- Beranda
- Stories from the Heart
(Horror) Diary [TAMAT]
...
TS
ayanokouji
(Horror) Diary [TAMAT]
![(Horror) Diary [TAMAT]](https://s.kaskus.id/images/2016/08/12/8901141_20160812100754.jpg)
Illustration courtesy of Awayaye
Halo, dan salam kenal buat agan-agan semua.
Perkenalkan saya anggota lama kaskus tapi newbie di forum SFTH.
Nah, berhubung saya lihat banyak yang menceritakan pengalamannya terutama untuk yang berbau-bau mistis. kebetulan saya dekat dengan seseorang yang memang punya kemampuan lebih untuk melihat yang semacam itu.
Cerita ini adalah berdasarkan kisah nyata, yang memang diambil langsung dari Diary dia
Langsung saja dimulai lah ya
Untuk Postingan pertama saya langsung Posting 2 part deh, karena prologue blum masuk ke cerita
Spoiler for Rules:
Atas permintaan yang punya Diary, mohon dibaca RULESnya sebelum membaca Diary ini ya :
1. Diary ini adalah hasil convert dari catatan di kertas menjadi bentuk elektronik. Jadi ini adalah benar-benar berasal dari Diary asli, kalau sampai ada yang baca dan tidak percaya, it's OK, tidak masalah tapi mohon jangan coba2 menantang apapun 'mahluk' yang disebutkan di Diary ini. Apabila terjadi sesuatu kami tidak bisa menolong.
2. Ini memang bukan urusan TS, tapi usahakan kalau sampai merasakan sesuatu yang tidak beres setelah baca isi Diary teman saya, harap dekatkan diri ke Tuhan segera. Karena seberapa besar Tuhan menolong itu tergantung dari iman kita ketika meminta. Dan percayalah, meminta saat belum melihat apapun dan ketika 'mereka' ada di depanmu itu akan menyebabkan bedanya besar Iman bagi yang tidak terbiasa.
Terimakasih sebelumnya, dan ingat baik2, jangan bermain-main dengan sesuatu dari dunia lain
Part I - Prologue (tanggal Diary - 3 September 2010)
Spoiler for Part I:
3 September 2010
Hallo Diary..
Mulai hari ini aku akan sedikit merubah apa yang aku tulis di dalam lembarmu yach..
Sebenarnya aku sih berniat tidak pernah berkeinginan untuk mengungkapkan rahasia ini, karena aku pasti akan dicap sebagai orang aneh..
Hanya kamu yang mau mendengarkan semua cerita aku tanpa mengeluh, mulai dari aku menyukai siapapun sampai sendirian seperti sekarang (hiks..hiks.. yahh aku tau, trims anyway)
Okay, jadi aku akan menceritakan pengalaman hari ini.. yaah ini kesekian kalinya sudah terjadi padaku, dan untuk teman sejatiku yaitu kamu my Diary, aku akan menuliskan ini, rahasiakan ini yaah..
Ceritanya aku akan mulai dari pengalaman tadi pagi..
Oh ya, sebelumnya aku akan kasihtau sedikit rahasia kepada kamu..
Kamu tau.. ehm.. aku ini bisa melihat hantu atau semacamnya.. guru Agamaku berkata ini adalah anugrah, menurutku lebih seperti kutukan.
Kamu tau, Diary? Mungkin tidak banyak orang yang tau, tapi hantu itu berbeda dengan setan atau semacamnya. Kalau misalkan diumpamakan, hantu itu lebih ke arwah orang-orang yang meninggal atau dalam Bahasa Inggris disebut dengan Ghost. Sedangkan setan bukan arwah, atau mungkin saja tadinya mereka arwah, yang pasti setan itu sudah lebih melewati tingkat keseraman dari Hantu. Dan diatas itu, masih ada lagi yang aku namakan jejadian. Nah, apabila setan itu bentuknya tidak dapat dikatakan bentuk apakah itu, kalau jejadian ini setidaknya sebagian besar dari bentuknya adalah bagian dari hewan-hewan.
Dan diary, dari kesialanku mendapatkan kutukan kemampuan ini, syukurlah aku hanya bisa melihat hantu saja. Yaah, kadang memang ada sedikit pengecualian, yang membuatku enggak tau kenapa bisa melihat yang lebih aneh daripada hantu.
But I tell you my Diary, melihat hantu saja sudah cukup menakutkan lho. Jangan dikira penampilan mereka itu normal-normal saja.. yahh, memang ada yang normal dan tersamar tapi hampir disetiap kejadian mereka akan menunjukkan wujud asli mereka kalau mereka tau kita bisa melihat mereka, dan mereka selalu tau kalau aku bisa melihat mereka.
