 7 B
Bab 7 C
TAMAT
Spoiler for Apa istimewanya novel ini?:
Novel ini selain lucu en romantis


, ada pantun di tiap awal bab-nya (Dulu yang ane tau belum ada novel yang kayak gini, tapi begitu pengumuman lomba (dimana ane kagak menang
) , eeeehhhhhh udah banyak novel yang pake konsep ini......Yah mo gimana lagi............Juga ada resep di tiap akhir bab yg masih berhubungan (ini juga seharusnya konsep baru, tapi kayaknya ada juga yg udah make ide ini....
) Yah......yang penting Ane percaya originallitas Ane.........No Plagiat........
Spoiler for Karya yg lain ::
Diubah oleh sun81 01-10-2016 09:11
anasabila memberi reputasi
1
8.1K
Kutip
40
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
sun81
#4
Spoiler for BaB 2 B:
Walaupun sepanjang pandangannya tak ada rumah tetangga yang terlihat, dia tetap tak ingin terlalu ribut. Masih mending kalau yang muncul orang, tapi kalau makhluk halus……. Aiiihhhhh, jauhkan dech……
Sambil menyeret tas kanvas ayahnya, dia mulai berjalan perlahan ke arah rumah. Selain berdoa agar tasnya tak robek, dia juga berdoa tidak ketemu yang aneh-aneh atau segala jenis binatang yang tak pantas ditemui saat ini.
Suara jangkrik dan angin memperlaju gerakan Stela menyeret tasnya. Dalam lima menit akhirnya dia berhasil menarik tasnya menaiki anak tangga teras dan tiba di depan pintu kayu yang masih terawat baik. Sambil mengatur kembali napasnya. Stela mengamati teras rumah itu. Warnanya putih, bersih, dan terawat baik. Bahkan rumah itu tidak terlihat menakutkan lagi bila dibandingkan tadi. Dan satu lagi, rumah ini tampaknya sudah tersentuh moderenisasi. Lantainya sudah dilapisi marmer. Marmer hijau lumut yang cantik dan indah.
Terdapat dua kursi dan satu meja dari kayu kelapa. Stela duduk sebentar dan mengambil tisu melap keringatnya. Dia agak berhati-hati di wajah, takut menyentuh salah satu bakal jerawat yang sakitnya bukan main. Aneh sekali, padahal kemarin wajahnya sudah agak baikan, tapi begitu bangun pagi, busyet dech, ada tiga bakal jerawat di pipi kirinya. Benar-benar tidak boleh stress kayaknya, deh!
Setelah minum air mineral bekal dari rumah, Stela pun bersiap-siap mengetuk pintu. Dia mencoba mencari cermin, tapi tidak ada. Yah, sudahlah. Bagaimanapun semua orang pasti maklum, bila kau melakukan perjalanan lebih dari enam jam, sedikit kusut tidak apa-apalah.
Stela mengetuk pintu. Pelan. Semenit belum ada jawaban. Dia menambah sedikit tenaga ketukannya dan menunggu lagi. Tidak ada jawaban juga. Sekali lagi. Tetap tak ada jawaban. Lagi…… dan lagi……. Tetap sepi.
Stela menggaruk kepalanya. Setelah melirik ke kiri dan kanan, memastikan tidak ada yang keberatan bila dia menggedor, maka dengan semangat 45, dia pun melakukan gedoran terhebat yang pernah dilakukannya seumur hidupnya.
Semenit tak ada jawaban, Stela melakukan gedoran terhebat kedua yang pernah dilakukannya seumur hidupnya, kali ini menggunakan kedua tangannya. Dan dia baru saja menurunkan tangan kanannya ketika tiba-tiba pintu kayu model kuno itu terbuka.
“Aaahhhh……Maaf….Maaf….. Tuan Simon?”
Pria di hadapannya memandangnya menyelidiki dari ujung rambut hingga ujung kaki. Merasa sedikit terintimidasi, Stela pun tak mau kalah. Dengan sedikit keberanian dia pun mencoba menilainya.
