- Beranda
- Stories from the Heart
7 Hari Tersesat di Gunung Merapi Sumatera Barat
...
TS
alishba
7 Hari Tersesat di Gunung Merapi Sumatera Barat


(TRUE STORY)
"- Setelah melalui proses editing, maka tulisan ini akhirnya berhasil di publikasikan melalui penerbit Clover (M&C) Gramedia dan berubah judul menjadi JEJAK- "
- Alishba
Spoiler for TOP Threads:
Spoiler for Cover Design:

PROLOG
Uda Andre (Bang Andre), dan Uda Nopeng (Bang Nofan), merupakan narasumber sekaligus aktor utama dalam kisah yang sempat menggemparkan beberapa stasiun televisi selama kurang lebih 7 (tujuh) hari, beberapa puluh tahun silam.
Dalam informasi berita yang tersiar, mungkin mereka dikabarkan sudah hilang selama 6 (enam) hari, karena mereka dinyatakan hilang satu hari setelah Firman, Uncu dan Iwan melapor. Sedangkan perjalanan tak tentu arah yang sebenarnya mereka alami adalah 7 (tujuh) hari.
Sudah lama ingin berbagi, sharing dengan mereka untuk membahas penggarapan Buku, namun selalu terbentur kesibukan masing-masing, alhasil, skrip lamanya dulu yang pernah Andre tulis kembali ia kirimkan padaku. Semoga kisah ini bisa menjadi pedoman dan Menambah wawasan kita, sekaligus menyadarkan kita bahwa "Tuhan tak Tidur!".
(*)
PADA TAHUN 2001, ada 7 hari dalam perjalanan hidupku yang membuat aku harus berhadapan dengan maut. Meski ada sedikit hal yang terlupa dari rentetan kronologis waktu tersesat tersebut, itu karena aku pernah berkeinginan mengubur kenangan pahit itu sedalam mungkin. Hingga tak ada salah seorangpun yang tahu, kecuali Nopeng. Tapi, akan ku usahakan untuk mengingat keras, sekaligus akan disempurnakan dalam bentuk buku dengan mengambil “cerita” dari teman-temanku yang juga ikut dalam petualangan tersebut. Tentu saja aku takkan lupa melibatkan sahabat yang menemaniku selama 7 hari dalam pencarian jalan pulang. Mengitari Pegunungan hingga keluar dari cengkeraman maut Gunung Merapi yang berada di Sumatera Barat, dan inilah versiku:
Spoiler for Awal Naskah:
TUHAN, BERI AKU KESEMPATAN
Namaku Andre, ayahku bekerja di sebuah perusahaan BUMN, beliau termasuk orang yang keras dalam mendidik anak terutama anak lelaki. Namun demikian, menurutku beliau sungguh sangat demokratis.
Malangnya, ketika kelas 1 SMP aku pernah mengecewakannya, karena aku terpaksa di-DO (Drop Out) dari sekolah karena aku adu jotos dengan salah seorang guruku, yang menurutku seorang penjilat sejati. Akibat dari kenakalanku inilah aku harus menerima konsekwensi harus pindah ke Padang, Sumatera Barat, agar bisa naik ke kelas 2, tanpa harus mengulang. Di padang aku menyelesaikan masa SMP ku dengan lancar hingga kelas 2 SMU.
Aku dan noviandi yang seterusnya kupanggil -Nopeng, pernah membuat geger satu sekolah dan jadi pemberitaan di beberapa media massa, itu karena sepupu papaku ketua PWI (Persatuan Wartawan Indonesia), dimana pemberitaan tersebut sangat rutin memberitakan kami yang tersesat selama 7 hari di gunung merapi.
Mencintai dunia mendaki dan bergiat di alam bebas kumulai sejak kelas 1 SMA, dan aku telah mendaki gunung Singgalang sebanyak dua kali. Kegilaanku dengan hobi ini semakin menjadi-jadi sejak aku tergabung dalam salah satu ekstra kurikuler Siswa Pencinta Alam (SISPALA). Hobi yang sangat ditentang oleh Tanteku dan keluarganya. Setiap kali aku meminta izin untuk mendaki gunung, aku tak pernah mendapatkan izin. Namun, aku tetap mendaki, karena aku cinta Alam rimba, mencium bau tanah hutan, sejuknya udara yang menusuk kulit, suara alunan gemericik air, sambil menikmati kopi susu di puncak gunung, nikmatnya.