Upps… sudah jam 11 ternyata, tadinya aku mau menceritakan kejadian penglihatan yang kulihat hari ini, tapi sudah terlalu malam nih, besok aku janji pasti akan cerita padamu dehhh, jangan ngambek yahh
See you tomorrow my Diary, Mulai hari ini aku akan melaporkannya padamu kalau aku melihat sesuatu yang aneh itu, hehe.. Nite
Part II - Misteri Toilet Wanita di lantai 7 - catatan tanggal 4 September 2010
Spoiler for Part II:
4 September 2010
Hallo friend,
As my promise stated, aku bakal ceritain hal yang kemarin terjadi sama aku. Jangan takut yaah, karena aku sudah cukup takut untuk mengingat-ingat ini, jadi tolong semangati aku (he..he..)
Oookay, cerita ini bermulai waktu aku bersama cindy sedang ada ditoilet di lantai 7 kampus kemarin siang setelah kuliah pak Zainul.
Ingatkan aku untuk memarahi Cindy nanti karena dia meninggalkan aku sendirian di toilet itu..
Kau dengar? Meninggalkan aku!
Berkat dia aku jadi melihat.. yahh, sesuatu yang jauh dari menyenangkan..
Sewaktu aku keluar dari bilik toilet dan mencari-cari Cindy, aku tidak menemukannya dimana-mana, aku rasa sih dia pergi buru-buru menemui pacarnya.. ya Tuhan, persahabatan kita hanya sebatas selama pacar tidak mengganggu.
Lalu aku berpikir, ya sudahlah, aku akan membetulkan make-up sebentar dan akan pergi ke food court, sepertinya #### belum datang menjemputku deh, setidaknya aku harus terlihat cantik kaan (he-he-he)
Tiba-tiba aku merasakan udara menjadi dingin, cukup untuk membuat bibirmu bergetar secara reflek.
Dan itu jelas-jelas tidak benar, toilet ini kan jelas-jelas pengap dan tanpa AC dimanapun. Dan otakku baru saja berpikir kalau ada yang tidak beres nih..
Tiba-tiba sudah berdiri seorang wanita dibelakangku, rambutnya panjang dan menutupi separuh mukanya, dia memakai baju kaus berwarna merah menyala dan celana jeans.
Aku langsung berbalik dan reflek berkata kalau dia membuatku kaget. Dan hal berikutnya yang terjadi membuatku hampir saja mengompol
Dia menempelkan mukanya tepat didepan mukaku, kulitnya benar-benar mengerikan, kau tau karpet yang ada tonjolan-tonjolannya begitu? Mukanya dan seluruh kulitnya penuh dengan seperti itu. Dan warna kulitnya sangat pucat, seperti warna krem kekuningan. Dan yang paling mengerikan dari semuanya adalah bola matanya, warna urat darah dibola matanya berwarna coklat kekuningan dan pupil matanya hitam dan bebercak merah.
Dari situ aku langsung tau kalau aku sedang bertemu dengan hantu, dan kali ini bukan hantu yang baik.
Perlahan-lahan dia mendekati aku, tapi tidak pernah menempel pada badanku, mukanya sangat dekat pada mukaku, dan tangannya yang dipenuhi dengan tonjolan-tonjolan itu juga menggapai tubuhku seakan ingin menyentuhku, tapi sentuhan itu tidak pernah terjadi.
Aku merasakan bahwa sekitar 1 jam dia hanya memandangiku saja, berkali-kali berusaha menempelkan dirinya pada badanku, tapi tidak pernah berhasil. Jujur Diary, aku tidak tau kenapa dia tidak bisa menyentuhku, tapi syukurlah karena disaat itu, aku sama sekali tidak bisa bergerak.
Setelah sekitar 1 jam itu, dia akhirnya mundur, kemudian matanya membelalak. Lebih besar dari lebar mata yang bisa dibuka oleh manusia normal, sepertinya seakan-akan semua kelopak matanya tertelan ke dalam rongga matanya. Kemudian warnanya bola matanya perlahan-lahan menjadi merah tua dan kemudian akhirnya menjadi hitam.
Kemudian dia berteriak sambil melompat kehadapanku, dan menghilang tepat didepan mukaku. Aku yakin aku mengompol sedikit kemarin.
Setelah itu suhu di toilet itu kembali pengap. Kakiku terasa kehilangan tulangnya dan aku terduduk di lantai toilet tanpa tenaga.
Kemudian suara handphoneku berbunyi mengagetkan aku, aku mengangkatnya dan #### ternyata menelponku. Dia mengatakan bahwa sudah 5 menit dia mencoba menelponku dan tidak diangkat-angkat. Aku meminta maaf dan berkata mungkin aku tidak mendengarnya tadi.
Ngomong-ngomong… waktu yang berlalu hanya 15 menit, tapi terasa seperti satu jam saat kejadian tadi..
Lain kali ingatkan aku jangan pernah lagi masuk di toilet lantai 7 sendirian ya.
UPDATED!!! PART XLV - "Serangan yang disengaja - II"
Spoiler for INDEX:
part III- Melayat
Part IV - Siapa yang mengikuti aku?