Pria di hadapannya memiliki mata yang sangat tajam, kalau dapat dikata sedikit menakutkan juga dan jelas sorotnya terlihat tidak senang. Umurnya tak lebih dari tiga puluh, mungkin dua puluh lima lebih sedikit, tapi gurat-gurat keseriusan terlihat cukup dalam di wajahnya yang persegi. Tingginya mungkin di atas seratus delapan puluh karena jauh lebih tinggi dari ayahnya, dan rambutnya tertutup dengan topi petani dari anyaman rotan sehingga sulit untuk menilai. Wajah dan kulit coklatnya berhiaskan lumpur kering, begitupula kaos putih dan celana coklatnya, sangat kotor. Tapi kakinya bersih, dan tak mengenakan sandal. Tidak mirip penampilan cucu orang kaya, tapi Stela yakin ini orang yang tepat. Wajahnya sedikit banyak mengikuti wajah si kakek, agak sombong.
Stela tersenyum. Dia sudah siap dengan yang seperti ini. Tadi pagi saja, sebelum berangkat, tiga jam dia mempelajari dengan tekun bagaimana mengoperasikan mesin cuci, microwave hingga rice cooker dari ibunya. Walaupun semuanya bukan peralatan baru bahkan ada yang sudah seumur adiknya, kata ibunya, rata-rata cara pakainya adalah sama. Selain itu dia juga sudah membekali bawaannya dengan lima kilo detergen khusus untuk mesin cuci, dua kilo sabun krim, lima botol pemutih pakaian, dua botol pewangi dan pelembut pakaian hingga dua gallon pembersih kamar mandi. Tidak lupa tiga set kain pel dan kain lap. Lengkap, deh. Dia mungkin tidak tahu seperti apa tugas asisten, tapi dia sudah mempersiapkan dirinya sebaik mungkin. Jadi dia tidak akan dipersulit atau mempersulit alias ngerepotin - seperti perintah Nyonya Silia, si Tuan Simon.
Selain kebutuhan rumah tangga, dia juga telah menyiapkan tiga pak kertas A4, setengah lusin penghapus dan tip-ex, selusin pena dan selusin pensil. Ada juga selusin buku tulis, dua buku gambar, dua buku agenda dan dua pak spidol. Mau apa saja si Tuan Simon, dia sudah siap. Jadi benar-benar aman dech, pikir Stela senang.
“Siapa kamu?” Suara Pria itu berat membuat Stela teringat dengan suara penyanyi top mantan anggota band Dewa, Arie Lasso.
“Oh…… Hai! Aku Stela, asisten baru anda, Tuan Simon” Stela mengulurkan tangannya dengan semangat.
Tapi jangankan disambut, melirik ke arah tangannya saja, Pria itu tak mau. Bahkan yang terjadi berikutnya membuat Stela terkejut dan shock. Pria itu menutup pintunya dengan setengah dibanting. Untung saja gerakan refleksnya masih berfungsi normal, jadi tangannya dapat di tarik tepat waktu.
“Tuan Simon….. Tuan Simon……” teriak Stela panik sambil menggedor pintu. Dia tak mungkin kembali. Kalau hari pertama saja gagal, bukan hanya dia yang akan kesulitan, tapi keluarganya juga.
“Pergi…...” Suara Pria itu menggelegar. Stela melonjak sambil memegang dadanya. Bahkan dengan pintu tertutup suara itu tetap memiliki kekuatan, kekuatan Keluarga Setiawan. Untung saja dia bukan dari keturunan berpenyakit jantung. Katanya membatin.
“Apa? Aku tidak bisa, tuan. Aku diutus Nyonya Silia. Oh, anda tak perlu khawatir. Aku takkan merepotkan anda. Aku justru akan membantu anda. Aku bisa mencuci, menyapu dan mengepel……”
“Aku tidak butuh pembantu!”
“Oh, Aku juga bisa mengoperasikan komputer, mengetik dan menulis cepat…… “
“Aku tidak butuh sekertaris!”
Stela menggaruk kepalanya. Dia kok jadi teringat situasi ketika berhadapan dengan Nyonya Silia kemarin. Ini keluarga memang mirip, mirip nakutinnya, mirip juga anehnya.