Tiga hari sebelum kejadian tersebut, aku dengan 4 orang kawanku, Nopeng, Uncu, Firman, dan Iwan yang juga tergabung dalam Sispala di sekolahku, berencana akan mendaki gunung merapi. Gunung yang memilki ketinggian 2891 Mdpl(meter dari permukaan laut). Gunung merapi ini adalah gunung kedua yang sangat ingin kudaki setelah dua kali berhasil mendaki Gunung Singgalang, yang rutenya lebih berat dibandingkan gunung merapi. Segala persiapan untuk mendakipun mulai dikumpulkan, hingga tibalah harinya, kami berangkat dari padang ketika matahari mulai terbenam, dengan naik bus menuju koto baru yang berjarak sekitar 3 jam perjalanan, rute normal untuk mendaki gunung merapi. Setelah tiba di koto baru, udara dingin mulai menusuk tulang, kami makan dulu untuk mengumpulkan energi, dilanjutkan dengani shalat Isya di masjid Koto baru.
Sesudah shalat kami mulai melakukan pendakian. Baru 15 menit perjalanan, salah satu kawanku menanyakan kaca mata yang kukenakan, dan aku tersadar kalau kaca mata itu telah tertinggal di masjid tempat kami shalat tadi, dan salah satu dari kami pergi mencek ke mesjid tersebut, dan anehnya sudah tidak ada lagi...!
Dan perjalananpun dilanjutkan, kami juga mendaftarkan nama dipos pasanggrahan, tempat memulai pendakian gunung tersebut sekaligus membayar retribusi kepada penjaga pos, perjalananpun dilanjutkan. Sebenarnya sudah banyak hal aneh yang terjadi dalam perjalanan tersebut. Ketika aku berada di barisan paling belakang, seperti ada suara-suara yang berisik di belakangku, dan setiap aku menoleh ke belakang, tidak ada apa-apa dan hal tersebut juga dirasakan kawanku Firman, dan dia langsung menemaniku berjalanan beriringan di posisi belakang. Ketika menempuh jalan sempit dia yang mengantikan posisiku di belakang, kawanku ini punya kelebihan seperti ---indra keenam, tapi dia tidak membahasnya dalam perjalanan tersebut.
Matahari pagi mulai bersinar, kami sudah sampai di batas vegetasi atau cadas, puncak merapi pun telah kelihatan, Iwan dan aku yang pertama kali sampai di cadas tersebut, disusul Nopeng, Firman dan Uncu, yang selama perjalanan aku terus perang mulut dengan mereka. Kami beristirahat, masak dan mengisi energi, aku sendiri saat itu merasa tidak bisa mengontrol emosiku, aku lupa penyebabnya, hingga aku membuang salah satu periuk yang kami gunakan untuk memasak. Kemudian membawa tas sandang yang agak kosong, karena perlengkapan logistik kami sudah di keluarkan semuanya, aku membawa beberapa batang rokok. Kukatakan pada keempat kawanku kalau aku mau ke puncak, aku mulai menapaki jalan yang lebih kurang setengah jam menuju puncak merapi, kemudian terdengar Nopeng memanggilku, “Ndre aku ikutlah, *taik lah kau pergi sendiri-sendiri aja”
aku jawab ”hussst, mulut peng, di gunung ini, jaga mulutmu”
“Astaghfirullah” nopeng menjawab sambil menutup mulutnya, diapun kemudian menyusulku yang baru setengah jalan menuju puncak.
Kami tiba di kawasan puncak gunung tersebut, aku takjub, dan bahagia hilang segala penat, letih setelah berjalan hampir sepuluh jam. Aku melihat ada tugu salah seorang pendaki yang meninggal di gunung merapi namanya “Abel Tasman”. Menurut cerita dari pendaki-pendaki lain dia meninggal karena menyelamatkan seseorang yang terjebak di kawah gunung tersebut, secara reflek aku mencium tugu tersebut. Banyak pendaki-pendaki lain yang tersenyum kecil melihat ekspresi berlebihan ku saat itu.