Part V - Bagaimana kutukan ini dimulai
Part VI - Perkemahan SMP
Part VII - Jurit Malam 1
Part VIII - Jurit Malam 2
Part IX - Penghuni Kampusku
Part X - Wanita dress putih
Part X (Final) - Wanita dress putih (lanjutan)
Part XI - Mereka ada di sekeliling kita
Part XII - Kalau kau jahat
Part XIII - Lauren dan ketiga anaknya
Part XIV- WARNING!! Baca catatan saya sebelum lanjut baca - Si Nenek dan Cucunya 1
Part XV - Si Nenek dan Cucunya 2
Part XVI - Wanita Dress Putih is back
Part XVII - Lift kampusku
Part XVIII - Tiga anak lauren kembali
Part XIX - Mahluk aneh
Part XX - Kampus sarang Kunti
Part XXI - Sang "dewa" jahat
Part XXII - Curiousity Kills the Cat
Part XXII - Bagian 2 - Robert and the Devil 1
Part XXII - Bagian 3 - Robert and the Devil 2
Part XXIII - Kembalinya si mahluk aneh
Part XXIV - Part I - si "dewa" jahat kembali 1
Part XXIV - Part II - si "dewa" jahat kembali 2
Part XXV - Robert
Part XXVI - aku dan kegelapan
part XXVII - Wewe Hitam
Part XXVIII - Wewe Hitam dan Wewe Putih
Part XXIX (bagian pertama) - He and Me (bag 1)
Part XXX (Bagian kedua) - He and Me (bag 2)
Part XXXI - sang pelindung
Part XXXII - Villa di gunung 1
Part XXXIII - Villa di gunung 2
Part XXXIV - Villa di gunung 3
Part XXXV - Villa di gunung (tamat) bag awal
Part XXXV - bagian akhir - Villa di gunung (tamat) bag akhir
Part XXXVI - Kutukan baru
Part XXXVI - Tambahan - Kutukan baru (tambahan)
Part XXXVII - Bagian Pertama - Iblis bag 1 -(Ketika dia terluka)
Part XXXVIII - bagian kedua - Iblis bag 2 - (si pemilik mata)
Part XXXIX - Cermin
Part XL - Ketika Ayano sakit
Part XLI - Goodbye
PART XLII - Mahluk di Jendela
PART XLIII - Akhir si "dewa" jahat
PART XLIII (lanjutan) - Akhir si "dewa" jahat (bag Akhir)
Part XLIV - Serangan yang disengaja - I
PART XLV - Serangan yang disengaja - 2 UPDATE
Bonus Story : Pengalaman TS dan yang punya Diary
Pengalaman bersama dia yang menulis Diary I
Bonus Story II Ketika yang tidak biasa melihat diperlihatkan
BONUS STORY III - Pengalaman Horror ketika main game
BONUS STORY IV : Kejadian di Malam Jumat Kliwon[
*SPECIAL* Bonus Story IV - part 2 - Elisa's POV
Bonus Story V - Part I
Bonus Story V - Part 2
Bonus Story V - part 3
Bonus Story VI
Bonus Story VII #awasbebehplusplus
Bonus Story VIII
Bonus Story IX
Bonus Story X
Bonus Story XI
BONUS PART XII - Bagian ketiga (Elisa POV)
Kiriman cerita dari para pembaca :
Kiriman cerita dari agan Gent4r - 1 (Gent4r, Romi vs Miss K)
Pengalaman agan Gent4r kedua
Kiriman cerita dari pembaca
Thread lainnya tentang saya dan Elisa
Saya dan Gadis bermata Indigo
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 39 suara
Berhubung banyak yang nyaranin Untuk ganti judul Thread, mohon masukan terkait itu :
Judul Thread tetap, soalnya daripada ribet nyari Threadnya lagi
56%
Judul Thread diganti ke judul Thread yang di dalem
33%
Judul Thread kudu diganti ke judul Thread yang beda dan lebih menarik
10%
Diubah oleh ayanokouji 19-11-2016 12:18
radorada dan 23 lainnya memberi reputasi
24
1.1M
Kutip
2.2K
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ayanokouji
#1194
Atas permintaan Elisa supaya thread ini gak kosong terlalu lama. Jadi saya bagikan cerita bonus selama menemani Elisa di rumah sakit saja ya. Mudah-mudahan agan-agan bisa maklum karena Elisa masih saya larang untuk terlalu banyak beraktifitas sampai pulih betulan.
Karena sakitnya Elisa yang menyebabkannya harus di opname. Dan kita sama-sama tau kalau apa artinya harus tinggal di rumah sakit untuk orang-orang seperti Elisa.
Yap.. gangguan demi gangguan menemani saya selama menunggui Elisa di rumah sakit.
Sebelum lanjut, saya akan memperingatkan dulu. Jangan kepo soal rumah sakitnya ya.
Dan ada hal-hal mengenai ‘cara-cara’ yang saya pakai di cerita kali ini yang sengaja saya skip atau tidak ceritakan detail. Untuk menghindari pembaca yang mencoba-coba melakukannya untuk berhadapan dengan ‘mereka’.
BONUS STORY X
Hari pertama….
