- Beranda
- Stories from the Heart
Novel : Lovelicious (Dulu pernah diikutin lomba tp kagak menang hehehehehe.......)
...
TS
sun81
Novel : Lovelicious (Dulu pernah diikutin lomba tp kagak menang hehehehehe.......)
Haiiii........Novel ane nih bergenre romantis bangeeettttssss 
Dulu pernah Ane ikutin lomba (thn 2009/2010 Lupa
) Tapi kagak menang.
Daripada hanya simpen di Laptop, mending bagi di sini siapa tau.......siapa tau ya......ada yang minat mo terbitin jadi Novel gitu
Oke, met membaca ya!! Jangan lupa tinggalin jejak n komen............(soalnya nggak langsung ane kasih satu kali semua, bab per bab spy nggak puyeng )

Dulu pernah Ane ikutin lomba (thn 2009/2010 Lupa
) Tapi kagak menang.Daripada hanya simpen di Laptop, mending bagi di sini siapa tau.......siapa tau ya......ada yang minat mo terbitin jadi Novel gitu
Oke, met membaca ya!! Jangan lupa tinggalin jejak n komen............(soalnya nggak langsung ane kasih satu kali semua, bab per bab spy nggak puyeng )
LOVELICIOUS

Bab 1 A
Bab 1 B
Bab 2 A
Bab 2 B
Bab 2 C
Bab 3 A
Bab 3 B
Bab 4 A
Bab 4 B
Bab 5 A
Bab 5 B
Bab 5 C
Bab 5 D
Bab 6 A
Bab 6 B
Bab 7 A
Bab 7 B
Bab 7 C
TAMAT
Spoiler for Apa istimewanya novel ini?:
Novel ini selain lucu en romantis


, ada pantun di tiap awal bab-nya (Dulu yang ane tau belum ada novel yang kayak gini, tapi begitu pengumuman lomba (dimana ane kagak menang
) , eeeehhhhhh udah banyak novel yang pake konsep ini......Yah mo gimana lagi............Juga ada resep di tiap akhir bab yg masih berhubungan (ini juga seharusnya konsep baru, tapi kayaknya ada juga yg udah make ide ini....
) Yah......yang penting Ane percaya originallitas Ane.........No Plagiat........
Spoiler for Karya yg lain ::
Diubah oleh sun81 01-10-2016 09:11
anasabila memberi reputasi
1
8.1K
Kutip
40
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
sun81
#3
Spoiler for Bab 2 A:
Tiga hari pergi ke Jerman
Oleh-oleh kue kering tabur kismis
Dapat kamu sebagai majikan
Bikin hati sering meringis
Udin memandang gadis di hadapannya. Hancur, itu kesan pertamanya. Rambut yang acak-acakan seperti baru habis dicakar kucing, wajah berjerawat, kaos oblong merah lusuh dan sudah agak luntur, tas pinggang yang jadul banget, plus sandal jepit tua. Di tangannya terdapat sebuah tas kanvas tua yang sangat besar. Benar-benar beda dengan tamu-tamu yang selama ini dijemputnya. Tapi tak salah lagi, gadis ini adalah Nona Stela. Nona yang harus diantarnya menemui Tuan Simon. Gadis itu bahkan menyodorkan selembar surat keterangan dari kepala pelayan Keluarga Setiawan.
“Eh…… Maaf, tapi kamu tidak mencuri surat keterangan ini kan?”
Stela merengut. Nih sopir kok belagu sekali. Dia jadi penasaran, tamu seperti apakah yang sering dijemputnya.
“Tentu saja tidak. Kalau tidak percaya silahkan menelpon Nyonya Silia”
Udin merinding. Wah, itu sih sama saja cari mati kan? Tanpa basa basi dia segera mengambil tas kanvas yang beratnya dua kali karung beras itu dan menuju mobilnya sambil memberi kode agar Stela mengikutinya. Setelah memasukkan tas kanvas ke bagasi mobil, Udin melihat Stela masih berdiri, belum masuk ke mobil.
“Sialan, apa dia ingin dibukain pintu juga?” Udin membatin.
Namun dengan segera dia pun pergi membukakan pintu. Dia tidak ingin gadis itu melaporkan yang tidak-tidak kepada Nyonya Silia dan membuatnya dipecat. Bukan karena susah mencari kerja, tapi susah kalau mencari kerja yang gajinya sebanding dengan yang diberikan Keluarga Setiawan kepadanya.
“Silahkan, Non……” kata Udin semanis mungkin.
Stela memandangi mobil itu. Dari luar saja udah keren banget, begitu pintu terbuka dia langsung melihat interiornya pun luar biasa. Stela belum pernah naik mobil seperti ini. Mobil yang paling keren dinaikinya adalah milik Tante Rima, yaitu Honda CRV.
Stela melirik ke pria di balik pintu mobil yang dibukakannya. Usia pria itu kayaknya baru lewat sedikit dari tiga puluh. Bajunya seperti seragam karyawan Hotel-hotel berbintang-bintang. Walaupun kelihatan kekar, tapi nyalinya nggak terlalu besar. Nyatanya begitu nama Nyonya Silia dikumandangkan, dia bagaikan ayam kehujanan. Nggak beda jauh dengan si Alex waktu dimarahin si kakek.