Akhirnya aku dan Nopeng berjalan-jalan mengitari puncak yang terdapat banyak kawah-kawah hingga menuju puncak merpati, salah satu puncak yang top di gunung merapi. Beberapa menit kami diatas puncak sambil menikmati suasana merapi sejauh mata memandang terdampar permadani hijau, betul-betul menenangkan. Setelah menghabiskan rokok, aku dan nopeng melanjutkan perjalanan ke ladang Bunga Eidelweis, disinilah awal kisah nyata yang membuktikan bahwa Tuhan punya rencana sendiri terhadap kami berdua…
Kami mulai menuruni puncak Merpati, dan menuju ladang Eidelweis, tumbuhan misterius yang tumbuh di kawasan puncak gunung, dan setiap gunung menampilkan bentuk dan ciri khas masing-masing. Aku dan Nopeng dengan sigap dan penuh antusias memetik bunga abadi tersebut. Pada saat itu ada beberapa pendaki lainya yang juga memetik bunga tersebut, kami memetiknya seperti lupa waktu, setiap mata memandang kearah bunga tersebut, bunga tersebut terus memikat kami.
“Peng sudahlah cuma tinggal kita yang ada diladang ini” kataku pada Nopeng yang tetap semangat memetik bunga, hingga bunga tersebut penuh hampir setengah tas kami. Ketika kami ingin kembali turun, turunlah awan gelap yang membuat kami sulit mengingat kembali jalan kembali tersebut, kami berputar di sekitar kawasan puncak gunung merapi.
Perasaanku mulai tidak enak, Nopeng yang berada paling depan sibuk berputar-putar mencari jalan keluar, dan aku yang berada di belakang memanggilnya untuk berhenti dan tenang. ”Peng berhenti dulu, ayo kita berpikir dan menenangkan diri, kita sedang panik saat ini, Peng!"
Nopeng pun akhirnya menungguku dan kami duduk terdiam, “gimana selanjutnya Ndre?”
“Aku pun tak tahu, kita coba tunggu saja, mudah-mudahan kabut ini menghilang,” jawabku pasrah.
KABUT MULAI HILANG sedikit, nopeng kembali memimpin perjalanan. Kami berputar mencari jalan untuk turun ke bawah. Sampai suatu ketika kami melihat ada sekelompok pendaki jumlahnya aku lupa, mereka terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Akupun bertanya pada mereka, ”Pak (panggilan khas ala pendaki) mau kemana?! kami juga lagi kehilangan arah” sambungku lagi,
“Kami mau turun Pak, lewat jalur Simabur, kalau Bapak mau ikut, boleh gabung bersama kami” tawarnya.
Jalur simabur merupakan jalur yang naik melewati daerah Simabur, Batusangkar Kabupaten Tanah Datar, sementara kami naik lewat koto baru daerah Padang Panjang. Kemudian aku menayakan pendapat si Nopeng ”gimana peng kita gabung aja?” tanyaku,
“gak usah ndre perasaanku tidak enak” jawab nopeng yang berdiri di belakangku.
Aku melihat ke kelompok tersebut, aneh juga, aku liat satu persatu pendaki itu yang laki-laki seperti tersnyum-senyum, sementara yang perempuan menangis sesenggukan, dan dengan berat hati aku mengikuti keputusan nopeng, untuk tidak ikut bergabung turun gunung bersama kelompok tersebut.
Perjalanan mencari jalan keluar kembali dipimpin oleh Nopeng, setelah lebih kurang 4 atau 5 jam (aku tak bisa memberi tahu waktu pasnya, meski si Nopeng memakai jam, tapi aku, dan dia pun tak ingat lagi perihal waktu, Karena panik) Nopeng menemukan satu jalan turun, yang menyerupai jalan cadas seperti waktu kami naik tadi. Meskipun kami sadar bahwa itu bukan jalannya, tapi aku ikuti saja.