Eh bukan, malahan dari awal masuk saja kami sudah disambut oleh ‘mereka’.
Ketika kami berdua memasuki lobby rumah sakit itu, keadaan Elisa sudah sangat lemas. Sehingga saya memintanya menunggu di sofa yang lumayan nyaman selagi saya mengurus Elisa agar segera bisa diperiksa oleh dokter.
Saya baru meninggalkan Elisa barang beberapa menit untuk mengkonfirmasi kembali jadwal bertemu dokter yang sebelumnya sudah saya book tempatnya melalui telepon.
Ketika saya kembali, sudah duduk sosok kakek-kakek yang menempati sebelah sofa Elisa. Melihat dari badannya yang transparan, sudah jelas ‘dia’ bukan termasuk diantara yang hidup.
Tapi saya tidak merasakan ataupun melihat kalau kakek-kakek ini bermaksud jahat pada Elisa. Jadi saya mendekati tempat Elisa duduk dan menatap ke kakek itu.
Kakek itu balas menatap saya. Kamu juga bisa lihat saya ya?
Suara itu terdengar langsung di kepala saya. Sudah jelas dari kakek itu. Pikir saya.
Saya mengangguk.
Gadis ini, dia spesial. Kata kakek itu lagi langsung ke kepala saya.
Dia mempunyai kemampuan melihat yang sangat kuat, tapi tidak ada dinding apapun di arwahnya. Kakek itu berkata lagi, kemudian dia melihat saya. Tapi ternyata dinding itu adalah dirimu kan? Anak muda?
“Saya tidak mengerti maksud kakek” bisikku.
Kakek itu tersenyum ramah. Lindungilah dia anak muda, kau dan dia, perisai dan mata panah. Jaga dia anak muda.
Kakek ini sepertinya hanya berkata yang dia inginkan deh… begitu pikirku.
Kakek itu kemudian berdiri dan menatapku serius. Di sini tidak terlalu aman buat dia, kakek itu menatap ke arah Elisa sambil berkata demikian. Perisai harus berjaga terus. Kata kakek itu sembari menghilang.
Sepertinya ini adalah pertanda akan terjadi suatu hal lagi pada kami.
Gawatnya saat ini kondisi tubuh Elisa benar-benar tidak memungkinkan untuk melawan apabila diganggu oleh ‘mereka’.
Tapi untuk memindahkan Elisa ke rumah sakit lain saat ini akan memakan terlalu banyak waktu. Sementara wajah Elisa sudah sangat pucat.
Jadi tanpa pilihan lain, setidaknya saya akan membawa Elisa untuk diperiksa dulu oleh dokter. Setelah menebus resep saya akan segera membawa Elisa pergi dari sini.
Sayangnya, dokter menyatakan Elisa harus di opname karena sakit typhus.
Dan saya tidak mau mengambil resiko untuk memindahkan Elisa karena dokter berkata dia harus masuk hari ini juga. (*rant* btw, rumah sakit sekarang benar-benar ya… orang sudah payah dan separuh sadar tetap dipaksa deposit sekian puluh juta dulu.. lama-lama hanya orang kaya yang bisa menggunakan fasilitas rumah sakit deh).
Jadi setelah pengurusan prosedur selesai saya lakukan, akhirnya Elisa ditempatkan pada kamar kelas 1 yang berisikan dua orang pasien. (saya tidak pilih kamar VIP karena selain ditempatkan seorang diri di kamar, juga karena posisi kamar VIP tepat diatas kamar UGD).
Hari pertama menunggui Elisa, pada malam pertama belum ada yang mengganggu secara langsung. Hanya terdengar bunyi seperti bunyi roda tempat tidur rumah sakit yang di dorong di lorong hampir sepanjang malam. Selain itu hampir tidak ada gangguan berarti, kecuali sosok-sosok transparan yang terlihat berjalan-jalan di lorong atau kadang masuk ke kamar dan berdiri dengan bingung.
Bukannya menyombongkan diri sih, tapi akhir-akhir ini saya terlalu terbiasa dengan gangguan semacam ini. Meskipun tetap tidak nyaman tapi setidaknya tidak membuat ngompol seperti saat pertama kali.
Tapi penampakan yang menyeramkan?
Tidak, saya tidak akan pernah terbiasa tentang hal itu deh.
Malam pertama saya lalui dengan tenang di samping Elisa yang beristirahat setelah diberikan obat oleh dokter.
Saya tidak melihat Robert ada di sekitar. Aneh, biasanya dia akan muncul untuk sekadar mengganggu. Tapi akhir-akhir ini dia memang jadi lebih jarang muncul sih. Begitu juga dengan si ‘wanita’ berdress putih, sudah hampir 2 minggu tidak menampakkan dirinya sama sekali. Terlepas dari mereka berdua, gangguan-gangguan yang datang dari ‘mereka’ masih seringkali muncul.