“Tapi aku tidak bisa pulang, tuan! Aku harus di sini selama sebulan.”
“Sebulan?” Tiba-tiba pria itu muncul lagi, tapi tanpa topi petani, sehingga rambutnya yang hitam dan agak bergelombang sekarang kelihatan. Ada keringat sedikit di dahinya. Dan, ya ampun…..Pria itu seperti bintang iklan. Sangat tampan. ”Apa maksudmu sebulan? Kenapa kamu tidak bisa pulang sekarang?”
“Aku…..aku sudah di bayar!Aku sudah terima gajinya”
“Yah, sudah…… kembaliin saja gajinya. Gampang, kan?”
“Ya, tidak bisa begitu……. Itu sama saja cari mati.”
“Cari mati? Kau pikir keluargaku monster ya?”
Bukannya itu kenyataannya? tanya Stela menjerit dalam hati. Sejak kejadian kemarin dan melihat reaksi Ayah ibunya, sebenarnya Stela sudah berjanji tidak akan lagi memimpikan pekerjaan bergaji super gede seperti saat ini. Dia bahkan tak perduli lagi jika harus kuliah setahun atau dua tahun lagi. Baginya hidup dalam kedamaian bersama keluarganya adalah yang terbaik dibanding apapun. Tapi nasi terlanjur jadi bubur, mau diapain juga, dia harus menjalani pekerjaan beresiko ini…….Dia akan memastikan bubur itu pun tetap dapat dinikmati.
Stela mengangkat sedikit dagunya dan baru hendak membuka mulut untuk menyampaikan pendapatnya, ketika bantingan pintu kedua terjadi tepat dihadapan hidungnya. Dia bahkan harus memundurkan sepuluh senti kepalanya agar tidak jadi wajah penyet. Benar-benar tidak tahu sopan santun.
“Tuan Simon……. Tuan Simon…… setidaknya anda bisa melihat hasil kerjaku dulu kan? Tolonglah!” Teriak Stela memelas.
Simon memandang pintu itu dengan marah. Walaupun yang salah adalah orang dibalik pintu itu, rasa-rasanya dia ingin menghancurkan pintu itu juga. Tapi, kalau dipikir-pikir tentu saja yang paling salah adalah Kakek dan bibinya. Dia sangat yakin gadis itu dikirim mereka, karena tak ada sembarang orang yang berani memakai nama bibinya, apalagi sampai sengotot itu. Wartawan nekat pun takkan berani. Lagipula untuk apa juga mereka mengirimkan gadis ingusan itu kemari? Pakai memakai title sebagai asisten juga, sungguh menyebalkan.
Sudah dua minggu dia merasa cukup tenang, bahkan dia sengaja jarang nonton televisi, tidak menerima tamu hingga mematikan handphonenya untuk memperoleh itu semua, tapi sekarang apa? Seluruh ketenangan itu seakan hancur tak bersisa. Yang ada justru sakit kepala lagi.
Dia jadi berpikir jangan-jangan memang itu yang direncanakan Kakek dan bibinya. Membuatnya sakit kepala sehingga dia cepat-cepat kembali ke Jakarta. Benar-benar licik. Sangat sesuai dengan tabiat kakeknya. Tapi…… Maaf Tua Bangka, takkan semudah itu. Apalagi hanya dengan gadis ingusan. Wah, kelihatannya ada yang sudah putus asa…..
Gadis remaja, berjerawat, dan suka berteriak. Tampaknya bukan tipe yang mudah disingkirkan. Benar-benar kekacauan yang sempurna. Tapi bermimpilah jika itu akan mengalahkannya. Simon tak selemah itu. Lagipula, apa juga yang dilakukan gadis itu dengan rambutnya? Mengerikan…….
Tak ada jawaban. Stela menunggu……Satu menit, dua menit hingga lima menit tak ada juga reaksi apa pun dari dalam. Stela memiringkan kepalanya, mencoba mendengar apa yang terjadi di balik pintu. Hening.