Setelah penuh perjuangan dan beberapa kali aku terjatuh, kami tiba di sebuah jurang yang tidak begitu tinggi, tapi tetap saja kalau langsung lompat kaki bisa cedera. Nopeng yang turun pertama berhasil sampai kebawah. Dalam hatiku terbersit "kuat sekali anak ini", aku bingung tidak tahu mau turun lewat jalan mana, akhirnya Nopeng menunjukkan jalan mana yang harus kulewati, disaat itu timbul keisengan si Nopeng, di dalam tas yang kami ambil ada tustel, dia mengeluarkan tustel dan membiarkan ku tergantung di bibir jurang,
“Ndre ku poto kau dulu , ayo senyumlah”
kujawab ”Peng, udahlah gak usah becanda, kita udah hilang di gunung gini kau masih sempat becanda!”
“Kalau gak mau kau senyum gak kupegang kakimu supaya kau bisa turun”
aku ikuti saja kemauan si nopeng, dengan tersenyum kecut dengan gaya memelas, “klik”, dan aku pun di bantu turun sama si Nopeng, kemudian gantian, kini giliran dia yang meminta di foto olehku,
“nah sekarang gantian aku lagi yang kau poto ndre” lagi-lagi aku ikuti kemauanya, dan sesi poto-poto pun selesai.
Perjalanan pun di lanjutkan berkali-kali kami temui jalan curam namun mampu kami lewati, hingga kami bertemu lagi jurang kebawah yang lumayan tinggi. Nopeng yang pertama kali mencoba untuk turun, berhasil melewati jurang tersebut. Aku terdiam, kali ini sepertinya aku benar-benar tak mampu melewati jurang ini.
Saat mencoba berpikir bagaimana agar bisa turun, ketika itu tepat di sebelah kananku, di sebuah pohon tinggi, entah ilusi atau nyata, aku melihat sesosok tubuh hitam, awalnya aku tidak mengira kalau itu adalah sebangsa makhluk halus. Aku melihat ke arahnya, dia kemudian berdiri (aku menulis ini sambil bulu kudukku berdiri, inilah alasannya aku mau mengubur kenangan ini dalam-dalam, meskipun akhirnya kucoba untuk menulis ini, tidak lebih hanya karena ingin berbagi pengalaman),
nopeng yang awalnya senang karena mendengar informasiku bahwa ada orang di sana, “peng ada orang di atas pohon tingginya sama seperti manusia normal: ”ya udah panggil ndre”
belum selesai dia menyuruhku memanggil, aku langsung melanjutkan ”peng badannya hitam semua, dia menunjuk-nunjukku, seolah-olah ingin menyuruhku berbalik arah,”
nopeng langsung menjawab “ndre jangan dengar kan orang itu turunlah kau segera, dia bukan makhluk baik”.
Ditengah kepanikanku, “aku tidak tahu mau turun, dari mana peng? cepatlah dia mau turun seperti ingin menyusul kita, dia marah peng!!!” tambahku lagi.
Nopeng yang sudah di bawah tak bisa melihat si makhluk hitam tersebut, langsung menjawab ”lewat sini ndre”. Jalan yang ditunjuk Nopeng di sisi kiri jurang tersebut ada rumput dan tanaman-tanaman yang tumbuh menjalar ke bawah, tanpa banyak berfikir, aku nekat turun melewati jalan yang ditunjukkan Nopeng tersebut. Karena gravitasi, aku meluncur turun dengan tangan yang terus berpegang pada tanaman yang menjalar tersebut, entah bagaimana kejadiannya, posisiku langsung terbalik, kepalaku arah kebawah dan kakiku keatas.
Nopeng dengan sigap menyambutku dan sampailah aku di bawah dengan tangan lecet dan seluruh tubuhku dipenuhi tanah dan rerumputan yang menempel di tubuhku, “syukurlah kau masih selamat, ayo kita lanjutkan perjalanan ini,” kata nopeng yang langsung berjalan di depanku.
Akupun mengikutinya, tak lama berjalan, lagi-lagi kami bertemu jurang, kali ini nopeng mencoba turun ke bawah untuk melihat kondisi jurang tersebut, kemudian nopeng kembali sambil mengucapkan Ayat Kursi (ayat dalam kitab suci Al Qur’an), “Ada apa Peng?” tanyaku,
Nopeng, mulutnya sambil berkomat-kamit, menyebutkan bahwa dia baru saja melihat (Ya Allah, kembali bulu kudukku berdiri) "ada sesosok tubuh perempuan rambutnya keriting ndre, dia pakai rok tidak pakai baju, tidur tengkurap di dasar jurang”, aku pucat, dan terpaku, dalam hatiku “ya Tuhan, apa lagi ini?!”