Si ‘mata’ malah tidak pernah muncul lagi semenjak kemunculan terakhirnya, saat di mana sang ‘mata’ tidak melakukan apa-apa pada Elisa. Saat itu kami berpendapat mungkin karena sang ‘mata’ hanya bisa melukai Elisa, sehingga waktu Elisa saya peluk, dia tidak bisa berbuat apa-apa? Mungkin sih.. saya tidak tau pastinya.
Hari kedua dimulai dengan lebih ramai.
Saya melihat sosok yang diperban di beberapa tempat di tubuhnya dan gips pada tangan dan kakinya berdiri menatap saya dari sebuah ruangan yang saya lalui ketika saya membeli roti untuk sarapan.
Sosok itu menghilang ketika saya melihat untuk kedua kalinya ke dalam kamar itu.
Selain itu ada nenek yang dirawat pada suatu ruangan sedang berbicara pada sosok kakek tua transparan (bukan kakek yang saya temui pada saat tiba di rumah sakit ini, kakek lain lagi). Suster yang mungkin melihat saya sedang menatap nenek itu menghampiri saya dan berkata “Bapak kenal dengan ibu itu?” tanyanya.
Saya menggeleng.
“Ohh, kalau begitu jangan khawatir pak. Ibu itu memang suka bicara sendiri “ jelas Suster itu.
Tidak.. dia tidak bicara sendiri. Dia sedang bicara dengan.. entahlah, mungkin suaminya yang sudah meninggal atau saudaranya yang sudah meninggal? Atau bisa saja temannya? Entahlah.. yang pasti nenek itu tidak sedang bicara sendiri.
Kemudian ketika aku tiba di kamar Elisa, kakek-kakek yang kutemui saat tiba di rumah sakit kembali sudah menduduki tempat di samping Elisa.
Anak muda, kamu tidak mendengarkan nasehatku?
“Hah?” tanyaku bingung.
Opung bilang, jaga dia baik-baik. Di sini tidak aman buat dia.
Saya masih menatap kakek tua itu dengan bingung. “Maksud kakek?”
Boro-boro menjawab pertanyaanku, kakek itu malah menunjuk ke arah sudut kamar itu.
Aku menatap sudut kamar yang ditunjuk oleh kakek itu. Tidak ada apa-apa… pikirku.
Tapi ketika aku menatap ke kakek itu, dia hanya mengacung-acungkan jarinya dengan tidak sabar.
Jangan melihat dengan batas fisik, anak muda. Lihatlah melewati batas fisik
Menerawang begitu? Pikir saya. Saya bukan Elisa, kek…. Pikir saya lagi.
“Saya tidak bisa melihat menembus tembok kakek” jelas saya.
Lihatlah melewati pembatas fisik itu kalau begitu anak muda. Kata si kakek itu.
Melewati batas fisik?
Oohh.. maksudnya lihat diseberang dinding itu? Pikirku mengerti. Mau bicara begitu saja seperti pakai teka-teki.. astaga…
Saya keluar ruangan itu dan melihat ke arah ke arah dimana kakek itu menunjuk.
Aaaaannnd… apaan itu coba?
Item, bulet, muter-muter kayak gasing, terus adanya di lantai?
Yang tau jawabannya boleh dikirim ke alamat email rsjiwagrogol@otakstress.com.
(Just joking ya. Biar gak terlalu tegang bacanya.)
Jadi, setelah melihat semacam blackhole jadi-jadian sedang berputar di lantai, aku kembali memasuki kamar dan menatap kakek itu lagi.
“Apa itu?”
Tumbal
“Apa?”
Itu adalah tempat tumbal ditanamkan.
“Hah? Tumbal?” tanyaku.
Kakek itu mengangguk. Penjaga tempat ini akan meminta bayaran untuk pelayanannya.
Aku makin bingung dan tidak mengerti dengan arah pembicaraan kakek tua ini.
Anak muda, kamu berbakat. Tapi dindingmu belum cukup kuat.
“Hah? Maksudnya apaan nih kek?”
Mereka terlalu banyak. Opung tidak bisa membujuk mereka terus. Bawa dia dan pindahlah.
Aku menatap Elisa. “Maksudnya? Bawa Elisa pindah?”
Bawalah dia dan pindahlah.
Kata kakek itu sambil menghilang.
Ooookaaayyyy… lalu saya harus membawa Elisa kemana? Bahaya semacam apa yang ada di sini? Dan apa ‘mereka’ yang dimaksudkan si kakek tadi sih?
Masih ragu untuk memindahkan Elisa. Saya memutuskan untuk melhat keadaan sedikit lagi.
Dan akhirnya malam hari keduapun tiba.
Saya sedang duduk sambil terkantuk-kantuk di samping tempat tidur Elisa.
Suara roda yang kudengar di hari pertama terdengar lagi dari arah lorong.
Tapi kali ini ada hal yang berbeda. Tubuhku langsung terjaga begitu mendengar suara pintu dibuka perlahan.
Saya menatap ke arah pintu yang terbuka tersebut. Apa mungkin perawat jaga akan memeriksa pasien di sebelah Elisa atau mungkin saja hal lainnya.