“Pak, yakin saya bisa naik mobil ini?”
“Maksud Nona? Oh, jangan khawatir. Mobil ini selalu saya servis dengan baik. Anda akan baik-baik saja tiba di tujuan. Minyak rem, kopleng, lampu sein, bensin hingga knalpot dan ban sudah saya periksa.”
Stela menggaruk kepalanya. Walaupun dia tak tahu harganya, dia yakin mobil hitam besar itu, yang bermerek mercedez-sesuai lambang di kap depannya, adalah mobil yang sangat aman. Merek ternama seperti itu pasti selalu memberikan servis terbaik, jadi orang awam sepertinya tak perlu mengakhawatirkan apapun. Kayaknya ada yang salah pengertian, deh. Stela hanya ingin meyakinkan bahwa dia diijinkan masuk mobil semewah ini, tapi si…… siapa tadi……Oh ya, Pak Udin mengira dia mengkhawatirkan keselamatannya. Wah kalau itu sich, sudah dari kemarin dia mengkhawatirkannya.
Stela segera masuk. Bagaimanapun selain tak ingin membuat Pak Udin lebih kebingungan, dia juga tidak enak melihat tatapan-tatapan orang-orang di sekitar terminal bis. Mereka seperti membandingkan penampilannya dengan si mobil. Benar-benar bukan perbandingan yang layakkah?
Mobil itu memiliki jok yang sangat lembut. Stela sampai ingin tidur-tiduran, kalau tidak mengingat ini mobil orang. Warna coklat muda berpadu serasi dengan warna gading dan warna hitam. Dihadapannya terdapat sebuah lemari kecil. Dan ketika dibuka, dia baru tahu ternyata ada juga kulkas sekecil itu. Di dalamnya terdapat beberapa botol minuman, buah dan coklat. Wah, kalau itu miliknya, pasti sudah dihabiskan seluruh cokalat itu. Di sampingnya terdapat rak yang berisi berbagai model gelas yang berkilauan tertimpa lampu dari kulkas. Benar-benar mewah.
Tampaknya dari kaca spion Pak Udin mengamati kelakuannya. Benar-benar kampungan ya? Padahal dia justru yang berasal dari Jakarta. Dan kini dia seperti orang udik di Bandung. Stela tersenyum kecil malu-malu dan menutup kulkas itu perlahan.
“Berapa lama tiba di kediaman Tuan Simon, Pak?”
“Kalau kediaman di pusat kota hanya lima belas menit, tapi kalau ke desa, bisa sampai dua jam, Non.”
“Dua jam? Jauh amat ya!”
“Iya……. Itu pun kalau tidak macet. Jadi apakah Nona ingin singgah dulu di kediaman Pusat kota untuk membersihkan diri sebelum melanjutkan ke desa?”
Stela berpilir sebentar, lalu kemudian menggeleng.
“Nggak usah, Pak. Ini saja sudah jam setengah Lima. Nanti kita tibanya kemalaman. Kasihankan kalau Pak Udin harus balik ke kota……. Bisa telat sekali kalau pulang”
Udin terkejut mendengar pernyataan Stela. Selama ini tak pernah sekalipun tamu-tamu yang datang perduli dengannya. Bagi mereka dia hanyalah sopir atau bahkan lebih buruk lagi, dia hanyalah tukang suruh-suruh.
Udin jadi ikut-ikutan menggaruk kepalanya seperti yang dilakukan Stela. Tampaknya dia telah salah menilai gadis ini. Ya, sebenarnya dia sudah harus tahu itu. Gadis ini berbeda dengan tamu-tamu yang selama ini dijemputnya. Selain kedatangannya hanya dengan bis umum, bukan Trailer khusus milik keluarga Setiawan, gadis ini tampil bahkan tidak berlebihan, kalau tidak kita anggap sedikit berkekurangan tentunya. Dia bahkan tidak ingin singgah ke kediaman Tuan Simon di pusat kota, padahal kalau dipikir-pikir tidak sedikit tamu yang ingin menginap di sana. Semua orang penting bahkan menganggapnya sebagai tempat persinggahan yang wajib dikunjungi bila ke Bandung.
Udin menatap sekali lagi lewat spion ke tempat gadis itu duduk. Walaupun rambut acak-acakan dan muka berjerawat, gadis ini memiliki kepolosan yang sudah sangat jarang ditemui pada gadis-gadis jaman sekarang, apalagi gadis-gadis dari kota Metropolitan. Dia jadi bertanya-tanya apa tugas yang diberikan Tuan Setiawan dan Nyonya Silia pada gadis yang masih setengah matang ini.
Setelah sunyi cukup lama, Udin merasa sangat tidak enak hati, dan dia jadi ingin memperbaikinya.
“Non Stela……..”