(*)
Spoiler for Bersambung:

Diubah oleh alishba 17-09-2019 18:25
johny251976 dan 13 lainnya memberi reputasi
14
267.7K
Kutip
702
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
alishba
#278

Spoiler for Sambungan - Part 10:
Tersesat Hari 1
Sambil berlari-lari mencari arah pulang ke cadas, kabut akhirnya turun dan membuat konsentrasiku untuk menemukan Tugu Abel buyar. Aku berputar-putar sambil berlari dan Andre jauh tertinggal dibelakang, sambil berlari Andre bersorak "Peng, pelan-pelan peng, jangan cepat kali peng!" sambil berlari akupun menjawab "Ndre, cepatlah ndre, kabut udah turun!" sambil terus berlari, tiba-tiba ada orang melintas dihadapanku, bertubuh besar hitam, tanpa baju menggunakan celana pendek dengan membawa tali seperti tali kapal. Aku kaget, namun terus berlari tanpa memikirkan apapun. Dalam fikiranku hanya, "Aku harus balik ke Cadas!" sambil berlari, akhirnya perutku terasa naik, sesak, Akhirnya Andre memberhentikan, "Peng! berhentilah dulu, kita sedang panik peng!"
Kami berhenti sejenak, dan kabutpun tak juga naik, kami semakin kesulitan menemukan Tugu Abel yang menjadi patokan turun ke Cadas. Sambil berjalan menemukan jalan pulang, kami sampai di kawah-kawah kecil yang sebelumnya tak pernah kami lewati. Dan Akhirnya Andre bertemu dengan Pendaki lain yang menawarkannya untuk turun bersama. Karena Andre dibelakangku tertinggal lumayan jauh, Aku hanya mendengar sedikit percakapan mereka.
"Pak! kehilangan arah juga ya Pak? mau ikut bersama kami?" pendaki tersebut menawarkan untuk turun bersama.
"Peng, Bapak ini mau turun juga peng! kita bareng mereka aja gimana peng?!" Andre bertanya padaku.
Karena aku teringat tiga orang temanku yang berada di Cadas, aku menyuruh Andre untuk tidak ikut mereka, "Ndre, gak usah ndre, kasian Uncu, Iwan dan Firman menunggu dibawah"
Andre keras kepala ingin tetap turun dengan rombongan tersebut. "Ndre, coba tanya mereka mau turun kemana?!"
Andre pun bertanya kembali pada rombongan tersebut, "Pak, mau turun lewat mana Pak?!"
dan rombongan itupun menjawab, "Kami lewat jalur Simabur Pak!"
Mendengar jalur Simabur, aku terdiam, dan berfikir sejenak "Gak mungkin mereka lewat jalur itu, karena jalur itu jarang dilalui pendaki"
dan tiba-tiba saja fikiranku langsung teringat peristiwa yang akhir-akhir ini terjadi. Peristiwa hilangnya 12 Siswa SMA saat mendaki di Merapi dan mayatnya banyak ditemukan di Jalur Simabur. "Ndre, coba perhatikan wajahnya satu-satu ndre" aku berkata dengan Nada pelan sambil mendekati Andre. Andre memperhatikan satu persatu dan menghitung jumlah pendaki tersebut, dan jumlah pendaki tersebut adalah 12 Orang, namun pada hitungan Andre yang terakhir, menurut pengakuannya, cewek pada urutan terakhir dalam keadaan menangis dan kakinya tak menyentuh tanah. Sontak saja Andre berlari pontang panting dan akupun ikut berlari dan Akhirnya aku yang mendahului Andre.
Kamipun terus berputar-putar mencari arah sambil berlari-lari, namun kabut juga belum naik sehingga sungguh sulit rasanya menemukan arah yang pasti saat itu. Dan tibalah kami di sebuah tebing yang dibawahnya terlihat dua buah mobil truk berwarna merah, satu parkir dan satunya sedang bergerak. Sebelumnya kami berdua yang melihat itu sempat berfikir "Apa mungkin ada mobil truk di Gunung Merapi?"