Tapi tidak ada yang masuk. Tidak ada seorangpun juga yang terlihat membuka pintu itu.
“!!”
Tapi saya salah.
Saya berharap akan melihat sosok tinggi dari pintu itu, ternyata saya tidak menemukannya karena sosok yang saya cari adalah sosok yang pendek, setinggi anak SD.
Tapi berwajah seperti kakek-kakek.
“What the???”
‘Anak-wajah-kakek’ itu menyeringai dan menghilang dari pintu.
“Right…. The hell….??” Umpatku kesal.
Aku melafalkan doa yang selama ini menjadi andalanku untuk terhindar dari gangguan ‘mereka’ dan melakukan beberapa hal pendukung untuk ritual perlindungan sederhana yang kutahu dan akhir-akhir ini sering kugunakan. Lumayan manjur sih soalnya.
Tapi ada sedikit masalah dengan cara ini.
Yang lemah memang bisa dengan mudah diusir. Tapi sepertinya ini malah menantang bagi yang lebih kuat.
Untungnya malam itu tidak ada kunjungan dari ‘mereka’ yang kuat atau semacamnya.
Yang ada hanyalah ‘anak-wajah-kakek’ yang menjauh dari teralis pintu kamarku, sosok berbaju dokter operasi lengkap dengan maskernya yang penuh dengan darah menatapku dari lorong jauh, dan yang paling menggangguku adalah sosok beberapa tangan yang terjuntai dari ventilasi di atap lorong rumah sakit itu. Hanya tangan yang berjumlah belasan tanpa sosok tubuh.
“…..Damn….” bisikku.
Saya melanjutkan doaku sebisa dan semampunya.
Tidak tau berapa lama waktu berlalu, tau-tau sudah jam 5 pagi.
Itupun saya sadar ketika suster datang untuk memeriksa infus Elisa.
Sepertinya saya merapalkan doa semalaman tanpa sadar.
Dan itu baru saja hari ke dua di rumah sakit ini.
BERSAMBUNG
(Sorry, Elisa butuh perhatian jadi saya stop dulu ngetiknya)
Spoiler for BONUS STORY X:
Karena sakitnya Elisa yang menyebabkannya harus di opname. Dan kita sama-sama tau kalau apa artinya harus tinggal di rumah sakit untuk orang-orang seperti Elisa.
Yap.. gangguan demi gangguan menemani saya selama menunggui Elisa di rumah sakit.
Sebelum lanjut, saya akan memperingatkan dulu. Jangan kepo soal rumah sakitnya ya.
Dan ada hal-hal mengenai ‘cara-cara’ yang saya pakai di cerita kali ini yang sengaja saya skip atau tidak ceritakan detail. Untuk menghindari pembaca yang mencoba-coba melakukannya untuk berhadapan dengan ‘mereka’.
BONUS STORY X
Hari pertama….
Eh bukan, malahan dari awal masuk saja kami sudah disambut oleh ‘mereka’.
Ketika kami berdua memasuki lobby rumah sakit itu, keadaan Elisa sudah sangat lemas. Sehingga saya memintanya menunggu di sofa yang lumayan nyaman selagi saya mengurus Elisa agar segera bisa diperiksa oleh dokter.
Saya baru meninggalkan Elisa barang beberapa menit untuk mengkonfirmasi kembali jadwal bertemu dokter yang sebelumnya sudah saya book tempatnya melalui telepon.
Ketika saya kembali, sudah duduk sosok kakek-kakek yang menempati sebelah sofa Elisa. Melihat dari badannya yang transparan, sudah jelas ‘dia’ bukan termasuk diantara yang hidup.
Tapi saya tidak merasakan ataupun melihat kalau kakek-kakek ini bermaksud jahat pada Elisa. Jadi saya mendekati tempat Elisa duduk dan menatap ke kakek itu.
Kakek itu balas menatap saya. Kamu juga bisa lihat saya ya?
Suara itu terdengar langsung di kepala saya. Sudah jelas dari kakek itu. Pikir saya.
Saya mengangguk.
Gadis ini, dia spesial. Kata kakek itu lagi langsung ke kepala saya.
Dia mempunyai kemampuan melihat yang sangat kuat, tapi tidak ada dinding apapun di arwahnya. Kakek itu berkata lagi, kemudian dia melihat saya. Tapi ternyata dinding itu adalah dirimu kan? Anak muda?
“Saya tidak mengerti maksud kakek” bisikku.
Kakek itu tersenyum ramah. Lindungilah dia anak muda, kau dan dia, perisai dan mata panah. Jaga dia anak muda.
Kakek ini sepertinya hanya berkata yang dia inginkan deh… begitu pikirku.
Kakek itu kemudian berdiri dan menatapku serius. Di sini tidak terlalu aman buat dia, kakek itu menatap ke arah Elisa sambil berkata demikian. Perisai harus berjaga terus. Kata kakek itu sembari menghilang.
Sepertinya ini adalah pertanda akan terjadi suatu hal lagi pada kami.