Stela memandang halaman depan rumah hingga ke depan jalan. Gelap dan menakutkan. Bayangan pohon dan semak terlihat menyeramkan. Dan untuk menggenapkan ketakutannya, tiba-tiba seekor kucing hitam menyeberang di jalan tanah, sekitar sepuluh meter dari tempat Stela berdiri. Matanya yang hijau berkilau menakutkan, membuat Stela gemetaran dan terduduk lemas bersandar di pintu.
Keluarga Setiawan sangat menakutkan, itulah yang pasti diketahui oleh Stela. Dan yang pasti mereka juga orang-orang yang tegaan, jadi dia tidak akan heran jika Tuan Simon dengan sengaja membiarkannya mati ketakutan di depan rumahnya. Bahkan mungkin dengan senang hati, setelah itu dia akan menguburkan Stela di salah satu sudut halamannya yang luas ini. Bukanlah sesuatu yang mustahil untuk orang-orang seperti mereka.
Stela segera membuka tas pinggangnya. Di dalamnya terdapat uang sejumlah sejuta dua ratus sepuluh ribu enam ratus rupiah – Uang lain sengaja dititipi ke ibunya, jadi yang dibawanya hanya untuk selama sebulan setelah dipotong biaya belanja dan transport tadi, handphone jadulnya, KTP, surat keterangan kepala pelayan Keluarga Setiawan, lima butir obat anti muntah, dan sebuah kunci.
Kunci dan surat keterangan itu diperolehnya tadi pagi, diantar langsung oleh sopir Nyonya Silia. Walaupun heran bagaimana mereka mengetahui alamatnya, Stela rasanya dapat menebak. Orang seperti mereka dapat memperoleh info hanya dengan menjentikkan jari, jadi buat apalah dia pusing dengan hal sepele seperti itu. Namun dia juga harus mengacungi jempol ke Nyonya Silia, karena walaupun sibuk menghitung uang dan kekayaannya, dia juga sempat-sempatnya memperkirakan situasi seperti ini. Kunci yang sangat membantu, batin Stela senang.
“Baik. Kalau tidak diijinkan masuk, aku akan masuk sendiri. Mau disiksa kek, digunduli kek, atau dibunuh kek, terserah.” Kata Stela sambil berdiri tegap. Ketakutan di luar tidak akan menyelesaikan pekerjaan ini, pikirnya bersemangat.
Dia baru saja memasukkan kunci ke lubangnya, ketika terpikirkan untuk menelpon keluarganya dulu. Ya, mungkin telepon terakhirnya. Tapi setidaknya dia ada kesempatan untuk itu.
………. Baca Cerita Lovelicious ……….
………….. Selengkapnya ………………
………… Di app Storial …………………
Setiawan memandang putrinya dengan bingung. Sepanjang hari, putrinya hanya diam saja, kalaupun bicara hanya waktu ditanya. Itu bukanlah hal yang biasa mengingat kebiasaan hariannya. Dan kini dalam perjalanan dengan mobil buatan Jerman, putrinya masih melakukan aksi yang sama.
“Ada apa dengan kamu? Sepuluh menit lagi kita harus menghadiri jamuan makan malam di istana merdeka. Mau kau bawa terus mukamu yang kusut itu ke sana?” tanya Setiawan sedikit kesal.
“Maaf, Pa. Tapi aku sedikit khawatir”Jawab Silia lesu.
“Sama Simon? Untuk apa? Seperti katamu dia sangat pandai mengurus diri. Lagipula kita sudah mengirimkan asisten ke sana kan?”
“Nah, justru itu, Pa. Yang aku khawatirkan itu! Si gadis muda yang kita kirim. Rasanya kasihan sekali mengirimkan dia seperti itu. Dia tidak tahu apa yang akan dihadapinya.”
Setiawan hanya tertawa. Dia sudah dapat membayangkan apa yang dipikirkan putrinya. Namun dia justru merasa sebaliknya. Dia, entah bagaimana, merasa sangat yakin justru yang akan kesulitan adalah cucunya, Simon Setiawan.
Diubah oleh sun81 31-08-2020 23:39
0
Kutip
Balas