Karena sudah panik, akupun langsung mengatakan pada Andre "Nah..! ndre ini pasti jalan pulang ke cadas ndre..." sambil merangkak menuju truk tersebut, semakin kami mendekat turun, kedua mobil tersebut semakin jauh dan akhirnya hilang. Namun, posisi kami sudah berada di bawah. Entah mengapa, saat itu Andre sangat yakin dengan aku dan terus mengikuti kataku.
Akhirnya kami beristirahan dipunggungan dekat dengan kawah berisi Air, namun airnya terlihat kotor. Andre mengeluarkan Ekstra Jos yang diambilnya tanpa sepengetahuan Firman tadi. Melihat itu, akupun mengikuti Andre mengeluarkan Ekstra Jos kepunyaanku. "Kau ambil Ekstra Jos juga tadi peng?" Andre bertanya sambil mengerutkan kening padaku. Kami membuka Ekstra Jos dan memakannya tanpa Air hingga habis. Setelah itu kami tertidur sambil menunggu Uncu, Irwan dan Firman.
Beberapa jam setelah itu, kami terbangun dan ketiga teman kami belum juga tiba "Ndre, mereka kok belum datang juga ndre?!" aku bertanya pada Andre, dan Andre menjawab dengan kepanikan "Gak tau Peng, atau mungkin mereka gak tau posisi kita disini peng."
Sambil memperhatikan kearah bawah, ternyata aku melihat "Tenda Merah" , "Ndre, kan betul ndre, ini jalannya, lihat itu ada tenda merah" Akupun langsung berlari menuju tenda tersebut, semakin dekat justeru tenda tersebut bukan tenda yang aku maksud, dan ternyata itu hanya sebuah Tugu berwarna Merah. Orang biasa menyebutnya "Tugu 12", tugu yang dibangun untuk memperingati peristiwa hilangnya 12 Siswa yang pernah hilang di Merapi. Disebelah dekat tugu tersebut ada sebuah bendera warna hitam, "Ndre, ada bendera hitam ndre, berarti gak boleh lewat sini ndre!" kamipun terus mendekati tugu tersebut.
"Bukan tenda ndre...!cuma tugu batu!"
kamipun duduk sebentar di dekat tugu tersebut. Entah mengapa, view didekat tugu tersebut berbeda dengan lokasi lain, terlihat lebih cerah, tak berkabut, dan tampak pemandangan kota Bukittinggi dari situ. Sambil duduk kami terdiam untuk menghilangkan panik, saat itu kami belum terfikir bahwa kami tersesat, hanya saja perasaan sudah mulai was-was.
"Ndre, hari udah mulai agak gelap ndre, kita harus turun ndre!" aku menawarkan pilihan ke Andre untuk tetap disini menunggu atau turun. Belum sempat aku melanjutkan, Aku melihat tali berwarna hitam (crossline) di ranting kayu. Aku langsung terfikir "Nah, ini pasti tanda jalan turun, tak salah lagi, pasti lewat sini". Akupun bergegas turun bersama Andre dan saat itu aku yang turun lebih dulu.
" Ternyata sebenarnya itu bukan crossline untuk tanda jalan yang boleh dilalui, justeru itu adalah tali batas yang sudah putus, sebagai tanda tak boleh dilalui karena merupakan jalur evakuasi pencarian 12 Siswa yang pernah hilang"
"Orang misterius yang berjumpa dengan ku ditaman Edelweis bisa dipastikan adalah Abel Tasman, namun saat itu yang aku ketahui dan diketahui banyak orang Abel Tasman itu adalah Bule, sehingga aku tak berfikir bahwa dia Adalah Abel Tasman yang sebenarnya berasal dari Gunung Pangilun Padang"
(*)
Aku meloncat turun kebawah tebing yang tingginya setara tinggi atap rumah. "Traappp", sampai dibawah, aku terdiam "Betapa sejuk, tenang dan lengang disini. Sangat berbeda dengan tempat-tempat lainnya". Kemudian Andre berteriak, "Peng! jauh peng?!"
"Enggak Ndre, Loncat aja ndree!!! cepat ndre! hari udah mau gelap!"