Gawatnya saat ini kondisi tubuh Elisa benar-benar tidak memungkinkan untuk melawan apabila diganggu oleh ‘mereka’.
Tapi untuk memindahkan Elisa ke rumah sakit lain saat ini akan memakan terlalu banyak waktu. Sementara wajah Elisa sudah sangat pucat.
Jadi tanpa pilihan lain, setidaknya saya akan membawa Elisa untuk diperiksa dulu oleh dokter. Setelah menebus resep saya akan segera membawa Elisa pergi dari sini.
Sayangnya, dokter menyatakan Elisa harus di opname karena sakit typhus.
Dan saya tidak mau mengambil resiko untuk memindahkan Elisa karena dokter berkata dia harus masuk hari ini juga. (*rant* btw, rumah sakit sekarang benar-benar ya… orang sudah payah dan separuh sadar tetap dipaksa deposit sekian puluh juta dulu.. lama-lama hanya orang kaya yang bisa menggunakan fasilitas rumah sakit deh).
Jadi setelah pengurusan prosedur selesai saya lakukan, akhirnya Elisa ditempatkan pada kamar kelas 1 yang berisikan dua orang pasien. (saya tidak pilih kamar VIP karena selain ditempatkan seorang diri di kamar, juga karena posisi kamar VIP tepat diatas kamar UGD).
Hari pertama menunggui Elisa, pada malam pertama belum ada yang mengganggu secara langsung. Hanya terdengar bunyi seperti bunyi roda tempat tidur rumah sakit yang di dorong di lorong hampir sepanjang malam. Selain itu hampir tidak ada gangguan berarti, kecuali sosok-sosok transparan yang terlihat berjalan-jalan di lorong atau kadang masuk ke kamar dan berdiri dengan bingung.
Bukannya menyombongkan diri sih, tapi akhir-akhir ini saya terlalu terbiasa dengan gangguan semacam ini. Meskipun tetap tidak nyaman tapi setidaknya tidak membuat ngompol seperti saat pertama kali.
Tapi penampakan yang menyeramkan?
Tidak, saya tidak akan pernah terbiasa tentang hal itu deh.
Malam pertama saya lalui dengan tenang di samping Elisa yang beristirahat setelah diberikan obat oleh dokter.
Saya tidak melihat Robert ada di sekitar. Aneh, biasanya dia akan muncul untuk sekadar mengganggu. Tapi akhir-akhir ini dia memang jadi lebih jarang muncul sih. Begitu juga dengan si ‘wanita’ berdress putih, sudah hampir 2 minggu tidak menampakkan dirinya sama sekali. Terlepas dari mereka berdua, gangguan-gangguan yang datang dari ‘mereka’ masih seringkali muncul.
Si ‘mata’ malah tidak pernah muncul lagi semenjak kemunculan terakhirnya, saat di mana sang ‘mata’ tidak melakukan apa-apa pada Elisa. Saat itu kami berpendapat mungkin karena sang ‘mata’ hanya bisa melukai Elisa, sehingga waktu Elisa saya peluk, dia tidak bisa berbuat apa-apa? Mungkin sih.. saya tidak tau pastinya.
Hari kedua dimulai dengan lebih ramai.
Saya melihat sosok yang diperban di beberapa tempat di tubuhnya dan gips pada tangan dan kakinya berdiri menatap saya dari sebuah ruangan yang saya lalui ketika saya membeli roti untuk sarapan.
Sosok itu menghilang ketika saya melihat untuk kedua kalinya ke dalam kamar itu.
Selain itu ada nenek yang dirawat pada suatu ruangan sedang berbicara pada sosok kakek tua transparan (bukan kakek yang saya temui pada saat tiba di rumah sakit ini, kakek lain lagi). Suster yang mungkin melihat saya sedang menatap nenek itu menghampiri saya dan berkata “Bapak kenal dengan ibu itu?” tanyanya.
Saya menggeleng.
“Ohh, kalau begitu jangan khawatir pak. Ibu itu memang suka bicara sendiri “ jelas Suster itu.
Tidak.. dia tidak bicara sendiri. Dia sedang bicara dengan.. entahlah, mungkin suaminya yang sudah meninggal atau saudaranya yang sudah meninggal? Atau bisa saja temannya? Entahlah.. yang pasti nenek itu tidak sedang bicara sendiri.
Kemudian ketika aku tiba di kamar Elisa, kakek-kakek yang kutemui saat tiba di rumah sakit kembali sudah menduduki tempat di samping Elisa.
Anak muda, kamu tidak mendengarkan nasehatku?
“Hah?” tanyaku bingung.
Opung bilang, jaga dia baik-baik. Di sini tidak aman buat dia.
Saya masih menatap kakek tua itu dengan bingung. “Maksud kakek?”
Boro-boro menjawab pertanyaanku, kakek itu malah menunjuk ke arah sudut kamar itu.
Aku menatap sudut kamar yang ditunjuk oleh kakek itu. Tidak ada apa-apa… pikirku.