“Stela saja, Pak”
“Eh, ya……. Stela. Itu yang dikulkas, makan saja. Tidak apa-apa kok”
Gadis itu terkejut. Benarkah? Tapi dia jadi kepikiran perintah Nyonya Silia…… “Jangan Ngerepotin…..” wah, masa baru sepuluh menit di Bandung dia sudah mengabaikannya…… Dia menggeleng sambil tersenyum ke arah Pak Udin.
“Eh, nggak usah, Pak. Tapi, saya,eh….. Bolehkah saya tidur, Pak? Saya agak lelah karena perjalanan ini…..”
“Oh…… Iya…..iya. Silahkan. Nanti saya bangunkan bila sudah sampai.”
Stela mengangguk terima kasih, dan mulai mengatur posisinya. Dia memang kekurangan tidur. Kemarin begitu pulang dari mall, dia hampir satu jam bolak-balik di depan rumah memikirkan kata-kata yang tepat untuk minta ijin ke orang tuanya. Bahkan saat makan malam selesaipun dia seperti dilem mulutnya. Untung saja orang tuanya curiga dan mendesaknya bercerita.
Walaupun ketakutan, Stela pun menceritakan semuanya. Mulai dari keinginannya mencari pekerjaan, hingga insiden patung yang mencium kepala Tuan Setiawan, plus kata-kata “cari mati” para penjaga Mall. Tak lupa dia juga menyodorkan uang yang diberikan Josh tadi sebagai bukti bahwa dia tak mengada-ngada.
Dia sangat cemas ketika ayah ibunya terlihat sangat shock. Tampaknya ayah-ibunya tahu cukup banyak tentang keluarga Setiawan, jadi begitu mendengar ceritanya, gantian mereka yang keliling ruang tamu selama sepuluh menit membuat dia dan adiknya kebingungan. Lalu tanpa basa-basi mereka pun memberikan setuju.
Bayangkan! Setuju hanya dalam sepuluh menit. Hanya sepuluh menit saja mereka menyetujui anak perawan satu-satunya mereka tinggal serumah dengan pria yang tak dikenal. Stela bukannya senang karena berarti semua akan lancar-lancar saja, justru makin ketakutan.
Walaupun ingin bertanya lebih lanjut tentang keluarga Setiawan, dia tidak berani. Dia takut jika mengetahui kebenarannya, dia yang akan mengundurkan diri. Dan itu tidak hanya akan mencelakakan dirinya saja, tapi juga keluarganya. Dia tak mau itu terjadi.
Jadilah malam itu, ayah ibunya membantu berbenah. Walaupun sesekali ayah, ibunya dan adiknya yang masih bau kelon memberikan berbagai nasehat, Stela tetap merasa dia seperti disodorkan sebagai seserahan bagi keluarga Setiawan.
“Ma…… Pa…… Bener nih? Nggak apa-apa? Masa nggak khawatir sich!” Jam setengah sebelas malam, Stela duduk di kasurnya dengan merengut.
“Bukannya nggak khawatir, tapi ini juga kesalahanmu! Makanya jadi gadis itu berpikiran jangan terlalu tinggi. Kepingin dapat gaji gede akibatnya jadi begini kan? Jadi kamu harus bertanggung jawab”
“Iya, Mamamu benar. Dan satu hal lagi, jangan memperparah kesalahanmu yang sekarang. Jangan sampai kau terlibat lebih lama lagi dengan keluarga itu. Ingat keluargamu di rumah. Kalau hanya sebulan, Papa percaya kamu akan baik-baik saja……”
“Iya, kak. Berjuanglah! Jangan lupa ada sepuluh juta untuk bonus.” Bisik adiknya sambil cengar-cengir.
Stela merengut. Kalau ayah ibunya memikirkan keselamatan keluarga, adiknya justru sudah membayangkan bonus. Stela menggaruk kepalanya. Dia akhirnya mengangguk-ngangguk saja ketika ada beberapa nasehat lagi dari ayah ibunya. Yah, setidaknya semua ini hanya akan berlangsung sebulan, pikirnya. Benar, hanya sebulan, jadi semuanya akan baik-baik saja. Yah, semoga saja.
Stela merasakan bahunya digoncang. Dengan segan dibuka matanya dan menjerit melihat sosok dihadapannya. Sesaat dia mencoba memfokuskan diri, dan akhirnya sadar bahwa dihadapannya adalah Pak Udin, sopir utusan keluarga Setiawan.
“Aduh……maaf……maaf, pak. Saya……”
“Nggak apa-apa, Non. Kadangkala anak saya juga suka teriak kalo saya bangunin. Mungkin wajah ayahnya nggak setampan mas Aliando ya?”
Stela tersenyum dan kemudian tertawa. Dia merasa senang setelah dapat tertidur walau hanya sesaat.
“Pak Udin ada-ada saja. oh ya, ingat Stela saja. Masa Non lagi! Nggak cocok ah”
………. Baca Cerita Lovelicious ……….
………….. Selengkapnya ………………
………… Di app Storial …………………
Diubah oleh sun81 31-08-2020 23:37
0
Kutip
Balas