Mendengar itu, Andre juga meloncat setelah kami berdialog beberapa menit, "Traappp...brugggg" Andre pun sampai kebawah bersamaku.
Aku langsung berlari menaiki punggungan berbukit dan merambah semak belukar yang ada didepan, sambil berlari, akhirnya tiba disebuah tebing yang lumayan tinggi, sambil mencoba naik dengan kemampuan Climbing ku, kupanjat setapak demi setapak. Dari pandanganku, yang membuat aku semangat naik adalah, dari kejauhan aku melihat jalan setapak, ada sebuah rumah dan seorang anak kecil menaiki buayan (Ayunan) pernah terfikir "Ahhh, semoga cepat sampai, agar bisa beristirahat malam disitu". Semakin dekat, rumah dan jalan setapak itu semakin hilang dari pandanganku, kuarahkan pandangan ke Andre, "Astagfirullah" ternyata kami sudah mendaki jauh dibibir punggungan. "Ndre, naik terus ndre, jangan lihat kebawah!"
"Peng! pelan-pelan peng, jangan terlalu cepat!"
setelah memanjat dan agaknya tebing ini tak usai-usai, Aku mengambil arah ke kanan untuk bisa tiba di tepi dataran tebing yang tak jauh dari dakian, dan tiba-tiba semak dan rumput yang kupegang tak kuat menopang berat badanku sehingga "Bruuuuggghh!"
*Hening
Aku pun terjatuh cukup jauh. Sempat terbangun dalam posisi tertelungkup, Aku langsung bangkit dan "Astagfirullah....Astagfirullah...Astagfirullah!!!" kepalaku bocor dan luka. Darah segar tak berhenti mengalir saat itu.
"Peng!!! Jauh peng?!" Andre bertanya padaku yang sudah berada dibawah.
Andre yang sudah berada di tepian tebing bertanya lagi "Gimana cara turun peng?!!"
"Turun ajalah ndree, loncat ndre! loncat"
Herannya, ketika aku melihat disekitarku, aku semakin merasa berada di dimensi lain, semakin sangat sejuk, tenang, nyaman....
"Ndre, loncat lah ndre.."
kemudian Andre berkata seolah dirinya bertemu seseorang, awalnya aku senang "Alhamdulillah, akhirnya kami selamat" namun setelah mendengar Andre menyebutkan ciri-cirinya yang tinggi, besar dan menyuruh kembali keatas, aku langsung berfikir bahwa itu bukan manusia, itu makhluk gak benar.
"Ndre, turun aja ndre, loncat ndre!"
Peng! dia marah peng, mau turun peng!"
Aku langsung memaksa Andre terus untuk turun, "Ndre, turun aja ndre, jangan ikuti dia ndre, Kau lebih percaya Aku atau Dia ndre?!!!" dan tiba-tiba "braaaaagggghh" Andre terjatuh dan untung saja aku berhasil menangkapnya, jika tidak mungkin Andre sudah mati, karena terjatuh dalam posisi kepala lebih dulu dan disambut batu dari bawah.
"Peng! kepalamu berdarah peng!!"
"Biarkan aja ndre, syukur lah ndre kau masih percaya aku ndre, ayo kita jalan ndre, hari uda mau gelap!"
Aku yang berada di depan terus berusaha mencari jalan keluar yang bisa dilalui dan setelah kami menaiki punggungan berikutnya, tibalah saat kami menuju ke dasar jurang yang lumayan tinggi aku berlari dan tiba-tiba, "bruggghhhgh" aku terjatuh lagi kebawah dan tepat di bibir sungai.
"Ndree, ada cewek tengkurap dibawah ndre, rambut keriting pakai rok biru ndre, kita susul aja ndre? siapa tau dia butuh bantuan, kalau mayat, biar mayatnya kita selamatkan"
"Gila kau peng! mana ada orang mendaki pakai rok! itu bukan orang peng! bukan orang! jangan dilihat peng!
Tak ada komunikasi lagi antara aku dan Andre saat itu, karena jaraknya cukup jauh, lalu terdengar suara "Peng!! Jauh peng??!" dan aku langsung menyahut dengan keras "Turun lah ndree, loncat aja" Andre pun meloncat tanpa berfikir panjang, dan "Brugggghhh...!!!" Andre terjatuh dan pingsan cukup lama.