Tapi ketika aku menatap ke kakek itu, dia hanya mengacung-acungkan jarinya dengan tidak sabar.
Jangan melihat dengan batas fisik, anak muda. Lihatlah melewati batas fisik
Menerawang begitu? Pikir saya. Saya bukan Elisa, kek…. Pikir saya lagi.
“Saya tidak bisa melihat menembus tembok kakek” jelas saya.
Lihatlah melewati pembatas fisik itu kalau begitu anak muda. Kata si kakek itu.
Melewati batas fisik?
Oohh.. maksudnya lihat diseberang dinding itu? Pikirku mengerti. Mau bicara begitu saja seperti pakai teka-teki.. astaga…
Saya keluar ruangan itu dan melihat ke arah ke arah dimana kakek itu menunjuk.
Aaaaannnd… apaan itu coba?
Item, bulet, muter-muter kayak gasing, terus adanya di lantai?
Yang tau jawabannya boleh dikirim ke alamat email rsjiwagrogol@otakstress.com.
(Just joking ya. Biar gak terlalu tegang bacanya.)
Jadi, setelah melihat semacam blackhole jadi-jadian sedang berputar di lantai, aku kembali memasuki kamar dan menatap kakek itu lagi.
“Apa itu?”
Tumbal
“Apa?”
Itu adalah tempat tumbal ditanamkan.
“Hah? Tumbal?” tanyaku.
Kakek itu mengangguk. Penjaga tempat ini akan meminta bayaran untuk pelayanannya.
Aku makin bingung dan tidak mengerti dengan arah pembicaraan kakek tua ini.
Anak muda, kamu berbakat. Tapi dindingmu belum cukup kuat.
“Hah? Maksudnya apaan nih kek?”
Mereka terlalu banyak. Opung tidak bisa membujuk mereka terus. Bawa dia dan pindahlah.
Aku menatap Elisa. “Maksudnya? Bawa Elisa pindah?”
Bawalah dia dan pindahlah.
Kata kakek itu sambil menghilang.
Ooookaaayyyy… lalu saya harus membawa Elisa kemana? Bahaya semacam apa yang ada di sini? Dan apa ‘mereka’ yang dimaksudkan si kakek tadi sih?
Masih ragu untuk memindahkan Elisa. Saya memutuskan untuk melhat keadaan sedikit lagi.
Dan akhirnya malam hari keduapun tiba.
Saya sedang duduk sambil terkantuk-kantuk di samping tempat tidur Elisa.
Suara roda yang kudengar di hari pertama terdengar lagi dari arah lorong.
Tapi kali ini ada hal yang berbeda. Tubuhku langsung terjaga begitu mendengar suara pintu dibuka perlahan.
Saya menatap ke arah pintu yang terbuka tersebut. Apa mungkin perawat jaga akan memeriksa pasien di sebelah Elisa atau mungkin saja hal lainnya.
Tapi tidak ada yang masuk. Tidak ada seorangpun juga yang terlihat membuka pintu itu.
“!!”
Tapi saya salah.
Saya berharap akan melihat sosok tinggi dari pintu itu, ternyata saya tidak menemukannya karena sosok yang saya cari adalah sosok yang pendek, setinggi anak SD.
Tapi berwajah seperti kakek-kakek.
“What the???”
‘Anak-wajah-kakek’ itu menyeringai dan menghilang dari pintu.
“Right…. The hell….??” Umpatku kesal.
Aku melafalkan doa yang selama ini menjadi andalanku untuk terhindar dari gangguan ‘mereka’ dan melakukan beberapa hal pendukung untuk ritual perlindungan sederhana yang kutahu dan akhir-akhir ini sering kugunakan. Lumayan manjur sih soalnya.
Tapi ada sedikit masalah dengan cara ini.
Yang lemah memang bisa dengan mudah diusir. Tapi sepertinya ini malah menantang bagi yang lebih kuat.
Untungnya malam itu tidak ada kunjungan dari ‘mereka’ yang kuat atau semacamnya.
Yang ada hanyalah ‘anak-wajah-kakek’ yang menjauh dari teralis pintu kamarku, sosok berbaju dokter operasi lengkap dengan maskernya yang penuh dengan darah menatapku dari lorong jauh, dan yang paling menggangguku adalah sosok beberapa tangan yang terjuntai dari ventilasi di atap lorong rumah sakit itu. Hanya tangan yang berjumlah belasan tanpa sosok tubuh.
“…..Damn….” bisikku.
Saya melanjutkan doaku sebisa dan semampunya.
Tidak tau berapa lama waktu berlalu, tau-tau sudah jam 5 pagi.
Itupun saya sadar ketika suster datang untuk memeriksa infus Elisa.
Sepertinya saya merapalkan doa semalaman tanpa sadar.
Dan itu baru saja hari ke dua di rumah sakit ini.
BERSAMBUNG
(Sorry, Elisa butuh perhatian jadi saya stop dulu ngetiknya)
0
Kutip
Balas