Aku mencoba menyadarkan Andre, menjambak dan menampar-nampar wajahnya,
"Ndreee, bangun ndre!!!"
Ndreeee, bangun lah ndreee!!!"
Aku menangis sejadi-jadinya, aku takut kalau Andre mati, dan sendiri di hutan tak berpenghuni ini. Sambil menangis aku berteriak terus menerus membangunkan Andre.
"Ndree, bangun ndreee!!!
Akhirnya Andre mulai membuka mata,
"Ndree, syukurlah kau bangun ndre!!" ucapku bahagia sambil mengusap air mataku.
"Iya ni pit," jawab Andre padaku.
"Ini Nopeng ndre, bukan ni pit!!"
"Iya ngah," jawab Andre lagi padaku.
"Ini Nopeng ndre, Nopeng!!! bukan uni pit, bukan *Ngah, ini Nopeng ndre, Nopeng!!!! sadarlah ndre, sadar, Kita tersesat ndree, lihat lah sekelilingmu Hijau semua ndreee, kita Hilang ndree!!!"
Sambil berdiri, Andre merasa ada yang ganjil lengannya, tangannya tak bisa digerakkan.
"Peng, tanganku gk bisa bergerak peng!"
Dengan percaya diri, akupun menarik tangan Andre "Praakkkkkk", "Udah ndre, ayo kita jalan"
Ajaib, tangan Andre bisa pulih dan digerakkan kembali. Kamipun kembali melanjutkan perjalanan. Selama perjalanan tadi, tiba disinilah aku baru sadar bahwa aku tersesat, karena sejak tadi aku masih berfikir akan bisa menemukan jalan pulang, dan mencoba berbesar hati, menghilangkan was-was walau aku tahu sebenarnya kami sudah mulai tersesat jauh.
(*)
Malam Pertama
Malam semakin gelap, kamipun berjalan mencari tempat bermalam, dan akhirnya kami menaiki beberapa punggungan lagi untuk naik tinggi. Sesampainya di punggungan badan berbukit, kami berencana untuk tidur di dekat batang-batang pohon untuk bisa berlindung.
"Peng....aku haus peng" Andre coba membujukku.
"Aduhhh, apalagi ndre, tidur lah ndre, Aku capek, siapin tenaga buat besok ndree.."
"Serius peng, aku haus peng!!!"
Aku tak mendengar lagi andre yang terdengar manja ingin ditemani mengambil air kebawah.
"Aku malas kebawah ndre, takut! kalau kau mau kebawah, kebawah lah! aku disini aja nunggu."
Namun tiba-tiba saja terdengar "Sruuupppttt" Aku melihat Andre meminum Air kencingnya sendiri, aku terbangun dan kaget saat itu.
"Ndre!!! Ahh! Gila kau ndre! Gila!"
"Gila,,,,gila kau ndre gila!!!"
"Aku haus banget peng"Andre tersenyum ke arahku.
"Gila kau ndre, gila, Air apa yang kau minum itu!!
Air kencingmu sendiri, astaga, Gila kau ya ndre!"
Akhirnya kamipun tidur, dan tiba-tiba akupun merasa haus yang tak tertahan. Aku lihat Andre sedang tidur-tidur sambil bernyanyi-nyanyi kecil, kubuka resleting celanaku dan menampung Air kencingku sendiri, aku mencoba sedikit dan ternyata "Wuuekkkzzzz, Air apa ini.... gak enak gini" Aku membuang air kencing ya kutampung dengan kedua tangan tadi.
"Memang udah gila kau ya ndre!"
aku gelang-geleng kepala melihat Andre yang berani meminum Air kencingnya sendiri, sedangkan aku saja mencoba sedikit tak mau meneruskan untuk meminumnya. Akhirnya kamipun tertidur dengan karena kecape'an dibawah rimbunan pohon-pohon kecil. Malam itu tidur tidak begitu nyenyak, karena aku masih belum percaya kalau aku dan Andre tersesat.
Bersambung
Diubah oleh alishba 19-09-2016 14:25
dodolgarut134 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Kutip
Balas